Hewan: Ayam

  • Harga Pangan Indonesia 27 September: Beras Premium Turun, Daging Sapi dan Ikan Naik

    Harga Pangan Indonesia 27 September: Beras Premium Turun, Daging Sapi dan Ikan Naik

    Bisnis.com, JAKARTA — Harga rata-rata nasional sejumlah komoditas pangan utama di Tanah Air mengalami pergerakan beragam pada Sabtu (27/9/2025).

    Berdasarkan data panel harga Badan Pangan Nasional (Bapanas) pukul 09.55 WIB, harga rata-rata beras premium di Tanah Air turun 0,85% menjadi Rp15.899 per kilogram dibandingkan dengan hari sebelumnya.

    Harga beras medium turun lebih dalam, yakni 1,28% ke Rp13.711 per kilogram, sedangkan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) Perum Bulog naik tipis 0,08% ke Rp12.547 per kilogram.

    Sementara itu, sejumlah komoditas lainnya mengalami penurunan. Jagung peternak turun 2,16% ke Rp6.521 per kilogram, kedelai biji kering impor turun 0,64% menjadi Rp10.637 per kilogram, dan bawang merah turun 0,28% ke Rp39.044 per kilogram. Bawang putih bonggol turun 0,91% ke Rp36.964 per kilogram.

    Harga cabai pun turun serentak. Cabai merah keriting turun 3,84% ke Rp57.790 per kilogram, cabai merah besar turun 4,43% ke Rp48.987 per kilogram, dan cabai rawit merah lebih murah 0,23% menjadi Rp47.145 per kilogram.

    Adapun, harga daging ayam ras turun 0,71% ke Rp38.270 per kilogram, sementara telur ayam ras turun 0,56% menjadi Rp29.926 per kilogram. Gula konsumsi turun 0,54% ke Rp17.996 per kilogram, garam konsumsi turun 0,30% ke Rp11.572 per kilogram, tepung terigu curah turun 0,86% ke Rp9.731, dan tepung terigu kemasan lebih murah 2,48% ke Rp12.716.

    Untuk minyak goreng, harga kemasan dan curah masing-masing turun 1,60% dan 0,88% menjadi Rp20.651 dan Rp17.483 per liter. Sementara itu, Minyakita juga turun 0,64% menjadi Rp17.389 per liter.

    Penurunan harga juga terjadi pada daging kerbau segar lokal yang turun 2,18% ke Rp137.941 per kilogram, serta daging kerbau beku impor yang turun 3,48% ke Rp101.836 per kilogram. Ikan bandeng ikut turun 2,65% menjadi Rp34.467 per kilogram.

    Sebaliknya, beberapa komoditas mencatat kenaikan harga. Daging sapi murni naik 0,22% menjadi Rp135.282 per kg, ikan kembung naik 1,30% ke Rp42.114 per kilogram, sementara ikan tongkol naik 1,09% ke Rp34.933 per kilogram.

  • BGN Sebut Sejumlah SPPG yang Lalai Telah Ditutup Sementara

    BGN Sebut Sejumlah SPPG yang Lalai Telah Ditutup Sementara

    Bisnis.com, JAKARTA – Wakil Kepala BGN Bidang Komunikasi Publik & Investigasi, Nanik S. Deyang menegaskan dapur yang terbukti lalai akan segera ditutup sementara, bahkan dinonaktifkan jika pelanggaran berulang.

    “Sudah ada dapur yang kami nonaktifkan, bahkan kami beri surat peringatan keras. Kalau kejadian terulang, langsung dikeluarkan dari program,” ujarnya dalam konferensi pers di Kantor BGN, Jakarta Pusat, Jumat (26/9/2025).

    Menurutnya, ketegasan ini penting karena status penyelenggara program MBG kini sudah setara calon pegawai negeri (PPK).

    “Mereka harus komit dengan SOP. Tidak adil kalau ada yang bekerja asal-asalan, sementara banyak orang lain ingin ikut program ini dengan serius,” imbuh Nanik.

