Grup Musik: Naif

  • Pemerintah Arab Saudi siapkan pengamanan untuk menjaga kemanan dan kenyamanan jamaah haji 2025

    Pemerintah Arab Saudi siapkan pengamanan untuk menjaga kemanan dan kenyamanan jamaah haji 2025

    Minggu, 1 Juni 2025 16:15 WIB

    Petugas keamanan pemerintah Kerajaan Arab Saudi mengikuti apel pasukan pengamanan haji 2025 di Arafah, Provinsi Makkah, Arab Saudi, Sabtu (31/5/2025). Apel yang dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Saud bin Naif bin Abdulaziz tersebut untuk memastikan kesiapsiagaan dalam pengamanan prosesi haji 2025. ANTARA FOTO/Ahmad Faisal/YU

    Petugas keamanan pemerintah Kerajaan Arab Saudi melakukan aksi ketangkasan di atas kendaraan bemotor saat apel pasukan pengamanan haji 2025 di Arafah, Provinsi Makkah, Arab Saudi, Sabtu (31/5/2025). Apel yang dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Saud bin Naif bin Abdulaziz tersebut untuk memastikan kesiapsiagaan dalam pengamanan prosesi haji 2025. ANTARA FOTO/Ahmad Faisal/YU

    Petugas keamanan pemerintah Kerajaan Arab Saudi mengikuti apel pasukan pengamanan haji 2025 di Arafah, Provinsi Makkah, Arab Saudi, Sabtu (31/5/2025). Apel yang dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Saud bin Naif bin Abdulaziz tersebut untuk memastikan kesiapsiagaan dalam pengamanan prosesi haji 2025. ANTARA FOTO/Ahmad Faisal/YU

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Meneguhkan peran media dalam menyuarakan isu kawasan

    Meneguhkan peran media dalam menyuarakan isu kawasan

    Di tengah era digital yang kerap menukar kedalaman dengan kecepatan dan menggantikan verifikasi dengan viralitas, EAMC menawarkan sesuatu yang justru langka, yakni ruang untuk berpikir, menyimak, dan menyelami kompleksitas zaman.

    Jakarta (ANTARA) – Dalam dunia yang ditandai oleh ketidakpastian, polarisasi informasi, dan meningkatnya ketegangan geopolitik, jurnalisme tidak lagi hanya berperan sebagai penyampai kabar.

    Ia menjadi medan pertarungan gagasan, arena etik, dan bahkan dalam banyak kasus, satu-satunya ruang publik yang masih berani merawat kebenaran.

    Di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara, yang tengah bergerak cepat menuju integrasi ekonomi namun sekaligus rapuh oleh retakan politik dan lingkungan, peran media bukan sekadar penting, ia menentukan arah sejarah.

    Maka penyelenggaraan East Asia Media Caucus (EAMC) oleh Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) tidak datang begitu saja.

    Ia muncul dari kesadaran yang mendalam bahwa media, bila dibekali dengan pengetahuan dan jejaring lintas disiplin, dapat menjadi fondasi moral dan intelektual kawasan ini.

    Di tengah era digital yang kerap menukar kedalaman dengan kecepatan, dan menggantikan verifikasi dengan viralitas, EAMC menawarkan sesuatu yang justru langka yakni ruang untuk berpikir, menyimak, dan menyelami kompleksitas zaman.

    Pertemuan ini tidak hanya mempertemukan jurnalis dan pakar. Ia mempertemukan dua dunia yang sering terpisah, dunia narasi dan dunia kebijakan.

    Chief Operating Officer ERIA Toru Furuichi mengatakan, peran jurnalis sangat penting dalam membantu masyarakat memahami isu-isu kompleks dan menjembatani komunikasi antara publik dan pembuat kebijakan.

    Ketika dunia yang bekerja dengan bahasa manusia disatukan dalam forum seperti ini bersama dunia yang sibuk dengan rumus, strategi, dan data, lahirlah kemungkinan baru yaitu informasi yang bukan hanya faktual, tapi juga transformatif; bukan hanya benar, tetapi juga bermakna.

    Pembahasan isu Myanmar misalnya, bukan semata-mata soal instabilitas politik atau kekerasan militer.

    Ia juga tentang bagaimana krisis satu negara dapat menjalar secara sistemik ke negara-negara lain melalui migrasi, perdagangan, jaringan sosial, hingga narasi publik yang membentuk persepsi regional.

    Ketika jurnalis memahami itu tidak sebagai berita satu hari, tapi sebagai fenomena yang berlapis dan penuh implikasi, maka mereka mulai menulis bukan hanya untuk mengejar eksklusivitas, tetapi untuk menciptakan kesadaran kolektif.

    Di titik inilah jurnalisme melampaui dirinya sendiri sebagai profesi dan menjelma menjadi etika publik.

    Jurnalisme seperti itu tentu tidak lahir dalam ruang tertutup. Ia butuh ekosistem yang sehat, interaksi lintas sektor, dan yang sering dilupakan kemauan untuk belajar bersama.

    Inilah yang dibangun perlahan oleh ERIA melalui Media Welcome Day dan pembukaan akses ke dalam laboratorium-laboratorium pengetahuan mereka.

