Buaya Sering Muncul di Kali PIK, Petugas: Banyak, yang Besar Ada di Ujung
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Seekor buaya muara terlihat di Kali Cengkareng Drain, Pantai Indah Kapuk (PIK) 1, Penjaringan, Jakarta Utara.
Kemunculan buaya ini viral di media sosial pada Rabu (17/12/2025).
Momen tersebut pertama kali diunggah oleh akun Instagram @infopik.id.
Dalam video terlihat buaya berukuran sedang, sekitar 1,5 meter, muncul di pinggir kali.
“Saya lihat ada buaya, itu buayanya lumayan besar remaja kayaknya ini, masuk dia ke air. Hati-hati buat yang mancing di daerah PIK, takutnya ada emak atau bapaknya (buaya),” ucap seorang warga dalam video itu.
Petugas
keamanan PIK 1
, Taufik (27), mengatakan
Kali Cengkareng Drain
yang berada di samping pos jaganya memang kerap didatangi buaya sejak dulu.
“Buaya banyak di ujung, buaya muara. Yang gede enggak pernah muncul, adanya di ujung, kalau di sini sering muncul anaknya berukuran 1,5 meter,” tutur Taufik saat diwawancarai Kompas.com di lokasi, Sabtu (20/12/2025).
Biasanya, buaya tersebut naik ke permukaan sekitar pukul 10.00 WIB untuk berjemur di atas sekat sampah kubus apung HDPE berwarna hijau yang membentang di ujung kali.
Saat pengamatan Kompas.com di lokasi pada sekitar pukul 10.00 WIB, buaya tidak muncul.
Pada akhir November lalu, buaya tersebut sempat muncul selama tiga hari berturut-turut untuk berjemur di kubus apung HDPE.
“Kemarin tumben-tumbenan tiga hari berturut-turut naik terus. Biasanya dia jemur paling satu jam, pas tiga hari itu lama dari pagi sampai sore diam aja itu, sebelum musim hujan atau akhir bulan November,” ujar Taufik.
Petugas Unit Pengelola Sistem Badan Air Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, Budi (56), juga menyebut kemunculan buaya di Kali Cengkareng Drain adalah hal yang lumrah.
“Sering muncul, tapi enggak setiap hari. Biasanya kalau udara panas mereka berjemur di sekatan sampah berwarna hijau bernama HDPE,” ungkap Budi.
Budi menambahkan bahwa memang terdapat banyak buaya di Kali Cengkareng Drain, namun hewan tersebut lebih sering terlihat dalam enam bulan terakhir.
Ia menilai kemunculan buaya tersebut belum mengganggu warga karena ukurannya masih relatif kecil.
Ketika didekati manusia, buaya tersebut cenderung ketakutan dan langsung masuk kembali ke dalam air.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Hewan: buaya
-
/data/photo/2025/12/20/69462b4b73af1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Buaya Sering Muncul di Kali PIK, Petugas: Banyak, yang Besar Ada di Ujung Megapolitan 20 Desember 2025
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5449090/original/016211000_1766047296-diterkam_buaya.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Detik-Detik Bocah Menghilang Diseret Buaya Saat Mandi di Sungai
Liputan6.com, Maluku Utara – Seorang bocah diterkam buaya saat mandi di sungai. Ia bahkan diseret buaya ke dalam sungai. Pencarian korban memakan waktu hingga tiga hari.
Warga berteriak histeris saat melihat seorang bocah tak berdaya diseret seekor buaya di Sungai Inggoi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara.
Warga hanya bisa melihat dan tidak bisa berbuat apa-apa saat tubuh korban dibawa buaya ke dalam sungai hingga akhirnya menghilang. Dibutuhkan waktu tiga hari pencarian untuk menemukan tubuh korban.
Kepala Basarnas Iwan Ramdani, kepada Liputan6SCTV mengatakan, bocah malang berusia 10 tahun itu awalnya mandi di sungai, hingga tiba-tiba seekor buaya menerkamnya pada selasa sore (16/12/2025).
“Begitu mendapat laporan, ketugas langsung menyusuri sungai. Radius pencarian hingga rabu siang sudah mencapai 1 km hingga mendekat ke muara sungai,” kata Iwan.
Iwan juga menjelaskan, proses pencarian dilaksanakan sesuai dengan perencanaan operasi bersama-sama dengan para potensi SAR, yaitu 1 km dari mulai lokasi kejadian sampai dengan muara.