    Termasuk menanggapi adanya trauma anak akibat kasus keracunan, BGN memastikan pendampingan terus dilakukan oleh koordinator wilayah.

    “Kami minta tim di kabupaten terus mendekati dan mengajak anak-anak berbicara, supaya semangat mereka kembali. Prinsipnya anak-anak ini senang sekali dengan makanan, jadi mudah-mudahan setelah investigasi selesai, program bisa berjalan lagi,” tandas Nanik.

    Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat sebanyak 70 kasus insiden keracunan atau keamanan pangan terjadi di Indonesia sejak Januari hingga 25 September 2025.

    Berdasarkan bagan yang diterima Bisnis, total sebanyak 5.914 penerima manfaat program pangan dilaporkan terdampak sepanjang periode tersebut.

    Data resmi BGN menunjukkan kasus tersebar di tiga wilayah. Wilayah II (Jawa) mencatat kasus terbanyak dengan 41 kasus yang melibatkan 3.610 orang, disusul Wilayah I (Sumatra) sebanyak 9 kasus dengan 1.307 orang terdampak, serta Wilayah III (NTB, NTT, Sulawesi, Kalimantan, Papua, dengan 20 kasus melibatkan 997 orang.

    Kasus juga menunjukkan tren peningkatan tajam pada Agustus dan September. Bila pada Januari hanya ada 94 korban dari 4 kasus, angka melonjak drastis menjadi 1.988 orang terdampak pada Agustus (9 kasus) dan 2.210 orang pada September (44 kasus).

    Lima daerah dengan jumlah korban terbesar adalah Kota Bandar Lampung (503 orang), Kabupaten Lebong, Bengkulu (467 orang), Kabupaten Bandung Barat (411 orang), Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah (339 orang), serta Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta (305 orang).

    BGN mengidentifikasi sejumlah penyebab utama insiden, antara lain bakteri E. Coli yang berasal dari air, nasi, tahu, dan ayam; Staphylococcus aureus dari tempe dan bakso; Salmonella dari ayam, telur, dan sayur; serta Bacillus cereus dari mie. Selain itu, kontaminasi air juga memicu penyebaran Coliform, Klebsiella, Proteus, dan timbal (Pb).

  • 1
                    
                        BGN Sebut Keracunan MBG di Bandung Barat di Luar Nalar: Ayam Dibeli Sabtu, Dimasak Rabu
                        Nasional

