Hewan: Sapi

  • Tinjau Pasar Tradisional di Sidoarjo, Menko Zulhas: Harga Bahan Pokok Cenderung di Bawah Standar – Halaman all

    Tinjau Pasar Tradisional di Sidoarjo, Menko Zulhas: Harga Bahan Pokok Cenderung di Bawah Standar – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan atau Zulhas meninjau harga sejumlah bahan pokok di Pasar Tradisional Tourism Market Sedati, Sidoarjo,  Jawa Timur.

    Dalam tinjauan tersebut, Zulhas memastikan harga bahan-bahan pokok cenderung lebih murah, bahkan di bawah standar.

    “Harga di sini termasuk di bawah standar, kecuali cabe rawit,” kata Zulhas dalam keterangannya, Rabu (8/1/2025).

    Ketua Umum PAN itu mengatakan meskipun harga cabe rawit sedang naik, harga kebutuhan pokok seperti ayam, beras, daging sapi, hingga telur cenderung lebih murah.

    “Cabe rawit tadi ada yang Rp 80 ribu, Rp 75 ribu, dan Rp  90 ribu. Cabe rawit emang mahal tapi ayam di bawah harga eceran Rp 34 ribu dan Rp 38 ribu. Tapi yang paling murah saya heran di sini daging sapi biasanya Rp 140 ribu (Di Pasar Tradisional Tourism Market Sedati) ini Rp 115 ribu,” kata dia.

    Dia menjelaskan bahwa harga telur di pasar tersebut cenderung di bawah harga eceran yang telah ditetapkan pemerintah.

    “Kalau beras aman stabil tadi telur Rp 27 ribu padahal HET (Harga Eceran Tertinggi) Rp 29 ribu di bawah rata-rata harga eceran nasional. Pendek kata di Jawa Timur harga bagus,” ungkapnya.

    Eks Menteri Perdagangan menjelaskan masa panen yang belum mulai menjadi salah satu penyebab harga cabe rawit mengalami kenaikan. Meskipun begitu, dia optimistis harga cabe rawit bakal turun dalam 2 minggu lagi karena sudah memasuki masa panen.

    “Cabe iya (mahal), cabe rawit tapi nggak lama 2 minggu lagi cabe rawit turun. Mahal karena belum panen. 2 minggu lagi panen, insyaallah turun,” ujarnya.

    Meskipun harga cabe rawit cenderung tinggi, Zulhas memastikan harga secara nasional cenderung stabil.

    “Di sejumlah daerah stabil hanya cabe,” tandasnya.

     

  • Cegah PMK di Sektor Peternakan, Dispangtan Cimahi Lakukan Ini

    Cegah PMK di Sektor Peternakan, Dispangtan Cimahi Lakukan Ini

    JABAR EKSPRES – Pemerintah Kota Cimahi melalui Dinas Pangan dan Pertanian (Dispangtan) terus melakukan upaya pencegahan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak.

    Langkah ini diambil untuk melindungi kesehatan hewan, meningkatkan kesejahteraan peternak, serta menjaga stabilitas produksi ternak. Selain itu, upaya ini bertujuan untuk meminimalisir dampak ekonomi yang dapat ditimbulkan akibat wabah PMK.

    Kepala Dispangtan Kota Cimahi, Tita Maryam, menjelaskan bahwa berbagai langkah telah diambil untuk mencegah penyebaran PMK. Salah satu langkah utama adalah memberikan edukasi intensif kepada peternak.

    BACA JUGA: Ketersediaan Pangan di Cimahi Masih Bergantung dari Kota Lain, Begini Tanggapan Dispangtan

    “Petugas kesehatan hewan mendatangi langsung lokasi peternakan untuk memberikan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) tentang bahaya PMK, gejala klinis, pencegahan, serta menyediakan informasi Call Center PMK untuk pelaporan dugaan kasus,” ujar Tita saat dihubungi Jabar Ekspres, Rabu (8/1/25).

    Selain itu, Tita menambahkan bahwa Dispangtan juga memanfaatkan media sosial Instagram @dispangtancmh untuk menyebarluaskan informasi pencegahan PMK secara daring.

