Gugatan Warga Pulau Pari Ditolak PTUN meski Sertifikat Dinilai Cacat Administrasi Megapolitan 29 November 2025

Gugatan Warga Pulau Pari Ditolak PTUN meski Sertifikat Dinilai Cacat Administrasi
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        29 November 2025

Gugatan Warga Pulau Pari Ditolak PTUN meski Sertifikat Dinilai Cacat Administrasi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Bobby, warga Pulau Pari, Kepulauan Seribu, mengungkapkan masyarakat setempat pernah mengajukan gugatan terhadap penerbitan sertifikat lahan. Namun, gugatan yang diajukan ke PTUN Jakarta Timur itu akhirnya ditolak.
“Dan baru kemarin, kalau nggak salah, putusan kami untuk PTUN. Ya, kami waktu itu berharap bahwa dengan kami menggugat ke PTUN di Jakarta Timur itu, kami mendapatkan, dikabulkan atau dimenangkan,” kata Bobby dalam sesi diskusi publik Peringatan Hari HAM di LBH Jakarta, Sabtu.
“Ternyata kami kalah. Enggak tahu sebabnya apa, karena kalah gitu kan,” sambung dia.
Bobby menjelaskan, langkah hukum tersebut diambil karena warga menduga penerbitan sertifikat
hak milik
(SHM) yang berada di
Pulau Pari
cacat administrasi.
Temuan serupa sebelumnya juga disampaikan Ombudsman Jakarta setelah melakukan investigasi selama dua tahun.
“Bahwa terbitnya SHM atau SGB di Pulau Pari, yang dimiliki oleh perusahaan itu, malaadministrasi cacat hukum,” ujar Bobby.
Ia menyebut, warga telah menyerahkan bukti-bukti selama proses persidangan. Karena itu, penolakan gugatan membuat masyarakat Pulau Pari semakin khawatir terhadap masa depan ruang hidup mereka.
Menurut dia, aktivitas yang dulu bebas dilakukan, seperti menepi ke pulau kosong, kini tidak lagi bisa dilakukan.
“Sekarang pun enggak bisa lagi. Dan ruang-ruang gerak itu sudah dibatasi oleh mereka,” kata dia.
Ia menambahkan, kondisi itu berdampak langsung pada penghasilan para nelayan di Pulau Pari. Hasil tangkapan disebut turun drastis dalam beberapa tahun terakhir.
“Yang tadinya hasil tangkapan kami, misalkan 100.000, bisa dikatakan cuma 30.000, artinya mengurang,” ujar Bobby.
Selain persoalan gugatan yang ditolak, Bobby juga mengaku pernah mengalami kriminalisasi saat memperjuangkan hak warga. Ia pernah ditahan selama 19 hari akibat penolakannya terhadap dugaan perampasan lahan dan laut di Pulau Pari.
“Bahkan saya sendiri, orang yang sudah pernah ditahan di Polres Jakarta Utara selama 19 hari,” kata dia.
Sebelumnya, Bobby, warga Pulau Pari di Kepulauan Seribu, menyampaikan bahwa masyarakat di pulau tersebut telah mengalami dugaan perampasan ruang hidup selama puluhan tahun.
“Bukan cuma di daratannya, di Jakarta lah khususnya gitu kan. Tapi saya, kami di Pulau Seribu pun sama mengalami hal yang sama,” kata Bobby dalam sesi diskusi, Sabtu (29/11/2025).
Warga yang sudah menetap selama delapan generasi itu sejak lama memiliki girik dan membayar ipeda sebagai bukti administrasi lahan. Namun pada awal 1990-an, dokumen tersebut ditarik oleh pemerintah dengan janji akan diganti sertifikat hak milik.
Sertifikat yang dijanjikan tak pernah diberikan, sementara kemudian diketahui justru berpindah ke pihak lain dan menjadi dasar legalitas perusahaan.
“Di tahun 90-an, kalau enggak salah, 1992, itu ditarik oleh pemerintahan yang katanya bakal diganti dengan SHM,” kata dia.
Warga melakukan perlawanan dan mengadukan kasus tersebut ke berbagai lembaga, termasuk Ombudsman Jakarta, yang kemudian menemukan adanya dugaan malaadministrasi dalam penerbitan sertifikat lahan.
“Bahwa terbitnya SHM di Pulau Pari, yang dimiliki oleh perusahaan itu, malaadministrasi cacat hukum,” kata Bobby.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.