    1 BGN Sebut Keracunan MBG di Bandung Barat di Luar Nalar: Ayam Dibeli Sabtu, Dimasak Rabu Nasional

    BGN Sebut Keracunan MBG di Bandung Barat di Luar Nalar: Ayam Dibeli Sabtu, Dimasak Rabu
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S Deyang mengatakan, kasus keracunan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang terjadi di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat di luar nalar.
    Nanik mengaku terheran-heran dengan petugas dapur MBG setempat yang menyediakan bahan baku, tapi tidak
    fresh
    .
    Dia memaparkan, ayam yang kemudian dijadikan lauk untuk MBG sebenarnya sudah dibeli sejak Sabtu. Namun, ayam itu baru dimasak hari Rabu, atau empat hari kemudian.
    “Saya juga tidak mentolerir bahan baku, bahan baku yang dipakai bila tidak
    fresh
    . Karena kejadian di Bandung ini sungguh di luar nalar,” ujar Nanik di Gedung BGN, Jakarta Pusat, Jumat (26/9/2025).
    “Bagaimana bahan baku dalam kondisi tidak
    fresh
    , ayam dibeli di hari Sabtu, baru dimasak di hari Rabu,” katanya lagi.
    Menurut Nanik, jika ayam itu disimpan di freezer rumah, mungkin tidak apa-apa, mengingat jumlahnya yang sedikit.
    Akan tetapi, dalam kasus ini, ayam yang akan dimasak itu disimpan di sebuah freezer, yang mana jumlahnya mencapai 350 ayam.
    “Memang kalau di rumah ya enggak apa-apa itu dua ayam kita nyimpannya. Tapi, kalau 350 ayam, freezer mana yang kuat menyimpan? Jadi ada berbagai hal, kami sudah mengeluarkan tindakan-tindakan,” ujar Nanik.
    Diketahui, jumlah korban keracunan akibat program MBG di Kecamatan Cipongkor dan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, terus bertambah.
    Dari data yang dirangkum Dinas Kesehatan (Dinkes) Bandung Barat hingga Kamis (25/9/2025) siang, total korban keracunan mencapai 1.333 orang yang terakumulasi dari tiga kejadian, dua kejadian di Cipongkor dan satu kejadian di Cihampelas.
    Kasus pertama berasal dari klaster Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Cipari yang terjadi pada Senin (22/9/2025) hingga Selasa (23/9/2025) dengan total 393 korban.
    Kasus berikutnya, di Cihampelas terdapat 192 orang, terdiri dari 176 siswa SMKN 1 Cihampelas, tujuh siswa MA Al Mukhtariyah, delapan siswa MTs Al Mukhtariyah, dan seorang siswa SDN 1 Cihampelas.
    Sementara itu, kasus bertambah dari dapur yang berbeda, 201 korban lainnya berasal dari klaster SPPG di Desa Neglasari, Citalem, dan Cijambu, Kecamatan Cipongkor.
    Kemudian, satu hari berselang, kasus serupa kembali terjadi dengan jumlah korban yang lebih besar.
    Hingga Kamis, 25 September 2025, tercatat 730 orang mengalami keracunan dari menu MBG yang berbeda dari kasus pertama.
    “Kalau hari ini yang keracunan kedua, ada 730 orang,” kata Kepala Puskesmas Cipongkor, Yuyun Sarihotimah, saat ditemui di Posko Cipongkor, Kamis.
    Sebagian besar korban merupakan pelajar dari jenjang SD hingga SMA/SMK. Mereka mengalami gejala mual, pusing, hingga sesak napas setelah menyantap makanan MBG.
    Petugas kesehatan menyebut sebagian besar pasien mengeluhkan mual, pusing, hingga sesak napas.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Wali Murid di Kebumen Sebut Soto MBG Diduga Jadi Penyebab Keracunan
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        26 September 2025

    Wali Murid di Kebumen Sebut Soto MBG Diduga Jadi Penyebab Keracunan Regional 26 September 2025

    Wali Murid di Kebumen Sebut Soto MBG Diduga Jadi Penyebab Keracunan
    Tim Redaksi
    KEBUMEN, KOMPAS.com
    – Salah seorang wali murid, Saryono, mengungkap bahwa dugaan keracunan makanan dari program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Kebumen berawal dari menu soto.
    Putrinya, Senandung, siswi kelas 3 SMP Madrasah Wathoniyah Islamiyah, mengalami gejala pusing dan mual setelah mengonsumsi soto dari MBG.
    Saryono menerima informasi kejadian tersebut sekitar pukul 22.00 WIB dari grup WhatsApp madrasah. Ia langsung mendatangi lokasi pukul 03.00 pagi untuk menemui putrinya.
    Menurut keterangan putrinya, makanan MBG dibagikan sekitar pukul 12.30 siang. Gejala mulai terasa setelah waktu asar, sekitar pukul 15.30 hingga 16.00 WIB.
    “Ada beberapa yang kuah sotonya sudah seperti mau basi,” ujar Saryono, Jumat (26/9/2025).
    Selain soto, menu MBG hari itu juga menyajikan ayam. Namun, Saryono memastikan ayam dalam kondisi baik.
    Meski putrinya sempat sakit, Saryono mengaku tetap mengizinkan anaknya mengonsumsi makanan MBG.
    Ia hanya berharap pihak pengelola dapur MPK bisa melakukan evaluasi.
    “Ya, istilahnya karena ini program pemerintah kan ya tujuannya baik, lah, istilahnya untuk peningkatan gizi dan kesehatan muridnya,” kata Saryono.
    “Cuman tinggal nanti evaluasi di dapurnya agar misalkan untuk makanan itu dipilah-pilah, misalkan masak-masak pagi, ya, mungkin dikirimnya pagi seperti itu,” tutupnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Keracunan MBG, Terjadi di 70 Lokasi dan 5.914 Korban

