Kisah Keluarga Tiga Generasi Pindah ke Rusun, Tinggalkan Kenangan Puluhan Tahun di Kolong Tol
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Sudah 24 tahun, Wulan (24) hidup di bawah
kolong Tol
Angke atau kolong jalan Tol Cawang-Tomang-Pluit Kilometer 17, Jelambar Baru, Jakarta Barat.
Meskipun sederhana, banyak kenangan yang terlukis di sana.
Beton
kolong tol
menjadi saksi bisu dari kerasnya kehidupan keluarga Wulan.
Bagaimana tidak?
Di bawah kolong tol itu, Wulan lahir dari rahim ibundanya, Yulihartari (56), yang merupakan buah madu kasih dengan Kamsari (68).
Sementara, Wulan kini sudah mempunyai anak yang bernama Nur Hasanah (3).
Namun, suaminya sudah meninggal dunia.
“Saya lahir di sana (kolong tol), 24 tahun tinggal di sana, lalu saya melahirkan anak juga di sana. Anak saya satu, usianya 3 tahun,” ujar Wulan saat ditemui Kompas.com di
Rusunawa
Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat, Sabtu (30/11/2024).
Dalam periode 24 tahun terakhir ini, panas dan dingin menjadi sahabat keluarga Wulan.
Layaknya Katara dalam Avatar: The Last Airbender, keluarga Wulan harus tidur di atas air ketika musim hujan tiba.
“Sering banjir di situ. Kalau sudah banjir, ya sudah, kami tidurnya di atas air,” jawab Wulan dengan santai.
Wulan mengandalkan juru parkir (jukir) liar di sebuah persimpangan sebagai mata pencaharian utama.
Kakak angkatnya, Effendi (26), bekerja serabutan jika ada panggilan.
“Kerja markir dapat Rp 20.000, Rp 30.000, cuma buat beli susu sama buat makan besok, sudah habis, sudah enggak ada lagi. Boro-boro bisa menabung,” keluh Wulan.
Sudah beberapa tahun terakhir, Yulihartari terpaksa berhenti bekerja sebagai tukang cuci gosok pakaian.
Dia diminta Kamsari untuk berhenti karena kerap jatuh sakit.
Sedangkan, sudah tiga bulan terakhir Kamsari tidak lagi bekerja tarik bajaj.
Sebab, kendaraan roda tiga itu dicuri oleh orang yang tak bertanggung jawab.
“Sekarang (Kamsari) enggak kerja. Itu saja pas bajajnya hilang, bapak saya diminta ganti rugi Rp 10 juta,” ungkap Wulan dengan nada memelas.
Beruntung, ada orang baik yang meminjamkan uang sehingga urusan bajaj tidak terlalu dipusingkan keluarga Wulan.
Tinggal cicilan per bulan saja.
Kini, keluarga Wulan menjadi salah satu keluarga yang direlokasi oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dari kolong tol ke rumah susun sederhana sewa (rusunawa).
Keluarga Wulan mendapatkan tempat di Rusunawa Rawa Buaya.
Saat pertama kali mengetahui pengumuman akan direlokasi, keluarga Wulan cukup terkejut.
Awalnya, mereka berpikir keras akan bermukim di mana.
“Tadinya kan kami sudah enak di situ, tiba-tiba ada gusuran. Orangtua saya juga syok, keluarga saya juga syok gara-gara pindah ke sini. Di kolong sana juga sudah lumayan lama,” ucap Wulan.
“Sebenarnya sih, orang-orang juga enggak mau ya kan pindah ke sini. Bingung saya juga sih. Bahagia ada, sedih juga ada. Kan lumayan lama kami tinggal di sana, banyak kenangan di sana,” kata Wulan lagi.
Namun, keluarga Wulan tetap mengikuti arahan dari Pemprov DKI Jakarta.
Mereka menyadari bahwa selama ini bermukim bukan di tempat yang layak.
Oleh karena itu, keluarga Wulan menerima tawaran dari Pemprov DKI Jakarta untuk direlokasi ke rusunawa.
