Grup Musik: Naif

  • Kisah Perempuan yang Lahir Tanpa Rahim

    Kisah Perempuan yang Lahir Tanpa Rahim

    Jakarta

    Georgia Barrington baru saja menjadi seorang ibu. Namun, bukan ia yang melahirkan putrinya.

    Persalinan itu dilakoni sahabatnya, Daisy Hope. Dia mengandung dan melahirkan bayi tersebut sebagai pemenuhan janji yang mereka buat saat masih remaja.

    Daisy dan Georgia nyaris tak terpisahkan sepanjang hidup.

    Mereka mendaku sebagai “sahabat terbaik” dan tumbuh besar bersama karena ayah mereka juga bersahabat.

    Kedekatan masa kecil itulah yang menjadi dasar sebuah janji yang belakangan mengubah hidup.

    Pada usia 15 tahun, Georgia mendapat kabar yang tak pernah dibayangkan gadis mana pun: ia lahir tanpa rahim dan tak akan pernah bisa mengandung anak.

    Georgia didiagnosis mengidap Mayer-Rokitansky-Kster-Hauser (MRKH), sebuah sindrom langka yang menimpa 1:5.000 perempuan.

    “Kabar itu menghancurkan saya. Seluruh dunia saya runtuh,” kenangnya.

    “Sejak kecil, saya selalu membayangkan menjadi seorang ibu, tapi tiba-tiba semua mimpi itu hilang,” imbuhnya.

    Daisy mengaku bisa mengingat jelas diagnosis yang didapat sahabatnya, Georgia. Saat itu dia berpikir betapa “tidak adilnya” nasib sang sahabat karena Georgia selalu bermimpi punya anak, tapi malah tidak akan bisa mengandung.

    “Saya hanya ingin ia merasa sedikit lebih baik dan memberinya harapan bahwa ini bukan akhir dunia,” kata Daisy kepada program Ready to Talk with Emma Barnett.

    “Jadi, saya bilang kepadanya bahwa suatu hari nanti saya akan mengandung bayi untuknya.”

    “Saya mungkin belum sepenuhnya paham apa yang dikatakan waktu itu, tapi saya selalu tahu bahwa ini adalah hal yang akan saya lakukan untuk Georgia.”

    Georgia BarringtonGeorgia Barrington dan Daisy Hope saat masih anak-anak.

    Georgia berkarier sebagai bidan, membenamkan dirinya dalam dunia yang dulu ia takuti.

    “Pernah ada yang bertanya apakah ini pilihan karier yang tepat untuk saya,” katanya.

    “Tapi, justru pekerjaan ini membantu saya pulih, dan jauh di dalam hati, saya tahu bahwa saya akan memiliki anak dengan cara apa pun,” sambungnya.

    Baca juga:

    Beberapa tahun kemudian, Daisy melahirkan anak pertamanya. Adapun Georgia bertugas sebagai bidannya.

    Seiring waktu, Daisy bertekad memenuhi janjinya.

    “Cinta yang saya rasakan untuk anak saya luar biasa, dan saya merasa semua orang berhak merasakan hal itu,” ujarnya.

    Ia mengakui sempat “agak naif” pada awal proses, karena kehamilan pertamanya berjalan lancar sehingga ia “mengira semuanya akan semulus itu lagi.”

    Harapan sempat runtuh

    Daisy menepati kaulnya, yaitu mengandung anak untuk Georgia.

    Pada 2023, kedua sahabat tersebut memulai proses bayi tabung alias IVF.

    Daisy sempat hamil dari embrio pertama.

    Awalnya, semuanya terlihat normal dan kedua sahabat itu mulai percaya bahwa masa depan yang mereka bayangkan perlahan terwujud.

    Namun, pada pemeriksaan kehamilan pada usia tujuh pekan, monitor pemeriksaan menunjukkan rahim Daisy kosong.

    Georgia mengingat momen ketika perawat mengatakan tak melihat apa pun setelah memindai rahim Daisy.

    “Rasanya seperti tenggelam, dan seketika seluruh harapan runtuh,” ujar Georgia.

    Sepekan kemudian, dokter memastikan embrio itu tak berkembang menjadi janin.

    Daisy mengaku diliputi duka yang berat saat itu. Ia merasa telah mengecewakan sahabatnya.

    Sementara itu, Georgia berhadapan dengan kenyataan pahit: bahwa upaya terbaik yang mereka lakukan pun rupanya belum jua berhasil.

    Meski begitu, keduanya kembali berusaha.

    Pada percobaan kedua, situasinya berbeda.

    “Saat mengetahui saya hamil lagi, rasanya dunia tidak mungkin sekejam itu untuk kedua kalinya,” kata Daisy.

    Georgia BarringtonGeorgia Barrington (kiri) dan Daisy Hope (kanan).

    Saat pemeriksaan kehamilan di usia enam pekan, bayangan kekecewaan saat kehamilan pertama sempat kembali hadir.

