Grup Musik: BTS

  • Komdigi Tambah 87 Titik Kampung Internet di Jateng, Pacu Digitalisasi UMKM

    Komdigi Tambah 87 Titik Kampung Internet di Jateng, Pacu Digitalisasi UMKM

    Bisnis.com, SRAGEN— Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menambah 87 titik baru program Kampung Internet di Desa Sribit dan Tlogo Tirto, di Sragen, Jawa Tengah. Tujuannya untuk meningkatkan digitalisasi UMKM dan sektor pertanian. 

    Sebelumnya, Komdigi meresmikan Kampung Internet sebanyak 1.194 titik di lima provinsi di Indonesia. Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengatakan 87 titik tersebut terdiri dari 8 fasilitas umum. 

    “Dan 79 titik di rumah-rumah warga,” kata Meutya dalam peresmian Kampung Internet di Desa Sribit, Sragen, Jawa Tengah pada Rabu (5/11/2025). 

    Meutya menambahkan peningkatan akses internet tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemajuan ekonomi di daerah tersebut, termasuk untuk digitalisasi pertanian hingga Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). 

    “Kami harapkan penggunaan internet ini mungkin bisa difokuskan pada hal-hal yang produktif dan jangan untuk hal-hal yang negatif,” ungkapnya. 

    Di sisi lain, Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Komdigi, Wayan Toni Supriyanto, mengatakan program Kampung Internet bertujuan utama mempercepat pemerataan akses internet pita lebar tetap (fixed broadband) hingga ke tingkat desa. 

    Dia menjelaskan, fixed broadband idealnya menggunakan jaringan fiber optik (FO), meskipun sebenarnya dapat pula memanfaatkan radio link. Selain itu, konektivitas juga bisa dilakukan melalui jaringan seluler menggunakan Base Transceiver Station (BTS), handphone, atau satelit.

    “Inilah peran Komdigi, bagaimana menghadirkan layanan-layanan infrastruktur sampai ke seluruh pelosok Tanah Air Indonesia,” katanya.

    Wayan menambahkan, pihaknya berharap infrastruktur yang sudah terbangun dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat. Oleh sebab itu, menurutnya industri akan tumbuh dan masyarakat yang menggunakan juga akan menikmati layanan yang handal dan berkualitas. 

    Dia menjelaskan, pada September 2025 program Kampung Internet telah menyiapkan sebanyak 1.194 titik akses internet yang diresmikan oleh Menteri Komunikasi dan Digital. Pada 5 November 2025, terdapat tambahan sebanyak 87 titik baru di Desa Sribit dan Desa Tlogo Tirto di Kabupaten Sragen. 

    “Titik-titik ini akan menjadi awal bagi desa-desa dalam akses internet secara mandiri ke depannya,” katanya.

    Wayan melanjutkan, pada kesempatan tersebut juga dilakukan penandatanganan perjanjian kerja sama antara penyedia layanan internet (ISP) dengan BUMDes atau KopDes dalam rangka pemberdayaan sumber daya manusia lokal, khususnya di Sragen. 

    Kegiatan ini juga menjadi bagian dari upaya peningkatan ekonomi desa dan pemerataan pembangunan infrastruktur digital. Selain itu, turut dilakukan penyerahan perangkat secara simbolis berupa laboratorium jaringan fiber optik kepada SMK Negeri 2 Sragen. Penyerahan ini merupakan tindak lanjut dari pelatihan jaringan fiber optik bagi guru dan siswa SMK.

    “Semua ini menjadi bagian dari upaya memastikan program tidak berhenti pada penyediaan infrastruktur saja, tapi juga mencakup keberlanjutan layanan serta penguatan kapasitas dan pemberdayaan sumber daya lokal,” ujarnya.

    Wayan menegaskan, Komdigi akan terus berupaya mempercepat konektivitas dengan memanfaatkan berbagai teknologi seperti radio link, VSAT, satelit, dan fiber optik. 

    Selain itu, pemerintah juga akan mendorong berbagai stimulus untuk memperluas konektivitas internet ke seluruh wilayah Indonesia, tidak hanya di Pulau Jawa.

    “Pemerintah  juga fokus  di daerah-daerah 3T yang ada di Indonesia,” tandasnya.

  • Menkomdigi Ungkap Sinyal 4G Selimuti 90% Pulau Besar RI, 5G Bertahap

    Menkomdigi Ungkap Sinyal 4G Selimuti 90% Pulau Besar RI, 5G Bertahap

    Jakarta

    Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengungkapkan lanskap digital nasional mengalami perubahan signifikan, termasuk perkembangan 4G dan 5G.

    Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyebutkan ketersediaan jaringan 4G kini telah melampaui 90% di seluruh pulau besar Indonesia. Pulau Jawa mencatat tingkat tertinggi sebesar 96,4%, diikuti Bali dan Nusa Tenggara 95,2%, sementara wilayah-wilayah yang sebelumnya sulit dijangkau seperti Sulawesi dan Maluku kini juga menembus angka 90%.

    “Kinerja jaringan seluler di Indonesia meningkat signifikan. Ini adalah capaian penting bagi pemerataan akses digital di seluruh wilayah nusantara,” ujar Meutya dikutip dari website Komdigi, Rabu (5/11/2025).

    Komdigi kemudian mengacu pada Data Speedtest Intelligence menunjukkan bahwa median kecepatan unduh nasional melonjak dari 17,54 Mbps di 2022 menjadi 30,5 Mbps pada pertengahan 2025 atau meningkat hampir dua kali lipat.

    Kemudian dari sisi peningkatan pada kelompok pengguna dengan koneksi terendah, dari hanya 2,66 Mbps menjadi 5,69 Mbps. Komdigi mengklaim ini bukan hanya kota besar yang merasakan dampak digitalisasi, tetapi juga komunitas pedesaan dan wilayah terpencil.

    “Peningkatan di segmen terbawah ini sangat penting. Ia menunjukkan bahwa digitalisasi tidak lagi elitis, tetapi benar-benar menjangkau rakyat di lapisan bawah,” kata Meutya.

    Wilayah yang sebelumnya tertinggal, seperti Maluku Utara, kini mengalami peningkatan kecepatan dari 13,39 Mbps menjadi 20,49 Mbps. Di Papua, lonjakannya bahkan mencapai lebih dari dua kali lipat.

    Komdigi menjelaskan peningkatan kualitas internet ini merupakan hasil kombinasi investasi infrastruktur, kemitraan publik-swasta, dan kebijakan pro-pemerataan.
    Program Kewajiban Pelayanan Universal (KPU) yang dikelola oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) memainkan peran penting.

    Melalui dana kontribusi operator, pemerintah berhasil menyelesaikan 6.672 menara Base Transceiver Station (BTS) di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) dan menghadirkan konektivitas 4G ke sekolah, puskesmas, dan kantor desa.

    “Ini bukan sekadar pembangunan infrastruktur, tapi tentang keadilan digital. Kita ingin setiap anak Indonesia, dari Aceh sampai Merauke, memiliki peluang yang sama untuk belajar dan tumbuh,” ucap Meutya.

    Sementara itu, sejak pertama kali dihadirkan pada pertengahan 2021, kini teknologi 5G berkembang bertahap dan strategis. Wilayah Bali dan Nusa Tenggara mencatat ketersediaan tertinggi di angka 17%, berkat fokus penggelaran di kawasan pariwisata dan bisnis.

    Meskipun pertumbuhan 5G masih terbatas, Komdigi menyebutkan bahwa pendekatan ini dianggap realistis dengan memastikan kesiapan spektrum, efisiensi biaya, dan keberlanjutan infrastruktur sebelum memperluas cakupan nasional.

    “Cita-cita kami jelas. Tidak ada satu pun warga Indonesia yang tertinggal dalam arus digitalisasi. Kesenjangan digital harus ditutup bukan hanya dengan jaringan, tapi juga dengan pengetahuan dan kesempatan,” pungkasya.

    (agt/agt)

  • Komdigi Klaim Internet Indonesia Sekarang Makin Kencang

    Komdigi Klaim Internet Indonesia Sekarang Makin Kencang

    Jakarta

    Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengklaim kecepatan internet Indonesia mengalami peningkatan dalam satu tahun terakhir.

    Melalui langkah strategis Direktorat Jenderal Infrastruktur Digital (DJID) di bawah Kementerian Komdigi, bahwa konektivitas, tata kelola spektrum, serta keamanan dan kualitas jaringan seluler terus mengalami peningkatan signifikan.

    Direktorat Jenderal Infrastruktur Digital, Kementerian Komdigi, mencatat rata-rata kecepatan internet nasional mencapai 61,90 Mbps untuk unduh dan 22,46 Mbps untuk unggah, hasil pengukuran kualitas layanan (QoS) di 156 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Namun disayangkan, Komdigi tidak mengungkapkan perbandingan dari sebelumnya hingga menyebutkan ada peningkatan internet Indonesia saat ini.

    “Peningkatan ini mencerminkan perbaikan kinerja jaringan seluler yang konsisten dan pemerataan layanan yang mulai menjangkau wilayah 3T,” ujar Direktur Jenderal Infrastruktur Digital, Kementerian Komdigi, Wayan Toni Supriyanto dikutip dari website Komdigi, Selasa (4/11/2025).