    “Kami ingin peternak memahami langkah-langkah pencegahan dan dapat melindungi hewan ternak mereka dengan baik,” tambahnya.

    Langkah lain yang sedang dipersiapkan adalah pelaksanaan vaksinasi PMK untuk membentuk antibodi pada hewan ternak.

    “Vaksinasi merupakan langkah krusial dalam mencegah penyebaran PMK di Kota Cimahi dan sekitarnya,” kata Tita.

    Untuk mendukung upaya ini, petugas juga melakukan desinfeksi di lingkungan kandang ternak guna membasmi virus atau bakteri penyebab PMK. Dispangtan turut membagikan desinfektan kepada peternak agar mereka dapat melakukan desinfeksi secara mandiri.

    Selain itu, pemberian vitamin pada sapi sehat juga dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh hewan ternak.

    “Vitamin ini kami berikan agar sapi memiliki imunitas yang lebih baik terhadap berbagai penyakit, termasuk PMK,” jelas Tita.

    Dispangtan Kota Cimahi mengimbau peternak untuk tetap waspada dan berperan aktif dalam menjaga kesehatan hewan ternak mereka.

    “Kolaborasi antara pemerintah, peternak, masyarakat umum, dan stakeholder lainnya menjadi kunci utama dalam mengendalikan potensi wabah PMK di Kota Cimahi,” tutup Tita. (Mong)

  • 29 Sapi di Kabupaten Malang Mati Terjangkit PMK, Peternak Diminta Vaksinasi Mandiri

    29 Sapi di Kabupaten Malang Mati Terjangkit PMK, Peternak Diminta Vaksinasi Mandiri

    Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Lu’lu’ul Isnainiyah

    TRIBUNJATIM.COM, MALANG – Kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Kabupaten Malang mulai merajalela. Dari 152 kasus sapi yang terjangkit, sebanyak 29 sapi terkonfirmasi mati.

    Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Kabupaten Malang, Eko Wahyu Widodo mengatakan kasus PMK mulai terjadi sejak Oktober 2024 lalu. Rata-rata kasus ini menyebar di 19 kecamatan di Kabupaten Malang, mayoritas sapi potong yang terjangkit.

    “Total 152 kasus PMK di Kabupaten Malang, 29 ekor sapi mati. Saat ini sisanya kita tangani dalam kondisi sakit,” ujar Eko ketika dikonfirmasi, Rabu (8/1/2024).

    Eko menjelaskan, penanganan sapi sakit mulai treatment dan pengobatan. Hasilnya, banyak sapi mulai berangsur membaik.

    Namun, karena faktor cuaca ini juga cukup berpengaruh dengan kesembuhan sapi. Terutama saat cuaca hujan, kondisi kandang yang lembab mengakibatkan virus berkembang pesat.

    Selain faktor cuaca, Eko mengedukasi kepada peternak untuk menjaga kebersihan kandang. Hal ini dilakukan sebagai upaya pencegahan penyebaran virus PMK.

    “Sapi sehat itu karena kandangnya bersih setiap hari dibersihkan, disirami kandangnya,” ujarnya.

    Selain itu, pemberian vaksin kepada sapi juga harus diperhatikan. Karena sapi yang belum divaksin rentan terhadap virus PMK.

    Akan tetapi, adanya kasus PMK yang kembali merajalela, Pemkab Malang belum ada pemberian vaksin gratis. Eko mengimbau kepada peternak sapi untuk mengadakan vaksin secara mandiri.

    “Kami masih nunggu bantuan dari pusat maupun provinsi. Apabila telah turun, kita melakukan vaksinasi,” ungkapnya.

    Eko menjelaskan beberapa peternak maupun Koperasi Unit Desa (KUD) telah melakukan vaksinasi secara mandiri. Di antaranya peternak di Desa Sidoluhur, Kecamatan Lawang kurang lebih sebanyak 330 kambing yang tervaksin.

    Kendati peternak mengadakan vaksin secara mandiri, Eko menyampaikan pihaknya siap memberikan tenaga atau bantuan untuk vaksinasi.

    Kemudian peternak hanya perlu menyediakan vaksin yang dibeli dengan harga kisaran Rp 17 ribu hingga Rp 25 ribu per dosis.

