Pemilik Tak Masalah Pejaten Shelter Ditutup: Saya Lepaskan Semua Hewan, Gimana?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Pemilik
Pejaten Animal Shelter
, Susana Somali, menyatakan tidak keberatan jika tempat penampungan hewan telantar miliknya ditutup, sesuai tuntutan warga RT 02/RW 08, Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
“Ya itu kalau ditutup, (nanti jadi) pekerjaan (Dinas) KPKP (Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian). Nanti binatangnya saya bubarkan (lepaskan) bagaimana? Kan lebih repot lagi,” ujar Susana saat ditemui Kompas.com di Cilandak Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Sabtu (28/6/2025).
Susana pun menyinggung soal wacana Gubernur Jakarta Pramono Anung yang ingin menambah puskesmas hewan (puskeswan) di Jakarta.
“Di saat itulah kami akan tertolong. Itu sejalan dengan itu. Kan pernyataan Mas Pram pengin buka. Jadi tunggu sampai pejabat-pejabat DKI tambah puskeswan, itu akan terselesaikan,” kata dia.
Terlepas dari hal tersebut, Susana mengatakan, hadirnya Pejaten Animal Shelter juga sekaligus membantu pekerjaan dari Dinas KPKP DKI Jakarta.
Kuasa hukum Pejaten Animal Shelter, Stein Siahaan, mengungkapkan, selama ini puskeswan di Jakarta hanya mempunyai kuota 60 ekor hewan.
“Kalau penuh, puskeswan menghubungi
Pejaten Shelter
, ‘tolong dong, kami kepenuhan’. Bukan cuma kepenuhan doang, mereka makanan habis saja itu ngomong ke kami,” ujar Stein dalam kesempatan yang sama.
“Ya enggak apa-apa kalau mau ditutup. Tapi, per hari ini juga, semua hewan yang ada di Pejaten Shelter kami keluarkan. Karena itu sebenarnya bukan tanggung jawab kami, tanggung jawab Pemprov,” tambah dia.
Stein juga mempersilakan jika Dinas KPKP Jakarta ingin mengambil alih fungsi dari Pejaten Animal Shelter.
“Tapi apakah sudah siap dengan
biaya operasional
yang harus dikeluarkan? Beban biaya yang dikeluarkan?” tanya Stein.
Ia mengungkapkan, biaya operasional per bulan selama 2024 memakan Rp 900 juta. Namun, per 2025, biaya operasional sudah meningkat.
“Ternyata operasional naik jadi Rp 1,5 miliar. Itu bahkan belum dihitung sama makanan yang disumbang oleh donatur. Mungkin bisa tembus Rp 2 miliar sampai Rp 3 miliar,” lanjut dia.
Diberitakan sebelumnya, warga RT 02 RW 08 Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan mendesak agar Pejaten Shelter segera ditutup.
Desakan ini mencuat setelah terjadi kembali insiden babi hutan lepas dan masuk ke permukiman pada Rabu (25/6/2025).
“Kami minta ditutup. Tapi perlu dicatat. Kami warga itu bukan pembenci hewan. Cuma kami minta tolong jangan ada penampungan hewan di lingkungan permukiman,” kata perwakilan warga setempat, Herry Kurniawan, Kamis (26/6/2025).
Upaya penutupan shelter sudah dalam proses dan tengah menunggu pembahasan di tingkat kota. Sebelumnya disebut dilakukan peninjauan lapangan oleh Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (KPKP) Jakarta.
Adapun babi hutan yang berkeliaran ke halaman warga itu merupakan milik Pejaten Shelter.
“Iya (milik Pejaten Shelter). Ada dari karyawan atau petugas dari Pejaten Shelter keluar ke rumah warga untuk menangkap babi itu,” ujarnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Hewan: Babi
-

Tsunami 100 Meter Hantam Ambon, Ini Kesaksian Warga Rasakan Kiamat
Jakarta, CNBC Indonesia – Indonesia tercatat pernah dihantam tsunami besar sekitar 351 tahun yang lalu tepatnya pada 17 Februari 1674. Tsunami tersebut mencapai 100 meter yang menggulung wilayah Ambon.
Salah satu catatan sejarah tentang kejadian tersebut berasal dari George Berhard Rumphius. Ia sampai ke Ambon pada tahun 1653 setelah berbulan-bulan berlayar dari Portugal.
Setelah mengitari Selat Magelhaens, terombang-ambing ganasnya Samudera Atlantik, Rumphius akhirnya tiba di wilayah yang hanya ia kenal dari mulut orang.
Rumphius bertugas sebagai tentara yang ditugaskan menjaga keamanan Ambon dalam waktu tak ditentukan. Dalam kesehariannya, Rumphius mengawasi penduduk dan mendukung proses eksploitasi rempah-rempah oleh VOC.
Namun, otoritas VOC melihat Rumphius tak becus kerja. Ia malah sibuk mempelajari alam dan masyarakat Ambon, bukan memanggul dan mengokang senjata. Alhasil, ia pun dipindah ke dinas sipil.