    Ketika pusat seperti Asia Zero Emission Center atau E-DISC diperkenalkan bukan hanya sebagai proyek, tapi sebagai visi bersama yang harus didebatkan dan dikritisi, maka media tidak ditempatkan sebagai penonton, tetapi sebagai mitra strategis dalam membentuk masa depan kawasan.

    Namun relasi antara media dan lembaga riset tidak pernah sederhana. Ada ketegangan laten yang mesti diakui bahwa media bekerja dengan waktu yang cepat, sementara riset berjalan lambat, media bicara dalam bahasa emosional yang mudah dipahami publik, sementara riset sering tenggelam dalam abstraksi dan istilah teknis.

    Di sinilah pentingnya forum seperti EAMC, yang tidak berpretensi menyelesaikan semua perbedaan itu, tapi berani membukakan ruang dialog yang jujur.

    Sebab ketika dialog dimulai dari kesediaan untuk mendengarkan, bukan dari keinginan untuk mendominasi, maka percakapan bisa berubah menjadi pembelajaran.

    Penafsir dunia

    Hal yang kerap terlupakan adalah bahwa wartawan bukanlah sekadar penyampai fakta. Mereka adalah penafsir dunia.

    Dalam tradisi jurnalisme yang matang, kerja wartawan adalah kerja intelektual yang memadukan observasi, penalaran, dan empati. Ketika jurnalis Indonesia bisa duduk berdampingan dengan jurnalis dari Laos, Jepang, atau Filipina, bukan hanya informasi yang mereka tukar.

    Senior Communications Advisor di ERIA Kavi Chongkittavorn juga percaya percaya bahwa media memiliki peran strategis dalam membentuk narasi publik yang sehat.

    Mereka saling memperkaya perspektif, memahami konteks sosial masing-masing, dan pada akhirnya mengikis prasangka yang sering dibangun oleh media yang tertutup pada lintas budaya.

    Di sini, solidaritas kawasan tidak dibentuk oleh kesepakatan politik, melainkan oleh perjumpaan manusia yang tulus.

    Tentu kita tidak naif. Forum seperti ini bukan tanpa keterbatasan. Tidak semua media memiliki kebebasan yang sama. Tidak semua jurnalis bekerja dalam lingkungan yang suportif.

    Bahkan dalam forum seperti EAMC pun, ada ketimpangan representasi yang bisa menyulitkan dialog setara.

    Tetapi semua juga tahu, bahwa perubahan besar sering kali berawal dari pertemuan-pertemuan kecil yang jujur.

    Dan mungkin inilah kontribusi terbesar EAMC yaitu menciptakan ruang, bukan hanya untuk berbagi data, tetapi juga untuk saling melihat dan memahami.

    Pada akhirnya, pertanyaan mendasarnya bukan apakah media bisa berperan dalam membentuk masa depan kawasan.

    Pertanyaannya adalah apakah masyarakat, sebagai komunitas kebijakan dan pengetahuan, bersedia mempercayakan masa depan itu juga pada mereka?

    Apakah kita bersedia mengubah relasi kita dengan media, dari relasi instrumen menjadi relasi kolaboratif?

    Dan apakah kita cukup rendah hati untuk menerima bahwa jurnalis bukan hanya mereka yang melaporkan apa yang terjadi, tetapi juga mereka yang bisa membayangkan dunia yang belum ada?

    Jika jawabannya ya, maka forum seperti EAMC bukan hanya penting untuk diadakan sekali dalam setahun.

    Ia harus menjadi kultur baru dalam hubungan antara pengetahuan dan komunikasi, antara kebijakan dan publik, antara data dan cerita.

    Sebab pada akhirnya, masa depan kawasan ini tidak akan ditentukan hanya oleh para pemimpin atau ekonom.

    Tetapi akan ditentukan oleh bagaimana semua, termasuk para jurnalis, memilih untuk memahami, menyampaikan, dan membentuk dunia bersama.

    Copyright © ANTARA 2025

  • Niat Mulia Gagal Terwujud, PLN Tolak Uang Donasi untuk Masruroh, Pedagang Jombang Ancam Gelar Aksi – Halaman all

    Niat Mulia Gagal Terwujud, PLN Tolak Uang Donasi untuk Masruroh, Pedagang Jombang Ancam Gelar Aksi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sejumlah Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jombang, Jawa Timur, turut prihatin dengan kondisi Masruroh (61).

    Pasalnya, Masruroh mendapatkan tagihan listrik dari PLN sebesar Rp 12,7 juta.

    Selain itu, janda penjual gorengan keliling itu juga dituduh mencuri listrik.

    Maka dari itu, para pedagang berinisiatif membuka donasi untuk membantu Masruroh melunasi tagihan listriknya.

    Para pedagang itu sempat mengunjungi Kantor PLN ULP Jombang pada Jumat (25/4/2025) lalu.

    Pada Senin (28/4/2025), mereka kembali datang dengan membawa sejumlah uang hasil penggalangan dana para pedagang yang berhasil terkumpul senilai Rp 5.120.500.

    Namun, bukannya diterima, donasi tersebut justru ditolak oleh pihak PLN.

