Diskusi LSI di kawasan Bangka Raya, Jakarta Selatan, Minggu (13/4/2025). Foto: Rizky Rian Saputra
LSI: Hanya 30 % masyarakat tahu revisi KUHAP sedang jalan
Dalam Negeri
Editor: Nandang Karyadi
Minggu, 13 April 2025 – 19:26 WIB
Elshinta.com – Rendahnya kesadaran publik soal revisi KUHAP dinilai beresiko karena minimnya partisipasi dalam proses hukum dalam bernegara. Peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI), Yoes C. Kenawas, mengungkapkan bahwa salah satu temuan paling krusial dalam survei terbaru mereka adalah rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Yang paling penting dan perlu digarisbawahi adalah soal awareness. Saat ini, hanya 30 persen masyarakat yang tahu bahwa revisi KUHAP sedang dibahas oleh pemerintah dan DPR,” ujar Yoes saat ditemui dalam acara diskusi di kawasan Bangka Raya, Jakarta Selatan, Minggu (13/4/2025).
Temuan ini disebut beresiko karena revisi KUHAP akan menjadi produk hukum yang berlaku luas, namun minim partisipasi publik dalam prosesnya. Padahal, dalam negara demokrasi, keterlibatan masyarakat dalam proses legislasi adalah salah satu pilar penting dalam mewujudkan keadilan hukum yang akuntabel.
“Jangan sampai ada produk hukum yang berlaku untuk semua, tapi masyarakat sendiri tidak tahu isinya apa. Ini bisa membuka ruang manipulasi, penggiringan opini, bahkan pelanggaran hak,” tambah Yoes.
LSI juga mencatat bahwa meskipun masyarakat setuju terhadap beberapa prinsip dalam KUHAP, pemahaman substansi terhadap isi KUHAP masih sangat minim. Hal ini terlihat dari banyaknya praktik yang dianggap masyarakat sebagai hal biasa, padahal berpotensi melanggar hak hukum mereka.
Yoes mencontohkan, situasi di lapangan seperti penyitaan ponsel oleh aparat saat penangkapan atau pemeriksaan di jalan. Dalam banyak kasus, masyarakat tidak tahu bahwa tindakan tersebut harus melalui prosedur hukum tertentu.
“Banyak yang hanya bisa pasrah. Ketika ditanya kenapa HP disita, jawabannya malah digertak balik. Ini menggambarkan rendahnya literasi hukum kita,” jelasnya.
Yoes mengakui bahwa survei LSI belum bisa menggambarkan secara detail berapa persen masyarakat yang benar-benar memahami isi KUHAP, karena butuh pertanyaan-pertanyaan turunan yang lebih mendalam.
Kendati demikian, LSI menilai bahwa temuan ini menjadi alarm penting bagi para pembuat kebijakan untuk membuka ruang dialog dan sosialisasi kepada publik secara lebih luas.
“Kalau tidak, maka revisi KUHAP bisa jadi hanya elitis. Sementara masyarakat tetap berada di luar sistem yang seharusnya mereka pahami dan ikuti,” tutup Yoes.
Penulis: Rizky Rian Saputra/Ter
Sumber : Radio Elshinta