Pemindahan ini disambut baik dan membuat Rumphius mempelajari alam dan kebudayaan. Sampai akhirnya, upaya ini membuat Rumphius tercatat dalam sejarah sains sebagai naturalis ternama. Ia kemudian menuliskan pengamatannya soal alam dalam buku tebal berjudul Herbarium Amboinense.
Kesaksian Tsunami Dahsyat 100 Meter di Ambon
Buku itu tak hanya berisi makhluk hidup, tetapi juga ihwal kesaksiannya soal bencana alam dahsyat di Ambon pada Sabtu, 17 Februari 1674. Hari itu, Rumphius bekerja seperti biasa dari Matahari terbit hingga tenggelam.
Tak ada keanehan apapun sampai akhirnya jam menunjukkan pukul 19.30 waktu setempat. Tak ada angin dan hujan, lonceng-lonceng di Kastil Victoria, Ambon, bergerak dan berdentang sendiri. Banyak orang, termasuk Rumphius, bertanya-tanya atas apa yang terjadi. Namun, itu semua teralihkan oleh tanah yang bergerak bak air.
“Orang berjatuhan ketika tanah bergerak naik turun seperti lautan. Begitu gempa mulai menggoyang, seluruh garnisun, kecuali beberapa orang yang terperangkap di atas benteng, mundur ke lapangan di bawah benteng,” ungkap Rumphius.
Mereka pergi ke lapangan besar harapan bisa selamat. Sayang, itu salah. Selang beberapa detik, air laut tiba-tiba naik ke daratan. Praktis, semua orang lari tunggang-langgang ke tempat lebih tinggi untuk menyelamatkan diri.
“Air itu sedemikian tinggi hingga melampaui atas rumah dan menyapu bersih desa. Batuan koral terdampar jauh dari pantai,” kenang Rumphius.
Pria kelahiran 1 November 1627 itu jadi sedikit orang yang bisa berlari kencang ke tempat lebih tinggi. Sementara ada 2.322 orang lain di Ambon dan Pulau Seram tertimbun reruntuhan dan tergulung air laut. Dua dari ribuan korban meninggal ada istri dan anak perempuan Rumphius.
Tsunami Paling Parah Sepanjang Sejarah Indonesia
Ratusan tahun setelah gempa, kesaksian Rumphius membuka tabir sejarah bencana alam di Indonesia. BMKG menyebut cerita tersebut menjadi yang pertama dalam sejarah dan catatan tsunami tertua di Nusantara.
“Gempa Ambon 1674 merupakan gempa dan tsunami dahsyat yang pertama dalam catatan Nusantara,” ungkap Direktur Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono dalam webinar “Peringatan Tsunami Ambon 1674”, Selasa (18/2/2025) lalu.
Dalam penelitian kontemporer diketahui gempa tersebut diperkirakan memiliki kekuatan sebesar M7,9 dan sangat merusak. Bukan hanya diakibatkan getaran gempa, tetapi juga soal dampak lanjutannya.
Gempa membuat tanah Ambon mengalami likuifaksi atau hilangnya kekuatan tanah akibat getaran gempa bumi. Tanah pun menghisap segala sesuatu di atasnya. Ini dibuktikan oleh cerita Rumphius soal “tanah bergerak naik turun seperti lautan”.
Soal tsunami diperkirakan memiliki ketinggian 100 meter yang menggulung Ambon. Daryono menyebut tsunami ekstrem di Ambon tak hanya disebabkan oleh getaran semata, tapi juga faktor lain, yakni tanah longsor pantai yang dipicu gempa.
“Kalau kita melihat kasus-kasus tsunami di Indonesia. (Misalkan) kita lihat tsunami Flores 1992, kalau hanya murni melihat magnitudo sebesar 7,8 Skala Magnitudo, itu tidak sedahsyat itu tsunaminya sampai 30 meter dan melompati pulau babi. Bahkan Tsunami Aceh kalau melihat magnitud tak sebesar itu. Artinya sumbangan signifikan terbentuknya tsunami adalah longsoran pantai,” tutur Daryono.
Dengan demikian, Tsunami Ambon 1674 menjadi bukti bahwa longsor merupakan sumber bahaya tsunami penting di Indonesia. Sebab, tsunami-tsunami setelahnya di era modern, banyak disebabkan oleh gempa yang diikuti longsoran pantai. Berarti, Tsunami Ambon 1674 yang menghasilkan gelombang setinggi 100 meter jadi gelombang terbesar sepanjang sejarah Nusantara.
Indonesia yang terletak di Cincin Api (Ring of Fire) mempertemukan tiga lempeng tektonik besar. Masing-masing Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik. Hal ini membuat Indonesia berada di wilayah yang sangat aktif secara vulkanik dan seismik. Tak heran, Tanah Air menjadi rawan bencana.
Untuk itu, para peneliti terus-terusan berupaya meningkatkan mitigasi bencana agar dampaknya bisa tereduksi.