    Bila melihat laporan Speedtest Global Index yang dirilis Ookla per September 2025 bahwa rata-rata kecepatan internet mobile download mencapai 47,50 Mbps, upload 16,21 Mbps, dan latensi 21 ms. Sedangkan, rata-rata kecepatan internet tetap (fixed broadband) mencapi 41,15 Mbps, upload 27,55 Mbps, dan latensi 7 ms.

    Selain itu, Satelit Nusantara 5 (N5) yang diluncurkan pada 12 September 2025 menjadi tonggak penting pemerataan akses internet di wilayah terpencil. Satelit berkapasitas 160 Gigabyte per second (Gbps) ini dilengkapi teknologi Very High Throughput Satellite (VHTS) dan diproyeksikan beroperasi komersial pada April 2026.

    “Dengan 101 spot beam dan 11 gateway, Satelit Nusantara 5 akan memperkuat akses pendidikan, kesehatan, dan layanan publik di seluruh Indonesia,” kata Wayan.

    Wayan mengatakan transformasi digital yang dijalankan selama satu tahun terakhir menunjukkan diklaim memberikan hasil nyata di berbagai sektor pelayanan publik.

    “Tahun pertama pemerintahan Prabowo-Gibran menegaskan arah baru digitalisasi Indonesia. Kami fokus memastikan setiap wilayah terhubung, setiap layanan publik terkoneksi, dan setiap warga mendapatkan manfaat langsung dari infrastruktur digital yang lebih merata,” tuturnya.

    Untuk mendukung konektivitas nasional, DJID telah menuntaskan dua regulasi penting, yakni Permen Komdigi Nomor 2 dan Nomor 13 Tahun 2025, yang mengatur penggunaan spektrum frekuensi radio pada pita 1,4 GHz. Langkah ini menjadi dasar untuk memperluas jaringan broadband dan mempersiapkan transisi menuju 5G.

    Pemerintah juga memastikan pengawasan ketat terhadap penggunaan spektrum melalui Sistem Informasi Manajemen Spektrum (SIMS) dan kegiatan penertiban nasional frekuensi radio pada Juli-Agustus 2025.

    Dari kegiatan itu ditemukan 1.519 pelanggaran, yang semuanya telah dikenakan sanksi administratif dan penghentian operasional.

    Wayan mengatakan terkait arah pembangunan digital pada tahun kedua pemerintahan Prabowo-Gibran akan difokuskan pada pemanfaatan satelit Nusantara 5, penyelesaian Base Transceiver Station (BTS) wilayah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T) di Papua, dan perluasan layanan akses internet Sekolah Rakyat serta Koperasi Desa Merah Putih.

    “Digitalisasi bukan sekadar soal teknologi, tetapi tentang pemerataan kesempatan. Visi Presiden sangat jelas: tidak ada warga yang tertinggal dalam transformasi digital,” pungkasnya.

    (agt/fyk)

  • Industri Menara Hadapi Stagnasi Rasio Penyewa Imbas Merger Indosat hingga XLSmart

    Industri Menara Hadapi Stagnasi Rasio Penyewa Imbas Merger Indosat hingga XLSmart

    Bisnis.com, JAKARTA— Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menilai bisnis menara telekomunikasi  di Indonesia tengah menghadapi fase stagnasi bahkan potensi penurunan, jika hanya diukur dari rasio tenancy atau tingkat penyewaan menara.

    Ketua Umum Mastel, Sarwoto Atmosutarno, mengatakan tren ini dipicu oleh sejumlah faktor struktural dan perubahan teknologi di industri telekomunikasi. 

    Dia menjelaskan, penyebab pertama adalah efisiensi akibat konsolidasi operator seluler menjadi hanya tiga entitas besar. Sementara perusahaan yang merger, akan melakukan efisiensi. 

    Adapun dalam 5 tahun terakhir ada dua merger besar di industri telekomunikasi. Pertama, merger Indosat dan Tri Indonesia. Kedua, merger XL dan Smartfren.

    “Tower adalah salah satu sasaran bisnis efisiensi,” kata Sarwoto kepada Bisnis pada Selasa (4/11/2025).

    Selain itu, lanjut Sarwoto, disrupsi dari perkembangan teknologi Base Transceiver Station (BTS) satelit atau yang dikenal dengan Sat Direct to Device (D2D) juga turut memengaruhi.

    Sarwoto menilai perlu adanya peninjauan ulang terhadap strategi bisnis penyedia menara ke depan.

    Dia menekankan operator menara tidak bisa lagi hanya bergantung pada kekuatan utama berupa tower power, tetapi harus memperluas layanan ke fasilitas lain seperti jaringan fiber optik, backhauling IP core, serta BTS indoor.

