Rumah Kremasi Hewan, Tempat Tidur Terakhir Peliharaan Kesayangan
Tim Redaksi
BOGOR, KOMPAS.com
– Bagi banyak pecinta hewan, kehilangan anak berbulu (anabul) bukan sekadar kehilangan peliharaan, melainkan kehilangan anggota keluarga.
Di momen inilah, sebuah
rumah kremasi
bernama Rainbow Bridge Memorial House menjadi ruang perpisahan yang memberi ketenangan.
Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak pemilik hewan memilih kremasi dibandingkan menguburkannya di tanah.
Selain itu, kremasi memberi kesempatan bagi pemilik membawa pulang abu hewan kesayangannya sebagai kenangan.
Berletak di kawasan Rawakalong, Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, bangunan itu tampak sederhana.
Pagar bambu, rumah sederhana, dan suasana yang seolah menyatu dengan pepohonan di sekelilingnya.
Namun, begitu melangkah masuk, suasana terasa berubah. Ada duka yang berdiam di udara, tapi juga cinta dan penghormatan.
Di halaman depan, beberapa anjing berlarian dan menyambut tamu dengan gonggongan pelan.
Di sudut bangunan, rak-rak kayu dipenuhi guci kecil berwarna putih, masing-masing dengan foto hewan yang pernah menjadi kesayangan seseorang.
Wajah-wajah yang tak lagi ada di dunia, tetapi masih “pulang” ke tempat ini untuk terakhir kalinya.
Di sinilah Joan Pascaline Majabubun membangun sesuatu yang lebih dari sekadar layanan kremasi.
Ia menciptakan jembatan—penghubung antara manusia dan kenangan terakhir mereka terhadap hewan yang dicintai.
Joan mengisahkan, perjalanan menuju pekerjaan ini tidak dimulai dari hal yang indah.
Salah satu pengalaman paling menyakitkan itu yakni kala ia menyelamatkan Boja, anak anjing yang ditemukan dalam kondisi memprihatinkan.
Meski ia merawat Boja dengan penuh harapan, virus parvo merenggut nyawa hewan kecil itu.
Kesedihan itu berubah menjadi amarah ketika ia melihat proses kremasi Boja tidak dilakukan dengan layak.
“Karena kekecewaan itu, jadi gue mau bikin tempat kremasi yang seperti yang gue mau, di mana tempat kremasinya kayak punya sendiri gitu,” kata Joan saat ditemui di Rainbow Bridge Memorial House, Selasa (9/12/2025).
Semua berawal dari niat menyelamatkan seekor anjing, meski kondisi keuangannya sedang kekurangan.
Ada orang yang menemukan anjing tersebut, lalu mengawinkannya dan menjual anak-anaknya. Joan mencoba menolong, dibantu seseorang yang iba pada kondisinya.
Dalam benaknya, ia hanya ingin memberikan hidup yang layak bagi Boja.
Saat proses kremasi dilakukan, kekecewaan itu semakin dalam.
Ia melihat sesuatu yang seharusnya tidak terjadi, sesuatu yang membuat perasaan kehilangan berubah menjadi kemarahan.
“Jadi gue bawa kremasi satu tempat, terus gue ngeliat si orangnya itu ada yang dia buang. Gue bilang,
‘apaan tuh yang dibuang?’,
” kata Joan.
“Gue cari ternyata kakinya anak gue yang gak selesai kekremasi. Dibuang gitu aja? Ngamuk gue,” sambung dia.
Dari pengalaman itu, muncul tekad untuk membangun tempat kremasi yang menghormati hewan dan pemiliknya.
Di halaman tanah yang teduh, suara lantunan ayam dan pohon bergesekan menjadi latar proses perpisahan. Joan berjalan santai, menyapa hewan-hewan yang menghuni tempat itu.
Meski fasilitasnya sederhana, banyak pemilik hewan menemukan ketenangan di sini.
Bagi Joan, kasih sayang tidak pernah bisa diukur oleh bentuk hewan atau bagaimana orang lain menilainya.
“Namanya sayang kan kita gak bisa membatasi gitu ya,
unlimited
gitu loh. Kayak kemarin, gue kremasi, dia itu punya kayak lipan gitu. Gue kremasi di sini,” kata Joan.
Kisah tentang seekor luwing bernama Jony menjadi salah satu contohnya.
“Dia udah bilang,
‘Kak, gue mau kremasi peliharaan gue (luwing) bisa gak, Kak?’.
Bisa,” jelas dia.
Bagi Joan, selama hewan itu dicintai seseorang, maka ia berhak diperlakukan dengan hormat.
Di ruang kecil tempat guci-guci ditata, Joan menyaksikan berbagai bentuk rasa kehilangan. Ada pemilik yang menangis lama, ada yang memeluk guci sambil bercerita. Ia tak pernah membatasi hewan yang bisa ia layani.
“Nah, jadi yang namanya kita sayang itu kan gaada batasan. Lo mau pelihara kecoak juga sekarang banyak orang pelihara kecoak,” ujar dia.
Tidak hanya anjing atau kucing, ia pernah menerima tikus peliharaan, ikan gurame, hingga hewan liar yang pernah dirawat seseorang.
“Terus apapun ya sah-sah aja gitu, kan. Jadi gue berusaha untuk bisa fasilitasi bahkan tikus aja ada,” katanya.
Tempat ini pun menjadi rumah duka yang universal—untuk semua jenis makhluk.
Joan cukup sering menerima hewan yang datang dari klinik atau shelter kecil. Ia memahami beban mereka, terutama ketika wabah menyerang dan jumlah hewan yang mati meningkat.
“Jadi gue ada beberapa klinik yang memang bekerjasama. Jadi kalo misalnya di tempat mereka ada yang RIP dan mau dikremasi dan itu mereka yang kirim,” kata dia.
Bagi Joan, inti dari pekerjaannya bukan sekadar fasilitas, melainkan empati.
“Cuma maksud gue kalo gue
personally
enggak peduli gue mau hewan lu apa. Ya kayak yang gue bilang dari awal tadi. Sayang itu gak ada batasnya,” imbuh dia.