    Keracunan MBG, Terjadi di 70 Lokasi dan 5.914 Korban

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat sebanyak 70 kasus lokasi keracunan MBG sejak Januari hingga 25 September 2025. 

    Berdasarkan bagan yang diterima Bisnis, total sebanyak 5.914 penerima MBG yang menjadi korban. Korban tersebut terdiri dari anak sekolah dan ibu hamil.

    Dilansir dari data resmi BGN menunjukkan kasus tersebar di tiga wilayah. Wilayah II (Jawa) mencatat kasus terbanyak dengan 41 kasus yang melibatkan 3.610 orang, disusul Wilayah I (Sumatra) sebanyak 9 kasus dengan 1.307 orang terdampak, serta Wilayah III (NTB, NTT, Sulawesi, Kalimantan, Papua, dengan 20 kasus melibatkan 997 orang.

    Kasus juga menunjukkan tren peningkatan tajam pada Agustus dan September. Bila pada Januari hanya ada 94 korban dari 4 kasus, angka melonjak drastis menjadi 1.988 orang terdampak pada Agustus (9 kasus) dan 2.210 orang pada September (44 kasus).

    Lima daerah dengan jumlah korban terbesar adalah Kota Bandar Lampung (503 orang), Kabupaten Lebong, Bengkulu (467 orang), Kabupaten Bandung Barat (411 orang), Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah (339 orang), serta Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta (305 orang).

    BGN mengidentifikasi sejumlah penyebab utama insiden, antara lain bakteri E. Coli yang berasal dari air, nasi, tahu, dan ayam; Staphylococcus aureus dari tempe dan bakso; Salmonella dari ayam, telur, dan sayur; serta Bacillus cereus dari mie. Selain itu, kontaminasi air juga memicu penyebaran Coliform, Klebsiella, Proteus, dan timbal (Pb).

    Lonjakan kasus keracunan ini menyoroti lemahnya pengawasan keamanan pangan di berbagai daerah. 

    Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S. Deyang berkomitmen memperketat pengawasan dan memastikan korban mendapatkan penanganan serta pembiayaan pengobatan.

    “Untuk segera, kami memberikan batas waktu satu bulan untuk melengkapi SLHS, sertifikat halal, dan penggunaan air layak pakai dalam waktu satu bulan,” tandas Nanik.

  • Siswa SMKN 1 Bangil Pasuruan Sambat Makanan Berbelatung

    Siswa SMKN 1 Bangil Pasuruan Sambat Makanan Berbelatung

    Pasuruan (beritajatim.com) – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Pasuruan kembali menuai sorotan. Sejumlah siswa SMKN 1 Bangil mengaku menerima makanan yang tidak layak konsumsi sejak program berjalan sepekan terakhir.

    Beberapa temuan yang dilaporkan siswa di antaranya sayur berulat, daging ayam masih berdarah, hingga nasi basi. Kondisi itu membuat sebagian siswa merasa khawatir saat mengonsumsi makanan yang dibagikan.

    “Kemarin ada nasi basi, bahkan lalat menempel di lauk. Hari ini malah ada belatung di sayur dan daging,” ungkap salah satu siswa yang enggan disebut namanya.

    Pihak sekolah pun tidak tinggal diam dengan aduan yang diterima dari siswanya. Guru serta wali kelas diminta lebih aktif mengawasi makanan yang masuk sebelum dibagikan.