    Meski begitu, Sarwoto melihat masih ada peluang di sektor infrastruktur 5G, yang membutuhkan lebih banyak menara dan backhaul untuk mendukung implementasi Internet of Things (IoT), data center, dan cloud. Menurutnya, momentum ini juga menjadi waktu yang tepat bagi para penyedia menara untuk melakukan konsolidasi agar dapat mendukung terbentuknya jaringan netral di masa mendatang.

    “Saatnya tower provider berkonsolidasi untuk mendukung terjadinya teknologi jaringan netral di waktu dekat ini,” tutur Sarwoto.

    Sebelumnya, laporan keuangan tiga emiten besar menara hingga kuartal III/2025 menunjukkan pergerakan beragam pada rasio tenancy. PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk. (Mitratel) menjadi satu-satunya yang mencatat kenaikan, sementara PT Sarana Menara Nusantara Tbk. (TOWR) dan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG) justru mengalami penurunan.

    Mitratel mencatat rasio tenancy sebesar 1,55 kali hingga kuartal III/2025, naik tipis dari 1,51 kali pada periode yang sama tahun sebelumnya. Perusahaan mengoperasikan 40.102 menara dengan 61.987 tenant, bertambah 698 menara baru dalam sembilan bulan pertama tahun ini.

    Sebaliknya, TOWR mencatat penurunan rasio tenancy dari 1,64 kali pada 2024 menjadi 1,61 kali per kuartal III/2025, level terendah sejak 2018. TOWR kini mengoperasikan 36.049 menara dengan 58.213 tenant.

    Sementara itu, TBIG mencatat rasio kolokasi sebesar 1,76 kali, turun dari 1,79 kali di akhir 2024 dan 1,83 kali pada kuartal I/2024. TBIG mengelola 24.318 menara dengan 42.771 penyewaan hingga September 2025.

  • Strategi Telkomsel Perluas Adopsi Layanan 5G di Indonesia

    Strategi Telkomsel Perluas Adopsi Layanan 5G di Indonesia

    Bisnis.com, JAKARTA — PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) membeberkan strategi perusahaan dalam memperkuat pengembangan jaringan 5G di Indonesia. 

    VP Corporate Communications & Social Responsibility Telkomsel, Abdullah Fahmi mengungkapkan bahwa strategi Telkomsel difokuskan pada optimalisasi spektrum frekuensi yang telah dimiliki, serta kesiapan teknis dan operasional untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam penyediaan spektrum baru yang lebih efisien.

    “Seperti pada pita 700 MHz dan 2.6 GHz. Kedua pita frekuensi ini dipandang strategis untuk memperluas jangkauan layanan 5G, meningkatkan efisiensi jaringan, serta memperkuat kualitas konektivitas digital nasional,” kata Abdullah kepada Bisnis, Minggu (2/11/2025).

    Lebih lanjut, dia menekankan bahwa kolaborasi lintas sektor menjadi prioritas utama Telkomsel, baik dengan pemerintah, pelaku industri, penyedia perangkat, maupun ekosistem digital.

    Hal tersebut guna mempercepat adopsi layanan 5G di berbagai sektor strategis seperti manufaktur, kesehatan, pendidikan, pariwisata, dan kawasan industri. 

    Abdullah menambahkan bahwa Telkomsel terus melakukan modernisasi infrastruktur jaringan secara menyeluruh untuk meningkatkan kapasitas, efisiensi, dan keandalan sistem, sekaligus memastikan ketersediaan konektivitas yang merata di seluruh wilayah Indonesia.

    Selain itu, imbuhnya, penerapan kecerdasan buatan (AI) dan konsep autonomous network terus dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi operasional, menjaga stabilitas performa jaringan, serta memastikan pengalaman pelanggan yang optimal. 

    Menurut Abdullah, dengan dukungan kebijakan pemerintah yang kondusif dan tata kelola spektrum yang berkeadilan, Telkomsel berkomitmen menjadikan 5G sebagai fondasi utama penguatan daya saing bangsa.

    “Serta mempercepat transformasi digital nasional, dan mendorong pertumbuhan ekonomi digital Indonesia yang inklusif, inovatif, dan berkelanjutan,” ujarnya.

    Hingga saat ini, jaringan 5G Telkomsel telah hadir di 56 kota dan kabupaten utama di seluruh Indonesia dengan dukungan lebih dari 4.000 BTS 5G yang tersebar di wilayah strategis, kawasan industri, pusat pemerintahan, dan destinasi wisata prioritas.

    Terkait dengan target pemerintah untuk mencapai cakupan jaringan 5G sebesar 32% pada 2030, Telkomsel memberikan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah.

    Telkomsel merekomendasikan agar pemerintah terus memperkuat kebijakan tata kelola spektrum frekuensi yang berkesinambungan, efisien, berkeadilan, dan mendukung keberlanjutan investasi industri.