(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
-

Ilmuwan Tanam Jantung Manusia di Tubuh Babi, Hasilnya Bikin Kaget
Jakarta, CNBC Indonesia – Penelitian di China berhasil membuat jantung manusia hidup di tubuh babi. Mereka mengembangkan embrio babi dengan sel manusia yang membentuk jantung tahap awal.
Peneliti utama dari Institut Biomedik dan Kesehatan Guangzhou, Lai Liangxue dan timnya berupaya memprogram ulang sel punca manusia. Mereka menyingkirkan dua gen penting dalam perkembangan jantung pada babi dan memasukkan sel manusia pada embrio dalam tahap morula atau beberapa hari setelah pembuahan.
Berikutnya, embrio tersebut dipindahkan ke induk babi pengganti. Hasilnya, embrio berhasil hidup hingga 21 hari, dikutip dari Firstpost, Rabu (25/6/2025).
Jantung manusia yang tumbuh itu mencapai ukuran ujung jari dan berdetak. Sel manusia juga diidentifikasi dengan penanda berpendar.
Penggunaan babi karena dianggap organ-organnya serupa dalam ukuran dan anatomi dengan manusia. Sementara itu penelitian bertujuan untuk menumbuhkan organ manusia pada hewan untuk digunakan dalam transparansi.
Diharapkan mereka bisa menciptakan chimaera manusia-hewan. Tujuannya mengatasi kekurangan organ transpalantasi secara global dengan membuat organ yang kompatible dan berasal dari manusia pada hewan.
Penelitian ini masih berada di tahap awal dan membutuhkan perkembangan lebih lanjut. Misalnya belum jelas seberapa terintegrasi sel-sel manusia atau berapa persen jaringan jantung yang berasal dari manusia.
Hiromitsu Nakauchi dari Stanford, Hideki Masaki dari Institut Sains Tokyo bersama sejumlah ahli dalam konferensi Society for Stem Cell Research, tempat penelitian ini dipresentasikan, juga mengungkapkan penting melakukan verifikasi asal dan integrasi sel.
Sebelumnya, lai juga pernah melakukan penelitian untuk mengembangkan jaringan ginjal manusia pada embrio babi.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3430721/original/074600600_1618556368-Toraja8.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Mitos Tradisi: Rambu Solo’, Upacara Pengantaran Arwah Menuju Alam Roh
Liputan6.com, Makassar – Suku Toraja di Sulawesi Selatan bagian utara memiliki tradisi khusus yang berkaitan dengan tahap-tahap kehidupan seseorang, termasuk tradisi mengantarkan arwah menuju tempat terakhirnya. Tradisi ini disebut dengan rambu solo’.
Upacara rambu solo’ digelar sebagai bentuk penghormatan sekaligus cara masyarakat Toraja mengantar arwah seseorang yang telah mati menuju alam roh. Oleh masyarakat setempat, alam roh tersebut dinamakan puya.
Setiap komunitas adat Suku Toraja memiliki ketentuan dan tahapan berbeda dalam upacara rambu solo’. Namun, tujuan utamanya tetap sama.
Mengutip dari laman Indonesia Kaya. upacara rambu solo’ yang diadakan di komunitas adat Kete Kesu digelar dengan menyertakan sejumlah kerbau. Bagi masyarakat Suku Toraja, kerbau merupakan hewan yang dianggap suci.
Kerbau diyakini dapat mengiringi arwah seseorang yang telah mati. Semakin banyak jumlah kerbau dalam upacara rambu solo’, maka akan semakin cepat pula sang arwah menuju alam roh.
Jenazah yang akan diupacarakan dalam rambu solo’ diletakkan di sebuah tongkonan kecil. Tongkongan kecil ini berada di tengah-tengah tongkonan besar.
Tongkonan merupakan rumah adat Suku Toraja. Terdapat sekitar 10 tongkonan di desa adat ini yang konon sudah berusia lebih dari 300 tahun.
Para wanita mempersiapkan masakan untuk para undangan yang datang. Adapun ragam masakan dalam upacara rambu solo’ didominasi oleh olahan daging babi atau kerbau.
Sementara itu, para tamu yang datang merupakan kerabat dekat yang sudah berkeluarga. Setiap keluarga menempati satu tongkonan.
Sambil menunggu masakan selesai dibuat, para tamu akan membuat lingkaran mengelilingi tongkonan yang berisi jenazah. Mereka bergerak berlawanan arah jarum jam dengan diselingi pembacaan mantra-mantra.
Upacara dilanjutkan dengan pemberian khotbah secara kristiani yang dipimpin oleh seorang pendeta. Setelah khotbah selesai, kaum wanita yang telah memasak hidangan pun keluar dari dapur dan membawakan berbagai masakan ke tiap-tiap tongkonan.
/data/photo/2025/06/28/685fd214d1e7f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/06/26/685cf1fa45356.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/06/27/685e1b39c0c3f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/06/26/685cec31031d9.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)