Jakarta, Beritasatu.com – Wacana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun depan menuai protes dan polemik yang berkepanjangan. Kebijakan ini dipandang akan berdampak negatif, khususnya pada daya beli masyarakat.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Telisa Aulia Falianty, menyatakan bahwa jika pemerintah tidak melakukan mitigasi yang tepat terhadap dampak negatif kebijakan ini, hal tersebut dapat menimbulkan kecemasan di kalangan masyarakat. Salah satu dampaknya adalah penurunan konsumsi rumah tangga, yang berkontribusi lebih dari 50% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
“Terutama dampak langsung bagi konsumsi rumah tangga, yang telah mengalami pelambatan, dari 5,22% pada kuartal I 2023 menjadi 4,91% di kuartal III 2024. Peningkatan PPN dikhawatirkan akan semakin menekan daya beli masyarakat, terutama pada kelompok berpenghasilan rendah,” ujar Telisa dalam wawancara dengan Beritasatu.com, Kamis (5/12/2024).
Telisa juga menyampaikan bahwa sektor ritel dan industri menghadapi tekanan berat akibat menurunnya daya beli. Penurunan ini berdampak pada lemahnya penjualan barang tahan lama, sementara sektor manufaktur menunjukkan kontraksi, terlihat dari Purchasing Manager Index (PMI) yang turun ke angka 48,9 pada 2024.
“Akibatnya, lebih dari 64.000 pekerja diprediksi akan kehilangan pekerjaan pada akhir tahun ini. Dalam konteks global, kenaikan PPN menjadi 12 persen juga akan meningkatkan biaya produksi domestik yang akhirnya menurunkan daya saing ekspor hingga -1,41%,” tambah Telisa.
Selain itu, Telisa memprediksi bahwa kenaikan PPN akan mendorong inflasi sebesar 0,97%, yang dirasakan paling berat oleh masyarakat miskin, mengingat proporsi pengeluaran konsumsi mereka lebih besar dibandingkan pendapatan. Tanpa adanya kompensasi yang memadai, kebijakan ini berpotensi memperburuk kesenjangan sosial dan ekonomi di Indonesia.
“Meski kebijakan ini bertujuan untuk memperbaiki ketahanan fiskal, risiko terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat harus menjadi perhatian serius,” tegasnya.
Telisa menilai, meskipun kenaikan PPN menjadi 12 persen merupakan langkah strategis pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara dan memperkuat ketahanan fiskal, dampaknya pada daya beli masyarakat, inflasi, dan sektor industri tidak dapat diabaikan.