    Abdullah juga menilai pentingnya dukungan pemerintah dalam bentuk kebijakan insentif, penyesuaian beban biaya spektrum dan perizinan, serta percepatan penyediaan infrastruktur pasif seperti jaringan fiber optik dan akses ke menara bersama.

    “Dukungan pemerintah dalam bentuk optimalisasi kebijakan insentif, penyesuaian beban biaya spektrum dan perizinan, serta percepatan penyediaan infrastruktur pasif seperti jaringan fiber optik dan akses ke menara bersama, akan sangat membantu akselerasi penggelaran 5G secara nasional,” ujarnya.

    Lebih jauh, Abdullah menyoroti pentingnya kemudahan akses terhadap perangkat 5G yang terjangkau bagi masyarakat luas.

    Telkomsel juga mengharapkan adanya kemudahan, dukungan, serta regulasi yang dapat mendorong ketersediaan perangkat 5G yang lebih terjangkau, tidak hanya terbatas melalui insentif fiskal, kemudahan impor, atau kolaborasi dengan produsen perangkat lokal tetapi juga termasuk strategi bundling dengan produk dan layanan dengan berbagai sektor industri yang dapat memberikan nilai tambah.

    Menurut dia, perluasan adopsi layanan 5G tidak hanya bergantung pada infrastruktur, tetapi juga kesiapan ekosistem dan literasi digital masyarakat. Oleh karena itu, Telkomsel memandang pentingnya sinergi lintas sektor antara pemerintah, pelaku industri, dan ekosistem digital untuk meningkatkan literasi, kesiapan teknologi, serta adopsi layanan 5G di masyarakat dan sektor produktif.

    “Dengan kolaborasi yang erat dan kebijakan yang kondusif, Telkomsel yakin percepatan pemerataan akses 5G dapat tercapai sesuai target pemerintah sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi digital Indonesia yang inklusif dan berdaya saing,” ujar Abdullah.

  • Komdigi Kaji Spektrum Internet Satelit Sambung HP, Ini Sorotan Operator

    Komdigi Kaji Spektrum Internet Satelit Sambung HP, Ini Sorotan Operator

    Jakarta

    Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menyoroti kajian yang sedang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) terkait penggunaan pita frekuensi 2 GHz. Penggunaan spektrum tersebut akan melahirkan layanan internet satelit yang terkoneksi langsung ke ponsel.

    Direktur Eksekutif ATSI Marwan O. Baasir mengatakan pihaknya belum bisa berkomentar lebih karena kajian Regulasi dan Kebijakan Potensi Implementasi Teknologi Non-Terrestrial Network Direct-to-Device (NTN-D2D) di Indonesia masih dalam tahap Call for Information (CFI).

    “Ini masih call for information, yakni mengumpulkan informasi, belum menjadi sebuah kebijakan,” ucap Marwan kepada detikINET.

    Dokumen CFI yang sedang Komdigi konsultasi publik ini membahas potensi pemanfaatan pita frekuensi 2 GHz untuk pengembangan dua teknologi strategis, Non-Terrestrial Network Direct-to-Device (NTN-D2D) dan Air-to-Ground (A2G).

    NTN-D2D berupa konektivitas langsung antara ponsel dan satelit, sedangkan A2G memungkinkan komunikasi langsung antara pesawat dan jaringan darat.

    Komdigi menjelaskan bahwa teknologi NTN-D2D memungkinkan perangkat seluler berkomunikasi langsung dengan satelit tanpa bergantung pada menara BTS, sehingga dapat menjangkau masyarakat di wilayah terpencil, perbatasan, dan perairan yang sulit dijangkau jaringan terestrial.

    Secara konsep, teknologi ini serupa dengan layanan ‘Direct to Cel’ milik Starlink, yang memungkinkan ponsel biasa mengirim pesan atau melakukan komunikasi langsung melalui satelit tanpa perangkat tambahan. Model ini tengah menjadi tren global karena dianggap mampu menutup “blank spot” sinyal seluler di berbagai wilayah.

    Marwan menambahkan ATSI juga mempelajari dan mengevaluasi terkait penggunaan pita frekuensi 2 GHz untuk teknologi NTN-D2D dan A2G.

    “Yang bisa kita tanggapi, pemerintah memperhatikan keberlanjutan industri telekomunikasi yang sudah ada, infrastruktur yang sudah dibangun, mengurusi pelanggan, supaya ini adil,” pungkas Marwan.

    (agt/agt)

  • Telkomsel Operasikan 4.000 BTS 5G di 56 Kota, Penetrasi Tertinggi di Jabodetabek

    Telkomsel Operasikan 4.000 BTS 5G di 56 Kota, Penetrasi Tertinggi di Jabodetabek

    Bisnis.com, JAKARTA — PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) terus menggelar jaringan 5G secara terukur dengan jumlah base transceiver station (BTS) 5G mencapai 4.000 unit pada Oktober 2025. Jumlah tersebut bertambah sekitar 3.025 BTS sepanjang tahun ini. 