    Waka Kesiswaan SMKN 1 Bangil, Haqiqi, membenarkan adanya laporan makanan yang tidak layak konsumsi. Ia meminta seluruh siswa segera melapor jika menemukan hal serupa.

    “Sudah kami sampaikan, bila ada makanan tidak layak harus segera dilaporkan. Laporan ini penting sebagai bukti kepada pihak penyedia,” ujar Haqiqi di ruang kerjanya, Jumat (26/9/2025).

    Menurutnya, pihak sekolah juga mendapat dukungan dari aparat TNI dan Polri untuk menindaklanjuti permasalahan ini. Setiap temuan akan dituangkan dalam laporan tertulis agar bisa segera ditindak.

    “Kami dibantu oleh petugas TNI dan Polri untuk memperkuat laporan terkait makanan yang bermasalah,” jelasnya.

    Program MBG di SMKN 1 Bangil sendiri diikuti oleh 1.713 siswa dari total 2.015 siswa. Namun, temuan makanan tidak layak membuat jalannya program ini mendapat banyak kritik.

    Haqiqi berharap penyedia makanan lebih berhati-hati dan menjaga kualitas sajian agar tujuan program tidak melenceng. “Harapan kami makanan yang disajikan benar-benar memenuhi kebutuhan gizi siswa, bukan malah menimbulkan masalah,” pungkasnya. [ada/beq]

  • Tak Hanya Pelajar, Ibu Menyusui Juga Jadi Korban Keracunan MBG di Cipongkor Bandung Barat

    Tak Hanya Pelajar, Ibu Menyusui Juga Jadi Korban Keracunan MBG di Cipongkor Bandung Barat

    Siti Nuraeni mengatakan, dia turut memakan menu ayam MBG pada kemarin sore. Setelah itu, dia mengalami beberapa gejala yang mengarah ke keracunan.

    “Makan menu ayam jam lima sore, pusing, nggak ada mencret. Nggak mau makan lagi, kapok,” kata dia.

    Sementara, Siti Fatimah juga merasakan tidak enak badan setelah menyantap MBG kemarin. Dia mengatakan, ada beberapa lauk dalam ompreng makan bergizi gratis. Namun, dirinya tidak memakan semuanya.

    “Dimakan jam 11.00 WIB, menu ayam geprek, tumis tahu, timun, sambal, selada, dan buah strawberry. Yang saya makan tahu dan strawberry, tahu saya makan lima potong itu pun nggak habis,” kata dia.

    Dia mengaku mulai terasa gejala sejak siang dan sempat reda setelah mencoba meminum air kelapa. Namun, gejala itu kemudian berlanjut hingga malam.

    “Kemarin sudah terasa jam 12 siang, sakit pundak, tapi saya minum air kelapa jadi agak mendingan. Tapi malam lemas dan pagi-pagi sampai sekarang lemas dan mual serta tenggorokan sakit,” jelas dia.

  • Tabung Harmoni Hijau Polda Riau Jadi Tempat Pembibitan Pohon hingga Ternak

    Tabung Harmoni Hijau Polda Riau Jadi Tempat Pembibitan Pohon hingga Ternak

    Pekanbaru

    Polda Riau memiliki sebuah program ‘Tabung Harmoni Hijau’, sebuah program yang tidak hanya menjadi tempat pelatihan untuk pembibitan pohon. Tabung Harmoni Hijau ini juga menjadi tempat untuk personel polisi dan masyarakat untuk mengembangkan kewirausahaan dengan berkebun dan mengembangkan peternakan.

    Program ini menegaskan bahwa Polda Riau tidak hanya fokus pada penegakan hukum, tetapi juga gencar melakukan restorasi lingkungan melalui program Green Policing. Direktur Pembinaan Masyarakat (Dirbinmas) Polda Riau, Eko Budhi Purwono, menjelaskan bahwa program ini diimplementasikan melalui inisiasi Bank Pohon, sebuah pusat belajar komprehensif.