    Kala itu, keduanya duduk di ruang pemeriksaan. Mereka menahan napas saat monitor pemeriksaan menunjukkan detak jantung kecil.

    Namun, beberapa jam kemudian, Daisy mulai mengalami pendarahan hebat.

    “Ada kekhawatiran semuanya akan terulang, dan itu sangat menakutkan,” kata Daisy.

    Ia mengalami pendarahan selama sekitar enam jam, bahkan sempat percaya bahwa ia telah mengalami keguguran

    Namun, saat dokter memeriksa ulang, ada detak jantung janin di rahim Daisy. Kehamilan Daisy berlanjut.

    Daisy belakangan melahirkan sedikit lebih awal dari perkiraan. Seorang bayi perempuan keluar dari rahimnya.

    Georgia mengaku begitu larut dalam momen tersebut. Ia sampai lupa mengecek jenis kelamin bayi yang dilahirkan sahabatnya.

    “Begitu melihat kepala bayi itu, semuanya pecah. Kami semua menangis,” ujar Georgia.

    Georgia mengaku masih tak percaya bahwa ia kini betul-betul menjadi seorang ibu.

    Ia pun berharap dapat “menikmati momen ini dan menghadiahkannya kepada dirinya di masa lalu: gadis 15 tahun yang tengah duduk di ruang praktik dokter.”

    Saat Georgia menjabarkan tentang betapa “beruntung dan bersyukur” dirinya, Daisy menambahkan bahwa ia akan selalu membantu sahabatnya dengan cara apa pun.

    “Kami memiliki ikatan yang tak dimiliki orang lain dengan sahabatnya, karena kami telah melalui sesuatu yang begitu personal.”

    Semua episode Ready to Talk with Emma Barnett tersedia di BBC Sounds. Episode baru dirilis setiap hari Jumat.

    (ita/ita)

  • Rektor Universitas Paramadina Soroti Memburuknya Penegakan Hukum: ‘Pengadilan Sesat’

    Rektor Universitas Paramadina Soroti Memburuknya Penegakan Hukum: ‘Pengadilan Sesat’

     

    Jakarta (beritajatim.com) — Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J. Rachbini, kembali menyoroti kondisi penegakan hukum di Indonesia yang menurutnya kian menunjukkan tanda-tanda judicial misconduct atau pengadilan sesat.

    Ia menyebut kasus hukum yang menimpa jajaran direksi PT ASDP Indonesia Ferry sebagai contoh nyata kekeliruan proses peradilan yang dapat merusak ekosistem ekonomi nasional.

    Prof. Didik menegaskan bahwa sistem hukum idealnya menjadi fondasi pertumbuhan ekonomi, memberikan kepastian kontrak, penegakan aturan yang adil, serta proses peradilan yang dapat diprediksi. Namun, ia melihat situasinya kini berbalik.

    “Ketika seorang eksekutif BUMN terpidana tidak menerima aliran uang satu sen pun, tidak pernah dilakukan audit dari BPK atau BPKP perihal kerugian negara (bahkan keuntungan perusahaan meningkat), tidak ada mens rea dari para terpidana, dan hanya dikategorikan lalai pada putusan PN, lalu divonis sebagai koruptor. Pengadilan seperti ini pantasnya disebut pengadilan apa? Sudah banyak para ahli sampai awam yang menjawab di publik, itu adalah pengadilan sesat,” tegasnya.

    Kasus ASDP Dinilai Mengacaukan Ekosistem Bisnis

    Menurut Prof. Didik, kondisi seperti ini menimbulkan ketakutan para pelaku usaha dan profesional yang kini cenderung menahan investasi dan enggan mengambil keputusan strategis.

    Ia menjelaskan bahwa direksi ASDP melakukan aksi korporasi berupa akuisisi perusahaan sejenis untuk meningkatkan kapasitas layanan penyeberangan. Langkah tersebut, kata Prof. Didik, berhasil dan terbukti meningkatkan pelayanan bagi masyarakat.

    “Laba ASDP meningkat hingga Rp637 miliar pada 2023, tertinggi sepanjang sejarah perusahaan, ASDP masuk peringkat 7 BUMN terbaik di Indonesia, tidak ada aliran dana mencurigakan, sebagaimana ditegaskan KPK, PPATK tidak menemukan transaksi korupsi, BPK sudah melakukan audit dengan opini Wajar Dengan Pengecualian hanya untuk dua kapal dengan opportunity loss sekitar Rp4,8–10 miliar,” paparnya.

    Namun ia menilai proses hukum justru memutarbalikkan fakta dengan mengkategorikan pembelian kapal sebagai “besi tua” dan menyimpulkan adanya kerugian negara Rp1,25 triliun.

    Angka tersebut, kata Prof. Didik, “absurd” mengingat BPK hanya menemukan opportunity loss maksimal Rp10 miliar.

