Habis Kesabaran, Hizbullah Mau Akhiri Gencatan Senjata Sebelum 60 Hari dengan Israel
TRIBUNNEWS.COM – Gerakan Hizbullah Lebanon, menyiratkan segera membalas secara keras jika Israel terus-terusan pelanggaran terhadap gencatan senjata yang berlangsung.
Gencatan senjata Hizbullah-Israel berlaku per 27 November 2024 hingga 60 hari, namun Pasukan Israel dilaporkan melanggar kesepakatan dengan terus-terusan melakukan aksi militer di Lebanon.
Atas hal itu, Pemimpin Hizbullah Lebanon, Naim Qassem memperingatkan rezim Israel agar tidak melanjutkan pelanggaran perjanjian gencatan senjata.
“Kami (Hizbullah) mungkin kehabisan kesabaran sebelum gencatan senjata 60 hari berakhir,” kata Qassem melontarkan ancaman balasan ke Israel, dikutip dari MNA, Minggu (5/1/2025).
Naim Qassem menyampaikan ancaman ke Israel itu dalam pidato peringatan kematian mantan Komandan Pasukan Quds IRGC Iran, Letnan Jenderal Qassem Soleimani pada Sabtu.
“Jenderal Soleimani adalah pemimpin strategis baik di tingkat intelektual maupun politik,” kata kepala Hizbullah tersebut.
Qassem menambahkan kalau,”Jenderal Soleimani mengungkap rencana AS di Irak dan Afghanistan.”
“Jenderal Soleimani memberikan pukulan telak kepada rezim Israel,” kata Naim Qassem, seraya menambahkan bahwa “Jenderal Soleimani tidak tunduk kepada para penindas.”
“Martir Abu Mahdi A-Muhandis memainkan peran utama dalam menyelamatkan Irak dari kekuasaan terorisme ISIL,” katanya.
Sekjen Hizbullah Naim Qassem berpidato pada Kamis (5/12/2024), mengenai dukungan Hizbullah untuk Suriah dalam melawan kelompok oposisi yang ia sebut didukung oleh Israel dan AS. (X/Telegram/Hizbullah)
Penggulingan Rezim di Suriah Bisa Terjadi di Lebanon
Pemimpin Hizbullah itu menyatakan, bersumpah, “Kami akan terus melawan sampai kami membebaskan wilayah kami.”
“Perlawanan masih kuat, berpengaruh, dan menghalangi tujuan musuh,” katanya.
Dia menekankan kalau “Perlawanan memiliki kapasitas pencegahan.”
Qassem juga menanggapi wacana pelucutan senjata Hizbullah oleh pihak ketiga, termasuk oleh Tentara Lebanon dan Pasukan PBB (UNIFIL), sebagai upaya Israel melemahkan gerakan perlawanan Lebanon tersebut.
“Kami mencegah proyek Israel untuk mengakhiri perlawanan kami,” katanya.
Dia mewanti-wanti, Hizbullah bisa saja menggulirkan penggulingan rezim di Lebanon seperti yang terjadi di Suriah.
“Apa yang terjadi di Suriah bisa saja terjadi di Lebanon,” katanya, seraya menambahkan bahwa “Pimpinan Perlawanan memutuskan apa yang harus dilakukan dan kapan harus melakukannya tepat waktu.”
“Kemampuan kami mencegah rezim Israel melanjutkan agresinya terhadap Lebanon,” tegasnya.
Ia memperingatkan rezim Israel agar tidak melanjutkan pelanggaran perjanjian gencatan senjata, dengan mencatat bahwa “Tidak ada aturan atau jadwal khusus untuk tindakan perlawanan.”
“Kesepakatan kami hanya mengenai wilayah selatan Sungai Litani,” katanya lebih lanjut.
“Kesabaran kami selama kesepakatan ini bergantung pada perilaku musuh, dan kesabaran kami mungkin akan habis sebelum gencatan senjata 60 hari,” katanya.
Cuplikan video “Our Mountains, our treasures” yang ditayangkan oleh media militer Hizbullah Lebanon, yang mengungkap fasilitas Imad 4 di dalam terowongan Hizbullah pada 16 Agustus 2024. (X/Telegram/Hizbullah)
Kekuatan Hizbullah Pulih
Adapun Hizbullah diklaim sudah pulih kembali setelah eks Sekjen Hizbullah Hassan Nasrallah dibunuh Israel tahun lalu.
“Melalui perlawanan, sudah terbukti bahwa kita tidak akan mengizinkan musuh (Israel) memajukan agendanya,” kata Sheikh Naim Qassem yang menggantikan posisi Nasrallah dalam pidatonya hari Rabu, (1/1/2025), dikutip dari Press TV.
“Pemerintah Lebanon dan masyarakat internasional bertanggung jawab melawan aksi agresi yang kini terjadi terjadi (terhadap Lebanon).”
Dia mengatakan Hizbullah telah melawan agenda ekspansionis Israel. Lalu, Nassem menyebut kelompok perlawanan itu kini “tumbuh” dan telah “memulihkan diri”.
Menurut dia, saat ini militer Israel membunuh makhluk apa pun di Gaza dan menghancurkan semua bangunan di sana hingga rata dengan tanah.