    Mereka bahkan sempat adu argumen dengan petugas keamanan akibat pembatasan jumlah orang yang diizinkan masuk ke kantor.

    Meski sempat dicegah, para pedagang tetap bersikeras menyerahkan seluruh hasil donasi dari ratusan anggota Serikat Pedagang Kaki Lima (Spekal) Jombang.

    Ketua Spekal Jombang, Joko Fattah Rohim menyampaikan bahwa seluruh uang donasi akan diserahkan untuk membantu Masruroh membayar tagihan listrik.

    Diketahui, uang yang dikumpulkan sejak Jumat (25/4/2025) itu, merupakan hasil sumbangan dari pada pedagang yang ikut bersimpati atas kasus yang menimpa Masruroh.

    Namun, menurutnya, pihak PLN menolak mereka dengan alasan tidak memenuhi prosedur yang berlaku.

    “Ini kami ditolak, kata manajemen, mereka tidak mau menerima karena prosedurnya tidak boleh. Kami sangat kecewa dengan sikap manajemen yang seperti ini,” ucap Fattah.

    Ia menyampaikan bahwa niat para pedagang sebenarnya tulus, yakni ingin membantu meringankan beban Masruroh.

    Namun, respons dari manajemen PLN membuat mereka hanya bisa pasrah dan menyampaikan kekecewaan.

    “Kami ke sini tidak ingin apa-apa, hanya ingin membantu ibu Masruroh. Kami ingin memberi, tapi tadi tidak diterima. Alasannya tidak jelas, katanya prosedur mereka tidak mengizinkan,” tutur Fattah, dikutip dari Surya.co.id.

    Fattah menambahkan, pihak pedagang wajar merasa tersinggung dengan sikap manajemen PLN yang enggan menerima donasi tersebut.

    Karena itu, ia menyatakan akan menggerakkan massa untuk melanjutkan aksi protes.

    “Langkah selanjutnya, mungkin kami akan turun jalan ke PLN. Karena seperti masyarakat kecil ini perlu dilindungi haknya, jangan terus dipersulit, kasihan,” pungkas Fattah. 

    Sebelumnya, PT PLN (Persero) menjelaskan mengenai kasus tagihan listrik rumah Masruroh.

    Dalam keterangan resminya, Manager PT PLN (Persero) Unit Layanan Pelanggan (ULP) Jombang, Dwi Wahyu Cahyo Utomo, mengatakan tagihan listrik sebesar Rp 12,7 juta yang dikenakan kepada pelanggan atas nama Naif Usman/Masruroh sudah sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. 

    Dwi Wahyu menyampaikan bahwa pada tahun 2022, pelanggan tersebut dikenakan sanksi Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) akibat melakukan pelanggaran berupa penyambungan listrik langsung tanpa menggunakan meteran resmi.

    “Dua belah pihak, untuk penyelesaian termasuk tagihan sudah disepakati bersama. Penyelesaian termasuk tagihan harus dibayarkan yakni senilai Rp 19 juga dengan metode angsuran 12 kali,” ucapnya pada Senin (28/4/2025).  

    Sebagai bagian dari perjanjian, pelanggan sempat membayar uang muka sebesar Rp 3,8 juta pada September 2022.

    Namun, sejak Oktober 2022, pelanggan tidak lagi melanjutkan pembayaran angsuran, sehingga pada Desember 2022 PLN membongkar kWh meter di rumah tersebut.

    Kemudian, saat melakukan pemeriksaan rutin pada Juli 2024, PLN kembali menemukan pelanggaran di lokasi yang sama, di mana petugas mendapati adanya levering, yaitu aliran listrik tegangan rendah yang disambungkan ke tempat lain (Persil lain) tanpa izin.

    “Dari hasil pemeriksaan aliran listrik pada bulan Juli 2024, PLN mendapati pelanggan melakukan levering atau sambungan listrik tegangan rendah yang menyalurnya ke Persil lain,” ungkapnya. 

    Mengingat tindakan tersebut berpotensi membahayakan keselamatan umum, PLN langsung melakukan pengamanan terhadap sambungan ilegal tersebut. 

    Pihak PLN juga mengaku telah berkoordinasi langsung dengan pelanggan terkait penanganan sambungan tersebut.

    Sebagian artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul Uang Sumbangan untuk Bayar Tagihan Listrik Janda Penjual Gorengan di Jombang Ditolak PLN 

    (Tribunnews.com/Falza) (Surya.co.id/Pipit Maulidiya/Anggit Puji Widodo)

  • Datangi Rumah Duka Bunda Iffet, Rano Karno Sampaikan Belasungkawa – Page 3

    Datangi Rumah Duka Bunda Iffet, Rano Karno Sampaikan Belasungkawa – Page 3

    Kabar duka menyelimuti keluarga besar Slank dan pencinta musik Indonesia. Bunda Iffet, ibunda dari drummer Slank, Bimbim Slank, telah meninggal dunia pada Sabtu, 26 April 2025, pukul 22.42 WIB di usia 87 tahun.