    “Aksi korporasi seperti ini sudah dipermasalahkan dengan kaca mata hukum yang picik sehingga akan banyak CEO di masa mendatang tidak akan melakukan apa pun karena takut menghadapi aparat hukum yang naif,” ujarnya.

    Soroti Melemahnya KPK dan Intervensi Politik

    Prof. Didik juga menyebut kerusakan penegakan hukum telah merambat lebih luas. Ia menilai aparat hukum banyak yang korup, proses peradilan rentan intervensi politik, dan lembaga-lembaga penegak hukum melemah.

    “Sejak Jokowi dan kekuatan politik di sekitarnya mencabik-cabik KPK, maka wajah lembaga hukum yang lahir dari rahim reformasi ini sudah compang-camping dan penuh culas karena bersekutu dengan kepentingan-kepentingan picik,” ungkapnya.

    Ia mengingatkan bahwa skor rule of law Indonesia yang hanya 0,52 (skala 0–1) menjadi indikator serius bahwa sistem hukum belum mampu menopang agenda ekonomi nasional, termasuk yang hendak dijalankan Presiden Prabowo Subianto.

    Peringatan Soal Risiko Anarki Hukum

    Prof. Didik menegaskan bahwa pengadilan seharusnya tidak mencampuradukkan keputusan bisnis dengan tindak kriminal.

    “Pengadilan tidak boleh mencampuradukkan keputusan bisnis yang mengandung risiko dengan kriminalitas. Jika dibiarkan, kita akan menghadapi anarki hukum di masa depan,” pungkasnya. (ted)

     

  • Menyoal Kasus Hukum Direksi ASDP

    Menyoal Kasus Hukum Direksi ASDP

    Jakarta

    Rektor Universitas Paramadina Didik J Rachbini, mengomentari kasus hukum yang menimpa mantan Dirut PT ASDP, Ira Puspadewi (IP). Didik menyoroti Ira yang disebutnya tidak menerima aliran uang sepeser pun namun kini divonis 4,5 tahun penjara dalam perkara akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP.

    Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak pernah melakukan audit terhadap kerugian negara. Bahkan selama kepemimpinannya, Ira berhasil meningkatkan keuntungan perusahaan.

    Seorang eksekutif BUMN terpidana tidak menerima aliran uang satu sen pun, tidak pernah dilakukan audit dari BPK atau BPKP perihal kerugian negara (bahkan keuntungan perusahaan meningkat), tidak ada mens rea dari para terpidana, dan hanya dikategorikan lalai pada putusan PN, lalu divonis sebagai koruptor.

    Pengadilan seperti ini pantasnya disebut pengadilan apa? Sudah banyak para ahli sampai awam yang menjawab di publik, itu adalah pengadilan sesat. Ini hukum yang terjadi di Indonesia.

    Seharusnya institusi hukum, seperti sistem peradilan, menjaga kontrak, dan penegakan hukum, berfungsi sebagai “pondasi” bagi aktivitas ekonomi.

    Bila institusi ini buruk (korup, lamban, tidak independen, atau tidak dapat diprediksi), dampaknya sangat luas bagi perkembangan ekonomi. Pelaku usaha investor menahan investasi, profesional kaku dan takut mengambil keputusan, aktivitas bisnis menjadi lambat, bahkan mandek karena berhati-hati dan takut.

    Kasus peradilan ASDP yang terakhir ini semakin mengukuhkan bahwa hukum semakin sesat dan menjadi ancaman bagi profesional, BUMN dan perekonomian secara keseluruhan.

    Titik lemah dari upaya presiden Prabowo untuk memajukan ekonomi terganjal oleh praktek hukum dan peradilan, yang naif, absurd dan sembrono karena intervensi luar , setelah rangkaian banyak kasus sebelumnya seperti Karen Agustian, Tom Lembong, Nadiem Makarim dan lainnya.

    Sampai saat ini sudah banyak korban peradilan sesat, hakim dan jaksa, aparat hukum yang korup. Jika tidak ada yang melakukan reformasi hukum, maka praktek sesat ini akan terus berlangsung dan secara gamblang dipertontonkan di muka publik.

    Wajah hukum Indonesia sudah buruk sejak lama, membaik ketika reformasi dan kembali tampil sangat mengerikan. Ini terjadi di KPK, yang diidamkan pada masa reformasi, tetapi wajahnya sekarang tercoreng oleh oknum dan kasus-kasus intervensi kekuasaan busuk.

    Menurutnya, KPK sekarang sudah jauh berbeda dengan perubahan dan intervensi yang bertubi-tubi sehingga menjadi lembaga hukum yang cacat. Seperti lembaga hukum yang ada, praktik sesat sudah terjadi, seperti pada kasus terakhir, ASDP.

