Grup Musik: BTS

  • Pengaktifan 87% Menara Telekomunikasi di Aceh yang Sudah Diperbaiki Terhambat Listrik

    Pengaktifan 87% Menara Telekomunikasi di Aceh yang Sudah Diperbaiki Terhambat Listrik

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menyatakan sebagian besar menara pemancar atau base transreceiver station (BTS) telekomunikasi di Aceh telah diperbaiki pascabencana banjir dan longsor besar yang terjadi pada 26 November 2025. Namun, pemulihan jaringan di provinsi tersebut masih menghadapi kendala, terutama terkait pasokan listrik.

    Meutya menyebut sedikitnya sudah 87,8% menara pemancar selesai diperbaiki. Dia juga menyebut proses pemulihan BTS di Aceh berjalan lebih lambat dibandingkan dua provinsi lain yang turut terdampak bencana, yakni Sumatra Utara dan Sumatra Barat. Di Sumatra Utara, pemulihan BTS telah mencapai 97%, sedangkan di Sumatra Barat mencapai 99 persen.

    Ia memerinci, total menara BTS yang terdampak bencana di Aceh mencapai 3.735 unit. Hingga kini, sebanyak 3.283 BTS atau 87,8% telah selesai diperbaiki. Meski demikian, sebagian besar menara tersebut belum dapat beroperasi karena belum tersedianya aliran listrik yang stabil.

    “Namun tentu nyalanya diperlukan aliran listrik yang stabil atau genset,” ungkap Meutya kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (15/12/2025).

    Dia juga menyebut saat ini tersisa 452 menara BTS atau sekitar 12% dari total di Aceh belum pulih karena masih dalam tahap perbaikan atau belum dapat dijangkau. Meutya menegaskan bahwa meskipun tingkat pemulihan telah mendekati 90%, operasional BTS tetap bergantung pada ketersediaan listrik.

    “Jadi sekali lagi BTS yang recover 87%, namun sekali lagi catatan untuk bisa beroperasi melihat dari ketersediaan listrik yang stabil,” ujar mantan Ketua Komisi I DPR itu.

    Di sisi lain, Meutya menyebut saat ini terdapat 2.194 menara BTS yang sudah berstatus operasional. Namun, sejumlah daerah seperti Bener Meriah, Takengon, dan Aceh Tamiang masih memerlukan penanganan lanjutan.

    Untuk mempercepat pemulihan layanan telekomunikasi, Kementerian Komunikasi dan Digital telah meminta operator telekomunikasi menambah pengiriman genset agar BTS yang telah diperbaiki dapat segera berfungsi.

    “Solusi sementaranya adalah kami dorong untuk pengiriman genset lebih banyak lagi. Kami selalu mengimbau untuk percepatan-percepatan terus di tengah kondisi yang masih sulit, mereka commit. Jadi kalau melihat targetnya kapan ya mungkin tadi yang kami sampaikan, juga bergantung kepada ketersediaan lainnya, termasuk listrik,” kata Meutya

  • Pemulihan BTS Aceh Terdampak Banjir Capai 87,8%, Operator Diminta Tambah Genset

    Pemulihan BTS Aceh Terdampak Banjir Capai 87,8%, Operator Diminta Tambah Genset

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menyebut 87,8% menara pemancar atau base transreceiver station (BTS) di Aceh sudah diperbaiki setelah terdampak bencana banjir dan longsor pada 26 November 2025 lalu. 

    Meutya menyebut pemulihan menara BTS di Aceh tidak secepat dari dua provinsi lainnya yang turut terdampak bencana, yakni Sumatra Utara dan Sumatra Barat. Bahkan, pemulihan menara BTS di Sumatra Utara sudah mencapai 97%, sedangkan Sumatra Barat 99%. 

    Meutya memerincikan bahwa total menara BTS yang terdampak pada 26 November 2025 sebanyak 3.735 menara. Sampai dengan saat ini, jumlah yang sudah pulih mencapai 3.283 BTS atau 87,8%. Akan tetapi, kondisinya belum menyala. 

    “Namun tentu nyalanya diperlukan aliran listrik yang stabil atau genset,” ungkapnya kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (15/12/2025). 

    Sementara itu, total menara BTS yang belum pulih mencapai 452 unit akibat belum diperbaiki atau belum bisa dijangkau. Jumlahnya setara dengan 12% dari total menara pemancar yang ada di Aceh. 

    “Jadi sekali lagi BTS yang recover 87%, namun sekali lagi catatan untuk bisa beroperasi melihat dari ketersediaan listrik yang stabil,” terang mantan Ketua Komisi I DPR itu. 

    Di sisi lain, terdapat 2.194 menara BTS yang saat ini dalam status operasional. Adapun daerah-daerah di Aceh seperti Bener Meriah, Takengon dan Aceh Tamiang diakui memerlukan tindakan lebih lanjut.

    Dari pihak operator telekomunikasi, Meutya menyebut telah meminta para operator untuk mengirim lebih banyak genset agar menara BTS yang sudah diperbaiki bisa langsung menyala. 

    “Solusi sementaranya adalah kami dorong untuk pengiriman genset lebih banyak lagi. Kami selalu mengimbau untuk percepatan-percepatan terus di tengah kondisi yang masih sulit, mereka commit. Jadi kalau melihat targetnya kapan ya mungkin tadi yang kami sampaikan, juga bergantung kepada ketersediaan lainnya, termasuk listrik,” pungkas Meutya.

