Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) sedang berhadapan dengan tantangan kontraksi ekonomi yang dapat mempengaruhi likuiditas dan arus uang beredar. Untuk merespons hal ini, BNI meluncurkan produk BNI Direct bertujuan menurunkan biaya pendanaan (cost of fund) di tengah kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian.
“BI dan pemerintah meluncurkan sejumlah kebijakan yang menunjukkan adanya kontraksi, yang berarti akan ada berkurangnya uang yang beredar. Ini juga akan mempengaruhi potensi apresiasi nilai uang dan menyebabkan kenaikan nilai kredit,” ujar Executive Chairman B-Universe Enggartiasto Lukita dalam acara BNI Investor Daily Round Table di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (15/1/2025).
Lebih lanjut, Enggartiasto menekankan, kenaikan nilai kredit akan menambah beban bagi pelaku usaha.
“Kami menghargai langkah BNI yang responsif terhadap situasi ini dengan menghadirkan solusi yang dapat mengurangi beban biaya pendanaan,” tambahnya.
Saat ini, tingginya suku bunga menyebabkan suku bunga deposito dan biaya pendanaan meningkat. Untuk meredakan dampak ini, BNI meluncurkan BNI Direct guna menurunkan cost of fund.
Ia mengajak masyarakat dan pelaku usaha untuk tetap optimis menghadapi 2025, mengingat fundamental ekonomi Indonesia yang cukup kuat untuk menghadapi ketidakpastian global.
“Harapannya, ke depan otoritas moneter tidak lagi melakukan kontraksi apapun, termasuk untuk mengendalikan inflasi,” tutur Enggartiasto Lukita.