    Kasus ini layak dijadikan referensi dan dikaji mendalam sebagai kerusakan hukum di Indonesia dengan dampak yang luas terhadap ekonomi. Tidak usah ahli hukum yang menganalisis secara mendalam, mata dan pendengaran awam saja sudah bisa mencium bau busuk menusuk proses hukum sesat, yang terjadi pada saat ini

    Aksi Korporasi Dikriminalisasi

    Para direksi melakukan transformasi perusahaan melalui “corporate action” untuk satu tugas melayani penyeberangan di seluruh nusantara. Pilihannya terbatas karena tidak banyak tersedia pembelian kapal dalam jumlah besar.

    Peluang aksi korporasi ada dengan cara akuisisi perusahaan sejenis yang tidak berjalan optimal. Aksi ini sangat baik secara manajemen dan sukses dilakukan sehingga menambah kapasitas layanan penyeberangan, yang berguna untuk masyarakat.

    Aksi korporasi seperti ini sudah dipermasalahkan dengan kacamata hukum yang picik sehingga akan banyak CEO di masa mendatang tidak akan melakukan apa pun karena takut menghadapi aparat hukum yang naif.

    Perusahaan dilihat secara obyektif justru meraih kinerja yang bagus dan terus melebarkan sayapnya melayani masyarakat. Direksi meningkatkan laba perusahaan yang tertinggi selama ini, yakni Rp 637 miliar pada tahun 2023 dan sekaligus peringkat 7 BUMN terbaik.

    Direksi tidak mencuri satu sen pun uang perusahaan tetapi ada indikasi hukum dipengaruhi kepentingan tertentu justru memutuskan hukuman yang dholim 4,5 tahun penjara. Tuduhan merugikan negara Rp 1,25 triliun 98,5% dari nilai akuisisi PT Jembatan Nusantara sangat naif dan dibuat-buat dengan menilai kapal-kapal yang beroperasi sebagai besi tua.

    Tetapi aksi korporasi melibatkan rente transaksi dana dalam jumlah besar, yang sering dikangkangi para pemburu rente, yang berselingkuh dengan kekuasaan. Ada indikasi, meski aksi korporasi sukses tetapi ada yang tertinggal dan kecewa sehingga melakukan balas melalui hukum yang dikendalikan kekuasaan.

    Di sinilah terjadi hukum yang absurd, sesat dan melawan nurani serta akal sehat. Ini harus menjadi pelajaran sejarah hukum yang menyesatkan dan mesti ada yang menyelidiki proses gelap di balik kasus ini serta mengungkapnya agar tidak terulang kembali (komisi yudisial dan komisi kejaksaan).

    Yang naif selanjutnya adalah menghitung kerugian sesuai selera sendiri. Kapal-kapal yang dibeli dinilai sebagai besi tua dihitung secara kiloan seperti pemulung besi menyerahkan besi bekas kepada pengumpul.

    Lalu jadilah nilai kerugian sim salabim pengurangan dari nilai pembelian terhadap perhitungan ala pengumpul rombeng besi tua. BPK diabaikan padahal sudah melakukan audit dengan opini “Wajar Dengan Pengecualian” hanya untuk dua kapal dengan opportunity loss sekitar Rp 4,8-10 miliar. Jauh sekali dari Rp 1,25 triliun yang didakwakan sebagai kerugian negara.

    Para ahli pasti berpendapat bahwa mengakuisisi perusahaan rugi adalah hal lazim dalam bisnis dimana proses akuisisi yang terjadi bagian dari pengembangan perusahaan. Peluang untuk dan rugi merupakan bagian dari dinamika perusahaan.

    Dalam kasus ASDP, direksi bukan hanya melakukan hal yang benar tetapi berjuang untuk mengembangkan perusahaan. KPK yang mengangkat kasus ini mengakui tidak ada aliran uang mencurigakan. PPATK tidak menemukan aliran dana korupsi. BPK menyatakan akuisisi dilakukan sesuai ketentuan. Saksi dari komisaris dan direksi membantah tuduhan bahwa komisaris tidak menyetujui akuisisi.

    Lalu, jika fakta ini diabaikan, maka layak pengadilan ASDP ini sebagai pengadilan sesat, jaksa dan hakim yang zalim. Proses hukum di baliknya dan motivasi mengejar orang tidak bersalah ke dalam hukum perlu diselidiki.

    Didik J Rachbini
    Rektor Universitas Paramadina

    (ily/hns)

  • Bahas Utang Whoosh, Prof Sulfikar: Jokowi Naif soal Teknologi

    Bahas Utang Whoosh, Prof Sulfikar: Jokowi Naif soal Teknologi

    GELORA.CO -Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh tengah menjadi perbincangan usai beberapa pihak menyoroti persoalan utang membengkak Indonesia kepada China di proyek tersebut.

    Utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang ditanggung melalui konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) diketahui mencapai Rp116 triliun atau sekitar 7,2 miliar dolar AS. 

    Akademisi Nanyang Technological University (NTU), Singapura, Prof. Sulfikar Amir mengatakan, kereta cepat yang saat ini membebani negara bermula dari Presiden Joko Widodo alias Jokowi berkunjung ke China pada periode awal kepemimpinannya sebagai Presiden RI. Dia terpukau dengan kereta cepat yang dinaikinya bersama Presiden China, Xi Jinping.