    Kandang sapi milik Suwaji di Desa Saptorenggo, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, Rabu (8/1/2024) (tribunjatim.com/Lu’lu’ul Isnainiyah)

    Secara terpisah, Suwaji peternak sapi potong dari Desa Saptorenggo, Kecamatan Pakis mengaku tidak ada kasus PMK yang menjangkit hewan ternaknya. Sebanyak 21 ekor sapi pedaging yang ia miliki dalam kondisi sehat.

    Untuk menjaga kondisi sapi tetap sehat yang dilakukan Suwaji adalah menjaga kebersihan kandang.

    “Kandang harus dibersihkan setiap hari, sapi diberi makan teratur dan tidak boleh macam-macam, kita perketat kandang dengan menjaga jaga jarak dari manusia dengan sapi, dan diberi vaksin,” imbuh Suwaji.

    Vaksinasi dilakukannya secara mandiri. Setiap kali vaksin, ia harus merogoh kocek sebesar Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu per ekor. Idelanya sapi divaksin sebanyak empat kali.

    Dengan adanya musibah ini, Suwaji mengaku keberatan jika harus mengadakan vaksin secara mandiri. Sehingga ia berharap pemerintah memberikan subsidi vaksin kepada para peternak.

  • Lepas ASI, Bunda Bingung Mau Beri Anak Susu Formula atau UHT? Yuk Simak Beda Kandungan Gizinya  – Halaman all

    Lepas ASI, Bunda Bingung Mau Beri Anak Susu Formula atau UHT? Yuk Simak Beda Kandungan Gizinya  – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA — Seringkali orangtua terutama ibu merasa bingung saat memilih asupan gizi untuk anak selepas masa menyusui atau 2 tahun pertama.

    Orangtua akan dihadapkan pada pilihan susu formula (susu pertumbuhan) atau susu Ultra High Temperature (UHT).

    Bagaimana kandungan gizi dalam dua tersebut, berikut penjelasan dari ahli.

    Dokter spesialis anak dr Dian Sulistya Ekaputri mengatakan, susu formula mengandung banyak nutrisi seperti dari zat besi dan vitamin C yang sangat dibutuhkan anak di masa pertumbuhannya.

    Susu pertumbuhan juga dilengkapi dengan IronC, yaitu kombinasi unik zat besi dan vitamin C, yang dapat mendukung penyerapan zat besi hingga 2 kali lipat.

    “Nutrisi yang terkandung dalam susu formula dapat memberikan dukungan yang dibutuhkan untuk kemampuan belajar, kreativitas, dan pemecahan masalah,” ucap Dr. Dian.

    Pernyataan tersebut diaminkan oleh ibu di Jakarta Eka Yus dan Rati Gustina.

    Keduanya   memberikan susu formula kepada  anaknya di masa pertumbuhannya, tidak lain karena kandungannya.

    “Saat anak saya kecil memang saya selalu berikan mereka susu formula,” ucap Eka Yus.

    Ilustrasi susu formula – Pemerintah menerbitkan aturan tentang penyelenggaraan upaya kesehatan, salah satunya memuat penjualan susu formula, termasuk iklan dan promosinya (Istimewa)

    Meski disajikan dalam keadaan steril, susu UHT tidak diperuntukkan untuk segala usia, khususnya bayi.

    Adapun zat besi pada susu UHT cukup rendah.

    Padahal, zat besi memiliki peranan penting mencegah terjadinya anemia dan menjaga kesehatan sel-sel tubuhnya.

    Susu formula mengandung tambahan nutrisi penting yang kemungkinan tidak ada pada susu UHT seperti prebiotik FOS:GOS, asam lemak esensial omega-3&6, serta AHA, DHA, dan LA.

    Pad beberapa sufor dibuat khusus untuk bayi  yang baru genap 1 tahun dimana pencernaannya belum siap menerima protein dan lemak dalam susu sapi murni yang notabene sulit dicerna. 

  • Cabai Rawit Turun, Daging Ayam Naik

    Cabai Rawit Turun, Daging Ayam Naik

    Jakarta: Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatat harga pangan pada Rabu pagi secara umum berfluktuatif dengan cabai rawit merah turun menjadi Rp64.470 per kilogram (kg), sedangkan daging ayam ras naik menjadi Rp38.690 per kg.
     