    Bunda Iffet dirawat di rumah sakit sejak tiga hari sebelumnya, tepatnya tanggal 22 April 2025, sebelum akhirnya mengembuskan napas terakhirnya. Kabar duka ini disampaikan melalui berbagai platform media sosial oleh keluarga, kerabat, dan rekan musisi, termasuk Armand Maulana dan David Bayu.

    Banyak ucapan belasungkawa dan doa mengalir dari berbagai kalangan, baik dari sesama musisi, publik figur, hingga penggemar Slank yang turut bersimpati atas kepergian Bunda Iffet

    Berbagai ungkapan duka cita disampaikan oleh rekan-rekan musisi dan tokoh publik melalui media sosial. Armand Maulana, vokalis Gigi, mengungkapkan rasa kehilangannya yang mendalam atas kepergian Bunda Iffet. Ia mengenang kebaikan dan dukungan Bunda Iffet selama ini, bahkan menyebutnya sebagai sosok yang seperti pengganti ibunya sendiri. 

    David Bayu, mantan vokalis Naif, juga menyampaikan ucapan duka cita melalui akun media sosialnya. “Turut berdukacita utk Bunda Iffet Slank semoga damai di sisi Allah,” tulisnya.

    Adib Hidayat, pemerhati musik, turut menyampaikan duka cita mendalam atas berpulangnya Bunda Iffet melalui akun X miliknya. Banyak pihak yang turut berduka cita atas kepergian sosok yang dikenal baik dan ramah ini.

     

  • Rumah Duka Bunda Iffet di Markas Slank Jalan Potlot Didatangi Kerabat hingga Musisi – Page 3

    Rumah Duka Bunda Iffet di Markas Slank Jalan Potlot Didatangi Kerabat hingga Musisi – Page 3

    Kabar duka datang dari keluarga besar Slank. Bunda Iffet, ibunda dari drummer Slank, Bimbim Slank, meninggal dunia, Sabtu (26/4).

    Bunda Iffet dirawat di rumah sakit sejak tiga hari lalu, tepatnya pada tanggal 22 April 2025. Ia meninggal dunia di usia 87 tahun. 

    “Duka cita mendalam atas berpulangnya Bunda Iffet, ibu dari Bimbim @slankdotcom pada Sabtu 26 April 2025 dalam usia 87 tahun,” tulis Pemerhati Musik, Adib Hidayat, di akun X @AdibHidayat.

    Ucapan dukacita juga disampaikan mantan vokalis Naif, David Bayu dan frontman Gigi, Armand Maulana.

    “Turut berdukacita utk Bunda Iffet Slank semoga damai di sisi Allah,” tulisnya di akun X @davidbayu.

    “Ya Allah Bundaaaaaa..Innalillahi Waina Ilaihi Rojiun Allahumagfirlaha Warhamha Wa’afiha Wafuanha..Al Fatihah..Ya Rabb..Bunda Ifet adalah orang terbaik yg saya pernah kenal..di hampir setiap @gigibandofficial onstage bareng @slankdotcom pasti bunda selalu nonton di pinggir stage dari awal Gigi maen sampe selesai setelah itu pasti meluk saya..Bunda seperti pengganti almarhumah ibu saya yg menunggu anaknya sedang kerja di sebuah panggung..makasih Bunda..selalu support saya @gigibandofficial In Shaa Allah jannah menunggu Bunda Aamiin Ya Rabbal Allamin #armandmaulana #bundaiffet #slank #slankersindonesia,” tulis Armand di akun Instagramnya.

    Kabar duka juga dibagikan istri Kaka Slank, Natascha Satriaji, melalui Instagram Story-nya. Dalam unggahan itu, Natascha membagikan foto alat medis terakhir yang digunakan sang bunda.

    “Terima kasih bunda Iffet yang selalu ada buat kami, Innalillahi wainnailaihi rojiun,” tulis Natascha lewat akun @mataschaule, dikutip Sabtu (26/4/2025).

    Rencananya, Bunda Iffet akan dimakamkan di TPU Karet Bivak blok AA1 blad 042 pada Minggu 27 April 2025.

  • Kerja Makin Berat, Muncul Fenomena ‘Manusia Tikus’ di China

    Kerja Makin Berat, Muncul Fenomena ‘Manusia Tikus’ di China

    Jakarta

    Frasa ‘manusia tikus’ belakangan sedang menjadi tren viral di kalangan pekerja milenial dan gen Z yang menganggur di China. Sebutan ini muncul sebagai bentuk protes tuntutan kerja yang makin berat.

    Seperti dikutip dari Business Insider, para pekerja muda ini dengan bangga mengatakan bahwa mereka menghabiskan waktu seharian di tempat tidur, menjelajahi internet, dan makan di luar.

    Fenomena sosial ini adalah versi ekstrem dari gerakan counterculture (kontra-budaya) ‘lying flat’ (berbaring datar) yang dipopulerkan oleh anak-anak muda di China saat mereka memprotes kebijakan 72 jam kerja per minggu yang melelahkan dan budaya teknologi ‘996’ yang membuat para karyawan bekerja dari jam 9 pagi hingga 9 malam, enam hari seminggu.

    “Saya tidak malu menjadi manusia tikus. Saya membela mereka,” kata seorang perempuan muda dalam postingan montase yang menggambarkan hari ke-83 dirinya bersantai di kamar tidurnya.