    “Jadi Jokowi waktu berkunjung ke Cina, saya enggak tahu, saya lupa tahun berapa mungkin 2015 atau 2017, diajak sama si Jinping naik kereta cepat, dan di situlah dia terpesona,” kata Sulfikar dikutip melalui tayangan YouTube di Abraham Samad SPEAK UP, Rabu 22 Oktober 2025.

    “Jokowi kan agak naif soal teknologi. Jadi dia pikir kereta cepat buatan China sudah yang paling maju,” sambungnya.

    Sulfikar mengatakan, saat Jokowi meresmikan operasional KCJB di Stasiun Kereta Cepat Halim, Jakarta Timur, pada Senin 2 Oktober 2025, di Beijing (Ibukota Negara China) berlangsung pesta meriah.

    “Orang-orang di Beijing sangat bangga sekali, karena ini adalah pertama kali mereka berhasil mengalahkan Jepang,” kata Sulfikar.

  • Jokowi Tak Hafal Salam UGM? Rizal Fadillah Makin Yakin Ijazahnya Palsu: Sudahlah, Stop Tipu-tipu

    Jokowi Tak Hafal Salam UGM? Rizal Fadillah Makin Yakin Ijazahnya Palsu: Sudahlah, Stop Tipu-tipu

    GELORA.CO – Penegasan Rektor UGM, Prof. Ova Emilia, bahwa mantan Presiden Jokowi betul-betul alumni pada Dies Natalis Fakultas Kehutanan, nampaknya belum membuat publik percaya sepenuhnya.

    Pemerhati Politik dan Kebangsaan, M Rizal Fadillah, mengatakan, hadir pada acara tersebut tidak mampu mengubah ijazah palsu menjadi asli.

    “Bahwa Jokowi pernah kuliah hanya sebatas itu yang bisa disimpulkan, tetapi lulus menjadi sarjana belum tentu,” ujar Rizal kepada fajar.co.id, Minggu (19/10/2025).

    Dikatakan Rizal, meskipun Rektor menyebutnya sebagai alumni, namun semua tahu alumni itu sebutan bagi yang pernah kuliah.

    “Banyak alumni yang tidak menyelesaikan kuliahnya. Drama demi drama dimainkan Jokowi dan UGM dari Reuni hingga Dies Natalis,” sebutnya.

    Ia mengaku menyayangkan langkah yang ditempuh UGM dalam polemik dugaan ijazah palsu Presiden dua periode itu.

    “Betapa naif dan bodohnya UGM dalam membantu menyelesaikan masalah. Semestinya bukan dengan sekedar menyebut Jokowi sebagai alumni dalam sambutan,” Rizal menuturkan.

    “Beri kesempatan sang alumni mantan Presiden yang dibanggakan itu naik mimbar agar menunjukkan ijazahnya,” tambahnya.

    Tidak berhenti di situ, kata Rizal, Ova juga harus berani memberikan ruang kepada siapapun atau lembaga apapun untuk menguji keasliannya.

    “Cuma hadir, apalagi tak hafal salam UGM, senyum-senyum, angguk sana angguk sini kepada teman, bukanlah jawaban akurat,” sesalnya.

    Ia merasa curiga bahwa apa yang menjadi tontonan Publik itu merupakan sandiwara dari seorang pemain watak yang terus mencoba menutupi kepalsuan.

    “Gerakan mafia ternyata telah sukses masuk ke kampus ternama. Jaringan itu masif, intensif, manipulatif, dan tentu destruktif. UGM melakukan harakiri hanya untuk seorang Jokowi,” tukasnya.

    “Sadarkah Ova Emilia juga Sigit Sunarta bahwa yang rakyat masalahkan adalah ijazah Jokowi ? Coba bantu rakyat Indonesia untuk percaya pada bukti dan bukti, bukan drama dan drama, palsu dan palsu,” timpalnya.

    Kata Rizal, saat ini publik telah bosan dengan drama yang terus dipertontonkan.

    “Jika ijazah itu asli bukan begini caranya, berbelit-belit, membelit, bahkan membuat perut melilit,” imbuhnya.

    Ia menuturkan bahwa fotocopy ijazah yang ditampilkan Dekan Fakultas Kehutanan UGM, tayangan oleh teman-teman Jokowi, dokumen yang ditunjukkan ke wartawan, serta foto copy KPUD Surakarta, semuanya itu sama.

    “Ijazah model demikian sudah diuji secara digital forensik dan dihasilkan kualifikasi palsu,” tandasnya.

    Rizal bilang, jika ijazah Jokowi asli, Kepolisian sudah dengan cepat dan cekatan mengumumkan hasil laboratorium forensiknya.

    “Tapi nyatanya tetap saja ijazah itu disembunyikan. Ini menjadi alasan wajar bahwa publik tetap yakin bahwa ijazah Jokowi itu palsu. Sudahlah, ijazah Jokowi itu memang palsu, palsu. Stop tipu-tipu,” kuncinya.