Di Rainbow Bridge Memorial House, kematian dan kehidupan terasa saling menyapa.
Saat pemilik menyeka air mata, anjing-anjing di halaman berjalan mondar-mandir, seolah menemani.
Ketika seseorang memandikan hewannya untuk terakhir kalinya, perasaannya pasti campur aduk. Luapan emosi tak terbendung.
Dalam momen seperti itu, Joan berusaha memastikan setiap pemilik bisa melepas tanpa merasa dihakimi.
“Kayak yang kemarin itu dia ini.
‘Kak, lu jangan ketawain gue ya, Kak’
, Kenapa gue mesti ketawain lu? Karena lu sendiri di video lu bilang megang mereka tuh
calming,
itu hal yang baik sih,” jelas Joan.
Itulah alasan ia ingin tempat ini terasa hangat, setara, dan dekat.
“Makanya gue bikin kremasi ini seperti maunya gue, kita sama-sama penyayang, kita tahu rasanya kehilangan gimana,” imbuh dia.
Dari Trauma Menjadi Dedikasi
Tidak banyak yang tahu bahwa Joan dulunya takut kucing. Ia pernah dicakar hingga membuat tangannya bengkak.
Namun hidup justru membawanya masuk ke dunia hewan—shelter, penyelamatan, hingga kremasi.
“Dulu gue takut kucing, gue takut ayam tapi terus kan gue mikir ya sampe kapan gue takut sama hal-hal yang kalo menurut gue gak pantes buat ditakutin,” ujarnya.
Pengalamannya mengurus hewan-hewan di shelter menjadi titik balik terbesar.
Ia mulai merawat anak-anak kucing, memberi mereka susu, dan mendampingi mereka bertahan hidup.
Proses itulah yang perlahan mengikis rasa takutnya, Joan menemukan bahwa ketakutan itu selama ini hanya bayangan, bukan kenyataan.
“Waktu gue kasih susu itu nyakar gue eh kok ga bolong ya. Ternyata kucing itu gak semenyeramkan itu ya. Dari situlah gue baru mulai buka kremasi,” ungkapnya.
Bangunan bambu, halaman tanah, oven kecil berbahan gas, dan meja pemandian sederhana—semua tampak jauh dari kesan mewah. Namun justru kesederhanaan inilah yang membuat banyak orang merasa dekat.
Joan ingin tempat ini ramah, bukan membingungkan.
“Jadi intinya gue nyari duit. Bohong orang punya usaha enggak nyari duit. Pasti. Cuma dengan bisa bantu teman-teman, jadi makanya gue bertahan dengan
stay low
kayak gini,” kata dia.
Joan sengaja menjaga tempatnya tetap
low profile.
Ia tidak ingin orang takut datang karena mengira biayanya akan mahal.
Ia ingin orang merasa bahwa tempat ini adalah milik mereka sendiri.
“Lu mau gendong sendiri anak lu masuk dalam
tray.
Lu mau tungguin, lu mau pelototin anak lu dikremasi sampai selesai, silakan,” kata dia.
Nama Rainbow Bridge sendiri merujuk pada sebuah keyakinan populer di kalangan pecinta hewan.
Ketika
hewan peliharaan
meninggal, mereka dipercaya menyeberangi sebuah jembatan menuju tempat damai di alam baka.
Di sana, hewan-hewan peliharaan yang telah mati menjadi muda dan sehat kembali. Mereka menunggu untuk dipersatukan kembali dengan pemiliknya yang tercinta suatu hari nanti.
“Karena
all animals goes to Rainbow Bridge
(Semua hewan pergi ke Jembatan Pelangi),” kata Joan.
Di kawasan perkotaan, kepadatan hunian terus meningkat, sementara hubungan masyarakat dengan hewan peliharaan justru semakin intens.
Para pemilik kini memberi perhatian lebih besar terhadap kesehatan, kenyamanan, dan perlakuan etis bagi hewan yang mereka rawat sehari-hari.
Perubahan ini, menurut Rakhmat Hidayat, Sosiolog dari UNJ, ikut membuka ruang bagi hadirnya berbagai layanan baru, termasuk
kremasi hewan
.
Ia menilai fenomena tersebut merupakan kebutuhan yang relatif baru muncul, terutama di lingkungan kelas menengah kota-kota besar.
Dalam beberapa tahun terakhir khususnya setelah masa pandemi industri yang bergerak di bidang perawatan hewan berkembang dengan cepat.
Pet shop
tumbuh lebih banyak, layanan
grooming
semakin mudah ditemui, hingga berbagai jasa pendamping lain yang sebelumnya tidak dikenal kini mulai populer.
Bagi Rakhmat, semua perkembangan itu menunjukkan bahwa kultur merawat hewan telah berubah menjadi lebih serius dan lebih terstruktur di mata masyarakat.
“Layanan kremasi ini menurut saya itu melengkapi bagaimana peliharaan hewan itu menjadi isu yang menarik bagi sebagian masyarakat atau bagi masyarakat menengah perkotaan gitu ya,” ujar dia saat dihubungi, Senin (9/12/2025).
Ia juga menilai, hadirnya layanan semacam ini menandakan pola baru dalam cara masyarakat memperlakukan hewan peliharaan mereka.
“Ini sudah mulai menunjukkan ada tren yang lebih spesifik gitu ya di kalangan kelas menengah elite perkotaan gitu kan dengan layanan kremasi ini,” kata dia.
Bagi banyak pemilik, hewan peliharaan telah menempati posisi lebih dari sekadar makhluk yang diberi makan atau dirawat seperlunya.
Keberadaan mereka kerap menyatu dengan keseharian menjadi yang pertama disapa saat pagi tiba, menemani di sela aktivitas, hingga hadir setiap kali pemilik pulang membuka pintu rumah.
Tidak sedikit orang yang menjadikan hewan peliharaan sebagai tempat bercerita, penawar penat sepulang kerja, atau pengisi kesunyian di rumah yang terasa terlalu sepi.
Karena kedekatan itu pula, kehilangan hewan peliharaan dapat menghadirkan kesedihan mendalam yang sulit diungkapkan.
