Jakarta, Beritasatu.com – Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (HIPKI) mendorong pemerintah segera menjalankan hilirisasi kelapa. Hal ini demi membatasi ekspor bahan baku kelapa dan mendongkrak ekspor produk turunan kelapa sehingga menghasilkan nilai tambah.
Ketua Harian HIPKI Rudy Handiwidjaja mengatakan, pemerintah melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) sebelumnya telah meluncurkan Peta Jalan Hilirisasi Kelapa (PJHK) pada 30 September 2024.
Namun, HIPKI hingga saat ini masih menantikan tindakan nyata dari komitmen pemerintah terkait hilirisasi kelapa melalui PJHK. HIPKI menganggap implementasi PJHK masih wacana sehingga ekspor kelapa semakin marak dan mengancam keberlangsungan industri pengolahan kelapa di Indonesia.
“Untuk waktu-waktu selanjutnya dari hilirisasi kelapa yang dicanangkan oleh pemerintah ini belum terasa efeknya kepada kami,” ucap Rudy di Jakarta, Rabu (18/12/2024).
Rudy mengatakan, implementasi PJHK sangat penting untuk segera dilakukan pemerintah. Apalagi, lanjutnya, industri pengolahan kelapa kini tengah menderita akibat maraknya ekspor bahan baku kelapa ke luar negeri.
Ekspor kelapa yang tak terkontrol ini lantas membuat pasokan bahan baku dalam negeri menjadi langka, harga bahan baku melejit, hingga berakibat pada produksi industri yang tak maksimal.
HIPKI bahkan mencatat ratusan industri kelapa kolaps dan berhenti beroperasi akibat dampak langka dan mahalnya bahan baku karena ekspor. Bagi HIPKI, ini menjadi ironi karena Indonesia sejatinya merupakan negara yang memiliki kebun kelapa terluas kedua di dunia.
Oleh karena itu, HIPKI mendorong pemerintah segera tancap gas mengimplementasikan Peta Jalan Hilirisasi Kelapa. Sebab, PJHK itu mengatur pembatasan hingga pelarangan ekspor kelapa bulat, termasuk pemberian Bea Keluar.
Menurut HIPKI, kata Rudy, jika Indonesia melarang ekspor bahan baku kelapa, maka pasar internasional akan meminta produk dari industri kelapa yang ada di Indonesia karena memiliki suplai yang stabil. Selain itu, industri kelapa dalam negeri akan meningkatkan volume pembelian kelapa dan menambah tenaga kerja karena ada permintaan.
“Kami juga paham apabila bahan baku diekspor ke luar negeri dalam bentuk kelapa butir tentu nilai tambahnya ada di negara tersebut. Saya rasa kita semua ingin nilai tambah itu berada di Indonesia untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia,” papar Rudy.
HIPKI juga optimistis Indonesia punya kapasitas produksi untuk mengembangkan industri olahan kelapa berkelanjutan sehingga hilirisasi kelapa bisa berjalan. Namun, pemerintah perlu memperbaiki sekaligus menjaga kredibilitasnya dengan memberikan pesan lebih kuat kepada kalangan dunia usaha dan pelaku industri tentang kesungguhan mendorong kebijakan hilirisasi.
Rudy menyampaikan, langkah ke arah tersebut bisa dimulai dengan sesegera mungkin mengeluarkan regulasi ekspor kelapa. Pihaknya tidak ingin industri dalam negeri tidak dapat memproduksi santan karena tidak ada bahan baku dan memilih impor.
“Itu yang harus diperhatikan. Kami mengetuk hati pemerintah, pemangku jabatan untuk bisa lebih memperhatikan industri pengolahan kelapa di Indonesia,” pungkasnya terkait hilirisasi kelapa.