    Berdasarkan data dari Panel Harga Bapanas yang dilansir di Jakarta pukul 07.20 WIB, mengutip Antara, Rabu, 8 Januari 2025, secara umum harga pangan di tingkat pedagang eceran secara nasional yakni beras premium turun 1,48 persen atau Rp230 menjadi Rp15.280 per kg.
     
    Lalu, beras medium juga turun 1,77 persen atau Rp240 menjadi Rp13.340 per kg; sedangkan beras stabilitas pasokan dan harga pangan (SPHP) Bulog naik 2 persen atau Rp250 menjadi Rp12.750 per kg.
    Selanjutnya, komoditas bawang merah terpantau turun 0,05 persen atau Rp20 menjadi Rp40.790 per kg; begitu pun bawang putih bonggol turun 3,72 persen atau Rp1.600 menjadi Rp41.410 per kg.
     
    Sementara itu, harga komoditas cabai merah keriting naik 1,10 persen atau Rp570 menjadi Rp52.430 per kg; sedangkan cabai rawit merah turun di level 11,88 persen atau Rp8.690 menjadi Rp64.570 per kg.
     
    Selanjutnya, harga daging sapi murni turun 2,96 persen atau Rp4.010 menjadi Rp131.390 per kg; sedangkan daging ayam ras naik 2,11 persen atau Rp800 menjadi Rp38.690 per kg; lalu telur ayam ras turun 1,85 persen atau Rp570 menjadi Rp30.190 per kg.
     

     

    Harga minyak goreng turun

    Komoditas kedelai biji kering (impor) terpantau turun 4,13 persen atau Rp430 menjadi Rp9.970 per kg; sedangkan gula konsumsi naik 0,67 persen atau Rp120 menjadi Rp18.150 per kg.
     
    Selanjutnya, minyak goreng kemasan sederhana turun 2,60 persen atau Rp500 menjadi Rp18.710 per kg; lalu minyak goreng curah juga turun 4,85 persen atau Rp850 menjadi Rp16.660 per kg.
     
    Kemudian, komoditas tepung terigu curah naik 3,76 persen atau Rp370 menjadi Rp10.220 per kg; begitu pula terigu non curah juga naik 3,97 persen atau Rp510 menjadi Rp13.360 per kg.
     
    Sementara itu, harga jagung di tingkat peternak naik hingga 29,81 persen atau Rp1.890 menjadi Rp8.230 per kg; sedangkan harga garam halus beryodium turun 12,13 persen atau Rp1.380 menjadi Rp10.000 per kg.
     
    Kemudian, untuk harga ikan kembung terpantau turun 1,08 persen atau Rp410 menjadi Rp37.650 per kg; sedangkan ikan tongkol naik 2,50 persen atau Rp800 menjadi Rp32.820 per kg; lalu ikan bandeng juga naik 0,93 persen atau Rp310 menjadi Rp33.650 per kg.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (HUS)

  • Pj Gubernur Pertegas Komitmen Jatim Dukung Swasembada Pangan

    Pj Gubernur Pertegas Komitmen Jatim Dukung Swasembada Pangan

    Surabaya (beritajatim.com) – Penjabat Gubernur Jawa Timur, Adhy Karyono, memastikan bahwa Jawa Timur tetap menjadi lumbung pangan nasional dan mendukung penuh program swasembada pangan nasional. Pernyataan ini disampaikan Adhy dalam Rapat Koordinasi Bidang Pangan bersama Menteri Koordinator Bidang Pangan RI Zulkifli Hasan dan sejumlah lembaga negara di Gedung Negara Grahadi, Surabaya.

    “Mudah-mudahan dengan rakor ini Jawa Timur mendapatkan perhatian khusus dan kami pastikan bahwa Jawa Timur tetap menjadi lumbung pangan nasional,” kata Adhy dalam paparannya.