Pencarian oleh warga bersama tim SAR gabungan dan sejumlah penembak jitu masih berlanjut hingga ke area habitat buaya. Usai hilang tiga hari, Kamis pagi (18/12/2025), jasad korban akhirnya ditemukan ratusan meter dari lokasi kejadian.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5447099/original/028395500_1765948371-IMG-20251217-WA0018.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Bocah di Halmahera Tak Kunjung Pulang Usai Pamit Berenang ke Sungai, Diduga Dimangsa Buaya
Liputan6.com, Jakarta – Affan (10 tahun), warga Desa Amasing, Kabupaten Halmahera Selatan mendadak hilang. Sore itu, dia pamit akan berenang di Sungai Inggoi.
Diduga, saat bersamaan muncul seekor buaya. Tubuh mungil bocah itu pun dimangsa hidup-hidup.
Kantor Pencarian dan Pertolongan (SAR) Basarnas Ternate, Maluku Utara (Malut), intensif melakukan pencarian sejak Selasa (16/12) sore setelah mendapat laporan dari warga.
Pihak SAR juga sudah berkoordinasi dengan Unit Siaga SAR (USS) Halmahera Selatan untuk melakukan upaya pencarian dan pertolongan terhadap korban. Demikian dikutip dari Antara, Rabu (17/12/2025).
Tim SAR sudah tiba Selasa (16/12) pukul 21.05 WIT di lokasi dan langsung melakukan asesmen awal serta penyisiran darat di sekitar area sungai. Tim juga melakukan penyisiran di sepanjang Sungai Inggoi menggunakan perahu karet milik SAR serta long boat milik masyarakat setempat. Bahkan pawang buaya setempat juga dilibatkan. Namun upaya pencarian belum membuahkan hasil hingga hari ini.
Tim SAR ekstra hati-hati karena adanya laporan kemunculan buaya lain di sekitar lokasi kejadian yang berpotensi membahayakan keselamatan petugas di lapangan.
Pihak SAR mengimbau masyarakat, khususnya warga yang bermukim di sekitar aliran sungai
-
/data/photo/2025/12/16/6940feec44bd1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kali Mookervart: Sumber Air Warga Rusun Pesakih yang Terancam Sampah dan Limbah Megapolitan 16 Desember 2025
Kali Mookervart: Sumber Air Warga Rusun Pesakih yang Terancam Sampah dan Limbah
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Kali Mookervart yang membentang di sepanjang Jalan Raya Daan Mogot, Jakarta Barat, menjadi salah satu sumber utama kebutuhan air bersih bagi warga Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Pesakih.
Pantauan
Kompas.com
di lokasi pada Selasa (16/12/2025), air yang mengalir di sepanjang kawasan Kota Tangerang hingga
Jakarta Barat
terlihat berwarna hitam.
Saat diamati lebih dekat, tercium bau tak sedap yang menyebar di sekitar aliran kali.
Sampah plastik dan limbah rumah tangga tampak mengambang mengikuti arus, sementara di beberapa titik, seperti di sekitar Halte Transjakarta Rawa Buaya, sampah menumpuk di tepi kali.
Petugas Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta kemudian mengumpulkan sampah dari tengah aliran menggunakan perahu.
Menurut warga sekitar, beberapa pabrik di sepanjang sisi Jalan Daan Mogot membuang limbahnya ke kali.
Aliran
Kali Mookervart
di dekat Rumah Pompa Green Garden juga beberapa kali dilaporkan berbusa akibat pencemaran limbah.
Tak jauh dari aliran kali, terdapat Waduk Mookervart yang dibangun untuk menampung air hujan.
Di waduk itu, terdapat mesin dan pipa yang mengalirkan sebagian air dari kali ke dalam waduk.
Meski berwarna kehijauan dan terdapat sampah dedaunan dari pohon sekitar, air di waduk tetap dimanfaatkan untuk kebutuhan warga.
Di depan waduk, terdapat Instalasi Pengolahan Air (IPA) PAM Jaya berwarna biru.
Air dari waduk dan Kali Mookervart diolah menggunakan Water Treatment Plant (WTP) agar bisa digunakan sebagai air bersih bagi warga rusun.
