Hotel Majapahit, Tempat Bersejarah yang Terus Bernapas di Tengah Modernitas Surabaya
Tim Redaksi
SURABAYA, KOMPAS.com
– Di tengah hiruk pikuk Jalan Tunjungan yang kini dipenuhi cahaya neon dan deretan toko modern, berdiri tegak sebuah bangunan putih bergaya kolonial yang menyimpan kisah heroik bangsa Indonesia, Hotel Majapahit.
Bagi masyarakat
Surabaya
, hotel ini bukan sekadar penginapan mewah, melainkan simbol perlawanan dan saksi bisu keberanian
Arek-arek Suroboyo
mempertahankan kemerdekaan.
“Berbicara perang
10 November
selalu penuh kronologis mendebarkan, sebab perang ini tidak terjadi secara tiba-tiba. Ada perjalanan yang memicu perang dahsyat itu,” kata pegiat sejarah Kota Surabaya, Nur Setiawan kepada
Kompas.com,
Senin (10/11/2025).
“Sebuah tempat di jantung kota Surabaya menjadi saksi perang 10 November terjadi, dua bulan sebelum pecah perang, di tempat ini terjadi insiden heroik. Tempat ini bernama
Hotel Majapahit
, atau pada masa kolonial berjuluk Oranje Hotel,” imbuhnya.
Hotel yang dulu dikenal dengan nama Oranje Hotel ini berdiri sejak tahun 1911.
Didirikan oleh pengusaha berdarah Armenia, Lucas Martin Sarkies, hotel tersebut menjadi lambang kemewahan di masa Hindia-Belanda.
Kala itu, Surabaya dikenal sebagai kota perdagangan dan pelabuhan, tempat berkumpulnya para saudagar dan orang-orang Eropa yang datang untuk berbisnis atau berlibur.
Namun, seiring perubahan zaman, hotel ini menjadi saksi awal munculnya bara perjuangan rakyat.
Pasca-proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, sebulan kemudian tepatnya pada 19 September 1945, di hotel ini terjadi insiden perobekan bendera Belanda, peristiwa yang menggetarkan dan memicu pertempuran besar di Surabaya.
“Seorang Belanda bernama Ploegman mengibarkan bendera Belanda di puncak utara hotel. Pengibaran itu dianggap menghina kedaulatan Republik Indonesia yang baru merdeka sebulan sebelumnya. Secara spontan Arek-arek Suroboyo tergerak agar bendera itu diturunkan, hingga akhirnya terjadi insiden terbunuhnya Mr. Ploegman dan warna biru pada bendera dirobek hingga menjadi merah putih,” tutur pengiat sejarah yang biasa disapa Wawan itu.
Peristiwa itulah yang kemudian dikenang sebagai Insiden
Hotel Yamato
, yang menjadi titik awal perlawanan rakyat Surabaya dan melahirkan semangat juang yang memuncak pada pertempuran 10 November 1945.
Kini, bangunan megah di Jalan Tunjungan itu telah bertransformasi menjadi Hotel Majapahit Surabaya dan ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah. Bukan semata karena usianya yang lebih dari satu abad, tetapi karena nilai perjuangan dan semangat nasionalisme yang melekat di setiap dindingnya.
Ia menjelaskan, pada masa pertempuran Surabaya, area depan hotel bahkan menjadi medan baku tembak antara pasukan sekutu dan pejuang Indonesia.
“Tak sedikit korban jiwa yang berjatuhan pada masa itu. Di dinding bawah sebelah selatan hotel juga diberi coretan berbahasa Inggris yang isinya semangat perjuangan dan intimidasi terhadap tentara sekutu, bahwa Indonesia adalah bangsa yang merdeka,” kata Nur Setiawan.
Baginya, sejarah yang melekat di Hotel Majapahit bukan sekadar kenangan masa lalu, melainkan sumber pembelajaran bagi generasi muda.
“Melihat dari peristiwa panjang sejarah yang melekat di Hotel Majapahit, maka oleh pemerintah bangunan tersebut ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. Tak hanya kekunoan serta nilai arsitekturnya saja, tetapi juga peristiwa heroik yang ada di sana dapat diambil hikmahnya agar generasi muda saat ini terpupuk nilai patriotisme dan nasionalisme,” imbuhnya.
Hotel Majapahit terletak di segitiga emas perdagangan Kota Surabaya. Kawasan Tunjungan kini menjadi ruang publik yang terus hidup, tempat sejarah berpadu dengan modernitas.
Untuk itu, posisi strategis kawasan ini seharusnya menjadi peluang besar untuk memperkenalkan nilai sejarah kepada generasi muda.
“Jalan Tunjungan termasuk tempat yang strategis, segitiga emas perdagangan di pusat kota sejak zaman Hindia-Belanda hingga kini. Terlebih di sana juga ada Hotel Majapahit, tentunya bukan hanya untuk jalan-jalan saja tapi juga bisa sebagai tempat menimba ilmu serta melestarikan sejarah bangsa,” ujar Nur Setiawan.
Sehingga, pentingnya sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan kelompok pemuda untuk menjaga agar nilai sejarah di kawasan Tunjungan tetap hidup.
“Harus saling sejalan untuk mengemas Tunjungan agar generasi muda masa kini memahami bahwa Tunjungan adalah salah satu tempat yang bersejarah. Gerakan-gerakan kreatif harus periodik digelar di sana dengan konsep kebudayaan kekinian,” pungkasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Hotel Majapahit, Tempat Bersejarah yang Terus Bernapas di Tengah Modernitas Surabaya Surabaya 10 November 2025
/data/photo/2025/11/10/6911efaeae106.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)