    VP Corporate Communications & Social Responsibility Telkomsel Abdullah Fahmi memastikan  Telkomsel terus menggelar jaringan 5G secara terarah, terukur, dan bertahap. Saat ini BTS 5G Telkomsel telah tersedia di 56 kota/kabupaten. 

    “Pembangunan terarah agar manfaat teknologi ini dapat dirasakan secara luas,” kata Fahmi kepada Bisnis pada Kamis (30/10/2025). 

    Fahmi menuturkan, jaringan 5G Telkomsel kini telah mencakup area strategis seperti Bandung, Batam, Makassar, Surabaya, Jabotabek, dan Ibu Kota Nusantara (IKN). 

    Secara nasional, dia menyebut penetrasi perangkat 5G menunjukkan tren positif dengan pertumbuhan yang konsisten seiring meningkatnya ketersediaan jaringan dan ekosistem pendukung

    Secara rinci, di Bandung penetrasi mencapai 26%, Batam 23%, Makassar 26%, Surabaya 28%, dan Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Depok (Jabotabek) lebih dari 30% yang mana meningkat dari sekitar 20% pada akhir tahun lalu.

    Menurut Abdullah, pola peningkatan tersebut mencerminkan arah perkembangan di kota-kota besar lainnya, sekaligus menegaskan komitmen Telkomsel untuk mendorong transformasi digital yang inklusif dan berkelanjutan.

    “Sejalan dengan upaya memperkuat daya saing bangsa melalui teknologi,” ujarnya.

    Namun, dia mengakui masih ada sejumlah tantangan yang dihadapi dalam pengembangan 5G nasional. 

    Dia mengatakan tantangan utama terletak pada ketersediaan spektrum frekuensi yang ideal, dukungan regulasi lintas sektor, serta kesiapan ekosistem perangkat dan aplikasi yang terjangkau. 

    “Selain itu, diperlukan insentif seperti keringanan PNBP untuk mempercepat penggelaran,” katanya.

    Meski begitu, Abdullah menilai peluang pengembangan 5G di Indonesia sangat besar. Teknologi ini akan menjadi fondasi bagi inovasi di berbagai sektor strategis mulai dari smart city, industri manufaktur, hingga layanan kesehatan seperti telesurgery.

    Dia menambahkan, dengan optimisasi 5G, Indonesia dapat mempercepat proses bisnis, meningkatkan produktivitas, dan membuka ruang bagi penerapan teknologi masa depan seperti kecerdasan buatan (AI), Internet of Things (IoT), dan robotik.

    “Ini sejalan dengan visi kami untuk memberdayakan masyarakat melalui teknologi dan menciptakan nilai tambah bagi perekonomian nasional,” kata Abdullah.

    Sementara itu, berdasarkan data Direktorat Pengendalian Komunikasi Digital (Dit. Pengendalian Komdigi, 2025), hingga 2024 luas permukiman yang tercakup sinyal 5G baru mencapai 4,44%. Dari total 13 lokasi yang menjadi target dalam Rencana Strategis (Renstra) Kemenkomdigi 2020–2024, sebanyak 12 di antaranya sudah terlayani jaringan 5G.

    Lokasi tersebut meliputi lima ibu kota provinsi di Pulau Jawa (Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan Serang), IKN, Kawasan Industri Jababeka, serta enam destinasi super prioritas (DPSP) yakni Borobudur, Danau Toba, Mandalika, dan Labuan Bajo. Adapun wilayah yang masih terkendala adalah DPSP Likupang, yang menghadapi hambatan akibat pengelolaan kawasan yang belum optimal.

    Sebelumnya, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria menyampaikan pemerintah menargetkan jangkauan koneksi 5G di Indonesia dapat mencapai 32% pada 2030.

    “Pemerintahan mencanangkan 32% setidaknya jaringan 5G itu bisa tersambung hingga tahun 2030,” kata Nezar, Senin (28/10/2025).

    Nezar menjelaskan, saat ini ketersediaan koneksi internet 5G di Indonesia masih sangat rendah. Per Oktober 2025, jumlahnya baru mencapai 10% dari total populasi, jauh tertinggal dari negara tetangga seperti Malaysia yang telah mencapai 80%. Karena itu, pemerintah terus mendorong kolaborasi seluruh pemangku kepentingan untuk mempercepat pengembangan ekosistem 5G di Tanah Air.

  • BTS Indosat (ISAT) Bertambah, Pelanggan Berkurang 4 Juta Kuartal III/2025

    BTS Indosat (ISAT) Bertambah, Pelanggan Berkurang 4 Juta Kuartal III/2025

    Bisnis.com, JAKARTA — PT Indosat Tbk. (ISAT) agresif dalam menambah base transceiver station (BTS) atau pemancar sinyal baru hingga kuartal III/2025. Sayang, di tengah penambahan BTS tersebut jumlah pelanggan perusahaan justru berkurang jutaan.