Setelah melalui proses pengolahan, air dialirkan ke Ground Water Tank (GWT) di tower-tower dan blok Rusunawa Pesakih, termasuk ke Masjid Raya KH Hasyim Asy’ari.
Kepala Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) Pesakih, Muhammad Ali, menjelaskan pemanfaatan air Kali Mookervart didasari kebutuhan mendesak akan air bersih dan larangan penggunaan air tanah di Jakarta.
“Mengingat kebutuhan air akan masyarakat, kebutuhan air bersih, Rusun ini mulai menggali potensi-potensi. Dari hasil analisis PAM Jaya, melihat bahwa ada potensi untuk penggunaan air di sekitar rusun, yaitu air dari Kali Mookervart,” ujar Ali saat diwawancarai
Kompas.com
di lokasi, Selasa (16/12/2025).
Warga Rusunawa Pesakih mengaku tidak mempermasalahkan sumber air yang digunakan sehari-hari.
Meskipun air berawal dari kali yang hitam, air yang keluar dari kran rumah mereka sudah jernih, tidak berbau, dan layak dikonsumsi.
“Alhamdulillah bagus sih, enggak ada keluhan, bersih airnya. Jernih, jernih,” ujar Novi saat ditemui
Kompas.com
di lokasi, Selasa (16/12/2025).
Ia menambahkan, selama lima tahun pemakaian, air tersebut tidak pernah mengeluarkan aroma tak sedap layaknya air kali atau air tanah yang kadang berbau besi.
“Enggak sih, bau mah enggak, enggak pernah. Aman sih selama ini, bau gitu juga enggak,” ucap Novi.
Hal senada disampaikan Teti (42), penghuni lain, yang menilai air aman untuk kebutuhan sanitasi keluarga, termasuk anak-anak.
“Aman, enggak pernah ada keluhan. Saya punya anak kecil berdua, alhamdulillah enggak pernah kenapa-kenapa,” kata Teti.
Ali menambahkan, sejak Rusunawa Pesakih berdiri, suplai air bersih warga memang mengandalkan Kali Mookervart.
Bahkan pada kunjungan Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, pada 9 Mei 2025, ia sempat meminum langsung air hasil olahan tersebut.
“Waktu kunjungan Pak Gubernur ke sini, itu dari olahan itu langsung diminum. Karena standarnya air bisa didistribusikan adalah tidak ada bakteri atau apapun dan memang itu harus layak untuk diminum,” tutur Ali.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Anies Mendongeng untuk Anak Korban Banjir di Aceh, Tenda Pengungsian Pecah
GELORA.CO – Mantan Gubernur DKI Jakarta sekaligus eks Calon Presiden Anies Baswedan mendongeng di tenda pengungsian anak korban banjir Aceh Tamiang, Selasa malam (9/12/2025). Kehadirannya menghadirkan riuh tawa sekaligus pesan jujur, sembari menghantarkan bantuan logistik di desa terparah terdampak.
Di Dusun Landuh, Kabupaten Aceh Tamiang, anak-anak merasakan duka mendalam.
Mereka kehilangan keceriaan masa kecil, wajah lelah tampak setelah berhari-hari tinggal di tenda darurat. Perlahan, senyum mulai kembali muncul ketika relawan hadir sekadar menghibur.
Suasana tenda berwarna oranye yang gelap hanya diterangi cahaya senter.
Di tengah kelelahan itu, Anies Baswedan, yang akrab disapa Abah, duduk dikelilingi anak-anak dan membawakan sebuah dongeng.
Ia mengisahkan cerita tentang seorang anak bernama Badu yang suka berbohong hingga akhirnya benar-benar digigit buaya.
Pesan moral itu disampaikan dengan interaksi langsung.
“Apa pelajarannya di sini? Tidak boleh apa? Bohong,” ucap Anies, disambut jawaban serentak anak-anak: “Harus jujur.”
Tawa dan celoteh pecah ketika Anies mendalami ceritanya dengan peragaan.
Anak-anak tampak fokus, sesekali bersorak, seakan lupa sejenak pada duka yang mereka alami.
Dengan rompi biru bertuliskan weAreHumanies dan syal bermotif hitam putih, Anies terlihat serius namun hangat.
Di belakangnya, pakaian dan tas tergantung di kayu penopang tenda, memperlihatkan kesederhanaan hidup pengungsi.
Malam itu, tenda pengungsian yang muram berubah menjadi ruang penuh riuh tawa dan pesan kejujuran.