    “Ini tempat di mana kita belajar membibit pohon, perikanan, peternakan. Rencana kita kembangkan ayam dan kambing,” ujar Kombes Eko di Rumbai, Pekanbaru, Jumat (26/9/2025).

    Pada Jumat (26/9/2025) pagi tadi, Dirbinmas Polda Riau Kombes Eko Budhi Purwono mengajak sejumlah wartawan Riau berkunjung ke Tabung Harmoni Hijau. (Foto: dok. Polda Riau)

    Ia menjelaskan, tujuan utama dari program ini adalah mengajak masyarakat dan anggota kepolisian untuk bersama-sama menghijaukan kembali Riau dan melakukan restorasi lahan yang tersisa.

    Pada Jumat (26/9/2025) pagi tadi, Dirbinmas Polda Riau Kombes Eko Budhi Purwono mengajak sejumlah wartawan Riau berkunjung ke Tabung Harmoni Hijau. Kombes Eko juga memberikan bibit pohon kepada wartawan untuk ditanam di rumah masing-masing.

    Tabung Harmoni Hijau Polda Riau jadi tempat pembibitan dan pengembangan wirausaha. Tempat ini dibuka untuk anggota polisi dan juga masyarakat. (Foto: dok. Polda Riau)

    Program yang berada di bawah Direktorat Binmas ini dirancang untuk memberikan manfaat ganda, tidak hanya untuk lingkungan, tetapi juga untuk kesejahteraan. Eko Budhi menuturkan bahwa Bank Pohon berfungsi sebagai pusat pembelajaran mulai dari pembibitan hingga pengembangan peternakan.

    Dirbinmas juga menyoroti keberhasilan upaya Polda Riau dalam menekan masalah Karhutla, yang sejalan dengan semangat Green Policing. Ia menegaskan, Bank Pohon membuktikan bahwa lahan yang ada, meskipun bukan milik Polda, dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk pembibitan, peternakan, dan mendukung kemandirian pangan.

    (mei/dhn)

  • Cacing Tanah Terbesar di Bumi Bisa Tumbuh hingga 3 Meter

    Cacing Tanah Terbesar di Bumi Bisa Tumbuh hingga 3 Meter

    Jakarta

    Cacing tanah Gippsland raksasa (Megascolides australis) rata-rata memiliki panjang sekitar 1 meter dengan lingkar tubuh 2 sentimeter. Namun, mereka dapat tumbuh lebih besar lagi. Beberapa individu bahkan berukuran hingga 3 meter panjangnya.

    Hal ini menjadikan mereka salah satu spesies cacing tanah terbesar di Bumi, setidaknya yang kita ketahui. Ada sekitar 6.000 spesies cacing tanah yang telah diberi nama di seluruh dunia, meskipun para ilmuwan memperkirakan mungkin ada hampir 30.000 spesies, yang sebagian besar tersembunyi di bawah tanah, jauh dari jangkauan para ilmuwan.

    Cacing Tanah Raksasa Afrika (Microchaetus rappi) sering dijuluki cacing tanah terbesar di dunia berkat penemuan satu individu pada 1967 yang panjangnya mencapai 6,7 meter. Namun, kasus ini tergolong luar biasa, dan panjang rata-rata spesies ini sekitar 1,8 meter.

    Kalian mungkin berasumsi bahwa ukuran cacing tanah Gippsland raksasa membuatnya sulit untuk diabaikan, tetapi cacing besar ini sangat sulit ditemukan. Mereka hanya menghuni sekitar lima lokasi yang diketahui di Gippsland, sebuah wilayah di tenggara Australia di Victoria, yang perbukitan dan anak sungainya dipenuhi tanah lembap dan lembap.

    Mereka tampak seperti cacing tanah biasa, meskipun ukurannya jauh lebih besar, lebih gemuk, dan memiliki sedikit rona ungu keabu-abuan.

