Liputan6.com, Yogyakarta – Hari Dongeng Sedunia atau World Storytelling Day diperingati setiap 20 Maret. Peringatan ini bertujuan untuk mengapresiasi manfaat mendongeng dalam pendidikan anak, termasuk membentuk karakter anak.
Dongeng di Indonesia telah menjadi bagian budaya dan tradisi lisan yang telah diwariskan secara turun-temurun. Bahkan, di Indonesia juga ada peringatan Hari Dongeng Nasional setiap 28 November. Tanggal tersebut bertepatan dengan hari lahir legenda dongeng Indonesia, Drs. Suyadi atau Pak Raden.
Mengutip dari berbagai sumber, berikut lima dongeng Indonesia terpopuler:
1. Bawang Merah dan Bawang Putih
Kisah Bawang Merah dan Bawang Putih menjadi salah satu cerita dongeng yang paling populer di Indonesia. Mengisahkan seorang janda dengan dua anak perempuan, Bawang Merah dan Bawang Putih.
Bawang Merah digambarkan sebagai orang yang sangat malas, sombong, dan suka iri hati. Sementara Bawang Putih adalah sosok yang baik hati, rajin, dan selalu sabar. Bawang Merah dan ibunya kerap memperlakukan Bawang Putih dengan buruk, tetapi ia tetap sabar.
Awalnya Bawang Putih hidup bahagia bersama ayah dan ibunya. Namun, setelah ibunya meninggal dunia karena sakit, ayahnya menikah lagi dengan seorang janda, yakni ibu dari Bawang Merah. Tak lama, ayahnya juga meninggal dunia, menyisakan dirinya yang harus tinggal bersama ibu dan saudara tirinya.
Suatu hari, Bawang Putih mendapat hadiah labu kecil dari seorang perempuan tua yang telah ia tolong. Sesampainya di rumah, ibu dan Bawang Merah sangat marah dan memecahkan labu kecil tersebut yang ternyata berisi banyak perhiasan.
Bawang Merah yang serakah pun mencari perempuan tua tersebut dan meminta labu besar. Namun, karena Bawang Merah tidak menolong perempuan tua itu, ia diberi labu besar yang ternyata berisi ular berbisa.
2. Malin Kundang
Kisah Malin Kundang juga mejadi dongeng populer di Indonesia yang mengangkat kisah seorang anak durhaka. Mengisahkan seorang ibu tua bersama anaknya, Malin Kundang, yang hidup di sebuah desa pesisir di Sumatra Barat.
Malin yang ingin mengubah nasib, memutuskan merantau ke kota besar. Malin Kundang berhasil menjadi seorang pedagang sukses yang kaya raya di perantauan.
Ia kemudian menikah dengan seorang putri bangsawan yang memiliki status sosial tinggi. Malin pun berjanji untuk kembali ke kampung halamannya dan mengunjungi ibunya.
Setibanya di desa, Malin bersama istrinya berjalan di pantai. Ibu Malin yang sudah lama tidak bertemu dengan anaknya pun mendekat dengan penuh kebahagiaan.
Namun, saat ibu Malin menyapa dan memanggil nama anaknya, Malin yang sudah kaya pun merasa malu dengan kondisi ibunya. Ia menolak mengakui ibunya di depan sang istri.
Ibu Malin yang sedih dan kecewa pun menangis. Ia kemudian mengutuk Malin Kundang menjadi batu.