Baca juga: Mendagri Minta Kepala Daerah Jangan Korupsi Dana Bencana: Saya Mohon, Sanksinya Dunia Akhirat
Banjir bandang dan longsor yang melanda Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh, meninggalkan luka mendalam bagi warga.
Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Tamiang mencatat 58 jiwa meninggal, 23 hilang, dan lebih dari 262.000 jiwa mengungsi di 12 kecamatan.
Sementara itu, laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan bencana di Sumatra secara keseluruhan menewaskan 961 orang, 293 hilang, dan 5.000 luka-luka.
Kunjungi dan Beri Bantuan di Desa Terparah
Selain mendongeng, Anies juga mengunjungi salah satu desa terparah terdampak banjir di Aceh Tamiang. Kedatangannya untuk menghantarkan bantuan logistik sekaligus memberikan semangat kepada masyarakat.
Kunjungan ini tidak banyak diketahui publik, hanya beredar melalui akun TikTok “Apa Aja” yang diunggah 16 jam sebelum Selasa (9/12/2025) pukul 11.30 WIB.
Di desa itu, Anies terlihat berada di sebuah pondok pesantren yang masih berdiri kokoh meski banyak rumah hancur disapu air dan hantaman kayu-kayu besar bekas ilegal logging dari pegunungan. Di sekitar pesantren, sebuah masjid tetap tegak berdiri.
Saat bercengkrama dengan seorang ustadz, Anies menyebut banjir di Aceh Tamiang sebagai musibah. Ia menilai pesantren menjadi benteng yang melindungi rumah-rumah penduduk dari hantaman kayu besar.
“Tadi bapak bilang kayu ini dengan akar-akarnya, iya ini artinya kayu ini kan langsung dari hutan ada yang sudah terpotong-potong juga ya,” ucap Anies.
Ia menambahkan, “InshaAllah, dalam suasana seperti ini berbicara hikmah memang sulit. Tapi kita percaya hikmah itu ada.”
Anies juga mengingatkan bahwa pada 2005 tempat itu pernah terkubur, namun ia percaya suatu saat pondok pesantren akan menjadi besar.
“Ini justru jadi catatan dan sejarah bahwa daerah ini pernah diterpa gempa, pernah dilanda suasana seperti saat ini, terus bangkit. Pondok pesantren ini semakin tua semakin kokoh. Biar masjid ini menjadi simbol. Namanya masjid apa?” tanyanya.
Ustadz menjawab, “Masjid Assunnah, Pesantren Darul Mukhlisin.”
Namun kondisi pengungsian tetap penuh tantangan. Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Langsa, Putra Zulfirman, melaporkan banyak pengungsi mulai terserang penyakit.
“Warga yang mengungsi banyak mengalami ISPA, batuk, demam, penyakit kulit, dan gatal-gatal. Anak-anak juga mulai mengalami gangguan pencernaan akibat kondisi lingkungan yang tidak higienis,” ujarnya.
Seorang warga pengungsi menambahkan, “Kami sudah seminggu di tenda, anak-anak sering batuk dan demam. Air bersih sangat terbatas.”
Di tengah kondisi itu, dongeng sederhana dan kunjungan ke desa terparah menjadi hiburan sekaligus pengingat bahwa kejujuran dan semangat bangkit adalah nilai yang harus dijaga, bahkan di saat paling sulit.
Di balik riuh tenda dan kokohnya masjid pengungsian, pesan jujur dan semangat bangkit menjadi cahaya kecil bagi Aceh Tamiang.
-
/data/photo/2023/02/17/63ef7e2e4d45e.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kerja Lembur Berhari-hari, Sopir Truk Sampah Jaksel Meninggal Dunia Megapolitan 7 Desember 2025
Kerja Lembur Berhari-hari, Sopir Truk Sampah Jaksel Meninggal Dunia
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Seorang sopir truk sampah asal Jakarta Selatan, Yudi (51), meninggal dunia pada Jumat (5/12/2025) usai menjalani jadwal kerja yang disebut rekan-rekannya berlangsung jauh melebihi jam kontrak.
Teman sesama sopir, Fauzan (bukan nama sebenarnya) (46), menjelaskan bahwa Yudi sudah mengalami kelelahan berat akibat jam kerja yang terus melewati batas waktu normal.