  • Hadapi Libur Panjang Nataru, XLSMART Perkuat Jaringan di 13 Ribu Km Jalur Utama Indonesia

    Hadapi Libur Panjang Nataru, XLSMART Perkuat Jaringan di 13 Ribu Km Jalur Utama Indonesia

    Selain jalur utama mudik nasional, XLSMART juga memperkuat jaringan di jalur tol baru Yogyakarta-Solo, yang menjadi bagian dari jaringan Tol Trans Jawa. Jalur ini didukung oleh lebih dari 100 BTS 4G dengan kualitas jaringan yang diklaim sangat baik.

    Group Head Central Region XLSMART, Arif Farhan Budiyanto mengatakan:

    ”Peningkatan kualitas jaringan di sepanjang jalur tol Yogyakarta-Solo merupakan komitmen XLSMART untuk mendukung kenyamanan komunikasi dan menghadirkan pengalaman digital terbaik bagi pelanggan. XLSMART akan terus melakukan optimasi jaringan, menambah site coverage khusus tol, serta memperkuat kapasitas di area padat pengguna, termasuk destinasi wisata dan pusat kota.”

    Di sepanjang wilayah yang dilintasi tol ini, XLSMART mengoperasikan lebih dari 2.000 BTS. Rinciannya antara lain lebih dari 250 BTS di Kota Yogyakarta, lebih dari 770 BTS di Sleman, lebih dari 390 BTS di Klaten, lebih dari 190 BTS di Solo, serta sekitar 400 BTS di Boyolali.

    Dari jumlah tersebut, lebih dari 200 BTS berdiri di sepanjang jalur tol utama, mencakup 8 BTS di Kota Yogyakarta, lebih dari 100 BTS di Kabupaten Sleman, lebih dari 40 BTS di Kabupaten Klaten, serta lebih dari 50 BTS di Kabupaten Boyolali

    Tidak hanya tol, penguatan jaringan juga dilakukan di destinasi wisata dan pusat keramaian seperti Malioboro, Candi Prambanan, Tebing Breksi, Keraton Kasunanan Surakarta, Pura Mangkunegaran, hingga Kampung Batik Laweyan.

  • Pemkab Badung Diminta Serius Tangani Gugatan Rp3,3 Triliun dari Bali Tower

    Pemkab Badung Diminta Serius Tangani Gugatan Rp3,3 Triliun dari Bali Tower

    Bisnis.com, DENPASAR — Gugatan emiten PT Bali Towerindo Sentra Tbk (BALI) terhadap Pemerintah Kabupaten Badung masih terus berjalan setelah mediasi pada 9 Desember 2025 lalu di Pengadilan Denpasar berakhir buntu tanpa kesepakatan.

    Anggota DPRD Badung, I Wayan Puspanegara meminta Pemkab Badung serius menghadapi gugatan tersebut karena menyangkut kredibilitas pemerintah di hadapan hukum. 

    Pemda juga diminta menjelaskan secara terbuka kepada legislatif dan masyarakat Badung terkait tuntutan tersebut. Hingga kini, DPRD menyebut belum mendapatkan penjelasan menyeluruh terkait dasar gugatan tersebut, selain informasi yang diberitakan sejumlah media.

    Puspanegara mengaku heran atas gugatan yang dilayangkan oleh perusahaan tersebut, karena selama 20 terakhir diberikan akses penuh dalam membangun menara telekomunikasi.

    “Kenapa perusahaan tersebut tiba-tiba menuntut Pemda Badung? Hal ini perlu menjadi perhatian serius pemda,” jelas Puspa Negara kepada media dikutip Senin (15/12/2025).

    Kerjasama Bali Towerindo dengan Pemkab Badung terkait pembangunan base transceiver station (BTS) di Kabupaten Badung, namun setelah 20 tahun, Bali Towerindo menggugat Pemkab Badung melalui Surat Perjanjian Nomor 555/2818/DISHUB-BD dan Nomor 018/BADUNG/PKS/2007 tertanggal 7 Mei 2007. 

    Menurut surat tersebut, Pemkab Badung dinilai telah melakukan wanprestasi sehingga harus memberikan ganti rugi Rp3,3 triliun.

    Disisi lain, kerja sama tersebut dinilai oleh perusahaan telekomunikasi lain sebagai monopoli, karena tidak memberikan peluang yang sama kepada perusahaan lain. 

    Puspanegara menyebut Pemkab Badung harus memberi kesempatan perusahaan lain melalui mekanisme yang terbuka dan berkeadilan.

    Sementara itu Manager OM & Deployment Balinusra PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) atau Mitratel Andi Baspian Yasma mengungkapkan bahwa di wilayah Badung, sebanyak 42 menara telekomunikasi Mitratel telah dibongkar oleh Pemkab Badung. 

    Sebanyak 54 tenant dari operator, Telkomsel, XL, dan Indosat, terdampak atas pembongkaran tersebut.

    Pembongkaran menara ini berdampak langsung terhadap cakupan hingga kualitas jaringan di wilayah tersebut. “Sekarang operator telko seperti Telkomsel, XL, dan Indosat menjadi terganggu dengan pembongkaran tersebut.

    Di beberapa lokasi, kualitas sinyal dilaporkan buruk, sementara kerja sama hanya tersedia dengan satu pihak dan tidak ada alternatif lain yang menyulitkan operator telko meningkatkan kualitas jaringannya,” ujarnya dikutip dari siaran pers.

    Sementara itu, Regional Manager Balinusra PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) Anandayu Ega Hardianto mengatakan, kontrak antara Bali Tower dan Pemerintah Kabupaten Badung menyulitkan pelaku usaha infrastruktur telekomunikasi lain untuk berbisnis di wilayah tersebut.

