TRIBUNNEWS.COM – Pihak berwenang Iran bersiap untuk memotong jari dari tangan tiga pria yang terbukti bersalah melakukan perampokan sebagai bagian dari hukuman.
Hadi Rostami, Mehdi Sharfian dan Mehdi Shahivand, yang ditahan di penjara Pusat Urumieh, provinsi Azerbaijan Barat , sedang menunggu untuk menjalani hukuman ‘kejam dan tidak dapat diubah’ berupa amputasi jari paling cepat pada 11 April, kata organisasi hak asasi manusia Amnesty International hari ini dikutip dari Daily Mail.
Ketiga pria tersebut ditangkap pada bulan Agustus 2017 dan dihukum karena perampokan pada tahun 2019 setelah persidangan, di mana pengadilan menjatuhkan hukuman pemotongan empat jari di tangan kanan mereka sepenuhnya.
Para pria tersebut dilaporkan ditolak aksesnya kepada pengacara dan pengadilan mengandalkan ‘pengakuan’ paksa, yang mengakibatkan ketiganya dipukuli, ditendang, dan dicambuk.
Tangan Rostami patah dan para interogator mengancam akan memperkosa Shahivand untuk mendapatkan pengakuan dari mereka, yang kemudian mereka tarik kembali.
Sejak menerima hukuman yang mengerikan itu, ketiganya telah melakukan mogok makan beberapa kali di penjara sebagai protes atas kondisi tidak manusiawi yang mereka alami, serta atas hukuman yang mereka terima.
Pada bulan Februari 2021, Rostami disiksa lebih lanjut setelah pihak berwenang Iran menjatuhkan hukuman cambuk sebanyak 60 kali karena “mengganggu perintah penjara” setelah ia melakukan mogok makan. Ia juga telah beberapa kali mencoba bunuh diri, kata Amnesty.
Menyusul ancaman terbaru Iran untuk memotong jari kedua pria itu, Rostami menulis surat dari penjara untuk memohon bantuan dari masyarakat internasional.
‘Saya menyerukan kepada organisasi hak asasi manusia, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan masyarakat internasional untuk mengambil tindakan segera guna mencegah penerapan hukuman yang tidak manusiawi ini’, tulisnya.
Pada bulan November 2024, ketiganya juga menulis surat yang menggambarkan penderitaan mental mereka dan ‘mimpi buruk yang terus-menerus’ karena menunggu mutilasi mereka.
‘Kami tidak dapat tidur atau makan, dengan cemas menunggu penegakan hukuman kami sendiri… Mimpi buruk ini harus berakhir agar kami dapat menemukan jalan kembali ke kehidupan’, tulis mereka.
Penolakan
Hukuman brutal berupa amputasi jari diizinkan berdasarkan hukum pidana Republik Islam tetapi secara luas dikutuk sebagai tindakan yang menjijikkan dan ilegal oleh para aktivis hak asasi manusia.
Wakil Direktur Amnesty untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, Sarah Hashash, mengatakan dalam sebuah pernyataan hari ini: ‘Amputasi merupakan penyiksaan, yang merupakan kejahatan menurut hukum internasional dan merupakan serangan yang mencolok dan menjijikkan terhadap martabat manusia.
‘Kami menyerukan kepada pihak berwenang Iran untuk segera menghentikan semua rencana untuk melaksanakan hukuman yang kejam dan tidak manusiawi ini dan menghapuskan semua bentuk hukuman fisik dalam hukum dan praktik.’
Ia juga menggambarkan ‘mimpi buruk saat terjaga’ yang dialami para lelaki tersebut selama hampir satu dekade, karena harus hidup dengan siksaan mental sehingga pihak berwenang dapat sewaktu-waktu memutilasi tubuh mereka.
‘Amputasi yang direncanakan, berdasarkan ‘pengakuan’ yang diperoleh melalui penyiksaan dan setelah persidangan yang sangat tidak adil, adalah pengingat yang mengerikan tentang kesiapan otoritas Iran untuk menimbulkan penderitaan yang tidak dapat diubah dan bahwa sistem peradilan Iran adalah roda penggerak penting dalam mesin penyiksaan’, tambahnya.
Hashash juga memperingatkan bahwa otoritas Iran ‘dapat menghadapi tuntutan pidana berdasarkan hukum internasional’.
Amputasi jari diizinkan di Republik Islam berdasarkan hukum Syariah.
Bila hukuman semacam itu dilaksanakan, maka empat jari tangan kanan dipotong sehingga yang tertinggal hanya telapak tangan dan ibu jari.
Menurut Pusat Abdorrahman Boroumand yang berpusat di AS, otoritas Iran telah mengamputasi jari sedikitnya 131 pria sejak Januari 2000.
Pada bulan Oktober, otoritas Iran mengamputasi jari dari tangan dua pria yang dihukum karena pencurian.
Kedua bersaudara asal Kurdi masing-masing memiliki empat jari di tangan kanan yang diamputasi dengan mesin guillotine di penjara di kota Urmia di barat laut Iran, menurut laporan.
Mereka kemudian dipindahkan ke rumah sakit untuk perawatan medis, tambah laporan itu.
Kantor Berita Aktivis Hak Asasi Manusia (HRANA) yang berbasis di AS mengatakan Shahab dan Mehrdad Teimouri awalnya ditangkap pada tahun 2019 atas tuduhan pencurian dan dijatuhi hukuman penjara dan amputasi jari.
Hal ini terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran atas lonjakan jumlah eksekusi di Iran dalam beberapa bulan terakhir.
Termasuk di dalamnya adalah hukuman gantung terhadap warga negara Jerman asal Iran, Jamshid Sharmahd, pada bulan Oktober.
Keluarganya mengatakan dia diculik oleh pasukan Iran saat berada di Uni Emirat Arab pada tahun 2020.
Menurut LSM lain yang berbasis di Norwegia, Iran Human Rights, Iran telah mengeksekusi 633 orang tahun ini saja.
Para aktivis menuduh pihak berwenang menggunakan hukuman mati sebagai cara menanamkan rasa takut di seluruh masyarakat.