    Adhy menjelaskan, posisi Jawa Timur sebagai lumbung pangan nasional didukung oleh berbagai capaian signifikan di sektor pangan. Di tahun 2024, luas lahan baku sawah (LBS) mencapai 1,2 juta hektare yang terdiri dari sawah beririgasi seluas 719.598,29 hektare dan sawah non-irigasi seluas 488.379,09 hektare.

    Program pompanisasi Kementerian Pertanian untuk mendukung pertambahan areal tanam (PAT) juga telah terealisasi hingga 175.279,83 hektare atau 102,71 persen dari target awal.

    “Potensi luas sawah tadah hujan yang menjadi target seluas 170.654,37 hektare dan telah terealisasi 175.279,83 hektare atau setara 102,71 persen,” ujarnya.

    Produksi pangan di Jawa Timur terus menunjukkan peningkatan. Realisasi tanam padi di tahun 2024 mencapai 2,35 juta hektare, naik 522.439 hektare dibandingkan tahun 2023. Sementara itu, realisasi tanam jagung mencapai 1,25 juta hektare, meningkat 510.608 hektare dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

    “Realisasi tanam jagung naik sebesar 510.608 hektare dibandingkan periode yang sama di tahun 2023 yaitu 1,19 juta hektare,” terangnya.

    Adhy juga menyampaikan alokasi pupuk bersubsidi di Jawa Timur sebesar 1,94 juta ton yang terdiri dari pupuk Urea, NPK, NPK formula khusus, dan pupuk organik. Hingga akhir 2024, 1,67 juta ton pupuk telah disalurkan, setara dengan 85,69 persen dari total alokasi.

    Di sisi sumber daya manusia, Jawa Timur memiliki 3.673 penyuluh pertanian yang terdiri dari 1.705 PNS, 1.953 PPPK, dan 15 tenaga harian lepas. Namun, jumlah ini masih jauh dari ideal jika dibandingkan dengan jumlah petani di Jatim yang mencapai 5,5 juta orang.

    “Ini banyaknya jumlah penyuluh pertanian tidak sebanding dengan banyaknya atau jumlah petani di Jawa Timur, artinya jumlah penyuluh pertanian di Jawa Timur ini masih kurang, dan ini jauh dari kata ideal,” tuturnya.

    Kontribusi Jawa Timur tidak hanya pada sektor pangan, tetapi juga sektor peternakan dan perikanan. Produksi susu mencapai 456,3 ribu ton, telur 1,7 juta ton, dan daging 102,7 ribu ton. Sementara itu, populasi hewan ternak seperti sapi potong mencapai 3,07 juta ekor, sapi perah 266 ribu ekor, dan kambing 4,95 juta ekor.

    Produksi perikanan tangkap di Jawa Timur mencapai 621.437,28 ton, sementara produksi perikanan budidaya mencapai 1,36 juta ton. Selain itu, produksi garam mencapai 1,009 juta ton pada tahun 2024, angka tertinggi secara nasional.

    Namun, Adhy juga mencatat sejumlah tantangan seperti meningkatnya kasus penyakit mulut dan kuku (PMK), kebutuhan vaksin yang belum mencukupi, perubahan iklim, dan kurangnya regenerasi petani yang dapat memengaruhi produktivitas di masa depan.

    “Ketersediaan vaksin saat ini yaitu dari bantuan kementan 12.500 dosis, belanja Pemprov Jatim 320 ribu dosis yang saat ini dalam proses pembelian. Sementara rencana bantuan tambahan kementan 1,4 juta dosis. Sehingga total kekurangan vaksin 5,4 juta dosis,” ungkapnya. [tok/beq]

  • Wabah PMK Kembali Merebak, 61 Hewan Ternak Dari 11 Kecamatan di Kabupaten Tegal Terjangkit 

    Wabah PMK Kembali Merebak, 61 Hewan Ternak Dari 11 Kecamatan di Kabupaten Tegal Terjangkit 

    TRIBUNJATENG.COM, SLAWI – Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) atau dikenal juga dengan istilah Foot and Mouth Disease (FMD) kembali merebak di Indonesia tak terkecuali di wilayah Kabupaten Tegal. 

    Penyakit yang menyerang hewan ternak ini awalnya ramai sekitar tahun 2022 lalu, kemudian mulai mereda karena penanganan yang masif, kemudian kembali muncul pada akhir tahun 2024 sampai awal tahun 2025. 