    “Kontrak tersebut menjadi hambatan investasi di Badung. Menara kami juga dibongkar, termasuk dua titik di Batu Bolong dan Nusa Dua tahun ini, serta sejumlah lokasi lain dalam beberapa tahun terakhir,” ungkapnya.

  • Diandalkan di Indonesia, Ingin Dilumpuhkan di China

    Diandalkan di Indonesia, Ingin Dilumpuhkan di China

    Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia dan China merupakan negara  dengan populasi terbesar di dunia. Keduanya memiliki sikap berbeda terhadap satelit orbit rendah (LEO) Starlink milik Elon Musk.

    Pemerintah Indonesia saat ini sangat bergantung dengan konektivitas satelit, baik Satria-1 maupun Starlink, dalam berkomunikasi di wilayah terdampak banjir di Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh.

    Pada 3 Desember 2025, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyalurkan 32 unit perangkat Starlink untuk membantu masyarakat yang terdampak banjir dan longsor. Bantuan ini diberikan untuk mempercepat pemulihan layanan di wilayah yang mengalami kerusakan infrastruktur telekomunikasi. 

    Kepala Balai Monitor Kelas II Padang Kementerian Komdigi, M. Helmi, menjelaskan jumlah perangkat yang dikirimkan telah disesuaikan dengan permintaan dan kebutuhan masyarakat di lokasi bencana. 

    “Komdigi tidak memungut biaya untuk penggunaan Starlink ini oleh masyarakat terdampak bencana. Setelah masa tanggap darurat berakhir, kebijakan penggunaan akan disesuaikan, termasuk kemungkinan pemanfaatan komersial,” kata Helmi.

    Dia memaparkan perangkat Starlink memiliki jangkauan antara 500 meter hingga 1 kilometer dan dapat digunakan sekitar 60 pengguna sekaligus. 

    Kapasitasnya masih bisa ditingkatkan ketika perangkat dihubungkan dengan alat pendukung seperti hotspot tambahan. Kecepatan internet yang dihasilkan dapat mencapai hingga 300 Mbps.

    Helmi menambahkan Starlink dimanfaatkan sebagai jaringan pengganti sementara ketika BTS mengalami gangguan akibat listrik padam, putusnya transmisi, kerusakan fisik, maupun ketika melayani area blank spot. 

    “Akses komunikasi melalui satelit tidak bergantung pada kondisi infrastruktur darat, sehingga membantu percepatan pemulihan jaringan di daerah terdampak,” katanya.

    Perangkat penangkap sinyal Starlink

    Berbeda dengan Indonesia, pemerintah China saat ini justru tengah memikirkan cara untuk memadamkan satelit Starlink. Mereka khawatir Starlink hanya akan membuat kericuhan pada masa mendatang karena mereka dapat mengendalikan informasi lewat konektivitas satelit.

    Peneliti di China tengah menjajal metode baru untuk melumpuhkan jaringan internet satelit konstelasi, seperti Starlink, guna mengantisipasi potensi konflik di masa depan. 

    Berdasarkan studi terbaru, China diperkirakan membutuhkan ribuan drone untuk melakukan jamming atau pengacauan sinyal di wilayah seluas Taiwan.

    Melansir dari Dark Reading Kamis (11/12/2025), sebuah makalah akademis yang diterbitkan dalam jurnal Systems Engineering and Electronics mengungkapkan temuan tersebut. Peneliti dari dua universitas besar di China menemukan bahwa komunikasi yang disediakan oleh konstelasi satelit dapat diganggu, namun dengan biaya yang sangat besar.

    Studi tersebut mensimulasikan bahwa untuk memutus sinyal dari jaringan Starlink ke wilayah seluas Taiwan, militer membutuhkan pengerahan 1.000 hingga 2.000 drone yang dilengkapi perangkat jammer secara bersamaan.

    Diketahui sebelumnya, konstelasi satelit menjadi peran vital dalam perang Rusia dan Ukraina. Satelit terbukti menjadi urat nadi bagi pasukan Ukraina untuk menjaga konektivitas internet dan komunikasi militer tetap hidup meski di tengah gempuran serangan.

    Temuan ini menjadi sinyal peringatan bagi pemerintah dan perusahaan antariksa global. Peneliti pertahanan siber senior di Center for Security Studies (CSS) ETH Zürich Clémence Poirier mengatakan bahwa riset ini adalah realita nyata mengenai strategi perang masa depan.

    Menurut Poirier, jika konflik pecah di Asia, terutama yang melibatkan China dan Taiwan, pemutusan konektivitas satelit akan menjadi strategi langkah pembuka.

    “Perusahaan antariksa harus memantau sistem mereka dengan ketat, memisahkan jaringan antara pelanggan sipil dan militer, serta memperbarui model ancaman mereka jika konflik terjadi,” ujar Poirier.

    Satelit kini memegang peran yang makin krusial, mulai dari menyediakan bandwidth berkecepatan tinggi berbiaya rendah untuk daerah pedesaan hingga komunikasi di zona konflik. 

    Hal ini menjadikan infrastruktur tersebut target utama. Sistem navigasi satelit global (GNSS) makin sering mengalami gangguan di sekitar zona perang, sementara peretas negara menargetkan kendali posisi satelit melalui serangan siber.

    Wakil Direktur Proyek Keamanan Dirgantara di Center for Strategic and International Studies (CSIS) Clayton Swope juga menjelaskan mengapa serangan siber dan perang elektronik terhadap satelit kini lebih diminati dibandingkan serangan fisik.

    Menurut Swope, taktik ini memiliki risiko kerusakan tambahan yang lebih kecil dan kemungkinan eskalasi ketegangan yang lebih rendah.

