Jakarta, Beritasatu.com – Harga minyak mentah mengalami tekanan pada perdagangan, Senin (16/12/2024). Kenaikan ini dipengaruhi oleh penurunan belanja konsumen di China, yang merupakan importir minyak terbesar dunia. Selain itu, investor tampak waspada menjelang keputusan suku bunga dari Federal Reserve (The Fed).
Melansir Reuters, Selasa (17/12/2024), harga minyak Brent turun 58 sen atau 0,8% menjadi US$ 73,91 per barel, setelah sebelumnya menyentuh level tertinggi sejak 22 November. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat merosot sebesar 58 sen atau 0,8%, ditutup pada US$ 70,71 per barel, setelah mencapai level penutupan tertinggi sejak 7 November.
Pekan lalu, harga minyak mendapat dorongan dari ekspektasi berkurangnya pasokan akibat sanksi baru terhadap Rusia dan Iran, dua produsen minyak utama dunia. Selain itu, penurunan suku bunga di AS dan Eropa diperkirakan dapat meningkatkan permintaan energi.
Namun, lambatnya pertumbuhan penjualan ritel di China telah menambah tekanan bagi pemerintah negara tersebut untuk memperluas langkah-langkah stimulus ekonomi hingga membuat harga minyak mentah turun.
“Situasi ini menciptakan skenario yang sangat bearish karena minimnya prospek pertumbuhan permintaan minyak mentah,” ujar Direktur Energi Futures Mizuho Bob Yawger.
Pesimisme ini juga tercermin dalam keputusan OPEC+ untuk menunda rencana peningkatan produksi hingga April 2025.
“Stimulus ekonomi yang diterapkan sejauh ini tampaknya belum cukup untuk meningkatkan konsumsi. Jika tidak ada perubahan signifikan dalam pola belanja konsumen, pertumbuhan ekonomi China berpotensi tertahan,” jelas broker minyak PVM John Evans.
Selain itu, harga minyak mentah turun karena beberapa investor terlihat mengambil keuntungan setelah harga minyak mencatat kenaikan lebih dari 6% pada minggu sebelumnya. Pergerakan ini terjadi menjelang keputusan The Fed, yang diprediksi akan menurunkan suku bunga acuan sebesar 0,25% dalam pertemuan yang berlangsung pada 17-18 Desember 2024.
“Pemangkasan suku bunga kemungkinan akan mendukung pertumbuhan ekonomi dan memberikan dorongan bagi permintaan minyak,” kata analis pasar IG Tony Sycamore.
Namun, penguatan dolar AS yang mendekati level tertinggi dalam tiga minggu terhadap mata uang utama lainnya turut memberikan tekanan tambahan pada harga minyak.
Pelaku pasar juga menantikan laporan inventori minyak AS untuk mendapatkan panduan lebih lanjut terkait harga minyak mentah. Berdasarkan survei awal yang dilakukan Reuters, stok minyak mentah AS diperkirakan turun sekitar 1,9 juta barel selama pekan yang berakhir 13 Desember, sementara persediaan bensin diprediksi mengalami peningkatan.