Kedekatan tersebut tumbuh dari ikatan emosional yang terbentuk lama dalam keseharian.
“Kenapa hewan itu orang perlu ditangis sih? Karena itu kan ada semacam keterikatan ya, keterikatan moral, keterikatan secara psikologis antara manusia tersebut dengan hewan tersebut gitu kan,” ujarnya.
Ikatan itu bahkan, menurut dia, semakin kuat seiring rutinitas yang dijalani bersama.
“Apalagi udah bertahun-tahun, sudah jadi sering bareng,” kata dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Hewan: Ayam
-
/data/photo/2025/12/09/6937c5b4d066b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ketika Selera Anak Menuntun Menu Bergizi SPPG Darul Ihsan
Ketika Selera Anak Menuntun Menu Bergizi SPPG Darul Ihsan
Tim Redaksi
KOMPAS.com –
Ketika sebagian besar warga Menganti masih terlelap, lampu dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Darul Ihsan sudah menyala terang.
Waktu baru menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Dari balik pintu dapur, suara gemericik air, denting wajan, dan langkah cepat para petugas menandai dimulainya rangkaian panjang penyediaan
Makan Bergizi
Gratis (
MBG
) untuk ribuan siswa di sekitar Kecamatan Menganti, Gresik, Jawa Timur.
Sembilan anggota tim masak yang dipimpin satu juru masak telah mengenakan apron, masker, penutup kepala, dan baju kerja steril.
Mereka bergerak lincah dalam rutinitas yang telah tertanam kuat dalam ingatan dan memastikan 2.111 porsi makanan siap dikirim tepat waktu setiap Senin hingga Sabtu.
Ribuan porsi makanan itu menyasar siswa taman kanak-kanak (TK), termasuk kelompok bermain (KB) dan raudatul atfal (RA), sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiah (MI), sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah sanawiah (MTs), hingga sekolah menengah atas (SMA), sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliah (MA).
Jumlah itu akan terus bertambah seiring peningkatan penerima manfaat. Namun, beban produksi bukan satu-satunya tantangan. Ada satu lagi tantangan yang tidak kalah besar, yakni menjaga kualitas pangan sekaligus merespons selera anak-anak.
“Kami menerima masukan dari anak-anak, mau menu seperti apa. Lalu, kami koordinasikan dengan ahli gizi. Jadi, menu kekinian juga bisa dimasak dengan gizi cukup,” ujar Kepala
SPPG
Darul Ihsan Monica Kopda Sari.
Dari sinilah, SPPG Darul Ihsan mengambil tempat yang berbeda. Dapur ini bukan sekadar fasilitas penyedia makanan, melainkan ruang dialog, yakni dapur yang mendengarkan.
Di ruang lain, ahli gizi SPPG Darul Ihsan Indri Dewi Listiani menyiapkan perencanaan menu harian. Semua menu disusun berdasarkan prinsip gizi seimbang dan mengacu pada petunjuk teknis Kementerian Kesehatan (
Kemenkes
).
“Anak TK perlu sekitar 200 kalori sekali makan. Anak SD 300–400 kalori, SMP sekitar 500 kalori, dan SMK lebih dari 700. Kalori ini harus dipenuhi dengan karbohidrat, protein hewani, protein nabati, sayuran, dan buah. Susu pun kami berikan setiap Jumat,” tutur Indri.
Penentuan menu dilakukan sehari sebelumnya serta melibatkan juru masak dan akuntan agar rencana tidak hanya tepat gizi, tetapi juga efisien dalam anggaran. Variasi dibuat sedemikian rupa agar anak-anak merasa tertarik.
“Biar anak-anak tertarik, nasinya bisa dibuat nasi kuning atau ayamnya dimasak krispi. Pokoknya tetap kekinian, tapi gizinya harus cukup,” kata Indri.
Karbohidrat tak selalu hadir dalam bentuk nasi. Sesekali roti, jagung manis, atau ketela menjadi pengganti.
Lauk pun divariasikan menjadi lebih renyah, seperti ayam krispi atau tahu krispi. Semua dilakukan agar makanan sehat terasa lebih dekat dengan dunia anak-anak. Menu ini diharapkan tidak hadir sebagai penggugur kewajiban, tetapi juga memberikan kenikmatan.
Penjagaan kualitas dimulai bahkan sebelum bahan makanan masuk ke dapur. Setiap barang datang, Monica dan tim akan memeriksanya secara ketat.
“Kami pastikan bahan baku masih segar dan berkualitas bagus,” ujarnya.
Setelah lolos pengecekan, bahan ditimbang sesuai nota, lalu diserahkan kepada tim persiapan untuk dicuci dan dibersihkan.
Pukul 02.00–04.00 menjadi waktu tersibuk. Mereka memotong sayur, menggoreng menu batch pertama, merebus sop, serta mematangkan protein hewani.
Pukul 04.00, pengemasan pun dimulai. Porsi untuk TK dan MI kelas 1–3 dikerjakan lebih dulu karena jadwal pulang mereka lebih pagi. Tepat pukul 07.00, kotak-kotak makanan itu diantar ke sekolah-sekolah.
Salah satu contoh menu sederhana yang diolah adalah nasi, telur mata sapi, sop, tahu krispi, dan jeruk. Terlihat biasa, tetapi setiap porsinya sudah dihitung secara cermat agar memenuhi standar gizi.
Di balik alur yang tampak mulus itu, kebersihan menjadi prinsip tak tergantikan. Petugas tidak boleh membawa baju kerja dari rumah. Masker, sarung tangan, dan penutup kepala wajib dikenakan. Higienitas bukan sekadar prosedur, melainkan bagian dari komitmen moral.
“Seluruh aktivitas dipantau agar tetap steril, meski volume pekerjaan tinggi,” tutur Monica.
Dia merinci, SPPG Darul Ihsan digerakkan 40 petugas yang terbagi dalam tiga tim besar, yakni tim sayur, tim masak, dan tim pengemasan. Mereka bekerja layaknya roda-roda dapur industri yang padat dan cepat, tetapi rapi.