    Dia membagika video di RedNote, aplikasi berbagi foto yang populer di kalangan pengguna perempuan di China.

    “Setelah tiga tahun bekerja keras, akhirnya saya berhasil membuat orang tua saya sadar bahwa memiliki pekerjaan tidak membuat saya kaya,” tambahnya.

    Budaya Tandingan China yang Sudah Punah

    Gerakan lying flat telah mengalami berbagai bentuk selama bertahun-tahun. Protes ini melibatkan orang dewasa muda yang mengatakan bahwa mereka menyerah dengan membiarkan diri tidak melakukan apa-apa, sedangkan yang lain pasrah hidup sebagai ‘anak-anak penuh waktu’ yang bergantung pada orang tua mereka.

    Setelah pandemi, lying flat menjadi makin populer di media sosial sehingga memicu kekhawatiran di China mengingat pemerintahnya sedang mencoba mengembalikan kesehatan perekonomiannya yang hancur.

    Namun, menjadi bagian dari ‘manusia tikus’ berarti lebih dari sekadar berdiam diri atau menyerah. “Berbaring telentang berarti: ‘Saya mungkin tidak melakukan apa pun, tidak bekerja dari jam 9 sampai jam 5, tetapi tetap melakukan hal-hal yang saya sukai,’” kata Ophenia Liang, direktur Digital Crew, sebuah agensi pemasaran yang berfokus di Asia.

    “Para manusia tikus ingin menjadi kebalikan dari orang-orang yang kerap dipamerkan di internet yang menggambarkan diri sebagai orang disiplin dan glamor yang pergi ke pusat kebugaran,” katanya.

    Banyak unggahan ‘manusia tikus’ yang, dalam arti tertentu, merupakan antitesis dari rutinitas influencer yang mungkin Anda temukan di media sosial.

    Perubahan Nasib Antar Generasi

    Tren ‘manusia tikus’ terutama tentang sikap, tetapi kondisi ekonomi tertentu memungkinkan hal itu terjadi. Generasi Milenial dan gen Z adalah generasi pertama di China yang mampu tetap menganggur dan tetap bertahan hidup, kata Liang.

    “Banyak orang tua mereka yang lahir pada tahun 60-an hingga 70-an dan mendapat keuntungan dari pertumbuhan ekonomi China, jadi mereka punya sejumlah tabungan,” kata Liang.

    “Ini adalah perlambatan ekonomi pertama yang dialami generasi muda ini di China. Mereka tidak sekuat orang-orang yang lahir pada tahun 60-an atau 70-an. Jadi, sebagian dari mereka memiliki sentimen seperti ini: ‘Untuk apa berusaha keras?’,” jelasnya.

    Melambatnya Perekonomian China

    Perekonomian China yang melambat dan lingkungan profesional yang kompetitif telah membuat banyak anak mudanya merasa putus asa. Rata-rata anak muda di China bersaing dengan pasar kerja yang lebih sulit dan lebih menuntut dibandingkan zaman orang tua mereka.

    Tingkat pengangguran perkotaan di China untuk penduduk berusia antara 16 hingga 24 tahun mencapai 16,5% bulan lalu. Negara itu sempat berhenti melaporkan tingkat pengangguran kaum mudanya setelah mencapai rekor tertinggi sebesar 21,3% pada kuartal kedua di 2023.

    Biro Statistik Nasional China kembali menerbitkan statistik pada Januari 2024 setelah mengubah metodologinya untuk mengecualikan pelajar.

    Bahkan bagi mereka yang mendapatkan pekerjaan, budaya teknologi ‘996’ yang melelahkan di China telah memicu ekspektasi bahwa para pekerja menjalani jadwal sehari-hari yang berat.

    Rasa kecewa itu kemudian memicu munculnya gerakan lying flat pada 2021, sebuah penolakan terhadap budaya kompetitif demi gaya hidup yang lebih santai dan minimalis.

    Eric Fu, seorang peneliti senior di Youth Research Collective, Melbourne University, mengatakan bahwa maraknya tren media sosial yang mencela diri sendiri sebagai manusia tikus atau lying flat belum tentu merupakan hal yang buruk. Menurutnya, ini merupakan evolusi dari cara masyarakat negara tersebut memandang pekerjaan.

    “Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang mulai benar-benar mempertimbangkan pekerjaan yang benar-benar ingin mereka lakukan, dan makna hidup mereka. Hal ini juga menunjukkan bahwa masyarakat China telah menjadi lebih beragam,” kata Fu.

    Menurutnya, kelompok ini masih merupakan kelompok istimewa sampai taraf tertentu. Mereka memiliki kemewahan untuk melakukan ini, tetapi bukan berarti mereka hanya ingin menyia-nyiakan hidup mereka.

    “Mereka mungkin hanya ingin beristirahat sejenak. Akan sangat naif jika berasumsi orang-orang ini hanya ingin hidup seperti itu selamanya,” simpulnya.