Sebelumnya, media terkenal asal Amerika Serikat (AS), The New York Times, dalam salah satu artikelnya pernah mempertanyakan apakah Hizbullah mampu bangkit setelah Nasrallah tewas dibunuh Israel.
Para pakar di AS mengatakan tewasnya Hizbullah merupakan pukulan besar bagi Hizbullah. Namun, mengesampingkan Hizbullah akan menjadi hal yang gegabah dan bahkan bisa menjadi kesalahan.
Israel belum bisa mendapatkan kemenangan besar di Gaza meski sudah lama melawan Hamas.
Kelompok Palestina itu memiliki jaringan terowongan yang membingungkan pasukan Israel.
Faktanya, Hamas mempelajari terowongan dari Hizbullah. Pejabat AS mengatakan Israel telah menyerang jaringan terowongan Hizbullah, tetapi hanya membuahkan hasil minim.
Mayjen Yaacov Ayish, eks komandan operasi IDF, mengakui bahwa penghancuran terowongan di Lebanon adalah proses yang rumit dan memerlukan bom berukuran besar.
Sementara itu, narasumber yang dekat dengan Hizbullah pernah mengakui bahwa kematian Nasrallah memang pukulan besar bagi Hizbullah. Namun, Hizbullah masih punya kemampuan untuk memulihkan diri.
Dia mengatakan salah satu kekuatan atau kelebihan Hizbullah ialah strukturnya yang terdesentralisasi, tak hanya terhubung dengan satu pemimpin.
“Hierarki Hizbullah masih eksis, lembaganya masih ada, dan berbagai pemimpin di beragam wilayah di Lebanon masih ada. Karena itu, Hizbullah bisa memulihkan diri,” katanya pada bulan September 2024.
“Tahapan selanjutnya bagi Hizbullah adalah membangun kembali dan mereorganisasi kelompok itu dengan generasi kedua dan ketiga dari anggota yang tidak dibunuh oleh Israel.”
Adapun saat ini Hizbullah dan Israel sedang memberlakukan gencatan senjata senjata selama 60 hari.
Seorang pria menunjuk puing-puing dan reruntuhan di pinggiran selatan Beirut pada 27 November 2024 saat orang-orang kembali untuk memeriksa rumah mereka setelah gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah berlaku. (AFP/IBRAHIM AMRO)
Hamas bangkit
Target utama Israel di Gaza, yakni Hamas, dilaporkan bangkit lagi. The Jerusalem Post dan Channel 12 menyampaikan bahwa Hamas merekrut personel baru.
Channel 12 menyebut Hamas dan kelompok Jihad Islam disebut memiliki 20.000 hingga 23.000 pejuang, sedangkat The Jerusalem Post mengklaim jumlah pejuang Hamas mencapai sekitar 12.000 orang.
Menurut Pasukan Pertahanan Israel (IDF), pada awal perang jumlah pejuang Hamas mencapai 25.000 personel. IDF mengatakan ada 14.000 hingga 16.000 pejuang Hamas yang terluka.
Adapun The Jerusalem Post berujar ada lebih dari 6.000 warga Gaza yang ditahan Israel saat perang.
Sementara itu, narasumber militer Israel di Komando Selatan mengklaim Hamas telah merekrut ribuan juru tempur baru untuk sayap militernya, yakni Brigade Al-Qassam.
Kepada media Israel bernama Walla, narasumber itu menyinggung dua sosok penting di Jalur Gaza.
Keduanya ialah Muhammad Sinwar atau Abu Ibrahim (saudara eks Kepala Biro Politik Hamas Yahya Sinwar) dan Izz ad-Din al-Haddad atau Abu Suhaib.
Muhammad Sinwar disebut telah mengambil alih pasukan di Gaza selatan, terutama di Khan Younis.
Sementara itu, al-Haddad mengepalai Al-Qassam dan sebelumnya pernah menjadi anggota dewan militer.
Seorang petempur Hamas dalam jaringan terowongan yang menjadi infrastruktur utama milisi perlawanan menghadapi keunggulan pasukan Israel dalam perang Gaza. Setelah 11 bulan perang pecah, Israel belum juga berhasil mencapai target perang, satu di antaranya gegara faktor terowongan Hamas ini. (khaberni)
Sejak perang di Gaza meletus tanggal 7 Oktober 2023, keduanya berhasil menghindari intelijen Israel.
Menurut narasumber di Komando Selatan, Sinwar dan al-Haddad beroperasi secara terpisah. Metode operasi masing-masing juga tidak seperti biasanya.
Adapun di dalam militer Israel muncul beragam opini tentang seberapa jauh kehancuran yang mendera Brigade Al-Qassam dan kebangkitan brigade itu selama setengah tahun belakangan.
Menurut narasumber itu, para pejuang Hamas yang berhasil lari dari Pasukan Pertahanan Israel (IDF) kini berkumpul di dua area utama.
Disebutkan pula, dalam beberapa bulan terakhir para pejuang itu mulai berkumpul di bangunan yang dibuat Hamas.
Ada panglima baru, pelatihan, dan perubahan metode tempur untuk melawan operasi IDF. Mereka membangun garis pertahanan baru.
Divisi 162 Israel disebut telah menghancurkan garis-garis pertahanan di Jabalia selama dua bulan lalu.
“Sinwar dan al-Haddad sangat berhati-hati agar tidak memperlihatkan diri mereka,” kata narasumber yang mengetahui hal itu.