Komdigi Kirim Genset ke Aceh untuk Percepat Pemulihan Jariang Internet
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengirim lebih banyak genset ke Aceh untuk memulihkan jaringan telekomunikasi dan internet pascabencana banjir dan tanah longsor.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital
Nezar Patria
mengatakan pengiriman
genset
diperlukan mengingat jaringan listrik milik PLN belum sepenuhnya pulih.
“(Kendala utama) masih soal listrik. Dan ini kita sudah coba pecahkan dengan cara mengirimkan lebih banyak genset, sambil menunggu rekan-rekan PLN memperbaiki jaringan kelistrikan yang ada di sana,” kata Nezar di Kantor Komdigi, Jakarta Pusat, Jumat (19/12/2025).
Nezar memastikan tower Base Transceiver Station (BTS) akan kembali pulih ketika jaringan listrik normal.
Kendati demikian, ia tidak ingin menitikberatkan masalah kepada PLN, mengingat pemulihan pascabencana perlu dikerjakan bersama.
Oleh karena itu, genset-genset dikirim dan diaktifkan. Di sisi lain, jaringan fiber optik yang sempat terputus disambung kembali.
“Kita tidak mau menunggu, kita lakukan yang terbaik. Sementara untuk jaringan infrastruktur digitalnya sendiri, jaringan infrastruktur telekomunikasinya, kita juga ada kabel-kabel fiber optik yang tadinya terputus akibat longsor, terputus di jembatan, itu sudah mulai dilakukan penyambungan kembali,” beber dia.
Nezar mengungkapkan pihaknya bersama operator seluler akan berupaya meningkatkan persentase pemulihan demi mencapai titik yang paling optimal, yakni 100 persen.
Adapun sejauh ini,
jaringan telekomunikasi
yang pulih di wilayah tersebut baru mencapai 73 persen.
Artinya, stabilitas jaringan telekomunikasi baru sekitar 73 persen dalam 24 jam. Jaringan dikatakan pulih 100 persen jika stabil selama 24 jam penuh setiap hari.
“Itu sudah sekitar 73 persen, ya, di
Aceh
untuk perbaikan jaringan telekomunikasi. Nah, itu artinya uptime untuk semua BTS sudah 73 persen di wilayah-wilayah yang sudah normal pasokan BBM dan juga listriknya,” imbuh dia.
Lebih lanjut ia menjelaskan ada sejumlah wilayah yang menjadi fokus pemulihan. Wilayah tersebut meliputi Aceh Tamiang, Bener Meriah, Aceh Tengah, hingga Gayo Lues.
Dirinya pun sudah berkoordinasi dengan operator seluler untuk memberikan perhatian ekstra, sekaligus mengirimkan tenaga kerja untuk memperbaiki sesegera mungkin.
“Nah, ini kita terus meningkatkan, terutama di daerah-daerah yang saya sebutkan tadi, yaitu Aceh Tamiang, Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues. Kita memberikan perhatian di sana. Juga untuk Aceh Utara, kita terus memonitor walaupun sudah ada peningkatan uptime dari BTS yang ada di sana,” jelas Nezar.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Grup Musik: BTS
-
/data/photo/2025/12/03/69304bc93b7de.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Komdigi Kirim Genset ke Aceh untuk Percepat Pemulihan Jariang Internet
-

Komdigi dan Telkomsel Cs Prediksi Lonjakan Trafik 30% pada Momen Nataru 2025
Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memprediksi akan terjadi kenaikan trafik layanan data operator telekomunikasi pada momen Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Hal tersebut disampaikan Menteri Komdigi Meutya Hafid saat Pelaksanaan Apel Bersama Posko Siaga Kualitas Layanan Telekomunikasi Natal 2025 dan Tahun Baru 2026.
“Kami memprediksi ada kenaikan 30% traffic untuk libur Nataru ini,” kata Meutya di Kantor Komdigi, Jumat (19/12/2025).
Seiring dengan proyeksi tersebut, Meutya mengatakan Komdigi bersama operator telekomunikasi telah menyiapkan berbagai langkah antisipasi untuk menjaga kualitas layanan.
Salah satunya melalui pengoperasian posko monitoring yang melibatkan Komdigi dan operator seluler.
“Totalnya ada 255 posko bersama yang akan bekerja mulai dari hari ini sampai tanggal 4 Januari untuk memastikan layanan berjalan dengan baik,” katanya.
