TRIBUNNEWS.COM – Hamas kini disebut menghadapi dilema di tengah berlanjutnya serangan Israel di Jalur Gaza.
Gerakan perlawanan Palestina itu menghadapi tekanan internal dan eksternal agar menyerah saja. Namun, Hamas menegaskan kata menyerah tidak pernah terpikirkan.
Dikutip dari The Cradle, narasumber dari internal Hamas mengatakan beberapa kelompok persaudaraan muslim bahkan sudah mendesak Hamas untuk menyerah saja, mengingat besarnya kehancuran di Gaza.
Disebutkan bahwa penolakan Hamas untuk menyerah bukan karena persoalan bertahan hidup atau keberlanjutan politik, melainkan karena persoalan menjaga setiap ide dan aksi perlawanan.
Menerima pengasingan tidak hanya berarti bahwa Hamas telah berakhir, tetapi juga hancurnya perjuangan bersenjata rakyat Palestina di seluruh faksi.
Di samping itu, menyerah tidak akan mencegah pengusiran massal warga Palestina dari Gaza, bahkan malah akan mempercepatnya.
Menurut koresponden Palestina, menyerahnya Hamas akan mengguncang Tepi Barat dan Yerusalem Timur sehingga menandai perjuangan terakhir rakyat Palestina.
“Jika kami akan lenyap, biarlah itu terjadi dalam pertempuran terhormat, bukan dalam pengasingan,” kata narasumber dari Hamas.
Hamas menyinggung peristiwa pembantaian di kamp pengungsian Sabra dan Shatila di Lebanon. Para pengungsi di kamp itu dibunuh segera setelah Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) meninggalkan Lebanon,
Adapun perbedaan saat ini ialah Hamas berada di wilayahnya sendiri dan di tengah-tengah rakyat Palestina.
Kini taktik Hamas juga sudah bergeser. Keberadaan pasukan Israel di Gaza telah mengikis medan tempur sehingga mengurangi ruang untuk bermanuver.
Sekarang Brigade AL Qassam Hamas mengandalkan taktik penyergapan dengan cara menunggu pasukan Israel masuk ke area perkotaan. Al Qassam nantinya akan menembakkan roket untuk memberikan tekanan psikologis terhadap Israel.
HARI QUDS INTERNASIONAL – Foto dari akun Telegram resmi Brigade Al-Qassam pada 1 Februari 2025, memperlihatkan proses pembebasan tahanan Israel gelombang keempat. Hamas menyerukan mobilisasi global pada Hari Quds, yang jatuh di hari Jumat terakhir pada bulan Ramadhan. (Telegram/qassambrigades)
Hamas: Israel halangi usul gencatan senjata
Hamas menuding Israel menghalangi usul gencatan senjata yang disodorkan oleh negara-negara yang menjadi juru penengah.
Dua pejabat Hamas menyebut kelompok itu sebenarnya sudah menyepakati usul yang dirancang oleh Qatar dan Mesir guna melanjutkan gencatan senjata. Kini Hamas meminta dunia mendesak Israel agar menyetujuinya juga.
Di sisi lain, Israel justru menyodorkan usul tandingan yang langsung ditolak oleh Hamas.
“Hamas memutuskan untuk tidak menindaklanjuti usul terbaru Israel yang disampikan melalui juru penengah,” kata seorang pejabat Hamas dikutip dari The New Arab.
Perang di Gaza kembali berlanjut setelah bulan kemarin Israel kembali menyerang Gaza. Israel menolak tahap kedua gencatan senjata dan mengklaim sandera di Gaza hanya bisa dibebaskan lewat aksi militer.
Sementara itu, Mesir, Qatar, dan AS berupaya mewujudkan gencatan senjata baru dan mengamankan pembebasan warga Israel yang disandera Hamas.
TAWARAN HAMAS DITOLAK – Hamas mengatakan pada Jumat (14/3/2025) bahwa pihaknya telah menerima usulan dari para mediator untuk membebaskan tawanan Amerika-Israel terakhir yang masih hidup dan jenazah empat tawanan berkewarganegaraan ganda. Akan tetapi, Israel telah menolak tawaran Hamas untuk membebaskan seorang warga negara ganda Amerika-Israel. (Telegram Quds News Network)
Menurut salah satu pejabat Hamas, usul Mesir dan Qatar itu meliputi gencatan senjata 50 hari. Hamas nantinya akan membebaskan lima tentara Israel, salah satunya juga berkewarganegaraan AS.
Sebagai gantinya, Israel akan membebaskan 250 warga Palestina yang dipenjara, termasuk 150 orang yang menjalani hukuman seumur hidup.
Di samping itu, Israel juga akan membebaskan 2.000 warga Palestina yang ditangkap tentara Israel sejak perang di Gaza meletus tanggal 7 Oktober 2023.
Israel mengatakan masih ada 58 warga Israel yang disandera Hamas. Sebanyak 34 di antaranya sudah meninggal.