Dampak program MBG terasa langsung di sekolah. Banyak orangtua menyampaikan bahwa anak-anak makin terbiasa makan sayur dan buah serta lebih berani mencoba menu baru.
Bagi sebagian siswa yang sering melewatkan sarapan di rumah, MBG juga memberi energi yang cukup untuk memulai pelajaran.
“Respons orangtua positif karena program ini meningkatkan kebiasaan makan sehat,” kata Monica.
Namun, hal paling menarik adalah cara SPPG Darul Ihsan membuka ruang bagi anak-anak untuk bersuara.
Setiap permintaan menu dicatat, dirapatkan, lalu dipikirkan kemungkinan penerapannya. Masukan tersebut memang tidak semua bisa diwujudkan seketika. Akan tetapi, SPPG Darul Ihsan selalu berupaya untuk memasukkannya ke perencanaan menu berikutnya selama tetap memenuhi standar gizi.
Bagi Monica, mendengarkan anak-anak berarti memberikan mereka peran dalam pengalaman makan sehat. Dengan begitu, program tersebut bukan hanya layanan, melainkan pendidikan rasa.
“Menu kekinian yang dibuat lebih padat gizi tidak hanya meningkatkan minat makan, tetapi juga menjadi media edukasi bahwa makanan sehat bisa tetap lezat dan menyenangkan,” ujarnya.
Di dapur yang hidup sejak dini hari itu, program MBG tidak sekadar menyiapkan ribuan kotak makanan.
Program tersebut turut menanamkan kebiasaan, membuka ruang partisipasi, dan mengajarkan bahwa perhatian dapat hadir dalam bentuk paling sederhana, yakni seporsi makanan bergizi yang dibuat dengan sungguh-sungguh.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Ancaman Garam dan Lemak di Balik Segarnya Kuah Bakso dan Sop Kambing
Jakarta –
Curah hujan diprediksi meningkat jelang akhir tahun ini. Untuk menghangatkan diri, makanan panas berkuah seperti bakso dan sop kambing banyak jadi pilihan.
Cuaca dingin saat hujan membuat tubuh menurunkan suhu inti sehingga makanan berkuah yang panas memberi rasa nyaman dan menenangkan. Tidak heran ketika orang diminta menyebutkan makanan favorit saat hujan jawabannya mi instan, seblak versi pedas, bakso, sop kambing, dan cream soup. Semua terasa cocok untuk menghangatkan badan. Namun ini yang perlu menjadi perhatian karena sebagian besar makanan tersebut punya karakter yang sama yaitu gurih, tinggi garam, dan dikonsumsi saat lagi panas-panasnya.
Kenapa Makanan Berkuah Sangat Menggoda Ketika Hujan?
Keinginan mencari makanan hangat bukan terjadi tanpa alasan. Dalam kondisi dingin tubuh membutuhkan rangsangan untuk menaikkan suhu dan kuah panas memberi sensasi tersebut. Rasa gurih dari kuah bakso, sop kambing, atau bumbu seblak juga memicu pelepasan hormon dopamin yang membuat seseorang merasa lebih nyaman.
Faktor emosional pun berperan. Banyak orang mengaitkan makanan berkuah dengan momen nyaman di rumah sehingga secara otomatis menjadi comfort food ketika langit turun hujan.
Namun rasa nyaman ini kadang menutupi fakta bahwa kuah dalam makanan tertentu menyimpan kandungan yang perlu diwaspadai.
Porsi Kuah yang Membuat Asupan Kalori Melonjak Tanpa Disadari
Keunikan makanan berkuah adalah sifatnya yang terlihat ringan ketika dimakan. Seseorang bisa menghabiskan semangkuk besar bakso atau seporsi seblak karena merasa kuahnya hanya air. Padahal kuah membawa garam lemak dan kalori tambahan. Kuah kaldu daging misalnya dapat menyimpan kalori dari lemak yang larut selama proses memasak sehingga jumlahnya tidak terlihat namun tetap masuk ke tubuh.
Jika seseorang makan seblak pedas lalu minum kuahnya sampai habis mereka tidak jarang masih merasa lapar beberapa jam kemudian. Ini akhirnya membuat total asupan melonjak lebih tinggi pada hari itu. Kebiasaan ini dalam jangka panjang dapat memengaruhi berat badan serta kesehatan metabolik seperti kolesterol dan tekanan darah tinggi.
Kandungan Garam Tinggi
Garam menjadi salah satu perhatian utama. Banyak makanan seperti seblak, mi instan, bakso, sop kambing, atau kwetiau siram mengandalkan garam dan penyedap untuk membentuk rasa gurih.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa satu mangkuk kuah gurih bisa mengandung natrium yang setara dengan lebih dari setengah kebutuhan harian. Jika dalam sehari makan mi instan lalu malamnya bakso atau seblak tanpa sadar sudah mengonsumsi natrium dalam jumlah besar melebihi kebutuhan natrium harian.
Terlalu banyak natrium dapat meningkatkan tekanan darah mempercepat retensi cairan dan membuat tubuh lebih cepat lelah. Pada orang yang sensitif garam efeknya bisa muncul dalam hitungan jam setelah makan.
Lemak Jenuh
Kuah sop kambing, bakso urat, dan cream soup biasanya mengandung lemak jenuh yang cukup tinggi. Lemak ini mudah larut dalam kuah sehingga meski tampilannya bening sebagian besar energinya datang dari lemak yang menyatu dalam kuah yang panas.
Dalam cuaca dingin tubuh memang secara alami mencari makanan berlemak karena terasa lebih memuaskan. Namun konsumsi berulang dan berlebih bisa meningkatkan kadar kolesterol, ditambah lagi ketika lauknya berlemak.
Tips Aman Menikmati Makanan Berkuah Saat Musim Hujan
Bisa tetap menikmati makanan berkuah favorit tanpa harus menghindarinya sepenuhnya. Tidak semua kuah harus dibatasi karena ada juga hidangan berkuah yang justru sehat. Contohnya kuah sayur bening seperti sup bayam, sup wortel, sup oyong, atau kuah rebusan sayuran yang dibuat tanpa banyak garam dan minyak. Dalam jenis kuah ini terkandung vitamin dan mineral yang larut ke dalam air terutama vitamin larut air seperti vitamin C dan beberapa vitamin B sehingga menghabiskan kuahnya justru dianjurkan selama rasanya tidak terlalu asin.