    (rns/rns)

  • Tagihan Listrik Rp12,7 Juta, Kisah Masruroh Penjual Gorengan di Jombang – Halaman all

    Tagihan Listrik Rp12,7 Juta, Kisah Masruroh Penjual Gorengan di Jombang – Halaman all

    TRIBUNNEWS.com – Masruroh, seorang penjual gorengan keliling di Dusun Blimbing, Desa Kwaron, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, kebingungan setelah menerima tagihan listrik sebesar Rp12,7 juta.

    Ia mengaku tidak mungkin melunasi tagihan tersebut, mengingat penghasilannya sehari-hari hanya dari berjualan gorengan.

    Masruroh menerima tagihan listrik atas nama almarhum ayahnya, Naif Usman, melalui pesan WhatsApp menjelang Idulfitri 1446 H.

    Dalam pesan tersebut, tertera tagihan yang harus dibayar dan peringatan bahwa aliran listrik di rumahnya akan diputus jika tidak segera membayar.

    “Saya bayar pakai uang apa? Uang dari mana saya bisa bayar sebanyak itu?” keluh Masruroh pada Kamis, 24 April 2025.

    Penjelasan dari PLN

    Manager PLN Unit Layanan Pelanggan (ULP) Jombang, Dwi Wahyu Cahyo Utomo, menjelaskan bahwa pemutusan listrik di rumah Masruroh sudah sesuai prosedur.

    Masalah ini bermula sejak 2022, ketika daya listrik rumahnya bertambah dari 450 watt menjadi 2.200 watt tanpa pengukuran yang sah.

    PLN kemudian mengenakan denda dan tagihan susulan sebesar Rp19 juta kepada Masruroh.

    Meskipun awalnya setuju untuk mencicil, Masruroh tidak dapat melanjutkan pembayaran sejak Desember 2022.

    Setelah beberapa kali mengalami pemutusan listrik, Masruroh kembali mendapatkan tagihan Rp12,7 juta karena ditemukan sambungan listrik dari rumah tetangga.

    Namun, Dwi menegaskan bahwa masalah ini terjadi akibat kesalahpahaman.

    Setelah pertemuan, disepakati bahwa Masruroh dapat membayar sisa tagihannya secara cicilan selama 36 kali.

    “Sekarang ini sudah selesai masalahnya dengan PLN, tidak ada masalah apa-apa lagi,” ujar Masruroh.

    Dukungan dari Pedagang Lain

    Sebagai bentuk solidaritas, para pedagang di Jombang yang tergabung dalam Serikat Pedagang Kaki Lima (Spekal) menggalang dana untuk membantu Masruroh.

    Fattah dan rombongan juga berusaha menemui pimpinan DPRD Jombang dan pihak PLN untuk membahas masalah ini, namun tidak menemukan mereka di lokasi.

    “Kami tetap menggalang dana dan akan membantu Bu Masruroh,” tambahnya.

    Masruroh berharap dukungan ini dapat meringankan bebannya dan memulihkan keadaan setelah masalah tagihan listrik yang membingungkan ini.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Tagihan Listrik Rp12,7 Juta, Kisah Masruroh Penjual Gorengan di Jombang – Halaman all

    Terungkap Penyebab Penjual Gorengan di Jombang Nunggak Tagihan Rp12 Juta, Ayah Masruroh Curi Listrik – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Terungkap penyebab penjual gorengan asal Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Masruroh, bisa memiliki tunggakan tagihan pembayaran listrik hingga Rp12,7 juta.

    Pihak PT PLN (Persero) pun telah buka suara terkait peristiwa tersebut.

    Dikutip dari Tribun Jatim, ternyata Masruroh melakukan pencurian aliran listrik sehingga dijatuhi sanksi berupa denda.

    Lalu, akibat tidak membayar denda tersebut, maka aliran listrik di rumah Masruroh diputus.

    Manajer PLN Unit Layanan Pelanggan (ULP) Jombang, Dwi Wahyu Cahyo Utomo, menuturkan pihaknya telah melakukan penertiban terkait jaringan listrik di kediaman Masruroh pada 14 September 2022.

    Sementara, sosok yang melakukan pencurian listrik adalah ayah Masruroh bernama Naif Usman.

    “Ditemukan rumah yang ditempati Masruroh dengan nama pelanggan Naif Usman (ayah Masruroh) menyambung ke instalasi rumah tanpa melalui pengukuran dan pembatas daya,” kata Dwi dalam keterangannya, Sabtu (26/4/2025).

    Akibatnya, Masruroh dijatuhi tagihan susulan sebesar Rp19 juta. Dalam negosiasi yang terjadi, Masruroh pun setuju untuk menyicil tagihan tersebut.

    Lalu, Masruroh sempat melakukan pembayaran uang muka sebesar Rp3,8 juta. Namun, dirinya akhirnya menunggak cicilan sejak Desember 2022.

    Setelah itu, pihak PLN melakukan pemutusan aliran listrik di rumah Masruroh.

    Tak cuma sekali, masalah terkait aliran listrik di rumah Masruroh kembali terjadi pada Maret 2025 lalu.

    Adapun PLN menemukan adanya aliran listrik dari rumah atas nama Chusnul Cotimah yang mengalir dari kediaman Masruroh.

    PLN langsung mengamankan aliran listrik tersebut untuk mencegah bahaya.