    Sesuai data yang diperoleh dari Kabid Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (KP Tan) Kabupaten Tegal Sugiyanto, wabah PMK kembali menyerang hewan ternak pada November 2024 di tiga kecamatan. 

    Rinciannya pada November 2024, terdapat hewan ternak terjangkit PMK di wilayah Kecamatan Bumijawa sebanyak 10 kasus. 

    Kemudian di Kecamatan Dukuhwaru sebanyak 34 kasus hewan ternak terjangkit PMK, dan di Kecamatan Jatinegara sebanyak 4 kasus, sehingga total pada November 2024 terdapat 48 kasus temuan PMK. 

    Sedangkan pada Desember 2024, Sugiyanto menerangkan jumlah hewan ternak yang terjangkit PMK berkurang, tapi untuk penyebaran di kecamatan bertambah menjadi 6 wilayah. 

    Pada Desember 2024, terdapat hewan ternak terjangkit PMK di wilayah Kecamatan Bojong sebanyak 1 kasus. 

    Kemudian di Kecamatan Dukuhwaru ada 2 kasus, Jatinegara ada 3 kasus, Margasari ada 4 kasus, Pagerbarang ada 4 kasus, dan Kecamatan Pangkah ada 8 kasus, sehingga total ada 22 hewan ternak yang terjangkit PMK pada Desember 2024. 

    “Kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak kembali meledak dan wilayah Kabupaten Tegal terkena imbasnya. Di sini mulai merebak pada November 2024 sebanyak 48 kasus, kemudian Desember 2024 sebanyak 22 kasus. Update terbaru sampai 8 Januari 2025 ada 61 kasus hewan ternak terjangkit PMK dari 11 kecamatan dan terbanyak ada di Kecamatan Kramat,” jelas Sugiyanto, pada Tribunjateng.com, Rabu (8/1/2025). 

    Sesuai data yang disampaikan Sugiyanto, sampai 8 Januari 2025 terdapat 61 hewan ternak terjangkit PMK tersebar di 11 kecamatan. 

    Rinciannya di wilayah Kecamatan Balapulang sebanyak 9 kasus, Bojong ada 4 kasus, Bumijawa ada 4 kasus, Dukuhturi ada 3 kasus, Dukuhwaru ada 5 kasus, Jatinegara ada 1 kasus, Kedungbanteng ada 2 kasus temuan, Kramat terbanyak ada 28 kasus, Lebaksiu 1 kasus, Margasari 3 kasus dan Pagerbarang sebanyak 1 temuan, sehingga total ada 61 hewan ternak terjangkit PMK. 

    “Sesuai laporan yang disampaikan teman-teman di lapangan, hewan ternak yang terjangkit PMK kebanyakan ternak yang baru dibeli bukan ternak yang sudah lama dipelihara oleh peternak. Mungkin dari tempat asalnya sudah ada gejala, kemudian setelah dua atau tiga hari baru muncul gejala PMK. Upaya yang kami lakukan memberikan vitamin, antibiotik, dan disinfektan kandang,” terangnya. 

    Upaya lain yang dilakukan Dinas KP Tan Kabupaten Tegal yaitu memberikan Komunikasi, Identifikasi dan Edukasi atau KIE kepada peternak maupun masyarakat. 

    Terutama informasi mengenai hewan ternak yang baru dibeli jangan ditempatkan di satu kandang yang sama dengan hewan ternak yang ada atau sehat. 

    Sugiyanto menyarankan hewan ternak yang baru dibeli dipisahkan atau sementara waktu diisolasi terlebih dahulu sampai kondisinya memang benar-benar sehat. 

    “Di Kabupaten Tegal sejauh ini yang dilaporkan ke kami baru sapi yang terjangkit PMK. Sebelumnya sempat ada domba yang terjangkit tapi semoga tidak ada lagi,” kata Sugiyanto. 

    Ciri-ciri yang paling mudah diketahui hewan ternak yang terjangkit PMK bagian mulut seperti sariawan, nafsu makan berkurang, dan terus mengeluarkan air liur. 

    Selain itu ketika sudah parah maka bagian kuku menghitam dan mengelupas. 