  • Tayangan Santri Ngesot dan Kiai Terima Amplop Tuai Kecaman, Dianggap Pelecahan Tradisi Umat Islam

    Tayangan Santri Ngesot dan Kiai Terima Amplop Tuai Kecaman, Dianggap Pelecahan Tradisi Umat Islam

    GELORA.CO – Tayangan santri ngesot sambil memberi uang kepada kiai yang ditayangkan Trans7 terus menuai kecaman. Tayangan tersebut dinilai tendensius, serta melecehkan kepada umat Islam di Indonesia yang begitu erat hubungannya dengan pesantren dan kiai.

    Kecaman kali ini disuarakan oleh Mantan Ketum PBNU sekaligus Ketua Umum Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) Said Aqil Siroj. Secara tegas dia menyampaikan sikap dan mengutuk keras tayangan dengan narasi jahat yang menyebarkan kebencian dan mendiskreditkan dunia pesantren.

    Mereka bahkan menduga adanya sindikasi jahat yang anti terhadap pesantren dan umat Islam. Oleh karena itu, LPOI meminta kepada publik untuk mewaspadai berkembangnya sel-sel radikalisme yang masih menyusup di berbagai lini. Serta menggunakan berbagai topeng profesi untuk menghancurkan pilar-pilar penopang Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    Ketua Umum LPOI sekaligus mantan Ketum PBNU Said Aqil Siroj dalam keterangan persnya menyatakan, mereka mengutuk keras penyebarluasan narasi jahat terhadap pesantren dan ekosistemnya. Menurut Kiai Said, tindakan pembuatan video itu bukan hanya sekadar menyebarluaskan kebencian dan mendiskreditkan dunia pesantren. Tetapi lebih dari itu telah membuktikan bahwa sel-sel radikalisme telah menyusup ke seluruh lini.

    Kiai Said mengatakan, sel-sel radikalisme itu berusaha menghancurkan pesantren sebagai salah satu pilar bangsa. Serta merupakan bentuk pelecehan terhadap umat Islam. “Mereka berusaha menghilangkan peran pesantren, pimpinannya, serta umat Islam, yang secara nyata telah berjasa, berjuang, dan berkontribusi pada kemerdekaan Indonesia,” kata Kiai Said, Selasa (14/10).

    Kiai Said, yang juga Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila juga menduga ada upaya pembunuhan karakter (character assassination) yang terstruktur dan sistematis untuk menghancurkan Dunia Pesantren dan ekosistemnya. Menurut dia, upaya itu tidak dapat dibiarkan. 

    “Pembiaran terhadap realitas ini berpotensi menimbulkan kegaduhan berkepanjangan dan konflik horizontal yang akan mengganggu stabilitas nasional,” katanya.

    Dia mengatakan negara harus hadir dan tegas melindungi pesantren dan ekosistemnya. Serta tidak membiarkan begitu saja pelakunya berhenti diproses hanya karena telah meminta maaf. Bagi dia kesengajaan yang dilakukan sudah cukup menjadi alat bukti untuk ditindak dengan tegas. Supaya ke depan tak ada lagi yang mencoba melakukan upaya-upaya jahat untuk menghancurkan citra pesantren dan citra umat Islam.

    Kiai Said yang juga Pengasuh Pondok Pesantren di Jakarta mengatakan, keberadaan pesantren telah eksis sejak sebelum kemerdekaan. Pesantren berkontribusi nyata mencerdaskan masyarakat. Serta memperjuangkan kemerdekaan, memberdayakan umat, dan selalu aktif berkontribusi dalam pembangunan.

    Selain itu pesantren menjadi problem solver atas realitas kebangsaan Indonesia. “Jangan disepelekan, ada 24 ribuan jejaring pesantren dan potensi umat Islam adalah kekuatan sosial yang nyata,” katanya. Kiai Said mengatakan jangan sampai mereka bergerak melakukan perlawanan terhadap kejahatan informasi dan pemberitaan.

    Kiai Said mengatakan pesantren dan ekosistemnya adalah kekuatan independen yang memiliki tradisi dan sistem nilai yang tinggi dalam mendidik mental spiritual generasi bangsa. Budaya penghormatan terhadap para guru dan sesepuh bukan hal yang naif. Karena dari situlah akan lahir ikatan sosial yang mampu menggerakkan kepatuhan sosial. 

    Kepatuhan sosial selanjutnya bisa menjadi modal sosial bagi negara untuk membangun keteraturan sosial. Sehingga pada saatnya bermanfaat bagi upaya menjaga stabilitas sosial demi dan untuk Stabilitas Nasional

    “Budaya andap asor (rendah hati) dan sopan santun adalah akhlak bangsa Indonesia yang harus lestari, bukan malah harus dihancurkan dengan narasi jahat,” tuturnya. Kiai Said tidak bisa membayangkan jika suatu negara tidak punya sopan santun dan akhlak. Pasti akan menjadi liar dan bangsa ini mudah terkoyak.