Meutya menekankan kesiapan operator seluler tidak hanya terbatas pada pengoperasian posko, tetapi juga mencakup aspek ketahanan energi.
Menurutnya, penyediaan pasokan listrik cadangan seperti genset dan baterai perlu dipastikan guna memitigasi potensi gangguan akibat curah hujan tinggi di akhir tahun.
Dia juga menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto mengingatkan adanya peringatan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terkait potensi curah hujan yang tinggi.
“Karena BMKG telah memberikan peringatan maka kita semua harus waspada,” katanya.
Oleh sebab itu, Meutya juga meminta operator seluler memprioritaskan kesiapan power backup berupa genset dan baterai cadangan dengan kapasitas penuh, terutama di wilayah-wilayah kritis, sebagai bagian dari upaya mitigasi terhadap potensi cuaca ekstrem.
Sementara itu, Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Komdigi Wayan Toni Supriyanto mengatakan operator seluler telah melakukan optimalisasi jaringan di sejumlah point of interest (POI) yang menjadi pusat aktivitas masyarakat selama libur Nataru.
Selain itu, operator juga menyiapkan mobile BTS di sepanjang jalur tol dan titik-titik strategis, serta menyediakan paket promo Nataru tanpa mengurangi kualitas layanan.
Selain kesiapan operator, lanjut Wayan, Komdigi membentuk satuan tugas posko bersama di 255 titik untuk melakukan pemantauan kualitas layanan telekomunikasi dan spektrum frekuensi radio.
Pemantauan tersebut dilakukan melalui 35 UPT Balai Monitoring Spektrum Frekuensi Radio dan berlangsung mulai 19 Desember hingga 4 Januari 2026.
“Guna memastikan kualitas layanan telekomunikasi tetap optimal setelah spektrum frekuensi tetap aman dari gangguan selama masa liburan Natal dan tahun baru 2026,” katanya.
Wayan menjelaskan, posko bersama antara Komdigi dan operator seluler ditempatkan di 17 titik strategis, terutama pusat transportasi dan destinasi wisata.
Lokasi tersebut antara lain Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Pelabuhan Merak di Banten, Rest Area Kilometer 57, Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya, serta Pelabuhan Tanjung Pinang di Kabupaten Bintan. Posko juga ditempatkan di kawasan wisata seperti Pantai Kuta Bali, Art Center Rantepao Toraja, dan Manado Town Square.
“Kemudian juga kami menempatkan posko di kantor pusat monitoring di Kementerian Komdigi yang juga berfungsi sebagai pusat koordinasi utama,” katanya.
Selain itu, posko pemantauan juga ditempatkan di seluruh bandara serta di 35 lokasi UPT Balai Monitoring Spektrum Frekuensi Radio di seluruh Indonesia.
“Posko milik Operator Seluler juga berfungsi sebagai sales dan customer service untuk layanannya masing-masing,” katanya.
Lebih lanjut, Wayan mengatakan keberadaan satuan tugas posko bersama tidak hanya untuk menjaga kualitas layanan telekomunikasi, tetapi juga untuk memastikan keselamatan masyarakat, khususnya pada komunikasi transportasi yang menggunakan spektrum frekuensi radio.
Tidak hanya itu, Komdigi juga memberikan dukungan early warning system melalui pengiriman SMS blast informasi bencana di wilayah terdampak, termasuk informasi keselamatan lalu lintas. Dia mengatakan Komdigi bekerja sama dengan Korlantas Mabes Polri dalam penyampaian informasi darurat lalu lintas di jalan tol dan jalur rawan lainnya. Terdapat 78 titik lokasi potensi rawan kecelakaan yang dipantau melalui SMS blast.
Selain itu, Komdigi juga mendukung operasional call center 112 selama libur Nataru yang telah tersedia di DKI Jakarta dan 179 kabupaten/kota di Indonesia.
“Sehingga masyarakat lebih mudah mengakses bantuan darurat dimanapun terutama pada momen Natal dan Tahun Baru 2026,” katanya.
-

Pengaktifan 87% Menara Telekomunikasi di Aceh yang Sudah Diperbaiki Terhambat Listrik
Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menyatakan sebagian besar menara pemancar atau base transreceiver station (BTS) telekomunikasi di Aceh telah diperbaiki pascabencana banjir dan longsor besar yang terjadi pada 26 November 2025. Namun, pemulihan jaringan di provinsi tersebut masih menghadapi kendala, terutama terkait pasokan listrik.
Meutya menyebut sedikitnya sudah 87,8% menara pemancar selesai diperbaiki. Dia juga menyebut proses pemulihan BTS di Aceh berjalan lebih lambat dibandingkan dua provinsi lain yang turut terdampak bencana, yakni Sumatra Utara dan Sumatra Barat. Di Sumatra Utara, pemulihan BTS telah mencapai 97%, sedangkan di Sumatra Barat mencapai 99 persen.
Ia memerinci, total menara BTS yang terdampak bencana di Aceh mencapai 3.735 unit. Hingga kini, sebanyak 3.283 BTS atau 87,8% telah selesai diperbaiki. Meski demikian, sebagian besar menara tersebut belum dapat beroperasi karena belum tersedianya aliran listrik yang stabil.
“Namun tentu nyalanya diperlukan aliran listrik yang stabil atau genset,” ungkap Meutya kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (15/12/2025).
Dia juga menyebut saat ini tersisa 452 menara BTS atau sekitar 12% dari total di Aceh belum pulih karena masih dalam tahap perbaikan atau belum dapat dijangkau. Meutya menegaskan bahwa meskipun tingkat pemulihan telah mendekati 90%, operasional BTS tetap bergantung pada ketersediaan listrik.
“Jadi sekali lagi BTS yang recover 87%, namun sekali lagi catatan untuk bisa beroperasi melihat dari ketersediaan listrik yang stabil,” ujar mantan Ketua Komisi I DPR itu.
Di sisi lain, Meutya menyebut saat ini terdapat 2.194 menara BTS yang sudah berstatus operasional. Namun, sejumlah daerah seperti Bener Meriah, Takengon, dan Aceh Tamiang masih memerlukan penanganan lanjutan.
Untuk mempercepat pemulihan layanan telekomunikasi, Kementerian Komunikasi dan Digital telah meminta operator telekomunikasi menambah pengiriman genset agar BTS yang telah diperbaiki dapat segera berfungsi.
“Solusi sementaranya adalah kami dorong untuk pengiriman genset lebih banyak lagi. Kami selalu mengimbau untuk percepatan-percepatan terus di tengah kondisi yang masih sulit, mereka commit. Jadi kalau melihat targetnya kapan ya mungkin tadi yang kami sampaikan, juga bergantung kepada ketersediaan lainnya, termasuk listrik,” kata Meutya
-

Pemulihan BTS Aceh Terdampak Banjir Capai 87,8%, Operator Diminta Tambah Genset
Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menyebut 87,8% menara pemancar atau base transreceiver station (BTS) di Aceh sudah diperbaiki setelah terdampak bencana banjir dan longsor pada 26 November 2025 lalu.
Meutya menyebut pemulihan menara BTS di Aceh tidak secepat dari dua provinsi lainnya yang turut terdampak bencana, yakni Sumatra Utara dan Sumatra Barat. Bahkan, pemulihan menara BTS di Sumatra Utara sudah mencapai 97%, sedangkan Sumatra Barat 99%.
Meutya memerincikan bahwa total menara BTS yang terdampak pada 26 November 2025 sebanyak 3.735 menara. Sampai dengan saat ini, jumlah yang sudah pulih mencapai 3.283 BTS atau 87,8%. Akan tetapi, kondisinya belum menyala.
“Namun tentu nyalanya diperlukan aliran listrik yang stabil atau genset,” ungkapnya kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (15/12/2025).
Sementara itu, total menara BTS yang belum pulih mencapai 452 unit akibat belum diperbaiki atau belum bisa dijangkau. Jumlahnya setara dengan 12% dari total menara pemancar yang ada di Aceh.
“Jadi sekali lagi BTS yang recover 87%, namun sekali lagi catatan untuk bisa beroperasi melihat dari ketersediaan listrik yang stabil,” terang mantan Ketua Komisi I DPR itu.
Di sisi lain, terdapat 2.194 menara BTS yang saat ini dalam status operasional. Adapun daerah-daerah di Aceh seperti Bener Meriah, Takengon dan Aceh Tamiang diakui memerlukan tindakan lebih lanjut.
Dari pihak operator telekomunikasi, Meutya menyebut telah meminta para operator untuk mengirim lebih banyak genset agar menara BTS yang sudah diperbaiki bisa langsung menyala.
“Solusi sementaranya adalah kami dorong untuk pengiriman genset lebih banyak lagi. Kami selalu mengimbau untuk percepatan-percepatan terus di tengah kondisi yang masih sulit, mereka commit. Jadi kalau melihat targetnya kapan ya mungkin tadi yang kami sampaikan, juga bergantung kepada ketersediaan lainnya, termasuk listrik,” pungkas Meutya.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5444798/original/087780800_1765788887-BTS_tol_Jogja_2.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Hadapi Libur Panjang Nataru, XLSMART Perkuat Jaringan di 13 Ribu Km Jalur Utama Indonesia
Selain jalur utama mudik nasional, XLSMART juga memperkuat jaringan di jalur tol baru Yogyakarta-Solo, yang menjadi bagian dari jaringan Tol Trans Jawa. Jalur ini didukung oleh lebih dari 100 BTS 4G dengan kualitas jaringan yang diklaim sangat baik.
Group Head Central Region XLSMART, Arif Farhan Budiyanto mengatakan:
”Peningkatan kualitas jaringan di sepanjang jalur tol Yogyakarta-Solo merupakan komitmen XLSMART untuk mendukung kenyamanan komunikasi dan menghadirkan pengalaman digital terbaik bagi pelanggan. XLSMART akan terus melakukan optimasi jaringan, menambah site coverage khusus tol, serta memperkuat kapasitas di area padat pengguna, termasuk destinasi wisata dan pusat kota.”
Di sepanjang wilayah yang dilintasi tol ini, XLSMART mengoperasikan lebih dari 2.000 BTS. Rinciannya antara lain lebih dari 250 BTS di Kota Yogyakarta, lebih dari 770 BTS di Sleman, lebih dari 390 BTS di Klaten, lebih dari 190 BTS di Solo, serta sekitar 400 BTS di Boyolali.
Dari jumlah tersebut, lebih dari 200 BTS berdiri di sepanjang jalur tol utama, mencakup 8 BTS di Kota Yogyakarta, lebih dari 100 BTS di Kabupaten Sleman, lebih dari 40 BTS di Kabupaten Klaten, serta lebih dari 50 BTS di Kabupaten Boyolali
Tidak hanya tol, penguatan jaringan juga dilakukan di destinasi wisata dan pusat keramaian seperti Malioboro, Candi Prambanan, Tebing Breksi, Keraton Kasunanan Surakarta, Pura Mangkunegaran, hingga Kampung Batik Laweyan.
-

Pemkab Badung Diminta Serius Tangani Gugatan Rp3,3 Triliun dari Bali Tower
Bisnis.com, DENPASAR — Gugatan emiten PT Bali Towerindo Sentra Tbk (BALI) terhadap Pemerintah Kabupaten Badung masih terus berjalan setelah mediasi pada 9 Desember 2025 lalu di Pengadilan Denpasar berakhir buntu tanpa kesepakatan.
Anggota DPRD Badung, I Wayan Puspanegara meminta Pemkab Badung serius menghadapi gugatan tersebut karena menyangkut kredibilitas pemerintah di hadapan hukum.
Pemda juga diminta menjelaskan secara terbuka kepada legislatif dan masyarakat Badung terkait tuntutan tersebut. Hingga kini, DPRD menyebut belum mendapatkan penjelasan menyeluruh terkait dasar gugatan tersebut, selain informasi yang diberitakan sejumlah media.
Puspanegara mengaku heran atas gugatan yang dilayangkan oleh perusahaan tersebut, karena selama 20 terakhir diberikan akses penuh dalam membangun menara telekomunikasi.
“Kenapa perusahaan tersebut tiba-tiba menuntut Pemda Badung? Hal ini perlu menjadi perhatian serius pemda,” jelas Puspa Negara kepada media dikutip Senin (15/12/2025).
Kerjasama Bali Towerindo dengan Pemkab Badung terkait pembangunan base transceiver station (BTS) di Kabupaten Badung, namun setelah 20 tahun, Bali Towerindo menggugat Pemkab Badung melalui Surat Perjanjian Nomor 555/2818/DISHUB-BD dan Nomor 018/BADUNG/PKS/2007 tertanggal 7 Mei 2007.
Menurut surat tersebut, Pemkab Badung dinilai telah melakukan wanprestasi sehingga harus memberikan ganti rugi Rp3,3 triliun.
Disisi lain, kerja sama tersebut dinilai oleh perusahaan telekomunikasi lain sebagai monopoli, karena tidak memberikan peluang yang sama kepada perusahaan lain.
Puspanegara menyebut Pemkab Badung harus memberi kesempatan perusahaan lain melalui mekanisme yang terbuka dan berkeadilan.
Sementara itu Manager OM & Deployment Balinusra PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) atau Mitratel Andi Baspian Yasma mengungkapkan bahwa di wilayah Badung, sebanyak 42 menara telekomunikasi Mitratel telah dibongkar oleh Pemkab Badung.
Sebanyak 54 tenant dari operator, Telkomsel, XL, dan Indosat, terdampak atas pembongkaran tersebut.
Pembongkaran menara ini berdampak langsung terhadap cakupan hingga kualitas jaringan di wilayah tersebut. “Sekarang operator telko seperti Telkomsel, XL, dan Indosat menjadi terganggu dengan pembongkaran tersebut.
Di beberapa lokasi, kualitas sinyal dilaporkan buruk, sementara kerja sama hanya tersedia dengan satu pihak dan tidak ada alternatif lain yang menyulitkan operator telko meningkatkan kualitas jaringannya,” ujarnya dikutip dari siaran pers.
Sementara itu, Regional Manager Balinusra PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) Anandayu Ega Hardianto mengatakan, kontrak antara Bali Tower dan Pemerintah Kabupaten Badung menyulitkan pelaku usaha infrastruktur telekomunikasi lain untuk berbisnis di wilayah tersebut.
“Kontrak tersebut menjadi hambatan investasi di Badung. Menara kami juga dibongkar, termasuk dua titik di Batu Bolong dan Nusa Dua tahun ini, serta sejumlah lokasi lain dalam beberapa tahun terakhir,” ungkapnya.
-

Diandalkan di Indonesia, Ingin Dilumpuhkan di China
Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia dan China merupakan negara dengan populasi terbesar di dunia. Keduanya memiliki sikap berbeda terhadap satelit orbit rendah (LEO) Starlink milik Elon Musk.
Pemerintah Indonesia saat ini sangat bergantung dengan konektivitas satelit, baik Satria-1 maupun Starlink, dalam berkomunikasi di wilayah terdampak banjir di Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh.
Pada 3 Desember 2025, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyalurkan 32 unit perangkat Starlink untuk membantu masyarakat yang terdampak banjir dan longsor. Bantuan ini diberikan untuk mempercepat pemulihan layanan di wilayah yang mengalami kerusakan infrastruktur telekomunikasi.
Kepala Balai Monitor Kelas II Padang Kementerian Komdigi, M. Helmi, menjelaskan jumlah perangkat yang dikirimkan telah disesuaikan dengan permintaan dan kebutuhan masyarakat di lokasi bencana.
“Komdigi tidak memungut biaya untuk penggunaan Starlink ini oleh masyarakat terdampak bencana. Setelah masa tanggap darurat berakhir, kebijakan penggunaan akan disesuaikan, termasuk kemungkinan pemanfaatan komersial,” kata Helmi.
Dia memaparkan perangkat Starlink memiliki jangkauan antara 500 meter hingga 1 kilometer dan dapat digunakan sekitar 60 pengguna sekaligus.
Kapasitasnya masih bisa ditingkatkan ketika perangkat dihubungkan dengan alat pendukung seperti hotspot tambahan. Kecepatan internet yang dihasilkan dapat mencapai hingga 300 Mbps.
Helmi menambahkan Starlink dimanfaatkan sebagai jaringan pengganti sementara ketika BTS mengalami gangguan akibat listrik padam, putusnya transmisi, kerusakan fisik, maupun ketika melayani area blank spot.
“Akses komunikasi melalui satelit tidak bergantung pada kondisi infrastruktur darat, sehingga membantu percepatan pemulihan jaringan di daerah terdampak,” katanya.
Perangkat penangkap sinyal Starlink
Berbeda dengan Indonesia, pemerintah China saat ini justru tengah memikirkan cara untuk memadamkan satelit Starlink. Mereka khawatir Starlink hanya akan membuat kericuhan pada masa mendatang karena mereka dapat mengendalikan informasi lewat konektivitas satelit.
Peneliti di China tengah menjajal metode baru untuk melumpuhkan jaringan internet satelit konstelasi, seperti Starlink, guna mengantisipasi potensi konflik di masa depan.
Berdasarkan studi terbaru, China diperkirakan membutuhkan ribuan drone untuk melakukan jamming atau pengacauan sinyal di wilayah seluas Taiwan.
Melansir dari Dark Reading Kamis (11/12/2025), sebuah makalah akademis yang diterbitkan dalam jurnal Systems Engineering and Electronics mengungkapkan temuan tersebut. Peneliti dari dua universitas besar di China menemukan bahwa komunikasi yang disediakan oleh konstelasi satelit dapat diganggu, namun dengan biaya yang sangat besar.
Studi tersebut mensimulasikan bahwa untuk memutus sinyal dari jaringan Starlink ke wilayah seluas Taiwan, militer membutuhkan pengerahan 1.000 hingga 2.000 drone yang dilengkapi perangkat jammer secara bersamaan.
Diketahui sebelumnya, konstelasi satelit menjadi peran vital dalam perang Rusia dan Ukraina. Satelit terbukti menjadi urat nadi bagi pasukan Ukraina untuk menjaga konektivitas internet dan komunikasi militer tetap hidup meski di tengah gempuran serangan.
Temuan ini menjadi sinyal peringatan bagi pemerintah dan perusahaan antariksa global. Peneliti pertahanan siber senior di Center for Security Studies (CSS) ETH Zürich Clémence Poirier mengatakan bahwa riset ini adalah realita nyata mengenai strategi perang masa depan.
Menurut Poirier, jika konflik pecah di Asia, terutama yang melibatkan China dan Taiwan, pemutusan konektivitas satelit akan menjadi strategi langkah pembuka.
“Perusahaan antariksa harus memantau sistem mereka dengan ketat, memisahkan jaringan antara pelanggan sipil dan militer, serta memperbarui model ancaman mereka jika konflik terjadi,” ujar Poirier.
Satelit kini memegang peran yang makin krusial, mulai dari menyediakan bandwidth berkecepatan tinggi berbiaya rendah untuk daerah pedesaan hingga komunikasi di zona konflik.
Hal ini menjadikan infrastruktur tersebut target utama. Sistem navigasi satelit global (GNSS) makin sering mengalami gangguan di sekitar zona perang, sementara peretas negara menargetkan kendali posisi satelit melalui serangan siber.
Wakil Direktur Proyek Keamanan Dirgantara di Center for Strategic and International Studies (CSIS) Clayton Swope juga menjelaskan mengapa serangan siber dan perang elektronik terhadap satelit kini lebih diminati dibandingkan serangan fisik.
Menurut Swope, taktik ini memiliki risiko kerusakan tambahan yang lebih kecil dan kemungkinan eskalasi ketegangan yang lebih rendah.
“Serangan kinetik (fisik) masih menjadi kekhawatiran, tetapi sulit membayangkan serangan kinetik terjadi di masa damai atau ketegangan tinggi karena terlalu memicu eskalasi perang terbuka,” kata Swope.
Sebaliknya, dia menilai serangan siber serta pengacauan sinyal sering terjadi sebagai taktik “zona abu-abu” yang dianggap tidak mengancam eskalasi yang tidak diinginkan secara langsung.
Meski China meriset cara melumpuhkannya, jaringan satelit konstelasi sangat sulit untuk dilumpuhlan secara total. Karakteristik satelit ini yang bergerak cepat, berjumlah banyak, dan menggunakan berbagai teknik koreksi sinyal membuat interferensi menjadi tantangan berat.
Sebagai contoh, Starlink saat ini mengoperasikan sekitar 9.000 satelit yang bergerak di low-earth orbit. Taiwan sendiri telah mengantisipasi risiko ini dengan menandatangani kontrak bersama Eutelsat OneWeb, konstelasi satelit lain yang memiliki lebih dari 600 satelit, untuk menjamin konektivitas jika terjadi bencana atau perang.
Direktur Strategi dan Keamanan Nasional di The Aerospace Corp Sam Wilson menambahkan bahwa dengan beralihnya AS dan negara lain ke konstelasi satelit terdistribusi yang besar, senjata anti-satelit tradisional menjadi kurang bernilai secara strategis.
“Menghancurkan satu aset memang akan menyebabkan kerusakan, tetapi tidak akan mematikan seluruh konstelasi. Hal ini mendorong musuh untuk mempertimbangkan vektor ancaman lain, termasuk perang elektronik dan siber,” jelas Wilson. (Muhammad Diva Farel Ramadhan)
/data/photo/2025/12/19/6944d97883f0a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