Pada sup ayam rumahan yang dimasak tanpa penyedap berlebihan kuahnya juga membawa zat gizi dari rebusan daging seperti protein kolagen dan mineral. Mengonsumsi kuah seperti ini dapat membantu hidrasi serta memberikan rasa hangat tanpa menambah beban garam atau lemak dalam jumlah besar.
Untuk makanan berkuah lain yang cenderung tinggi garam dan lemak bisa mengikuti beberapa langkah sederhana. Pilih kuah yang lebih bening jika tersedia. Batasi porsi kuah dan lebih fokus pada isi mangkuk seperti protein dan sayuran. Tambahkan sayuran ke dalam seblak bakso, mi instan, atau makanan berkuah lainnya agar nilai gizinya meningkat.
Halaman 2 dari 3
Simak Video “Video Mungkin Nggak Sih Kondisi Cuaca Menentukan Mood? Ini Kata Psikolog”
[Gambas:Video 20detik]
(mal/up) -
/data/photo/2025/12/08/6936a4862c893.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Penyebab Ratusan Siswa di Blora Keracunan Menu MBG: Bakteri E. Coli Regional 8 Desember 2025
Penyebab Ratusan Siswa di Blora Keracunan Menu MBG: Bakteri E. Coli
Tim Redaksi
BLORA, KOMPAS.com
– Dinas Kesehatan Daerah (Dinkesda) Kabupaten Blora mengungkap penyebab 444 siswa SMP keracunan menu Makan Bergizi Gratis (MBG) berasal dari bakteri Escherichia coli.
Sekretaris Dinkesda
Blora
, Nur Betsia Bertawati, mengatakan hasil laboratorium menunjukkan makanan yang dikonsumsi 25 November 2025 mengandung bakteri tersebut.
“Berdasarkan hasil laboratorium bakteriologis air dan makanan, keracunan makanan disebabkan oleh bakteri E. coli yang terkandung di makanan,” ujarnya di kantornya, Senin (8/12/2025).
Bakteri sama ditemukan pada tower air dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Karangjati 1, serta pada siswa yang mengalami keracunan.
“Kemungkinan keracunan makanan ini disebabkan oleh pengolahan makanan yang tidak sempurna yang masih memungkinkan bakteri untuk tetap hidup,” jelasnya.
Ia menjelaskan keberadaan E. coli sebenarnya normal dalam jumlah kecil, namun ketika jumlahnya berlebih dapat menyebabkan racun seperti dialami para siswa.
Kasus terjadi usai siswa menyantap menu MBG pada 25 November 2025. Menu berasal dari dapur SPPG Karangjati 1.
“Sebanyak 810 siswa yang makan, 444 siswa mengalami gejala sakit perut, diare, mual, muntah, demam dan pusing,” katanya.
Lima siswa dirawat inap, 117 dirawat jalan, dan 322 mengalami gejala tanpa rawat inap.
Dinkesda telah melaporkan hasil penyelidikan epidemiologi kepada Satgas MBG Kabupaten dan Korwil SPPG Blora.
Koordinator Wilayah SPPG Blora, Artika Diannita, menyebut pihaknya telah menerima hasil laboratorium dan melaporkannya ke Badan Gizi Nasional (BGN).
“Untuk dapur masih berhenti sejak kejadian keracunan, sedangkan untuk dana yang sudah cair akan dikembalikan ke BGN,” katanya.
Artika menyebut 3.416 penerima manfaat sementara tidak menerima MBG dan meminta seluruh dapur meningkatkan pemeriksaan bahan makanan.
Sejumlah siswa SMPN 1 Blora menceritakan gejala mulai mereka rasakan sehari setelah makan MBG.
“Diare kayak apa ngulang-ngulang terus buang air besar baru gang 5 menit gitu,” ujar Chello Aslam.
Ia mengaku memakan melon yang terasa basah dan kecut.
Hal serupa dialami Anindita yang merasakan mual saat makan ayam.
“Sudah mulai kayak ini ya asam gitu,” katanya.
Wakil Bupati Blora sekaligus Ketua Satgas MBG, Sri Setyorini, menegaskan evaluasi dilakukan dan dapur dihentikan sementara hingga hasil pemeriksaan selesai.
“Untuk SPPG bersangkutan dihentikan sementara. Per tanggal 28 November, sampai hasil dinyatakan lab keluar,” ujarnya.
Satgas MBG juga mengunjungi para siswa yang dirawat di Rumkitban Blora.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Harga Bawang dan Cabai Melonjak, Mendag Sebut Pasokan Aman
Jakarta, Beritasatu.com — Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyampaikan harga bawang merah serta cabai di sejumlah daerah saat ini tercatat melampaui harga acuan pemerintah (HAP). Meski demikian, ia menekankan bahwa pasokan nasional kedua komoditas tersebut masih aman.
“Harga rata-rata nasional bawang merah Rp 47.600 per kilogram, sedangkan harga acuan Rp 41.500. Tapi tadi disampaikan (saat rapat) sebenarnya bawang merah itu surplus,” ujar Budi di Kementerian Perdagangan, Senin (8/12/2025), dilansir dari Antara.
Menurut Budi, kenaikan harga di tingkat nasional dipengaruhi oleh variasi harga antarwilayah, termasuk Papua yang secara konsisten mencatat harga lebih tinggi sehingga mengerek rata-rata nasional.
Untuk cabai merah dan cabai rawit, Budi menegaskan laporan asosiasi produsen menunjukkan bahwa produksi tidak bermasalah. Namun, kondisi cuaca yang kurang bersahabat membuat proses panen menjadi tidak optimal.
“Cabai itu tidak kekurangan produksi. Cuma kemarin karena cuacanya tidak bagus, memanennya saja. Memanennya kan tidak bisa setiap saat. Jadi makanya tadi dicari solusinya bagaimana supaya bisa lebih efisien dalam memanennya,” tuturnya.