    Dia juga menyampaikan sikap kedermawanan dan solidaritas sosial di lingkungan pesantren menunjukkan adanya tradisi budaya berbagi dan bergotong royong dalam menyelesaikan masalah bersama. Apabila pimpinan pesantren menerima sesuatu, pasti tidak untuk diri sendiri. Melainkan untuk pesantren dan santrinya. Karena banyak pembangunan dan pendidikan yang dilakukan pesantren secara swadaya dan mandiri. Bahkan banyak santri-santrinya yang digratiskan dari biaya mondoknya.

  • Prabowo Minta Profesor dan Pakar, Selamatkan Kekayaan Bangsa

    Prabowo Minta Profesor dan Pakar, Selamatkan Kekayaan Bangsa

    Bisnis.com, CILEUNGSI – Presiden RI Prabowo Subianto meminta para profesor, akademisi, dan pakar Indonesia untuk menggunakan ilmu serta kepintarannya demi menyelamatkan kekayaan bangsa agar dapat dinikmati sepenuhnya oleh rakyat.

    Prabowo menyoroti kondisi selama 25 tahun terakhir di mana aliran kekayaan Indonesia lebih banyak keluar negeri daripada tinggal di dalam negeri. Menurutnya, hal itu harus segera dibenahi dengan perbaikan sistem.

    “Saya minta profesor-profesor yang pintar-pintar gunakan kepintaranmu untuk kepentingan bangsa. Analisa data, pelajari, yakini. Masa 25 tahun kita tidak bisa analisa bahwa lebih banyak kekayaan kita keluar dari Indonesia? Ini segera harus kita ubah,” ungkapnya, Selasa (29/8/2025).

    Dalam pidatonya, Prabowo menyebut sejumlah tokoh berpendidikan doktoral (S3) yang hadir, mulai dari ekonom hingga pejabat tinggi negara. Mulai dari Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, Menteri Koordinator bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono, dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.

    Presiden Ke-8 RI itu menilai, dengan sumber daya akademis yang begitu banyak, seharusnya bangsa Indonesia bisa melakukan transformasi sistem.

    “Begitu banyak S3 kalau tidak bisa memperbaiki sistem, itu kelewatan. Ini masalah sistem,” ujarnya.

    Prabowo juga mengingatkan agar Indonesia tidak sepenuhnya menelan mentah-mentah ilmu dari Barat. Menurutnya, bangsa-bangsa Barat unggul dalam imperialisme dan penjajahan, sehingga bangsa Indonesia harus cerdas memilah ilmu yang sesuai dengan kepentingan nasional.

    Dia menegaskan bahwa kerja sama internasional tetap penting, namun prioritas utama adalah memastikan kekayaan bangsa dikelola sebaik-baiknya untuk rakyat Indonesia.

    “Kelemahan bangsa kita, kalau lihat bangsa asing langsung kagum. Saya tidak ajarkan kita curiga atau membenci bangsa lain. Tapi kita harus paham, jangan mengira bangsa lain kasihan sama kita. Itu sangat naif. Mereka memikirkan diri mereka sendiri, bukan kita,” kata Prabowo.

  • Prabowo: Kelemahan kita lihat bangsa asing langsung kagum

    Prabowo: Kelemahan kita lihat bangsa asing langsung kagum

    “Kelemahan bangsa kita kalau lihat bangsa asing langsung kita kagum,”

    Cileungsi, Bogor, Jawa Barat (ANTARA) – Presiden RI Prabowo Subianto menilai salah satu kelemahan bangsa Indonesia adalah kecenderungan untuk langsung kagum ketika melihat bangsa asing.

    “Kelemahan bangsa kita kalau lihat bangsa asing langsung kita kagum,” ujar Prabowo di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat, Senin.

    Prabowo menuturkan banyak pakar Indonesia yang menempuh pendidikan di luar negeri, khususnya di negara-negara Barat, dan menganggap semua ilmu yang diajarkan di sana pasti benar serta baik untuk diterapkan.

    Namun, Presiden mengingatkan bahwa negara-negara Barat memiliki sejarah panjang dalam hal imperialisme dan penjajahan bangsa lain.

    “Kita mungkin mengira bahwa di luar negeri, di barat itu yang diajarkan semua yang benar dan yang baik. Padahal kita lupa Barat itu unggul dan jago dalam menjajah bangsa lain, mereka unggul dalam imperialisme,” ucap Prabowo.

    “Jadi kalau kita di sana belajar ya kita harus waspada, Enggak semua yang diajarkan harus kita laksanakan,” imbuhnya.

    Prabowo menegaskan tidak semua hal yang diajarkan negara lain, terutama dari Barat, dapat serta-merta diterapkan di dalam negeri tanpa mempertimbangkan kepentingan nasional.