    Merujuk pada laporan info memo kuartal III/2025, Indosat tercatat memiliki total 95 juta pelanggan. Jumlah tersebut berkurang 4 juta pelanggan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang sebesar 99 juta pelanggan. Penurunan tajam terjadi di segmen pelanggan prabayar dengan penurunan mencapai 4 juta pelanggan secara tahunan. Adapun secara kuartalan atau tiga bulanan jumlah pelanggan Indosat turun 1 juta pelanggan.

    Penurunan pelanggan justru terjadi saat perusahaan gencar membangun jaringan baru di Luar Hawa dan menambah kapasitas di tempat eksisting.

    BTS 4G Indosat bertambah sekitar 14.887 unit pada kuartal III/2025 dibandingkan dengan kuartal III/2024. BTS 2G bertambah 3.030 unit, sementara BTS 5G bertambah 1.263 unit menjadi 1.404 pada kuartal III/2025..

    Sejalan dengan penurunan jumlah pelanggan, pendapatan perusahaan ikut turun 1,6% year on year/YoY  menjadi Rp41,1 triliun pada kuartal III/2025.  Sementara itu rerata pendapatan per pelanggan atau ARPU naik dari Rp38.000 pada kuartal III/2024 menjadi Rp39.000 pada kuartal III/2025.

    Sebelumnya, pada 31 Juli 2025 Indosat mengganti Ritesh Kumar Singh yang mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Chief Commercial Officer & Director. Ritesh pindah ke Smart Axiata Kamboja dan menjabat sebagai CEO di sana.  Indosat menunjuk Syed Bilal Kazmi sebagai penggantinya.

    Dalam menjaga pelanggannya, sepanjang 9 bulan pertama 2025 Indosat terus melakukan inovasi salah satunya melalui “Satspam IM3” (Satuan Anti Scam dan Spam), yang merupakan fitur keamanan digital dari Indosat Ooredoo Hutchison (IM3) untuk melindungi pelanggan dari panggilan telepon, SMS spam, dan modus penipuan (scam) menggunakan teknologi AIvolusi 5G.

    Satspam adalah inovasi berbasis kecerdasan buatan (AI) yang bekerja secara otomatis dan real-time untuk mendeteksi serta memblokir nomor mencurigakan, tautan berbahaya, dan upaya penipuan digital. Fitur ini dirancang untuk mengurangi risiko penipuan seperti phishing, tawaran kerja palsu, atau investasi bodong, yang menurut data menimpa 65% masyarakat Indonesia setiap minggu.

  • Pelaku Lemas Takut Dihajar Massa

    Pelaku Lemas Takut Dihajar Massa

    Liputan6.com, Jakarta Aksi dramatis terjadi di Desa Canggung, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan, Rabu pagi (29/10/2025). Seorang pemuda terduga pelaku pencurian kabel tembaga menara telekomunikasi (BTS) bertahan 1,5 jam di atas tower setinggi puluhan meter karena takut dihajar massa saat turun.

    Kejadian bermula sekitar pukul 04.00 WIB, ketika tiga orang diduga mencuri kabel di menara tersebut. Dua pelaku memilih turun dan diamankan warga bersama polisi. Sementara satu pelaku lainnya memilih bertahan di atas tower karena takut diserang massa yang sudah berkumpul di bawah. 

    Kabid Pemadaman dan Penyelamatan Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (Damkarmat) Lampung Selatan, Rully Fikriansyah mengaku mendapat laporan dari Kapolsek Kalianda, AKP Suliyadi, untuk membantu proses evakuasi.

    “Sekitar pukul 07.00 WIB kami menerima laporan dari Polsek Kalianda. Kami langsung menurunkan lima personel dengan perlengkapan tali dan body harness ke lokasi untuk membantu polisi dan TNI melakukan evakuasi,” ujar Rully, Rabu (29/10).

    Dia bilang, proses membujuk pelaku agar mau turun berlangsung cukup lama karena pelaku terlihat ketakutan dan kelelahan.

    “Pelaku ini sudah lemas. Kami bersama dua personel polisi naik ke atas untuk merayu dan meyakinkan dia agar turun. Setelah hampir satu jam negosiasi, akhirnya berhasil kami evakuasi dengan selamat,” ungkap dia.