    Seperti kebanyakan cacing, mereka menghabiskan sebagian besar hidupnya di bawah tanah dan biasanya hanya terlihat di permukaan ketika terowongan mereka terkikis oleh hujan atau banjir. Namun, ada cara mudah untuk mengetahui keberadaan mereka, injak tanah dan kalian mungkin mendengar suara ‘slurp’ di bawah kaki seperti dalam video di bawah ini.

    Suara itu adalah cacing-cacing yang menghindari masalah dan menggeliat semakin dalam ke tanah yang tergenang air. Meski perawakannya besar, cacing-cacing raksasa ini sangat rapuh. Tubuh mereka mudah robek jika dipegang atau digerakkan terlalu kasar, menyebabkan mereka berdarah merah terang.

    Dikutip dari IFL Science, kehidupan seksual mereka diselimuti misteri. Mereka hermafrodit, jadi setiap cacing memiliki organ seksual jantan dan betina. Ketika dua cacing berkembang biak, mereka bertukar sperma satu sama lain dan menggunakannya untuk membuahi sel telur mereka sendiri. Namun, tidak jelas bagaimana proses ini terjadi, karena semuanya terjadi di bawah tanah dan belum pernah disaksikan oleh manusia.

    Pada musim semi-panas, mereka dapat menghasilkan satu telur berwarna kuning keemasan transparan, seukuran telur ayam kecil yang sangat tipis. Telur ini berisi satu anak ayam dan membutuhkan waktu lebih dari setahun untuk menetas. Anehnya, mereka belum pernah berhasil dikembangbiakkan di penangkaran, sehingga semakin menambah misteri seputar reproduksi mereka.

    Mengingat semua tantangan ini, cacing tanah raksasa Gippsland terdaftar sebagai spesies ‘rentan’ terhadap kepunahan dalam Daftar Merah IUCN. Seperti banyak raksasa jinak di dunia, cacing ini menghadapi masa depan yang tidak pasti di planet yang berubah dengan cepat.

    (rns/afr)

  • Sengkarut Masalah di Balik Ribuan Anak Keracunan Makanan Bergizi Gratis

    Sengkarut Masalah di Balik Ribuan Anak Keracunan Makanan Bergizi Gratis

    Jakarta

    Program makan bergizi gratis (MBG) yang sedang digencarkan pemerintah kembali menuai kritik setelah berulang kali terjadi kasus keracunan pangan di berbagai daerah. Pakar epidemiologi dari Universitas Griffith, Dicky Budiman, menilai kejadian ini bukanlah insiden wajar, melainkan sinyal kegagalan sistemik dalam tata kelola keamanan pangan.

    “Ini bukan soal sekali-dua kali salah masak. Ini kegagalan sistemik food safety dan governance pengadaan,” ujar Dicky kepada detikcom, Jumat (26/9/2025).

    Menurut Dicky, pola keracunan yang berulang dan bahkan terjadi lintas daerah hampir selalu mengindikasikan adanya masalah di banyak titik rantai makanan.

    Masalah pertama biasanya muncul dari kontrol suhu dan waktu. Dalam standar internasional, makanan tidak boleh terlalu lama berada di ‘zona bahaya’ antara 5 sampai 60 derajat Celsius, karena pada rentang ini bakteri berkembang biak sangat cepat.

    Idealnya ada aturan praktis yang disebut ‘2-jam/4-jam rule’, tetapi di lapangan sering dilanggar. Pendinginan cepat menggunakan teknologi seperti blast chiller jarang tersedia, begitu pula fasilitas penyimpanan panas. Akibatnya, makanan yang seharusnya aman justru menjadi medium pertumbuhan bakteri.

    Kedua, sistem distribusi dan logistik juga sering tidak sesuai dengan kebutuhan. Banyak makanan yang harus menempuh perjalanan jauh tanpa wadah dingin khusus atau data logger untuk memantau suhu. Kemasan pun kerap tidak kedap udara dan mudah disusupi bakteri.