    Masruroh Sudah Terima Penjelasan dari PLN, Bakal Cicil Tagihan 36 Kali

    Pertemuan antara PLN dan Masruroh pun telah digelar agar permasalahan ini segera selesai.

    Dalam pertemuan tersebut, akhirnya Masruroh menyanggupi untuk membayar sisa tagihannya dengan mencicil sebanyak 36 kali.

    Dia juga menegaskan segala masalah terkait aliran listrik dan tagihan terhadapnya sudah selesai.

    Di sisi lain, PLN juga akan memperbaiki aliran listrik di rumah Masruroh dengan memasang jaringan baru.

    “Terima kasih ke PLN, sekarang ini sudah selesai masalahnya dengan PLN, tidak ada masalah apa-apa lagi, sudah ada persetujuan, sudah ada solusinya yang bagus,” ujar Masruroh.

    Awal Mula Kasus

    Kasus ini bermula ketika Masruroh sempat mengeluhkan adanya tagihan listrik sebesar Rp12,7 juta atas nama ayahnya yaitu Naif Usman yang telah meninggal dunia sejak 1992 lalu.

    Mulanya, daya listrik di rumah Masruroh hanya 450 watt tetapi lalu bertambah menjadi 900 watt.

    Namun, usai suaminya meninggal tahun 2014, dia baru mengetahui listrik di rumahnya memiliki daya mencapai 2.200 watt.

    Setelah itu, Masruroh membagi rumah menjadi empat bagian untuk disewakan.

    Tiga bagian disewakan ke keluarga lain, sementara ia tinggal di bagian belakang rumah.

    Masalah mulai muncul pada 2022, ketika PLN menemukan dugaan pencurian listrik. Karena tidak mampu membayar denda besar, Masruroh pasrah listrik rumahnya diputus.

    Beberapa waktu ia menumpang listrik dari rumah tetangga.

    Namun, menjelang Idul Fitri 2025, ia kembali menerima tagihan Rp 12,7 juta dan kesulitan mengisi token di meteran tetangga yang menyuplai listrik ke rumahnya.

    Sebagian artikel telah tayang di Tribun Jatim dengan judul “Pantas PLN Santai usai Disoroti soal Tagihan Rp 12,7 Juta Penjual Gorengan, Masruroh: Terima Kasih”

    (Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Tribun Jatim/Ignatia)

  • Niat Mulia Gagal Terwujud, PLN Tolak Uang Donasi untuk Masruroh, Pedagang Jombang Ancam Gelar Aksi – Halaman all

    Kisah Sedih Janda Tua Miskin Dituduh Curi Listrik PLN, Didenda Rp 12,7 Juta: Saya Bayar Pakai Apa? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JOMBANG –  Masruroh syok.

    Janda tua di Jombang, Jawa Timur, tak habis pikir dengan nasibnya kini.

    Perempuan miskin yang sehari-harinya menyambung hidup dengan menjual gorengan ini dituduh mencuri aliran listrik PLN.

    Di tengah kemiskinan yang masih membelitnya, dia ditagih PLN harus membayar denda Rp 12,7 juta.

    Ibu tunggal yang sejak lama kehilangan suami ini pun tak tahu harus mendapatkan uang sebanyak itu.

    Maklum saja untuk hidup sehari-hari bersama dua anaknya sudah sangat susah.

    Dan kini harus membayar tuduhan denda mencuri listri PLN belasan juta rupiah.

    Dia membantah mencuri listrik.

    Ia merasa tak pernah melakukan pelanggaran apa pun.

    Rumahnya kecil, dengan perabotan sederhana.

    Dia juga merasa tak mungkin menggunakan listrik sebesar itu, apalagi sampai disebut mencuri.

    Masruroh sendiri sudah ditinggal ayahnya sejak tahun 1992, dan selama ini hidup dalam keterbatasan ekonomi. 

    Terlebih, nama dalam tagihan tersebut tercatat atas nama mendiang ayahnya yakni Naif Usman. 

    Kini, rumahnya gelap.

    Listrik telah diputus. 

    Malam hari terasa lebih dingin dari biasanya, bukan karena angin tapi karena perasaan tak berdaya.

    Masruroh mengaku bingung harus mencari uang dari mana untuk melunasi tagihan yang begitu besar.

    Penghasilan dari jualan gorengan jelas jauh dari cukup. 

    Kadang hasil jualan hari itu hanya cukup untuk membeli beras dan minyak goreng.

    Baginya, tidak mungkin bisa melunasi tagihan yang jumlahnya sangat besar itu.

    “Saya bayar pakai uang apa? Uang dari mana saya bisa bayar sebanyak itu? Saya ini hidup dari jualan gorengan keliling saja,” ucapnya saat dikonfirmasi awak media pada Kamis (24/4/2025)  dilansir dari TribunJatim.

    Masruroh menjelaskan jika listrik di rumahnya memang digunakan bersama penyewa yang menempati ruang di samping rumahnya. 

    Jauh sebelum ia menerima tagihan listrik itu, sesaat menjelang Hari Raya Iedul Fitri, muncul tagihan dan disertai ancaman pemutusan aliran listrik di rumahnya. 