    Badan juga semakin kurus karena nafsu makan berkurang. 

    “Wabah Penyakit Mulut dan Kuku tidak menular ke manusia, melainkan ke sesama hewan ternak yang ada di satu kandang atau lokasi. Penularan bisa lewat pakan ketika memakan bekas dari hewan ternak yang terjangkit PMK. Sehingga perlu dilakukan isolasi, makanan dan minuman diberikan terpisah atau masing-masing untuk menekan penularan,” ungkap Sugiyanto. (dta) 

  • Ratusan Ternak di Blora Terpapar PMK, Vaksinasi Bisa Jadi Pilihan untuk Menekan Lonjakan Kasus

    Ratusan Ternak di Blora Terpapar PMK, Vaksinasi Bisa Jadi Pilihan untuk Menekan Lonjakan Kasus

    TRIBUNJATENG.COM, BLORA – Vaksinasi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) untuk ternak menjadi salah satu upaya pencegahan penyebaran virus PMK.

    Pasalnya, saat ini di Kabupaten Blora, berdasarkan data dari Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan), Dinas Pangan Pertanian Peternakan dan Perikanan (DP4) Kabupaten Blora, ada 360 ekor sapi terpapar PMK, dan 25 ekor sapi mati.

    Ratusan ekor sapi yang terpapar PMK itu, data sejak awal Desember 2024, hingga 4 Januari 2025.

    Untuk mencegah melonjaknya kasus PMK di Blora, vaksinasi PMK untuk ternak sapi yang masih sehat bisa menjadi salah satu solusi. 

    Kepala Bidang Kesehatan Hewan DP4 Blora, Rasmiyana, mengatakan tujuan dari vaksinasi itu untuk membantu meningkatkan kekebalan tubuh terhadap penyakit tertentu.

    Oleh karena itu, vaksinasi PMK terhadap sapi-sapi atau ternak ruminansia yang masih sehat bisa membantu ternak tidak mudah terpapar PMK.

    “Jadi vaksin PMK ini, bertujuan agar ternak yang divaksin, bisa lebih kebal terhadap serangan virus PMK,” katanya, kepada Tribunjateng, Rabu (8/1/2025).

    Kendati demikian, kata Rasmiyana, penggunaan vaksin untuk membantu meningkatkan kekebalan ternak bersifat sementara. 

    “Secara teori atau secara ilmu kedokteran, memang vaksin itu tidak bisa melindungi ternak selamanya, jadi ada batas waktu tertentu.”

    “Jika tingkat kekebalannya sudah kembali rendah, maka perlu dilakukan vaksinasi lanjutan. Biasanya kalau sudah 6 bulan, itu perlu divaksin lagi ternaknya,” paparnya.

    Selain vaksinasi PMK, cara pencegahan lainnya yakni dengan menjaga kebersihan kandang, hingga penyemprotan disinfektan di area kandang.(Iqs)

     

  • PMK Merebak, Klaten Awasi Ketat Lalu Lintas Ternak dari Yogyakarta

    PMK Merebak, Klaten Awasi Ketat Lalu Lintas Ternak dari Yogyakarta

    Solo, CNN Indonesia

    Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klaten memperketat pengawasan hewan ternak seiring merebaknya kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).

    Pengetatan tersebut khususnya menyasar hewan-hewan dari Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang berbatasan langsung dengan Klaten.

    Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Klaten, Jawa Tengah, Triyanto mengatakan pihaknya berkoordinasi dengan Pemkab Gunung Kidul untuk mengawasi lalu lintas ternak antar-wilayah.

    “Memang (kasus PMK) Gunung Kidul saat ini tinggi. Kita juga sudah komunikasi dan koordinasi dalam antisipasi lalu lintas ternak,” kata Triyanto melalui telepon, Selasa (7/1).

    Selain Kabupaten Gunung Kidul, DKPP Klaten juga berkoordinasi dengan pemerintah daerah lain yang berbatasan dengan wilayahnya.

    “Kita juga komunikasi dengan Bantul, Sleman, Boyolali. Yang wilayah Timur sama Wonogiri,” kata dia.