    Meski demikian, Kepala Negara menekankan bahwa pandangannya bukanlah ajakan untuk bersikap curiga apalagi membenci bangsa lain. Menurutnya, yang terpenting adalah kesadaran untuk memahami realitas bahwa bangsa manapun pada dasarnya lebih memikirkan kepentingannya sendiri.

    “Berkali-kali saya katakan saya tidak mengajarkan kita untuk curiga bangsa lain, untuk membenci apalagi. Saya hanya minta bahwa kita harus mengerti dan paham jangan mengira bangsa lain kasihan sama kita, itu sangat naif. Dia mikirin diri dia sendiri, jangan mengira kita akan dikasihani, tidak,” ujar Prabowo.

    Diketahui, Prabowo menghadiri kegiatan akad massal 26 ribu Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Sejahtera Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sekaligus serah terima kunci di Perumahan Pesona Kahuripan 10, Cileungsi, Bogor, Jawa Barat, Senin.

    Pewarta: Fathur Rochman
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ada 70 Penjamin, LBH Al Faruq Ajukan Penangguhan Penahanan Tersangka Penghasutan Demo Ricuh Kediri

    Ada 70 Penjamin, LBH Al Faruq Ajukan Penangguhan Penahanan Tersangka Penghasutan Demo Ricuh Kediri

    Kediri (beritajatim.com) – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Al Faruq Kediri mengajukan permohonan penangguhan penahanan terhadap Saiful Amin (23), tersangka kasus dugaan penghasutan dalam unjuk rasa yang berujung ricuh pada 30 Agustus 2025. Permohonan resmi disampaikan ke Polres Kediri Kota pada Rabu (10/9/2025).

    Direktur LBH Al Faruq Kediri, Taufiq Dwi Kusuma, menyampaikan bahwa tim advokasi Saiful Amin datang langsung ke Polres Kediri Kota untuk mengajukan penangguhan.

    “Dasar saya adalah menghormati dan mentaati proses – proses hukum. Tentu langkah awal kami mengajukan permohonan penangguhan penahanan itu, syukur-syukur dibebaskan dari segala sangkaan,” ujarnya.

    Menurut Taufiq, ada 70 orang penjamin yang berasal dari berbagai kalangan, mulai dari pengasuh pondok pesantren, akademisi, dosen, hingga Ketua Cabang IKA PMII Kediri. Ia menilai dukungan tersebut menunjukkan bahwa aktivis mahasiswa asal Pontianak tersebut dianggap sebagai pejuang demokrasi.

    “Dengan banyaknya penjamin itu menandakan adanya banyak sahabat, banyak senior itu menganggap Saiful Amin pejuang demokrasi. Dan tentu dalam menyampaikan aspirasinya itu mewakili suara rakyat yang harus menjadi pertimbangan oleh aparat penegak hukum untuk membebaskan dari segala sangkaan termasuk hasut,” tegasnya.

    Taufiq juga menilai penerapan pasal 160 KUHP terhadap kliennya tidak tepat. “Hasutnya dari mana, kalau dikaitkan dengan kerusuhan sangat naif sekali,” katanya.

    Saiful Amin alias Sam Umar (29), aktivis mahasiswa asal Pontianak yang lama menetap di Kediri, sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan pada Rabu (3/9/2025). Polisi menjeratnya dengan pasal 160 KUHP tentang tindak pidana penghasutan, dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara.

    Saiful diduga berperan menggerakkan massa melalui ajakan, selebaran provokatif, hingga orasi dalam unjuk rasa yang berakhir ricuh pada 30 Agustus 2025.

    Kapolres Kediri Kota, AKBP Anggi Ibrahim Saputra, menegaskan bahwa kasus tersebut masih dalam proses penyidikan. “Silahkan serahkan ke Kasat Reskrim. Sampai saat ini masih berproses terus,” ujarnya. [nm/suf]

  • Ketimbang Kerek Tarif Pajak, Menkeu Purbaya Diminta Lakukan Ini untuk Dongkrak Penerimaan Negara – Page 3

    Ketimbang Kerek Tarif Pajak, Menkeu Purbaya Diminta Lakukan Ini untuk Dongkrak Penerimaan Negara – Page 3

    Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, mengingatkan kepada jajaran Kementerian Keuangan bahwa dalam menyusun kebijakan tidak boleh naif.

    “Jajaran Kementerian Keuangan harus paham kondisi terkini, harus paham isu-isu strategis. Dalam menyusul kebijakan, kita tidak boleh naif. Jangan sampai fokus ke isu kecil yang justru menghampat kebijakan strategis,” kata Menkeu Purbaya dalam Serah Terima Jabatan Menteri Keuangan di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (9/9/2025).

    Dalam kesempatan itu, Purbaya juga menegaskan pentingnya budaya diskusi terbuka di Kementerian Keuangan. Bahkan ia mengingatkan seluruh jajaran untuk tidak terjebak dalam istilah ‘echo chamber’ atau lingkaran diskusi yang hanya berputar pada suara internal.