Pemerintah, kata Budi, saat ini memfokuskan langkah pada penguatan distribusi dari daerah sentra produksi menuju wilayah konsumsi melalui koordinasi dengan Kementerian Perhubungan, pemerintah daerah, serta pelaku logistik.
Dari sejumlah laporan pemerintah daerah yang hadir dalam rapat, termasuk Sumatera Utara, pasokan pangan pokok di wilayah yang tidak terdampak bencana dilaporkan tetap terkendali.
“Kalau yang di luar bencana, tadi disampaikan pasokan cukup dan terkendali. Yang perlu dijaga jangan sampai distribusinya terlambat,” kata Budi.
Adapun untuk wilayah yang terdampak bencana di Sumatera, pemerintah melakukan penanganan khusus melalui jalur bantuan mengingat sebagian infrastruktur jalan masih dalam proses pemulihan.
“Kalau di daerah bencana itu kan memang yang kena bencana ditangani khusus dengan bantuan. Tapi di sekitarnya, yang tidak terjadi bencana, pasokan ada, terkendali,” jelasnya.
Ia juga menyampaikan komoditas daging dan telur berada dalam kondisi surplus berdasarkan laporan asosiasi, sehingga kecil kemungkinan menjadi pemicu inflasi menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Budi menegaskan pemerintah akan terus memantau perkembangan harga bawang, cabai, dan komoditas pangan strategis lainnya. Ia meminta pemerintah daerah segera berkoordinasi jika terjadi lonjakan harga.
“Kalau nanti ada lonjakan atau kekurangan pasokan, kita harus cepat komunikasi karena setelah Nataru ada Imlek dan puasa yang waktunya berdekatan,” ujarnya.
Berdasarkan data Badan Pangan Nasional per Senin, harga cabai rawit merah naik 6,34% menjadi Rp 72.277 per kilogram, cabai merah keriting naik 1,58% menjadi Rp 61.454 per kilogram. Sementara itu, telur ayam ras naik 1,36% menjadi Rp 31.365 per kilogram dan beras medium naik 1,16% menjadi Rp 13.660 per kilogram. Di sisi lain, bawang merah turun 2,64% menjadi Rp 47.729 per kilogram, dan Minyakita turun 0,44% menjadi Rp 17.602 per liter.
-

Sambal Bakar Indonesia Hadir di Alam Sutera, Berkonsep Modern dan Family Friendly
Jakarta: Sambal Bakar Indonesia (SBI) meresmikan outlet ke-29 di kawasan kuliner premium Alam Sutera, Tangerang. Kehadiran outlet baru ini menjadi langkah nyata BSI dalam memperkuat ekspansi nasional dan menghadirkan inovasi menu.
Berlokasi di Jalan Kimale No. 37, East Panunggangan, Pinang, Kota Tangerang, Banten, outlet baru itu mengusung konsep modern-premium dan family friendly dengan dilengkapi playground anak, dua ruang VIP, dan area dining luas. Outlet ini berkapasitas 150-200 pengunjung.
Director of Corporate Communication & Relations SBIG, Benjamin Master A. Surya, menegaskan ekspansi ke Alam Sutera merupakan keputusan yang berdasar pada data dan kebutuhan pasar. Berdasarkan pemetaan internal, sebagian besar pelanggan outlet Gading Serpong diketahui berdomisili di kawasan Alam Sutera.
Bahkan, banyak di antaranya yang secara aktif meminta pembukaan cabang baru agar akses kunjungan lebih dekat. Karakteristik pasar tersebut, mulai dari keluarga muda, profesional, dan komunitas urban dengan daya beli kuat, dinilai sangat sejalan dengan positioning Sambal Bakar Indonesia.
“Alam Sutera kami pilih karena pasarnya sangat potensial, didominasi keluarga muda, profesional, dan komunitas urban dengan daya beli kuat,” kata Benjamin dalam acara peresmian outlet ke-29 Sambal Bakar Indonesia, Sabtu, 6 Desember 2025.Grand opening Sambar Bakar Indonesia di Alam Sutera. Foto: SBI
Benjamin menambahkan pertumbuhan kawasan Alam Sutera yang pesat, khususnya pada segmen lifestyle dan kuliner, membuat wilayah ini menjadi hub strategis bagi Sambal Bakar Indonesia dalam memperkuat ekspansi metropolitan.
“Outlet ini bukan sekadar cabang baru, tetapi standar baru SBI. Dari ambience, layout ruang, hingga fasilitas keluarga, semuanya ditingkatkan,” ujarnya.
Pembukaan outlet ke-29 ini menjadi pijakan awal menuju strategi ekspansi besar Sambal Bakar Indonesia pada 2026. Perusahaan membidik 40 outlet aktif pada tahun depan, disertai revitalisasi outlet lama dan penguatan sistem operasional.
“Fase 2025–2026 adalah masa penguatan pondasi. Setelah itu, kami siap masuk ke skala internasional. Malaysia dan Thailand menjadi tujuan awal,” ungkap Benjamin.
Saat ini, Sambal Bakar Indonesia telah memiliki kurang lebih 2.000 karyawan di seluruh Indonesia dan akan terus menambah tenaga kerja seiring ekspansi dua tahun mendatang.
Inovasi KulinerMenu di Sambal Bakar Indonesia. Foto: SBI
Selain memperluas jaringan outlet, SBI juga menghadirkan inovasi kuliner untuk memperkuat pengalaman pelanggan. Setelah sukses meluncurkan menu Ayam Kremes dan Ayam Serundeng, Sambal Bakar Indonesia kini mempersiapkan big menu launch yang akan dikenalkan pada tahap ekspansi berikutnya.
Hingga saat ini, Sambal Bakar Indonesia masih memiliki menu-menu andalan seperti Sambak Ayam, Sambak Udang, Sambak Cumi Asin, Sambak Iga Bakar, Sambak Kulit, Sambak Telur Barendo, Sambak Lele, Sambak Gurame, dan lain sebagainya.