    Lebih lanjut, Triyanto mengatakan tingkat vaksinasi sapi di Klaten tergolong sangat tinggi. Dari 70 ribu populasi sapi di Klaten, tercatat ada sekitar 67 ribu sapi yang sudah mendapatkan vaksin PMK. Sayangnya, sejak Maret 2024, program vaksinasi PMK di Klaten tidak dilanjutkan lagi.

    “Terhenti karena habis,” kata dia.

    Dengan tingginya angka vaksinasi tersebut, jumlah kasus PMK di Klaten bisa ditekan maksimal. Hingga hari ini tercatat ada 70 kasus diduga (suspect) PMK di wilayahnya. Sapi-sapi tersebut merupakan ternak yang baru sehingga belum mendapatkan vaksin.

    “Sapi-sapi itu dalam proses penanganan dan pengobatan,” kata Triyanto.

    Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mencatat sebanyak 948 hewan ternak di wilayahnya terjangkit penyakit mulut dan kuku (PMK) sejak Desember 2024.

    Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY Syam Arjayanti menerangkan angka kasus tersebut tersebar di empat kabupaten se-DIY dan tercatat melalui Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (iSIKHNAS).

    Kabupaten Gunungkidul menjadi wilayah dengan temuan kasus terbanyak dengan 672 ekor sapi terjangkit PMK, 30 mati dan 27 lainnya dipotong paksa.

    Disusul kemudian Kabupaten Bantul sebanyak 161 kasus, 25 mati dan 2 dipotong paksa. Kemudian, Kabupaten Sleman 103 kasus, 8 mati dan 4 hewan ternak dinyatakan sembuh.

    “Kita juga ada pengetatan pengawasan lalu lintas ternak, belum sampai penutupan dan ada juga surat edaran dari Kementerian (Pertanian) kalau di pasar sudah ditemukan ada hewan yang mati (diduga karena PMK), itu ditutup sementara selama 14 hari untuk pembersihan di pasar tersebut,” papar Syam.

    (syd/sfr)

  • Kasus PMK Terus Meluas di Situbondo, 210 Sapi Terpapar, 43 di Antaranya Mati

    Kasus PMK Terus Meluas di Situbondo, 210 Sapi Terpapar, 43 di Antaranya Mati

    Liputan6.com, Situbondo – Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Situbondo, mendata jumlah ternak sapi yang terdeteksi terpapar penyakit mulut dan kuku (PMK) di daerahnya terus bertambah.

    Hingga hari ini Rabu (8/1/2025), jumlah sapi di Situbondo yang terpapar PMK mencapai 210 ekor dari sebelumnya 82 ekor sapi.

    Dari jumlah tersebut 43 ekor sapi di antaranya mati karena diduga terpapar penyakit mulut dan kuku tersebut.

    Menurut Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Situbondo, Achmad Junaidi, dalam sepekan ini angka kematian hewan ternak sapi akibat terpapar PMK bertambah delapan ekor dari pekan lalu yang berada di angka 35 ekor sapi.

    “Vaksinasi PMK sudah kami lakukan, namun virus penyakit mulut dan kuku pada ternak ini penyebaranya sangat cepat,” ujarnya Rabu (8/1/2025).

    Kata dia, Dinas Peternakan dengan mengerahkan petugas kesehatan hewan sudah melakukan vaksinasi PMK sebanyak 1.500 dosis bantuan dari Kementerian Pertanian.

    “Pada dasarnya sebagian besar hewan ternak sapi di Situbondo sudah tevaksinasi. Namun yang membuat terus betambah kasus PMK di Situbondo karena adanya sapi luar daerah yang masuk ke Situbondo yang belum tervaksin, sehingga sapi- sapi itu yang terjangkit PMK,” katanya.

    Dengan terus bertambahnya kasus PMK di Situbondo, pihaknya masih mempertimbangkan penutupan pasar hewan di sejumlah wilayah di Situbondo. Hal itu untuk menekan angka penyebaran virus PMK lebih luas di Situbondo.

    “Kita saat ini masih terus mengimbau kepada para masyarakat atau peternak agar tidak mendatangkan sapi dari luar daerah, karena sangat rentan terkenan penyakit PMK,” tuturnya.