    “Serangan kinetik (fisik) masih menjadi kekhawatiran, tetapi sulit membayangkan serangan kinetik terjadi di masa damai atau ketegangan tinggi karena terlalu memicu eskalasi perang terbuka,” kata Swope.

    Sebaliknya, dia menilai serangan siber serta pengacauan sinyal sering terjadi sebagai taktik “zona abu-abu” yang dianggap tidak mengancam eskalasi yang tidak diinginkan secara langsung.

    Meski China meriset cara melumpuhkannya, jaringan satelit konstelasi sangat sulit untuk dilumpuhlan secara total. Karakteristik satelit ini yang bergerak cepat, berjumlah banyak, dan menggunakan berbagai teknik koreksi sinyal membuat interferensi menjadi tantangan berat.

    Sebagai contoh, Starlink saat ini mengoperasikan sekitar 9.000 satelit yang bergerak di low-earth orbit. Taiwan sendiri telah mengantisipasi risiko ini dengan menandatangani kontrak bersama Eutelsat OneWeb, konstelasi satelit lain yang memiliki lebih dari 600 satelit, untuk menjamin konektivitas jika terjadi bencana atau perang.

    Direktur Strategi dan Keamanan Nasional di The Aerospace Corp Sam Wilson menambahkan bahwa dengan beralihnya AS dan negara lain ke konstelasi satelit terdistribusi yang besar, senjata anti-satelit tradisional menjadi kurang bernilai secara strategis.

    “Menghancurkan satu aset memang akan menyebabkan kerusakan, tetapi tidak akan mematikan seluruh konstelasi. Hal ini mendorong musuh untuk mempertimbangkan vektor ancaman lain, termasuk perang elektronik dan siber,” jelas Wilson. (Muhammad Diva Farel Ramadhan)

  • Sengkarut Industri Telekomunikasi di Badung, Jantung Pariwisata Bali

    Sengkarut Industri Telekomunikasi di Badung, Jantung Pariwisata Bali

    Bisnis.com, JAKARTA — Kabupaten Badung, yang merupakan jantung pariwisata di Bali, dihadapkan pada kualitas internet yang tidak merata imbas kebijakan eksklusivitas yang diberikan pemerintah kabupaten kepada pada salah satu provider menara. 

    Pada 2007 Pemkab Bandung menjalin perjanjian eksklusif dengan PT Bali Towerindo Sentra Tbk. terkait penggelaran infrastruktur menara di Badung.

    Perjanjian tersebut tertuang pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 18 Tahun 2016 tentang Penataan, Pembangunan, dan Pengoperasian Menara Telekomunikasi Terpadu di Kabupaten Badung.

    Salah satu inti dari perjanjian yang akan berakhir pada 2027 itu adalah pembangunan menara telekomunikasi di Badung hanya boleh digelar oleh Bali Tower, dengan alasan menjaga estetika. 

    Bali Tower diberi hak eksklusif untuk membangun 49 menara telekomunikasi di titik yang telah ditentukan Pemkab. 

    Selain menjalin kerja sama eksklusif, Pemkab Badung juga melakukan pembokaran terhadap puluhan menara telekomunikasi pada 2023 yang berdampak pada kerugian di pihak pelaku usaha dan masyarakat. 

    Manager OM & Deployment Balinusra Mitratel Andi Baspian Yasma mengatakan akibat pembongkaran menara tersebut kualitas internet di Badung melemah dan tidak merata. 

    Kecepatan internet di sejumlah titik yang ditertibkan, kecepatan internetnya lebih rendah dibandingkan wilayah Badung lainnya.

    Operator seluler terpaksa menggunakan menara milik Balik Tower sebagai satu-satunya perusahaan menara yang diperbolehkan membangun menara telekomunikasi, yang berdampak pada penurunan kualitas internet. 

    Kondisi ini bertentangan dengan misi dan visi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang tengah fokus meningkatkan kualitas internet Indonesia agar dapat bersaingan dan keluar dari peringkat terbawah di Asia Tenggara. 

    “Beberapa lokasi yang dibongkar sinyalnya down karena mereka tidak ada pilihan. Pembongkaran terjadi karena sesuai perjanjian dengan Bali tower dengan Pemkab,” kata Andi kepada Bisnis, Minggu (14/12/2025). 

    Andi memaparkan data hasil pengujian kualitas sinyal menggunakan aplikasi G-Nextrack Lite di lapangan. 

    Indikator yang digunakan Andi adalah RSRP (Reference Signal Received Power) atau besar daya rata-rata dari Reference Signal (sinyal referensi) yang diterima oleh perangkat pengguna.

    Satuan yang digunakan dBm (desibel-miliwatt). Nilai 60 s/d -90 dBm masuk dalam kategori biru hingga merah yang berarti bagus dan bagus sekali. Sementara itu di atas 90db masuk kategori warna ungu hingga abu-abu (-120 dst) yang berarti buruk hingga buruk sekali. 

    Dari perhitungan terungkap bahwa kekuatan sinyal Telkomsel dan Indosat berada di kisaran 101 dB. Sementara batas minimal kondisi sinyal yang baik berada di 0-90 dB. XL tercatat di 101 dB, dan Indosat mencapai 106 dB. Bahkan, beberapa titik di Badung kini menjadi wilayah dengan kekuatan sinyal paling rendah dibandingkan kabupaten lain.

    Beberapa titik dengan kualitas sinyal rendah di Badung antara lain kawasan Jalan Raya Smart, Desa Canggu, yang didominasi vila dan pusat hiburan; Jalan Panganyutan, Desa Buduk, kawasan permukiman dengan kekuatan sinyal XL 98 dB, Indosat 97 dB, dan Telkomsel 105 dB; serta Jalan Raya Sibang Kaja, Abiansemal, dengan kekuatan sinyal XL 104 dB dan Telkomsel 100 dB.

    Adapun jika dibandingkan dengan di Jalan Griya Tuban, Kuta, kualitas internet Telkomsel sangat jaun dan dapat menyentuh 77 dB, yang berarti kualitas internet baik. 

    “Di beberapa titik masih terjadi penurunan kualitas. Walaupun operator sudah berusaha mencoba memaksimalkan dan memperluas coverage BTS dari menara yang terdekat,” kata Andi. 

    Ilustrassi kota Canggu, Bali

    Andi menduga penurunan kualitas internet ada sangkut pautnya dengan hak eksklusivitas yang diberikan kepada Bali Tower. 

    Dia khawatir hak eksklusivitas tersebut akan diperpanjang 20 tahun atau hingga 2047 sesuai dengan gugatan yang diajukan oleh Bali Tower kepada Pemkab Badung dengan alasan wanprestasi.  

    Investasi Terdampak

    Sementara itu, Regional Manager Balinusra PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) Anandayu Ega Hardianto mengatakan, kontrak antara Bali Tower dan Pemerintah Kabupaten Badung menyulitkan pelaku usaha infrastruktur telekomunikasi lain untuk berbisnis di wilayah tersebut. 

    Perusahaan telekomunikasi yang awalnya ingin berinvestasi dan menggelar layanan di Badung mengurungkan niatnya karena tidak memiliki pilihan. 

    Dia juga mengaku mengalami pembongkaran menara sebanyak dua titik di Batu Bolong dan Nusa Dua tahun ini, serta sejumlah lokasi lain dalam beberapa tahun terakhir. 

    “Perusahaan telekomunikasi tidak leluasa karena adanya monopoli sehingga mungkin ada penetapan satu harga gitu kalau ada pemain kan bisa melakukan apa ya penawaran harga terbaiklah gitu,” kata Ega. 

    Mengenai pembongkaran pada 2023 yang dampaknya terasa hingga saat ini, kata Ega, awalnya TBIG sempat memiliki nota kesepahaman (MoU) pembangunan menara di Badung terkait program smart city yang berakhir pada 2022. 

    Setelah MoU berakhir, pemerintah daerah melakukan penertiban karena dasar hukum kerja sama dinilai tidak ada lagi.

    TBIG mencatat terdapat beberapa menara di Batu Bolong dan Nusa Dua yang dibongkar tahun ini, 2 tahun lalu menara TBIG juga mengalami pembongkaran. 

    Adapun Mitratel mencatat sebanyak puluhan menara dibongkar. Pembongkaran ini melemahkan sinyal internet. Pasalnya, ketika menara dibongkar, sinyal internet dengan radius 500 meter hingga di atas 1 kilometer akan hilang, kecuali operator seluler langsung berpindah ke Bali Tower atau menutup bolongnya titik tersebut dengan BTS yang terdapat di dekatnya. 

    Sementara itu, Anggota DPRD Kabupaten Badung I Wayan Puspa Negara menjelaskan asal muasal Bali Tower mendapat kontrak eksklusif. 

    Bali Towerindo diberikan kontrak oleh Pemkab karena mempertimbangkan posisi Badung sebagai destinasi pariwisata internasional. 

    Pemerintah daerah menekankan bahwa pembangunan infrastruktur telekomunikasi harus memperhatikan tiga prinsip utama, yaitu tidak boleh merusak bentang alam, estetika kawasan, maupun nilai budaya setempat.

    Menara di Bali yang telah padat perangkat BTS

    Aturan tersebut kemudian diterapkan dengan pembatasan 49 titik menara telekomunikasi terpadu yang lokasinya harus ditetapkan bersama. Bali Tower dipilih untuk membangun menara dengan kontrak selama 20 tahun. 

    Saat itu jumlah penyedia layanan masih terbatas dan pembangunan menara terpadu dinilai relatif dapat mengurangi gangguan terhadap bentang alam. Hanya saja pelaksanaannya berada di bawah eksekutif.

    Puspa mengatakan, DPRD Badung juga memahami adanya isu terkait perpanjangan kerja sama yang akan berakhir pada 2027. 

    DPRD belum mendapat informasi mengenai rencana perpanjangan kontrak hingga 20 tahun. Dia memastikan seluruh MoU akan melibatkan DPRD.

    “Hingga kini DPRD mengaku belum menerima informasi resmi terkait rencana perpanjangan tersebut,” kata Puspa.

    Puspa menegaskan DPRD terbuka terhadap perkembangan teknologi telekomunikasi. Apalagi dukungan infrastruktur teknologi komunikasi bagian dari pengembangan pariwista Bali, khususnya Kabupaten Badung.

    Kebutuhan jaringan digital yang lebih baik sangat dibutuhkan, seiring berkembangnya aktivitas work from home, bisnis digital, dan sektor pariwisata.

    “Sebagai daerah dengan lebih dari 3.100 akomodasi dan sekitar 4.444 restoran, Badung memiliki kebutuhan infrastruktur telekomunikasi tertinggi di Bali. Dengan kunjungan sekitar 6,8 juta wisatawan mancanegara dan 10 juta wisatawan domestik, kebutuhan infrastruktur telekomunikasi menjadi kebutuhan mutlak,” kata Puspa.

    Sementara itu untuk melakukan pertemuan dengan pemerintah Kabupaten Badung telah dilakukan tetapi Pemkab menolak hadir. Nasib hak eksklusif Bali Tower.

  • Teknologi Informasi: Dari Analog Menuju Digital

    Teknologi Informasi: Dari Analog Menuju Digital

    Empat dekade terakhir menjadi periode yang amat dinamis bagi perkembangan teknologi di dunia, termasuk Indonesia. Hal ini tak terlepas dari penemuan teknologi komputer dan jaringan telekomunikasi yang mampu mengubah tatanan hidup masyarakat global dalam berinteraksi.

    Perangkat komputer pribadi atau personal computer (PC) menjadi pemandangan yang amat langka di ruang publik pada era 1980-an. Perangkat komputasi ini acapkali ditemukan di perkantoran, bukan di sudut-sudut kafe atau di rumah seperti saat ini.

    Kemunculan perangkat PC kala itu, menjadi titik balik bagi perusahaan teknologi yang kini menjelma sebagai korporasi jumbo. Contohlah Apple Inc. dan Microsoft Corporation yang lahir di era 1970an, tepatnya masing-masing 1 April 1976 dan 4 April 1975. Sistem operasi dari kedua perusahaan ini, menjadi sistem operasi andalan bagi banyak perangkat komputer di seluruh dunia hingga saat ini.

    Meskipun saat ini perangkat komputer telah bertranformasi menjadi lebih ringkas, dengan performa yang jauh lebih cepat ketimbang awal-awal kelahirannya. Bentuknya beraneka ragam, dari laptop, hingga tablet dan ponsel pintar (smartphone) untuk komputasi yang lebih sederhana.

    Di era 1970an, juga menjadi penanda lahirnya jaringan telekomunikasi global. Meskipun, kesuksesan peluncuran teknologi jaringan 1G pertama kali dilakukan oleh Nippon Telegrapgh and Telephone (yang kini dikenal sebagai NTT Inc.) pada 1979.

    Indonesia pun boleh berbangga. Tak berselang lama, telekomunikasi seluler di Indonesia diperkenalkan pada 1984. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang pertama mengadopsi teknologi seluler versi komersial.

    Meskipun, teknologi seluler yang digunakan saat itu adalah nordic mobile telephone (NMT) dari Eropa dan advanced mobile phone system (AMPS) yang merupakan sistem analog.

    Pada 1995, teknologi generasi pertama extended time division multiple access (E-TDMA) diluncurkan oleh operator Ratelindo meski hanya tersedia di beberapa wilayah di Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.

    Jaringan telekomunikasi seluler, berteknologi 1G berkembang menjadi 2G pada 1990an. Sementara, teknologi 3G hadir di era 2000an. Teknologi ini kemudian berkembang menjadi 4G dan 5G pada dua dekade selanjutnya. Kini, opsi 6G tengah dikaji oleh pemain telekomunikasi di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia.

    Sementara itu, era 1970an juga menjadi momentum Indonesia sebagai salah satu negara pionir yang mengoperasikan satelit telekomunikasi geostasioner.

    Pada 8 Juli 1976 Pukul 07.31 waktu Florida, Amerika Serikat, atau 9 Juli 1976 Pukul 06.31 WIB, Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD) Palapa bertolak dari landasan Cape Caneveral.

    Satelit generasi pertama dengan nama Palapa A1 menjadikan Indonesia sebagai negara keempat di dunia yang memiliki satelit tersendiri. Tak berselang lama, satelit cadangan Palapa A2 diluncurkan pada 18 Juni 1983.

    Aksi Indonesia tak berhenti disitu, satelit seri B, C, dan D diluncurkan sepanjang 1990an hingga 2000an. Sebelum akhirnya berganti ke teknologi yang lebih mumpuni untuk menghantarkan kebutuhan internet menyusul booming teknologi digital di Bumi Pertiwi, lewat seri Satria.

    Satelit Satria-1 yang hadir pada 2023, dirancang untuk memperkuat akses internet nasional, khususnya di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar, serta fasilitas publik.

    Satelit multifungsi ini menjadi satelit pertama di Indoneisa yang menggunakan teknologi very high thoruhput satellite (VHS) dengan kapaistas transmisi hingga 150 Gbps. Lewat teknologi ini, menjadikan satelit multifungsi ini yang terbesar di Asia dan nomor 5 di dunia. Satelit ini pun memiliki daya tahan operasional 15 tahun, lebih lama ketimbang satelit palapa yang hanya 7 tahun.

    Namun, pembukaan zona orbit bumi rendah atau low earth orbit (LEO) mengubah pendekatan teknologi persatelitan global, termasuk di Indonesia.
    Zona LEO sejatinya dapat dimanfaatkan untuk menghadirkan internet berbiaya rendah menyusul biaya investasi yang tak semahal satelit geostasioner alias geostationary orbit (GEO).

    Meskipun, zona LEO belum banyak dilirik oleh pemain satelit di Indonesia menyusul kehadiran pemain global seperti Starlink yang kini memeroleh sorotan. Akan tetapi, kedua satelit ini, baik LEO maupun GEO amat dibutuhkan Indonesia ke depannya.

    Ketua Program Studi Magister Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward memandang bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan tentu saja memerlukan satelit sebagai salah satu solusi konektivitas.

    “Tentu saja harus ada satelit GEO maupun LEO, dan HAPS [high-altitude pseudo-satellites] ke depannya,” katanya saat dihubungi Bisnis, Selasa (2/12).

    Hal ini, imbuhnya, tak terlepas apabila Indonesia ke depan akan mengembangkan teknologi jaringan 6D yang membutuhkan badwidth besar.

    “Selain penggunaan backbone optik, dapat juga menggunakan satelit,” ujarnya.

    Memang, selain pembangunan base tranceiver station (BTS) di seluruh penjuru negeri untuk pemerataan internet, pemerintah juga mengimbangi dengan pembangunan jaringan tetap pita lebar Indonesia berbasis serat optik sebagai tulang punggung atau backbone lewat proyek Palapa Ring.

    Selain untuk pemerataan internet, pembangunan Palapa Ring juga diharapkan dapat menyukseskan transformasi digital Indonesia.
    Bahkan, Ian memandang bahwa pengembangan backbone optik yang open access menjadi salah satu yang mencolok dalam industri telekomunikasi Indonesia sepanjang 4 dekade terakhir.

    “Selain itu, [perkembangan yang mencolok adalah] resource sharing yang sesuai dengan gulasi. Regulasi industri telekomunikasi yang berdasarkan bisnis yang ada dan ke depan,” katanya.

    Apalagi, imbuhnya, industri telekomunikasi telah memberikan dampak sekitar 1 digit terhadap APBN yang menjadikannya penggerak perekonomian nasional.

    SATELIT GENGGAMAN

    Kini, teknologi satelit yang dapat langsung terhubung ke ponsel alias direct-to-device (D2D) tengah dikaji.

    Hal tersebut dibenarkan oleh Dirjen Infrastruktur Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) Wayan Toni Supriyanto.

    “Itu baru kajian yang akan kami bawa nanti ke ITU [International Telecomunication Union],” katanya pada awal November.

    Menurutnya kajian itu akan melibatkan penggunaan frekuensi 2,1 GHz dan teknologi non-terrestrial network (NTN). Saat ini, imbuhnya, pihaknya masih menampung berbagai masukan dari pemangku kepentingan.

    Pada medio Oktober, Komdigi memang telah mengundang partisipasi publik dalam konsultasi atas Kajian Regulasi dan Kebijakan Potensi Implementasi Teknologi Non-Terrestrial Network Direct-to-Device (NTN-D2D) dan Air-to-Ground (A2G) di pita frekuensi 2 GHz.

    Adapun, teknologi NTN-D2D memungkinkan perangkat seluler terhubung langsung ke satelit tanpa menara BTS, sedangkan A2G memungkinkan komunikasi langsung antara pesawat dengan jaringan darat.

    Kedua teknologi ini dinilai sebagai solusi strategis untuk memperluas jangkauan layanan digital di wilayah terpencil, perbatasan, perairan, dan jalur udara Indonesia.

    Kajian ini menjadi bagian dari pelaksanaan Rencana Strategis Kementerian Komunikasi dan Digital 2025—2029 yang mendukung sasaran RPJMN 2025—2029.

    Pemanfaatan pita 2 GHz untuk NTN-D2D dan A2G diharapkan dapat memperkuat konektivitas nasional, menjaga ketahanan komunikasi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi digital sesuai visi Indonesia Emas 2045.

    Apabila terealisasi, teknologi NTN-D2D yang sedang dikaji ini memiliki prinsip kerja serupa dengan Starlink Direct-to-Cell, yang memungkinkan ponsel terhubung langsung ke satelit tanpa memerlukan perangkat tambahan.

  • Jungkook ‘BTS’ dan Winter ‘Aespa’ Muncul Bersamaan di Medsos

    Jungkook ‘BTS’ dan Winter ‘Aespa’ Muncul Bersamaan di Medsos

    Seoul, Beritasatu.com – Jungkook personel Bang Tan Soe Nyeo (BTS) dan Winter dari Aespa akhirnya sama-sama update media sosial pertama mereka sejak rumor kencan yang melibatkan keduanya viral sejak pekan lalu. Unggahan ini langsung menarik perhatian publik dan para penggemar BTS serta Aespa. 

    Mengutip Allkpop, Minggu (14/12/2025) Jungkook membagikan Instagram Story di akun Instagram pribadinya setelah lama tidak aktif. Pelantun hit Butter mengunggah swafoto dirinya di malam hari dengan mengenakan masker wajah warna putih sambil memamerkan sejumlah tindikan di telinganya. 

    Sebelumnya, Jungkook sempat membagikan ulang Instagram Story personel BTS lainnya, Rap Monster tanpa keterangan tambahan dan muncul di latar belakang beberapa foto grup BTS.

    Sementara itu, pada waktu hampir bersamaan, Winter juga mengunggah pesan pertama melalui platform pesan penggemar dan artis, Bubble. Pelantun hit Drama itu hanya menuliskan pesan bijak mengingatkan para penggemar Aespa untuk lebih berhati-hati saat beraktivitas karena saat ini telah masuk musim dingin. 

    “Akhir pekan ini akan dingin, jadi hati-hati jangan sampai masuk angin! Salju sudah turun, jadi hati-hati saat mengemudi dan makanlah sesuatu yang hangat,” kata Winter. 

    Unggahan perdana Jungkook dan Winter memicu beragam reaksi netizen Korea. Beberapa penggemar senang melihat keduanya tetap baik-baik saja meski tengah menjadi sorotan publik dan banyak menerima hujatan dari warganet dan penggemar keduanya, sementara yang lain mempertanyakan waktu unggahan yang hampir bersamaan.

    “Wow, aku sangat jijik melihatnya,” kata salah seorang warganet. 

    “Sepertinya mereka janjian untuk mengunggahnya bersamaan,” komentar salah satu netizen. 

    “Bukannya aku berharap mereka mengklarifikasi situasi melalui Bubble atau apa pun, tetapi aku tidak pernah membayangkan mereka akan mengabaikan semua isu ini begitu saja,” kata netizen lain. 

    “Mereka akan tetap dikritik apa pun yang mereka unggah. Itu sudah jelas,” timpal yang lainnya. 

    Hingga berita ini diturunkan, baik agensi Jungkook, Hybe Label atau agensi Winter, SM Entertainment diketahui masih menolak mengonfirmasi rumor yang menyebut Jungkook dan Winter telah berpacaran. Teranyar, SM Entertainment diketahui mengumumkan akan menindak tegas orang-orang yang memfitnah dan memberikan ujaran kebencian menyerang Winter ke ranah hukum. 

  • Mekomdigi Sebut Pemulihan Jaringan Komunikasi di Deli Serdang Capai 97,8 Persen

    Mekomdigi Sebut Pemulihan Jaringan Komunikasi di Deli Serdang Capai 97,8 Persen

    Mekomdigi Sebut Pemulihan Jaringan Komunikasi di Deli Serdang Capai 97,8 Persen
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengatakan, akses komunikasi di Provinsi Sumatera Utara, hampir sepenuhnya pulih usai banjir bandang dan tanah longsor yang melanda wilayah tersebut.
    Per Sabtu (13/12/2025), sebanyak 4.273 dari 4.368 menara BTS atau 97,8 persen telah kembali beroperasi. Hal ini memungkinkan warga mengakses informasi darurat dan berkomunikasi dengan keluarga.
    “Dengan pemulihan mencapai 97,8 persen, masyarakat Sumatra Utara dapat kembali memperoleh informasi penting dan menghubungi keluarga,” kata Meutya saat menghadiri zikir akbar dan doa bersama warga terdampak banjir di Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, melansir keterangan tertulis, Minggu (14/12/2025).
    Meutya menyampaikan bahwa pemulihan jaringan menjadi kebutuhan mendesak dalam situasi bencana. Oleh karena itu,
    Kemkomdigi
    akan memastikan pemulihan layanan komunikasi di wilayah terdampak banjir akan terus dilakukan hingga kondisi benar-benar stabil.
    Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Kemkomdigi menyalurkan bantuan berupa 6,5 ton paket beras, minyak, dan biskuit kepada 2.000 warga Kecamatan Sunggal.
    “Selain bantuan barang, kami juga menyediakan posko bersama berupa media center serta posko layanan psikososial untuk memulihkan keceriaan anak-anak,” kata Meutya.
    Kegiatan juga diisi dengan pembacaan doa bersama yang dipimpin oleh Ustaz Maulana dan diikuti masyarakat, tokoh agama, serta perwakilan pemerintah daerah.
    Meutya mengajak masyarakat untuk tetap saling peduli dan menguatkan.
    “Setiap ada ujian pasti ada kemudahan. Karena itu kita semua harus saling bantu dan saling mendoakan,” ujar Meutya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menkomdigi: Pemulihan Akses Komunikasi di Sumut Capai 97 Persen

    Menkomdigi: Pemulihan Akses Komunikasi di Sumut Capai 97 Persen

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menyampaikan, akses komunikasi di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) hampir sepenuhnya pulih setelah sempat terganggu akibat bencana banjir bandang yang melanda sejumlah wilayah.

    Hingga Sabtu (13/12/2025), pemulihan jaringan telekomunikasi telah mencapai 97,8 persen. Dari 4.368 menara base transceiver station (BTS) yang ada di Sumut, sebanyak 4.273 BTS dilaporkan kembali beroperasi secara normal. Capaian ini dinilai krusial untuk mendukung komunikasi warga, khususnya dalam mengakses informasi darurat dan menjalin kontak dengan keluarga.

    “Dengan pemulihan mencapai 97,8 persen, masyarakat Sumatera Utara dapat kembali memperoleh informasi penting dan menghubungi keluarga,” kata Meutya dalam keterangan resmi tertulis, dikutip Minggu (14/12/2025).

    Pernyataan tersebut disampaikan Meutya saat menghadiri zikir akbar dan doa bersama warga terdampak banjir di Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Sabtu (13/12/2025).

    Dalam kunjungan tersebut, Meutya menegaskan pemerintah menyadari pemulihan jaringan komunikasi merupakan kebutuhan mendesak dalam situasi kebencanaan. Akses telekomunikasi yang stabil dinilai sangat penting untuk mendukung koordinasi penanganan darurat, distribusi bantuan, serta penyampaian informasi resmi kepada masyarakat.

    Oleh karena itu, Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) memastikan pemantauan layanan komunikasi di wilayah terdampak banjir akan terus dilakukan hingga kondisi benar-benar stabil dan seluruh infrastruktur telekomunikasi berfungsi optimal.

    Selain fokus pada pemulihan jaringan, Kemenkomdigi juga menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada warga terdampak. Pada kesempatan yang sama, kementerian membagikan bantuan logistik berupa 6,5 ton paket beras, minyak goreng, dan biskuit kepada sekitar 2.000 warga di Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang.

    Meutya menegaskan, Kemenkomdigi berkomitmen untuk terus hadir membantu masyarakat terdampak bencana di Sumatera Utara. Bantuan yang diberikan tidak hanya berupa logistik, tetapi juga dukungan fasilitas, termasuk pendirian posko informasi serta layanan psikososial bagi warga yang membutuhkan.

    Langkah percepatan pemulihan akses komunikasi dan penyaluran bantuan tersebut diharapkan dapat membantu masyarakat Sumatera Utara bangkit lebih cepat dari dampak banjir bandang, sekaligus memastikan kebutuhan informasi dan komunikasi tetap terpenuhi selama masa pemulihan.