Gunung Gamalama, Mahkota Alam Ternate nan Menjulang dalam Lintasan Sejarah

Gunung Gamalama, Mahkota Alam Ternate nan Menjulang dalam Lintasan Sejarah

VOC Belanda yang kemudian menggantikan dominasi Portugis juga mencatat letusan-letusan Gamalama dalam arsip mereka, karena setiap letusan memiliki dampak langsung terhadap kehidupan penduduk, jalur perdagangan, dan kondisi sosial-politik di pulau tersebut.

Letusan terbesar tercatat terjadi pada tahun 1775 dan beberapa kali di abad ke-20 dan 21, menyebabkan kerusakan dan korban jiwa, namun juga membentuk hubungan unik antara manusia Ternate dengan gunung yang mereka anggap sebagai entitas hidup dan sakral.

Dalam budaya lokal, Gunung Gamalama dipandang sebagai makhluk agung yang harus dihormati, dijaga, dan dimintai izin dalam setiap aktivitas besar yang melibatkan alam. Lebih dari sekadar fenomena alam, Gunung Gamalama adalah simbol keagungan, daya cipta, dan sekaligus daya rusak yang ditakuti namun dicintai oleh masyarakat Ternate.

Gunung ini menjadi bagian dari narasi sejarah yang lebih besar: dari zaman kejayaan Kesultanan Ternate yang menguasai jalur perdagangan cengkeh di Asia Tenggara, hingga masa kolonial ketika Portugis dan Belanda membangun benteng-benteng di sekeliling kaki gunung untuk mengamankan kepentingan ekonomi dan militer mereka.

Letusan Gamalama yang tercatat secara rutin selama masa kolonial bahkan menjadi semacam penanda waktu dalam kronik sejarah Maluku. Hari ini, Gamalama masih tetap aktif, dan aktivitasnya dipantau ketat oleh Badan Vulkanologi Indonesia.

Namun bagi masyarakat setempat, gunung ini bukanlah ancaman semata, melainkan penjaga pulau dan lambang kekuatan leluhur. Upacara adat pun terkadang dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada roh Gamalama, untuk meminta perlindungan dan keberkahan dari alam yang mereka yakini sebagai bagian dari kehidupan spiritual sehari-hari.

Di tengah arus pariwisata yang mulai berkembang di Maluku Utara, Gunung Gamalama menjadi magnet utama bagi wisatawan yang mencari pengalaman alam dan sejarah yang autentik.

Keindahan lerengnya yang hijau, kekayaan sejarah di sekitarnya, serta cerita-cerita mistis yang masih hidup dalam memori kolektif masyarakat Ternate menjadikan gunung ini sebagai destinasi yang tak hanya menawarkan panorama, tetapi juga pelajaran hidup.

Setiap langkah di kaki Gamalama adalah perjalanan menyusuri jejak masa lalu, dari benteng-benteng tua peninggalan kolonial, pemukiman adat, hingga kebun cengkeh yang mewangi sepanjang jalan. Gunung ini mengajarkan bahwa keindahan tidak selalu hadir dalam bentuk yang jinak, melainkan sering kali menyatu dengan kekuatan dahsyat yang justru membentuk kehidupan.

Maka dari itu, Gunung Gamalama bukan hanya puncak tertinggi di Ternate, tetapi juga puncak dari seluruh cerita tentang kekayaan alam, spiritualitas, dan sejarah panjang yang membentuk identitas Maluku hingga hari ini.

Penulis: Belvana Fasya Saad