Jakarta, Beritasatu.com – Harga minyak menguat pada perdagangan, Senin (30/12/2024), saat perdagangan berjalan lambat menjelang tutup tahun. Diperkirakan, suhu yang semakin dingin di Amerika Serikat (AS) dan Eropa dalam beberapa pekan mendatang akan meningkatkan kebutuhan diesel sebagai pengganti gas alam untuk pemanas ruangan.
Mengutip Reuters, Selasa (31/12/2024), harga minyak mentah Brent untuk pengiriman Februari naik 22 sen (0,3%) menjadi US$ 74,39 per barel, sementara kontrak untuk pengiriman Maret yang lebih aktif mencatat kenaikan 20 sen ke US$ 73,99 per barel.
Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 39 sen (0,6%) ke US$ 70,99 per barel. Kontrak diesel sulfur rendah ultra AS melonjak 2,5% menjadi US$ 2,3 per galon, level tertinggi sejak 5 November.
“Harga diesel memimpin penguatan di pasar energi,” ungkap salah satu distributor bahan bakar TACenergy. Laporan itu mencatat bahwa prediksi cuaca dingin dalam beberapa minggu mendatang mendorong peningkatan konsumsi diesel sebagai alternatif gas alam untuk pemanas ruangan.
Indikator kebutuhan energi pemanas, heating degree days, diprediksi mencapai 499 dalam dua pekan mendatang di AS, naik dari perkiraan sebelumnya 399 pada Jumat lalu. Selain itu, ahli meteorologi memperkirakan Eropa akan menghadapi suhu yang lebih dingin pada Januari mendatang hingga membuat harga minyak menguat.
Harga gas alam di AS juga mencatat lonjakan hingga 17%, mencapai level tertinggi sejak Januari 2023, didorong oleh proyeksi cuaca dingin serta meningkatnya permintaan ekspor.
Kenaikan harga minyak juga mendapat dorongan dari perkiraan penurunan stok minyak mentah di AS sekitar 3 juta barel pada pekan lalu. Pada pekan sebelumnya, harga minyak Brent dan WTI masing-masing mencatat kenaikan sekitar 1,4% berkat penarikan stok minyak mentah yang lebih besar dari perkiraan selama libur panjang.
Saat harga minyak menguat, pasar minyak berspekulasi bahwa presiden AS terpilih Donald Trump, kemungkinan akan memperketat sanksi terhadap ekspor minyak Iran. Langkah ini berpotensi mengurangi pasokan global hingga lebih dari 1 juta barel per hari, sehingga ekspor minyak Iran bisa turun di bawah 500.000 barel per hari.