“Kami turuti apa kata pemerintah saja. Kalau misalnya kami harus pindah, ya pindah,” ujar dia.
Wulan mengaku sudah melihat huniannya. Rasa haru seketika mengalir dalam tubuhnya.
Sebab, Wulan sudah tidak lagi menjadi pengendali air seperti Katara.
“Sudah enggak tidur di atas air lagi. Sudah bersyukur dapat hunian kayak begini, sudah terima kasih, enggak kena panas, enggak kena hujan. Buat tempati orangtua juga enak,” kata Wulan.
Dia mengaku akan beradaptasi dengan lingkungan barunya selama enam bulan ke depan.
Jangka waktu itu merupakan pembebasan biaya sewa bagi warga yang direlokasi dari kolong tol.
Setelah enam bulan habis, keluarga Wulan akan membayar Rp 550.000 per bulan karena mereka memilih tipe 36.
“Untuk lanjut atau enggak setelah enam bulan, ya bagaimana nanti saja, beradaptasi dulu. Setelah itu, ya lihat nanti,” pungkas Wulan.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Hewan: buaya
-

Saya Tak Ingin Negara Kalah
GELORA.CO – Politikus Partai Gerindra, Maruarar Sirait alias Ara, menghebohkan publik dengan mengumumkan sayembara untuk mencari buron legendaris KPK, Harun Masiku.
Tak tanggung-tanggung, Ara bahkan menyiapkan uang sejumlah Rp 8 miliar bagi yang berhasil menangkap Masiku.
Ara menjelaskan bahwa sayembara itu dilakukannya semata-mata sebagai bentuk partisipasi publik. Ia menyebut, tak ingin negara kalah dengan satu orang koruptor bernama Harun Masiku.
“Masa ada kasus besar kayak begitu, ini negara besar, ya, partisipasi publiknya tinggi, ya, masa Harun Masiku bisa mengalahkan negara sih?” ujar Ara kepada wartawan di Rusun Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat, Sabtu (30/11).
“Saya sebagai warga negara tidak terima negara saya, bangsa ini kalah sama koruptor namanya Harun Masiku,” sambung mantan politikus PDIP itu.
Masiku merupakan mantan caleg PDIP yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) setelah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap terhadap komisioner KPU pada awal 2020 lalu. Hingga kini, Masiku sudah hampir 5 tahun berstatus buron dan belum kunjung diringkus KPK.
Ara menduga bahwa ada orang besar di balik kasus Masiku tersebut. Menurutnya, Masiku tak mungkin hilang begitu saja saat lembaga antirasuah terus mencari keberadaannya.
Oleh karenanya, Ara menekankan bahwa sudah saatnya rakyat ikut terlibat dalam upaya menangkap Harun Masiku. Lewat sayembara yang diadakannya, Ara ingin negara bisa menang melawan koruptor.
“Dan saya yakin itu ada masalah-masalah besar yang dia simpan, dan dia melibatkan orang-orang besar, saya tidak tahu, ya. Tapi enggak mungkin tiba-tiba dia bisa hilang begitu dicari kemana-mana,” ucap dia.
“Nah mungkin ini sudah waktunya rakyat terlibat. Pasang mata, telinga baik-baik, ya, dari berkat yang Tuhan kasih kepada saya, saya tidak mau negara ini kalah dari koruptor yang namanya Harun Masiku.
Negara ini harus menang, ya. Kasih informasinya kepada siapa, Rp 8 miliar ya dari uang pribadi saya,” pungkasnya.
Lebih lanjut, Ara menyebut bahwa respons yang muncul di publik, termasuk oleh KPK, juga positif.
“Kan sudah disampaikan oleh KPK itu oke, betul, kan? Dan saya mendapatkan WA, SMS dari teman-teman DPR juga saya lihat positif, kok, dari KPK positif, kok,” tutur dia.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, angkat bicara terkait sayembara yang dibuka Ara. Ia menyebut bahwa pihaknya terus berupaya melakukan pencarian terhadap Harun Masiku.
Oleh karenanya, Tanak pun mengapresiasi langkah Ara untuk membantu pencarian buron legendaris KPK tersebut.
“Kita patut mengapresiasi hal baik yang dilakukan oleh Pak Maruarar Sirait, Menteri Perumahan dan Permukiman Indonesia, untuk membantu melakukan penangkapan terhadap Harun Masiku,” kata Tanak saat dihubungi, Kamis (28/11) kemarin.
“Melalui sayembara dengan memberi hadiah Rp 8 miliar bagi yang menangkap Harun Masiku dalam upaya menegakkan hukum di NKRI,” lanjutnya.
Bahkan, Tanak menekankan bahwa upaya Ara tersebut patut diberikan penghargaan oleh negara.
“Sikap beliau tentunya layak/patut menjadi contoh dan beliau patut diberi penghargaan atas sikap beliau untuk melakukan hal yang sungguh sangat luar biasa baik,” imbuh dia.
“Untuk itu, sudah sepatutnya beliau diberi penghargaan oleh negara,” paparnya.
Pasalnya, kata Tanak, dari sekitar kurang lebih 280 juta jiwa penduduk Indonesia, hanya Ara yang berani mengorbankan hartanya untuk membantu penangkapan buron KPK tersebut.
“Dari sekitar 281,6 juta jiwa penduduk Indonesia, hanya beliau yang mau mengorbankan hartanya agar pelaku tindak pidana korupsi yang melarikan diri dapat ditangkap dan diproses sesuai ketentuan hukum,” pungkas dia.
Kasus Harun Masiku
Kasus Harun Masiku ini terungkap diawali OTT KPK pada Januari 2020. Komisioner KPU Wahyu Setiawan menjadi salah satu pihak yang dijerat tersangka dalam kasus penerimaan suap tersebut. Wahyu terbukti menerima suap senilai Rp 600 juta dari mantan caleg PDIP itu.
Suap diberikan agar Wahyu mengupayakan Harun Masiku menjadi anggota DPR F-PDIP melalui mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW).
Sementara Harun Masiku yang gagal ditangkap KPK pada saat OTT masih buron hingga kini. Sudah hampir 5 tahun, ia masih buron dan belum kunjung diringkus oleh lembaga antirasuah.
Wahyu Setiawan mendapat Pembebasan Bersyarat per tanggal 6 Oktober 2023. Usai bebas itu, Wahyu Setiawan sempat diperiksa KPK juga tak lama setelah rumahnya digeledah penyidik.
Adapun KPK juga telah mencegah lima orang ke luar negeri, yang merupakan pengembangan kasus Harun Masiku. Mereka diduga terkait dengan upaya perintangan penyidikan terhadap Harun Masiku.
Mereka yang dicegah yakni: advokat bernama Simeon Petrus; mahasiswa Hugo Ganda dan Melita De Grave; Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto; hingga staf Hasto yang bernama Kusnadi.
-

Buat Sayembara Tangkap Harun Masiku, Ara: Saya Tidak Mau Negara Kalah dengan Koruptor
Jakarta, Beritasatu.com – Politikus Partai Gerindra, Maruarar Sirait, mengungkapkan alasan dirinya mengadakan sayembara untuk menangkap buronan KPK Harun Masiku. Dalam sayembara ini, ia menawarkan hadiah senilai Rp 8 miliar dari uang pribadinya.
Menurut Ara, sapaan akrab Maruarar, langkah tersebut dilakukan karena ia merasa tidak rela apabila Indonesia tunduk kepada seorang koruptor.
“Saya sebagai warga negara tidak terima negara saya, bangsa ini, kalah dengan koruptor yang namanya Harun Masiku. Saya yakin ada masalah-masalah besar yang dia simpan, dan dia melibatkan orang-orang besar. Saya tidak tahu ya,” kata Ara saat ditemui di Rusunawa Rawa Buaya, Sabtu, (30/11/23).
Menteri perumahan dan kawasan permukiman (PKP) tersebut menambahkan, sayembara ini diharapkan menjadi momentum dalam melibatkan masyarakat dalam memburu pelaku korupsi seperti Harun Masiku.
“Ini sudah waktunya rakyat terlibat. Pasang mata dan telinga baik-baik, dari berkat yang Tuhan kasih kepada saya, saya tidak mau negara ini kalah dari koruptor yang namanya Harun Masiku. Negara ini harus menang,” tegasnya.
Ara juga mengungkapkan, sejak mengadakan sayembara penangkapan Harun Masiku, ia menerima dukungan positif dari sejumlah pihak, termasuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
-
/data/photo/2024/11/30/674aeb539252e.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Bikin Sayembara Tangkap Harun Masiku, Maruarar: Saya Tidak Terima Bangsa Ini Kalah oleh Koruptor
Bikin Sayembara Tangkap Harun Masiku, Maruarar: Saya Tidak Terima Bangsa Ini Kalah oleh Koruptor
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Politikus Partai Gerindra, Maruarar Sirait, mengaku tidak terima jika Indonesia harus kalah oleh koruptor.
Itu sebabnya Ara, sapaan Maruarar, membuat sayembara dengan hadiah Rp 8 miliar untuk warga yang berhasil menangkap buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Harun Masiku.
“Saya sebagai warga negara tidak terima bangsa ini kalah oleh koruptor seperti Harun Masiku,” ujar Ara saat ditemui di Rusunawa Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat, Sabtu (30/11/2024).
Menurut Ara, Harun Masiku menyimpan rahasia besar yang dapat melibatkan pihak-pihak berkepentingan.
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) itu menegaskan pentingnya peran masyarakat dalam memberantas korupsi, terutama kasus Harun Masiku.
“Sudah waktunya rakyat terlibat. Pasang mata dan telinga. Dengan berkat yang Tuhan berikan kepada saya, saya tidak mau bangsa ini kalah oleh koruptor seperti Harun Masiku. Negara ini harus menang,” tegasnya.
Ara juga mengungkapkan bahwa ia mendapatkan dukungan dari KPK dan beberapa anggota DPR RI setelah mengumumkan sayembara tersebut.
Sebelumnya, Ara menawarkan hadiah Rp 8 miliar dari dana pribadinya sebagai insentif untuk menemukan Harun Masiku.
Ia menekankan bahwa partisipasi publik sangat penting untuk memastikan tidak ada individu yang kebal hukum di Indonesia.
“Kita ingin memastikan bahwa tidak ada yang kebal hukum di negara ini. Masa seorang tersangka yang sudah bertahun-tahun bisa bebas berkeliaran?” kata Ara saat ditemui di Stasiun Manggarai, Rabu (27/11/2024), seperti dikutip dari Kontan.co.id.
Ara menambahkan, kasus Harun Masiku perlu diungkap kembali mengingat minimnya perkembangan selama bertahun-tahun.
Untuk diketahui, eks kader PDI-P Harun Masiku menjadi buron atas kasus dugaan suap terhadap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Harun merupakan salah satu dari empat tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024.
Ia diduga menyuap Wahyu Setiawan sebesar Rp 1,5 miliar, yang sebagian dari dana itu diduga disiapkan untuk diberikan kepada komisioner KPU lainnya. Tujuannya adalah agar KPU menetapkan Harun sebagai anggota DPR RI.
Dalam Pemilu Legislatif 2019, Harun yang berada di posisi keenam berupaya menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Padahal, kursi tersebut seharusnya diberikan kepada calon legislatif dengan suara terbanyak kedua, yakni Riezky Aprilia.
PDI-P mengklaim bahwa proses penunjukan Harun sebagai pengganti Nazarudin telah melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2024/11/30/674b237807149.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2024/11/30/674ae14f00b43.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)



/data/photo/2024/11/30/674af38eee72d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2024/11/30/674adf94c126c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)