  • Menghitung Biaya Investasi WIFI-DSSA Hubungkan 20 Juta Rumah dengan Internet Murah

    Menghitung Biaya Investasi WIFI-DSSA Hubungkan 20 Juta Rumah dengan Internet Murah

    Bisnis.com, JAKARTA —  PT Telemedia Komunikasi Pratama, anak usaha PT Solusi Sinergi Digital Tbk. (WIFI), dan  PT Eka Mas Republik, anak usaha PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA) diwajibkan untutk menghubungkan 20 juta rumah dengan internet murah sebagai komitmen atas penggunaan frekuensi 1,4 GHz. Kewajiban tersebut harus dipenuhi dalam 10 tahun.

    Seperti diketahui, berdasarkan pengumuman Nomor: 1/SP/TIMSEL1,4/KOMDIGI/2025 Tentang Seleksi Pengguna Pita Frekuensi Radio 1,4 GHz untuk layanan Akses Nirkabel Pitalebar atau Broadband Wireless Access (BWA) Tahun 2025, pemerintah melaksanakan seleksi terhadap objek seleksi berupa pita frekuensi radio pada rentang 1432–1512 MHz untuk layanan Time Division Duplexing (TDD). Masa berlaku Izin Penggunaan Frekuensi Radio (IPFR) ditetapkan selama 10 tahun.

    Sementara itu pada Juli 2025, Pakar telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Agung Harsoyo memperkirakan ongkos yang harus dikeluarkan perusahaan telekomunikasi dalam menggelar FWA tidak jauh berbeda dengan ongkos untuk menggelar layanan seluler. Namun ada beberapa komponen tambahan.

    “Saya yakin struktur biaya FWA mirip dengan struktur biaya selular. Artinya, pelanggan pada jarak tertentu dari pemancar FWA, struktur biayanya pasti sama,” kata Agung kepada Bisnis.

    Untuk menyediakan layanan FWA, perusahaan telekomunikasi terlebih dahulu harus menggelar serat optik ke menara telekomunikasi sebagai jalur trafik internet.  Adapun yang membedakan dengan seluler eksisting, perusahaan FWA perlu menambah biaya untuk radio unit (modul), frekuensi, dan antena.

    WIFI nantinya harus menggelar serat optik di Pulau Jawa, Maluku, dan Papua. Sementara itu DSSA wajib menggelar di Sumatra, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, dan Sulawesi. Dalam menghadirkan serat optik di wilayah tersebut, pemenang dapat menggunakan serat optik eksisting, bekerja sama dengan perusahaan telekomunikasi lain, atau membangun sendiri.

    Dari sisi modul, berdasarkan informasi yang diterima Bisnis, biaya yang harus disiapkan untuk operasional bulanan sekitar Rp125 juta – Rp700 juta per site tergantung kelengkapan alat. Belum diketahui jumlah site yang harus dibangun untuk melayani 20 juta rumah dengan internet murah.

    Sementara itu untuk pengadaan perangkat jaringan radio akses sekitar Rp1 miliar – Rp2 miliar, sewa lahan dan menara sekitar Rp1,5 miliar – Rp2 miliar, biaya transmisi Rp1 miliaran, dan sistem utama serta billing sekitar Rp1 miliar. 

    Dari sisi pelanggan, para pengguna layanan FWA 1,4 GHz nantinya harus menyiapkan uang lebih untuk membeli modem yang dapat menangkap sinyal FWA. Ruter di masyarakat harganya beragam, bisa mencapai Rp656.000 atau US$30.

    WIFI belum lama memperkenalkan perangkat Wi-Fi 7 yang dijual seharga Rp299.000. Perangkat tersebut juga dapat digunakan oleh pelanggan dengan harga yang lebih murah.

    WIFI dan DSSA juga perlu menyiapkan biaya bandwidth yang tidak murah. Ongkos tersebut dapat ditekan lewat kerja sama dengan pihak ketiga atau melalui diskon biaya hak penggunaan frekuensi. 

    “Saya yakin yang tidak mirip [antara seluler dan FWA 1,4 GHz] adalah harga PNBP atau BHP frekuensinya. Jadi, kalau dari sisi biaya, lebih murah. Kira-kira. Kan itu ranahnya adalah ranah kebijakan. Pemerintah punya kewenangan untuk menurunkan harga mulai dari regulasi,” kata Agung. 

    Petugas memperbaiki BTS

    Sementara itu, Head of Asia Pacific GSMA Julian Gorman mengatakan tantangan utama dalam pemanfaatan frekuensi 1,4 GHz berkaitan dengan kesiapan ekosistem pendukung yang masih minim. Di luar ratusan miliar biaya yang harus dibayarkan para pemenang lelang, ongkos membangun ekosistem juga tidak murah. Pemenang perlu membangun kepercayaan masyarakat terhadap produk dan layanan purna jual yang optimal.

    “Masalah utama dari teknologi 1,4 GHz adalah ukuran ekosistemnya,” ujar Julian.

    Beban yang lebih tinggi ….