Harimau Terluka di Jambi Mati Setelah 28 Hari Perawatan, Diduga Terkena Virus Mematikan Regional 10 Juni 2025

Harimau Terluka di Jambi Mati Setelah 28 Hari Perawatan, Diduga Terkena Virus Mematikan
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        10 Juni 2025

Harimau Terluka di Jambi Mati Setelah 28 Hari Perawatan, Diduga Terkena Virus Mematikan
Tim Redaksi
JAMBI, KOMPAS.com
– Seekor harimau Sumatera yang terluka akibat jerat babi dilaporkan mati setelah 28 hari menjalani perawatan medis.
Kematian harimau
tersebut diduga disebabkan oleh
virus panleukopenia
, virus mematikan yang menyerang satwa kucing-kucingan.
“Dugaan sementara
kematian harimau
karena terserang virus mematikan yakni virus panleukopenia,” ungkap dokter hewan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi, Zulmanudin, dalam konferensi pers di tempat penyelamatan satwa pada Selasa (10/6/2025).
Zulmanudin menjelaskan bahwa harimau menunjukkan gejala kehilangan nafsu makan, muntah, diare berdarah, dehidrasi, dan sempoyongan sebelum akhirnya meninggal.
Hasil pembedahan menunjukkan adanya kelainan pada organ, termasuk peradangan pada lambung dan usus.
Sebelum kematian, kondisi harimau terus melemah. “Kita segera melakukan tindakan medis berupa pemberian injeksi obat, tetapi tubuh harimau tak lagi merespons,” ujarnya.
Virus panleukopenia
dikenal sangat ganas dan mematikan, dengan tingkat kematian yang signifikan bahkan dengan perawatan yang tepat. “Virus ini tidak bersifat zoonosis, sehingga tidak ada potensi penularan terhadap manusia,” tambahnya.
Namun, virus ini sangat mudah menular di antara satwa kucing-kucingan melalui kontak dengan feses, cairan tubuh, dan peralatan yang terkontaminasi.
Sebagai langkah pencegahan, pihak
BKSDA Jambi
telah melakukan sterilisasi dengan cairan disinfektan dan mengosongkan seluruh kandang di tempat penyelamatan satwa (TPS) selama 2-3 bulan.
Kepala BKSDA Jambi, Agung Nugroho, menyatakan bahwa kematian harimau ini menjadi kabar yang menyedihkan bagi dunia konservasi. “Kita berharap ke depan tidak ada lagi harimau yang mati karena jerat,” tegasnya.
Kematian harimau ini bermula pada 28 Mei, ketika kondisi cast pelindung luka yang dipasang saat operasi sudah lepas.
Pada 2 Juni, meskipun sempat menunjukkan perbaikan, kondisi harimau menurun drastis pada 4 Juni dengan adanya peradangan yang menyebabkan beberapa jaringan mengalami nekrosa.
Setelah beragam upaya medis, harimau tidak mau makan pada 9 Juni, dan gejala seperti muntah serta buang air besar berdarah muncul.
Meskipun tim medis telah bersiap dengan tindakan infus dan penyuapan makanan, harimau tersebut akhirnya meninggal pada pukul 21.45 malam.
Proses evakuasi harimau dimulai setelah warga melaporkan penemuan harimau yang terjebak jerat kepada pihak kepolisian, yang kemudian menghubungi BKSDA Jambi.
Tim lapangan melakukan evakuasi pada Selasa (13/5/2025) dan membawa harimau tersebut ke TPS.
Populasi harimau di alam liar terus mengalami penurunan akibat penyempitan habitat dan konflik dengan manusia.
Menurut data BKSDA Jambi tahun 2024, populasi harimau tersisa 183 ekor, dengan sekitar 150 ekor berada di Taman Nasional Kerinci Seblat.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.