    Hingga akhirnya ancaman itu benar terjadi.

    Pada Kamis (24/4/2025) siang, token listrik miliknya sudah tidak dapat lagi diisi.

    Mengetahui itu, Masruroh hanya bisa pasrah dan berharap PLN bisa mengerti kondisinya.

    “Ayah, suami saya sudah tidak ada lagi, kalau sudah begini saya harus bagaimana? Saya jujur tidak mampu membayar uang sebanyak itu,” ungkapnya. 

    Penjelasan PLN

    Sementara itu, menanggapi kasus yang menimpa Masruroh, pihak PLN, melalui Team Leader Pelayanan Pelanggan PLN UP3 Jombang-Mojokerto, Virna Septiana Devi mengutarakan jika pelanggan yang memiliki tunggakan memang tidak diizinkan untuk menerima pasokan listrik. 

    “Jika ada pelanggan yang masih memiliki piutang itu tidak boleh,” beber Vina. 

    Pada kasus Masruroh ini, utang tersebut mencapai Rp12,7 juta yang disebut menempel pada ID pelanggan dengan daya 2200 watt yang masih aktif.

    Ia melanjutkan memang belum ada kebijakan terkait penghapusan piutang pelanggan.

    Mengenai keringanan yang diminta Masruroh, semua bentuk keringanan harus melalui persetujuan manajemen wilayah setempat. 

    Meskipun begitu, ia menjelaskan opsi yang paling memungkinkan adalah mencicil utang sampai lunas supaya listrik tetap menyala kembali.

     

     

  • 3
                    
                        Kaget Dapat Tagihan Listrik Rp 12,7 Juta, Pedagang Gorengan Jombang: Saya Bayar Pakai Apa?
                        Surabaya

    3 Kaget Dapat Tagihan Listrik Rp 12,7 Juta, Pedagang Gorengan Jombang: Saya Bayar Pakai Apa? Surabaya

    Kaget Dapat Tagihan Listrik Rp 12,7 Juta, Pedagang Gorengan Jombang: Saya Bayar Pakai Apa?
    Editor
    JOMBANG, KOMPAS.com
    – Masruroh kaget tiba-tiba mendapat
    tagihan listrik
    dari
    PLN
    mencapai Rp 12,7 juta. Dia pun juga dituduh mencuri listrik sejak tahun 2022.
    Masruroh merupakan penjual gorengan asal Dusun Blimbing, Desa Kwaron, Kecamatan Diwek, Kabupaten
    Jombang
    , Jawa Timur.
    Tagihan listrik
    itu diterima Masruroh melalui pesan WhatsApp yang masuk langsung ke ponselnya.
    Perempuan yang kini tinggal sendiri itu pun bingung dengan datanganya tagihan itu. Apalagi, nama dalam tagihan tersebut tercatat atas nama mendiang ayahnya, yakni Naif Usman. Padahal, ayahnya sudah wafat pada 1992.
    Bagi Masruroh, tagihan listrik itu terlalu besar. Dia pun tak mampu membayar. Terlebih, penghasilannya hanya sebagai penjual gorengan keliling.
    “Saya bayar pakai uang apa? Uang dari mana saya bisa bayar sebanyak itu? Saya ini hidup dari jualan gorengan keliling saja,” ucapnya saat dikonfirmasi awak media pada Kamis (24/4/2025), seperti dikutip
    Surya.co.id
    .
    Masruroh mengatakan, listrik di rumahnya digunakan bersama penyewa yang menempati ruang di samping rumahnya.
    Menjelang Hari Raya Idul Fitri kemarin, keluar tagihan dengan ancaman pemutusan aliran listrik.
    Ancaman pemutusan aliran listrik itu pun benar terjadi. Listrik yang tersambung ke rumah Masruroh tak dapat menyala lagi pada Kamis (24/4/2025) siang.
    “Ayah, suami saya sudah tidak ada lagi, kalau sudah begini saya harus bagaimana? Saya jujur tidak mampu membayar uang sebanyak itu,” ungkapnya.
    Team Leader Pelayanan Pelanggan PLN UP3 Jombang-Mojokerto, Virna Septiana Devi, menjelaskan perkara yang dialami Masruroh ini. Menurutnya, pelanggan yang memiliki tunggakan tidak diizinkan untuk menerima pasokan listrik. Sehingga, aliran listrik ke rumah Masruroh diputus.
    “Jika ada pelanggan yang masih memiliki piutang itu tidak boleh,” beber Vina.
    Virna mengatakan, tagihan Rp 12,7 juta yang dialamatkan kepada Masruroh berdasarkan tagihan yang menempel pada ID pelanggan dengan daya 2200 watt yang masih aktif.
    Sampai sejauh ini, belum ada kebijakan penghapusan tagihan. Sementara untuk keringanan, harus melalui persetujuan manajemen wilayah.
    Kata Virna, ada opsi yang paling memungkinkan, yakni dengan mencicil tagihan itu sampai lunas supaya listrik tetap menyala kembali. 
    Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul
    Janda Penjual Gorengan di Jombang Kaget Terima Tagihan Listrik Rp 12,7 Juta, PLN: Utangnya Dicicil
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.