    Ketiga, higiene dan sanitasi dapur, menurutnya masih menjadi persoalan klasik. Mulai dari cuci tangan yang tidak disiplin, peralatan masak yang bercampur antara bahan mentah dan matang, hingga air bersih yang tidak terjamin. Kontaminasi silang menjadi hal sangat mungkin terjadi, apalagi jika tidak ada sistem kontrol hama.

    Selain itu, kualitas bahan baku dan pemasok juga rawan. Banyak bahan pangan berisiko tinggi seperti telur, ayam, nasi, santan, atau saus kelapa tidak melalui proses uji mikrobiologi maupun sertifikasi. Dalam praktiknya, pergantian pemasok lebih sering didasarkan pada harga murah atau kejar volume, bukan pada rekam jejak keamanan pangan.

    “Tak kalah penting adalah lemahnya sistem mutu dan tata kelola. Standar seperti HACCP atau ISO 22000 yang seharusnya memastikan keamanan pangan, sering kali hanya berhenti di tataran administratif. Audit dilakukan sebatas dokumen, tanpa menelusuri kondisi nyata di lapangan. Kontrak pengadaan pun tidak mencantumkan aturan ketat tentang suhu dan waktu penyajian, apalagi sanksi, mekanisme recall, atau asuransi jika terjadi insiden,” sorotnya.

    “Terakhir, perencanaan menu juga sering tidak adaptif. Menu dengan bahan rawan, misalnya berbasis santan atau saus basah, tetap disajikan walaupun disimpan berjam-jam pada suhu ruang. Padahal, jenis makanan seperti ini justru paling sering memicu insiden keracunan,” lanjutnya.

    Tidak Bisa Disamaratakan

    Dicky menekankan, Indonesia tidak bisa memaksakan satu model penyediaan makanan untuk seluruh wilayah. “Konteks kita besar, bukan hanya geografis, tapi juga budaya dan akses. Kalau dipaksakan seragam, justru berisiko,” jelasnya.

    Menurutnya, konsep hybrid lebih realistis. Di kota besar, sekolah bisa bekerja sama dengan katering berskala besar yang memiliki rantai dingin dan sistem distribusi digital. Di daerah dengan akses sedang, penyediaan makanan bisa melibatkan warung atau unit pangan lokal dengan pengawasan ketat dari dinas kesehatan.

    Sementara itu, untuk wilayah terpencil dengan transportasi sulit, pendekatan berbeda diperlukan: misalnya penyediaan dry pack atau ready-to-cook pack seperti abon atau kacang kedelai. Produk-produk ini lebih tahan lama, bergizi tinggi, bisa difortifikasi dengan zat besi, vitamin A, serta protein hewani, dan juga berfungsi sebagai cadangan darurat (emergency supply).

    “Tantangan berikutnya tentu variasi menu agar anak tidak bosan. Tapi secara gizi dan keamanan jauh lebih aman ketimbang memaksakan satu model distribusi nasional,” tambahnya.

    Belajar dari Negara Lain

    Dicky menegaskan, kunci keberhasilan program makan sekolah di berbagai negara terletak pada disiplin standar keamanan pangan dan transparansi penuh pada publik. Pemerintah harus berani membuka data secara apa adanya, termasuk jika ada kelemahan atau temuan lapangan.

    “Kalau mau MBG berhasil, Indonesia harus transparan, adaptif pada kondisi tiap daerah, dan tidak hanya berhenti pada administrasi di atas kertas. Standar keamanan pangan dan gizi harus nyata dijalankan di lapangan,” pungkasnya.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video: PM Israel Benjamin Netanyahu Keracunan Makanan Basi”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)

    Gaduh Keracunan MBG

    8 Konten

    Ribuan anak sekolah dilaporkan mengalami keracunan usai menerima Makan Bergizi Gratis (MBG). Apa saja kemungkinan penyebabnya, dan bagaimana mencegahnya di kemudian hari?

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya