PIKIRAN RAKYAT – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, membantah keras tuduhan dirinya menalangi dana suap untuk pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR periode 2019-2024, Harun Masiku. Hasto menyatakan istilah “dana talangan” muncul karena kebohongan mantan kader PDIP, Saeful Bahri, kepada istrinya.
Pernyataan itu disampaikan Hasto saat diperiksa sebagai terdakwa dalam kasus dugaan suap PAW anggota DPR dan perintangan penyidikan terhadap buronan KPK, Harun Masiku, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 26 Juni 2025.
Pernyataan Hasto menjawab pertanyaan Jaksa yang menyinggung soal percakapan antara Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah yang menyebut Hasto akan menalangi dana sebesar Rp1,5 miliar untuk kepentingan Harun Masiku.
“Mengenai ada percakapan Saeful dan Donny yang mengatakan bahwa nanti saudara terdakwa lah yang akan melakukan talangan, dana talangan untuk pengurusan Harun Masiku sebesar Rp 1,5 miliar itu benar ada?” ucap jaksa.
“Tidak benar. Yang jelas dari pengakuan saudara Saeful dan juga dalam fakta persidangan yang lalu, itu bahwa munculnya istilah ‘dana talangan’ itu pertama kali karena Saeful berbohong sama istri,” kata Hasto.
Hasto menegaskan tidak pernah menyetujui atau mengetahui adanya dana operasional untuk pengurusan PAW Harun Masiku. Ia juga membantah adanya komunikasi dengan Saeful, Donny, atau Harun terkait dana talangan tersebut.
“Tidak ada percakapan dari saya ke Saeful atau dari saya ke donny atau saya ke Harun Masiku untuk mengatakan persetujuan saya dana talangan karena saya nggak tahu sama sekali adanya dana operasional itu,” tutur Hasto.
Jaksa juga mengonfirmasi pernyataan saksi Donny Tri Istiqomah yang mengaku menerima uang Rp400 juta dari staf Hasto di DPP PDIP, Kusnadi, atas perintah Hasto. Namun Hasto membantah tuduhan itu.
“Di tanggal 16 Desember 2019 itu di DPP, Kusnadi menemui saksi Donny Tri Istiqomah. Pada saat itu Kusnadi menyerahkan dana talangan dari saudara sebesar Rp400 juta yang dibungkus dalam amplop warna coklat di dalam ransel warna hitam, dengan mengatakan, ‘mas ini ada perintah Pak Sekjen untuk menyerahkan duit operasional Rp400 juta ke Pak Saeful, yang Rp600 juta Harun Masiku’, bagaimana tanggapan saudara?” kata jaksa.
“Iya betul, saya memanggil di rumah aspirasi,” ujar Hasto.
“Apa penjelasan dari Saeful Bahri pada waktu itu?” ucap jaksa.
“Jadi karena saya memberikan teguran keras, saudara Saeful minta maaf,” tutur Hasto.
“Artinya saudara mengonfirmasi pemyampaian dari Harun Masiku bahwasanya ada dana operasional yang dibutuhkan untuk pengurusan di KPU?” ucap jaksa.
“Tidak. Saya menyampaikan seperti ini ‘kamu kenapa minta-minta dana ke Harun Masiku, sejak awal saya sudah menegaskan dilarang meminta-minta dana’ dan kemudian saudara Saeful meminta maaf. Tidak ada perbincangan pembahasan terkait dengan KPU termasuk lobi-lobi yang dilakukan oleh Saeful,” kata Hasto.
Tegur Saeful karena Minta Dana ke Harun Masiku
Hasto mengaku pernah menegur Saeful Bahri karena mendapat laporan bahwa yang bersangkutan meminta uang ke Harun Masiku. Namun ia menegaskan, tidak ada perbincangan terkait pengurusan PAW ke KPU.
“Saya menerima informasi saudara Saeful Bahri meminta, saya langsung memberikan teguran kepada saudara Saeful Bahri,” tutur Hasto.
“Kemudian dia langsung meminta maaf. Saya mengadakan acara di rumah aspirasi, Saeful tidak saya undang karena saya memberikan teguran keras kepada Saeful,” ucapnya melanjutkan.
Dakwaan Hasto
Dalam kasus ini, jaksa mendakwa Hasto Kristiyanto menyuap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta. Suap diberikan dengan tujuan memuluskan proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku.
Jaksa dalam surat dakwaannya menyebut, Hastomenyuap Wahyu bersama-sama advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku pada Juni 2019 hingga Januari 2020.
“Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025.
Jaksa juga mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel ke dalam air setelah mendapat kabar Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan terkena operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020.
“Sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” kata jaksa.
“Terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan oleh Petugas KPK, kemudian Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masikuagar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK,” ucap jaksa melanjutkan.
Kemudian bertempat di sekitar salah satu hotel di Jakarta Pusat, Harun Masiku bertemu Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Hasto atas bantuan Nurhasan, telepon genggam milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak.
Perbuatan merintangi penyidikan lainnya yakni, Hasto sempat dipanggil KPK sebagai saksi dalam perkara Harun Masiku pada 10 Juni 2024. Atas pemanggilan tersebut, pada 6 Juni 2024, Hasto memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Kusnadi pun menuruti perintah Hasto.
“Bahwa pada tanggal 10 Juni 2024 Terdakwa bersama dengan Kusnadi menghadiri panggilan sebagai saksi di KPK. Sebelum Terdakwa diperiksa sebagai saksi, Terdakwa menitipkan telepon genggamnya kepada Kusnadi, namun pada saat penyidik KPK menanyakan telepon genggam milik Terdakwa, Terdakwa menjawab tidak memiliki telepon genggam,” ucap jaksa.
Berdasarkan informasi yang diperoleh penyidik KPK, kata Jaksa, diketahui telepon genggam milik Hasto dititipkan kepada Kusnadi sehingga penyidik menyita ponsel Hasto dan Kusnadi. Akan tetapi, penyidik tidak menemukan telepon genggam milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku.***