Sambal Bakar Indonesia menawarkan tiga varian sambal bakar yang dapat dipilih sesuai selera yakni Sambal Bakka (Sambal Tomat): Memiliki tingkat kepedasan ringan, cocok bagi yang tidak terlalu menyukai pedas. Sambal Bara (Sambal Bawang): Tingkat kepedasan sedang dengan aroma bawang yang khas. Sambal Gajja (Sambal Hijau): Tingkat kepedasan tinggi, cocok bagi pecinta pedas sejati.
“Kami ingin Sambal Bakar Indonesia menjadi salah satu kuliner wajib coba ketika turis datang ke Indonesia. Produk kami harus inklusif, cocok untuk pasar kelas A hingga C, baik dine-in maupun online,” ujar Benjamin.
Donasi untuk Bencana Sumatra
Di momen peresmian ini, Sambal Bakar Indonesia turut mengumumkan inisiatif sosial berupa donasi untuk pemulihan bencana banjir bandang, banjir, dan tanah longsor di Sumatra, sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat yang terdampak.
Nantinya, hasil penjualan pada hari pembukaan cabang ke-29 SBI bakal disumbangkan kepada korban bencana di Sumatra. Donasi tersebut bakal dikumpulkan melalui KitaBisa.com yang dinisiasi Benjamin Master A. Surya.
“Brand harus tumbuh bersama masyarakat. Ekspansi ini tidak hanya soal bisnis, tetapi kontribusi nyata bagi saudara-saudara kita yang terdampak bencana di Sumatra,” pungkasnya.Jakarta: Sambal Bakar Indonesia (SBI) meresmikan outlet ke-29 di kawasan kuliner premium Alam Sutera, Tangerang. Kehadiran outlet baru ini menjadi langkah nyata BSI dalam memperkuat ekspansi nasional dan menghadirkan inovasi menu.
Berlokasi di Jalan Kimale No. 37, East Panunggangan, Pinang, Kota Tangerang, Banten, outlet baru itu mengusung konsep modern-premium dan family friendly dengan dilengkapi playground anak, dua ruang VIP, dan area dining luas. Outlet ini berkapasitas 150-200 pengunjung.
Director of Corporate Communication & Relations SBIG, Benjamin Master A. Surya, menegaskan ekspansi ke Alam Sutera merupakan keputusan yang berdasar pada data dan kebutuhan pasar. Berdasarkan pemetaan internal, sebagian besar pelanggan outlet Gading Serpong diketahui berdomisili di kawasan Alam Sutera.
Bahkan, banyak di antaranya yang secara aktif meminta pembukaan cabang baru agar akses kunjungan lebih dekat. Karakteristik pasar tersebut, mulai dari keluarga muda, profesional, dan komunitas urban dengan daya beli kuat, dinilai sangat sejalan dengan positioning Sambal Bakar Indonesia.
“Alam Sutera kami pilih karena pasarnya sangat potensial, didominasi keluarga muda, profesional, dan komunitas urban dengan daya beli kuat,” kata Benjamin dalam acara peresmian outlet ke-29 Sambal Bakar Indonesia, Sabtu, 6 Desember 2025.
Grand opening Sambar Bakar Indonesia di Alam Sutera. Foto: SBI
Benjamin menambahkan pertumbuhan kawasan Alam Sutera yang pesat, khususnya pada segmen lifestyle dan kuliner, membuat wilayah ini menjadi hub strategis bagi Sambal Bakar Indonesia dalam memperkuat ekspansi metropolitan.
“Outlet ini bukan sekadar cabang baru, tetapi standar baru SBI. Dari ambience, layout ruang, hingga fasilitas keluarga, semuanya ditingkatkan,” ujarnya.
Pembukaan outlet ke-29 ini menjadi pijakan awal menuju strategi ekspansi besar Sambal Bakar Indonesia pada 2026. Perusahaan membidik 40 outlet aktif pada tahun depan, disertai revitalisasi outlet lama dan penguatan sistem operasional.
“Fase 2025–2026 adalah masa penguatan pondasi. Setelah itu, kami siap masuk ke skala internasional. Malaysia dan Thailand menjadi tujuan awal,” ungkap Benjamin.
Saat ini, Sambal Bakar Indonesia telah memiliki kurang lebih 2.000 karyawan di seluruh Indonesia dan akan terus menambah tenaga kerja seiring ekspansi dua tahun mendatang.
Inovasi Kuliner
Menu di Sambal Bakar Indonesia. Foto: SBI
Selain memperluas jaringan outlet, SBI juga menghadirkan inovasi kuliner untuk memperkuat pengalaman pelanggan. Setelah sukses meluncurkan menu Ayam Kremes dan Ayam Serundeng, Sambal Bakar Indonesia kini mempersiapkan big menu launch yang akan dikenalkan pada tahap ekspansi berikutnya.
Hingga saat ini, Sambal Bakar Indonesia masih memiliki menu-menu andalan seperti Sambak Ayam, Sambak Udang, Sambak Cumi Asin, Sambak Iga Bakar, Sambak Kulit, Sambak Telur Barendo, Sambak Lele, Sambak Gurame, dan lain sebagainya.
Sambal Bakar Indonesia menawarkan tiga varian sambal bakar yang dapat dipilih sesuai selera yakni Sambal Bakka (Sambal Tomat): Memiliki tingkat kepedasan ringan, cocok bagi yang tidak terlalu menyukai pedas. Sambal Bara (Sambal Bawang): Tingkat kepedasan sedang dengan aroma bawang yang khas. Sambal Gajja (Sambal Hijau): Tingkat kepedasan tinggi, cocok bagi pecinta pedas sejati.
“Kami ingin Sambal Bakar Indonesia menjadi salah satu kuliner wajib coba ketika turis datang ke Indonesia. Produk kami harus inklusif, cocok untuk pasar kelas A hingga C, baik dine-in maupun online,” ujar Benjamin.
Donasi untuk Bencana Sumatra
Di momen peresmian ini, Sambal Bakar Indonesia turut mengumumkan inisiatif sosial berupa donasi untuk pemulihan bencana banjir bandang, banjir, dan tanah longsor di Sumatra, sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat yang terdampak.