“Jadi itu dia akumulasi kelelahan karena waktu kerjanya bisa lebih dari yang dikontrakkan 8 jam,” kata Fauzan kepada
Kompas.com
di
Jakarta
Selatan, Minggu (7/12/2025).
Sehari sebelum meninggal, Yudi memulai pekerjaannya sejak pukul 05.00 WIB untuk menjemput sampah di wilayah tugasnya hingga sekitar pukul 10.00 WIB.
Setelah truk penuh, ia menuju TPST Bantargebang untuk mengantre bersama deretan truk lain.
Antrean tersebut menghabiskan waktu sekitar delapan jam hingga truknya selesai dikosongkan. Yudi baru keluar dari area pembuangan pada pukul 19.04 WIB, sesuai struk yang diberikan petugas.
“Dari sini ke Bantargebang itu kira-kira satu jam. Sampai sana 11.24 WIB, baru keluar jam 19.04 WIB, kurang lebih 8 jam,” jelas Fauzan.
Meski sudah tiba di Bantargebang malam hari, Yudi tidak langsung pulang ke rumahnya di wilayah Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Ia mengisi bensin terlebih dahulu lalu beristirahat di sebuah warung nasi hingga pagi karena keesokan harinya kembali bekerja.
Fauzan menyebut pola itu sudah sering dilakukan Yudi sebagaimana sopir lain yang harus mengembalikan truk ke pos Sudin Lingkungan Hidup Jakarta Selatan sebelum pulang.
“Tiga hari nongkrong di sana sambil nunggu bertugas lagi, untuk recovery, memanfaatkan waktu lah untuk istirahat,” ujar dia.
Sekitar pukul 03.00 WIB, saat masih berada di warung tersebut, Yudi mendadak mengalami sesak napas dan kejang.
Rekan yang bersamanya segera membawa Yudi ke RS Karya Medika menggunakan angkot.
Namun tidak lama setelah mendapat penanganan dokter, ia dinyatakan meninggal akibat gangguan pada jantung.
Menurut Fauzan, kondisi itu dipicu dari pola makan dan istirahat Yudi yang tidak seimbang selama bekerja.
“Kalau kami orang awam bilangnya itu angin duduk. Asam lambung naik, pernapasan terganggu, yang memicu kerja jantung jadi enggak normal,” terang Fauzan.
Fauzan menambahkan bahwa antrean di TPST Bantargebang semakin padat. Jam kerja sopir yang biasanya selesai dalam waktu tiga jam kini dapat memakan waktu lebih dari 10 jam.
Yudi disebut telah mengalami kondisi itu selama kurang lebih 10 tahun. Situasi ini diperparah oleh kerusakan jalan dan area pembuangan yang semakin sesak.
“Biasanya ditindak lanjut, tapi bertahan sebentar. Ini diperbaiki, baiknya sebulan, tapi rusaknya bisa berbulan-bulan,” kata Fauzan.
Para sopir berharap adanya perbaikan infrastruktur, peningkatan pelayanan bongkar muat, serta penyediaan fasilitas istirahat dan pemeriksaan kesehatan agar mereka bisa beristirahat saat antrean panjang.
“Kami juga maunya agar TPST membenahi pelayanan bongkar muat truk, jalannya, dan menyiapkan satu lokasi untuk sopir istirahat, karena tenaga mereka sudah terkuras banyak dari pengangkutan di wilayahnya,” tutur dia.
Sopir lain, Candra (bukan nama sebenarnya), mengatakan bahwa kasus serupa bukan kali pertama terjadi.
Dua bulan sebelumnya, seorang sopir truk sampah di wilayah Jakarta Utara juga meninggal dengan indikasi kelelahan serupa.
“Bedanya dia sempat pulang, terus dia ngeluh sakit sama keluarganya baru lah dibawa ke rumah sakit. Tapi akhirnya meninggal juga,” ungkap Candra.
Candra menambahkan bahwa sebagian sopir sering tidak sempat makan karena tidak membawa uang saat bekerja.
“Ya mungkin di sana tempat makan ada lah warung kecil, tapi kadang uangnya enggak ada. Kayak saya aja kadang nahan, puasa seharian,” terang dia.
Jenazah Yudi kini telah dipulangkan ke keluarga dan dimakamkan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3601229/original/045545900_1634113912-coffeetogo-3926395_1280.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

/data/photo/2025/12/07/693581fea511c.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