Nantinya, hasil penjualan pada hari pembukaan cabang ke-29 SBI bakal disumbangkan kepada korban bencana di Sumatra. Donasi tersebut bakal dikumpulkan melalui KitaBisa.com yang dinisiasi Benjamin Master A. Surya.
“Brand harus tumbuh bersama masyarakat. Ekspansi ini tidak hanya soal bisnis, tetapi kontribusi nyata bagi saudara-saudara kita yang terdampak bencana di Sumatra,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain diGoogle News
(PRI)
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5435789/original/022605100_1765095371-IMG-20251207-WA0083.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kawanan Bocah Maling Bebek Babak Belur Diamuk Massa
Liputan6.com, Jepara – Aksi massa dan main hakim sendiri masih saja terjadi di wilayah hukum Polres Jepara. Beruntung dalam kejadian kali ini, pelaku berhasil diselamatkan di tengah amukan massa.
Peristiwa ini terjadi saat tiga bocah maling bebek di Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, ditangkap warga desa setempat. Tiga maling cilik ini digerebek warga usai diduga mencuri bebek.
Kejadian pada Jumat (5/12/2025) sekitar pukul 13.30 WIB di lingkungan RT 5 RW 6 Desa Troso, Kecamatan Pecangaan viral di media sosial. Video penangkapan pelaku hingga dihajar massa pun menyebar.
Dalam tayangan video yang diunggah akun facebook @Info Kejadian Sekitar Jepara Seputar Jepara itu, terlihat seorang remaja dengan rambut disemir warna kuning digelandang massa.
Remaja yang tanpa menggunakan kaos ini yang diduga pencuri bebek, menjadi sasaran amukan massa. Tak berselang kemudian, mobil patroli Polsek Pecangaan datang ke lokasi.
Untuk menghindari amukan massa yang makin beringas, aparat polisi menjemput pelaku dan memasukkannya ke mobil patroli. Meski telah ditangkap polisi, massa terus saja mengejar dan memukuli pelaku.
Dengan susah payah, pelaku akhirnya berhasil diangkut dengan mobil patroli dan dibawa ke kantor polisi.
Dikonfirmasi terpisah, Kapolres Jepara AKBP Erick Budi Santoso melalui Kasat Reskrim AKP Umar Wildan Rela, membenarkan kejadian tersebut.
Wildan mengatakan, pelaku ditangkap warga setempat saat hendak mencuri bebek milik warga. Sebelumnya, warga setempat mengaku sering kehilangan ayam dan bebek.
Saat dilakukan pemantauan, warga melihat gerak gerik pelaku yang mencurigakan. Pelaku hendak mencuri bebek milik salah satu warga desa setempat.
”Warga menangkap basah pelaku membawa bebek yang rencananya akan dijual. Warga menanyai pelaku, akhirnya mengakui perbuatannya,” ujar AKP Wildan yang dikonfirmasi wartawan.
-

Harga Pangan Makin Mahal Jelang Nataru, Ikappi Soroti Minyakita di Atas HET
Bisnis.com, JAKARTA — Harga sejumlah komoditas pangan mulai merangkak naik di berbagai pasar tradisional menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru). Kenaikan terjadi pada beras premium, cabai, bawang, hingga minyak goreng Minyakita.
Sekretaris Jenderal Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Reynaldi Sarijowan mengatakan harga pangan yang meningkat kali ini mencakup berbagai komoditas penting.
Reynaldi menuturkan per 3 Desember 2025, beras medium terpantau relatif stabil, namun beras premium masih berada di level tinggi sekitar Rp15.500–Rp15.600 per kilogram.
Komoditas cabai juga menjadi salah satu kelompok yang paling mengalami lonjakan. Cabai merah keriting tercatat di harga Rp65.000 per kilogram, cabai rawit Rp69.000 per kilogram, dan cabai merah TW dibanderol Rp68.000 per kilogram.
Reynaldi menilai lonjakan ini terjadi seiring semakin dekatnya momentum Nataru yang biasanya meningkatkan permintaan.
“Cabai-cabaian ini mengalami lonjakan, tentu mengingat beberapa pekan lagi kita akan memasuki Natal dan Tahun Baru,” kata Reynaldi kepada Bisnis, dikutip Minggu (7/12/2025).
Senada, bawang putih mulai bergerak ke kisaran Rp40.000 per kilogram dan bawang merah mencapai Rp49.000 per kilogram. Sementara itu, harga ayam masih stagnan di kisaran Rp40.000 per kilogram, sedangkan telur berada pada rentang Rp30.500–Rp31.000 per kilogram. Untuk gula pasir juga berada di kisaran Rp18.000 per kilogram.
Namun, Reynaldi menyebut minyak goreng Minyakita masih menjadi sorotan lantaran harganya masih berada di atas harga eceran tertinggi (HET). Adapun minyak goreng curah ikut bergerak naik ke level Rp19.000 per liter.
“Minyakita ini yang menurut kami menjadi sorotan karena harganya masih di atas HET yang seharusnya Rp15.700 per liter sekarang di Rp17.850 per liter,” ujarnya.
Menurutnya, belum turunnya harga minyak goreng Minyakita mengindikasikan adanya persoalan pada rantai tata niaga, baik dari sisi pasokan maupun regulasi yang berlaku.
Ikappi pun mempertanyakan mengapa harga Minyakita masih di atas HET, padahal pemerintah telah merevisi aturan terkait. Menurutnya, ketersediaan minyak goreng nasional yang melimpah seharusnya menjadikan harga lebih stabil.
Di sisi lain, Reynaldi menuturkan gangguan logistik di Sumatra menjadi tantangan tambahan dalam distribusi komoditas pangan.
Adapun, Ikappi tengah memetakan sejumlah kabupaten/kota yang terdampak kerusakan infrastruktur seperti putusnya jembatan, sehingga jalur darat tidak dapat dilalui.
Dia menuturkan, kondisi ini menghambat pasokan ke wilayah Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, kecuali untuk makanan jadi yang bisa dikirim melalui jalur udara. Imbasnya, distribusi kebutuhan pokok, terutama komoditas pangan segar, masih sulit menjangkau sejumlah pasar di daerah tersebut.
/data/photo/2025/12/09/69384939d8d4f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

