Jakarta, Beritasatu.com – Penyakit ginjal kronis termasuk dalam 10 besar penyakit dengan kematian tertinggi di Indonesia. Angka kematian akibat penyakit ini mencapai lebih dari 42.000 jiwa setiap tahunnya, dan prevalensinya di Indonesia terus meningkat, dengan lebih dari 700.000 orang terdiagnosis menderita kondisi ini.
Penyakit ginjal kronis ditandai dengan kondisi yang progresif atau semakin lama semakin memburuk meskipun telah mengonsumsi obat. Jika tidak ditangani, penyakit ginjal kronis dapat menjadi gagal ginjal.
Biaya pengobatan penyakit ini pun terbilang mahal. Sebuah penelitian yang dipublikasikan oleh Clinico Economics and Outcomes Research menyatakan bahwa pembiayaan penyakit ginjal kronis menduduki peringkat ke-2 dalam BPJS Kesehatan sebagai pembiayaan tertinggi. Dengan kata lain, penyakit ini menghabiskan anggaran sekitar Rp 1,9 triliun lebih sebagaimana dikutip dari situs web Kementerian Kesehatan Sehat Negeriku.
Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi penyakit ginjal kronis berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur ≥ 15 Tahun adalah 0,18%.4 Sementara itu, di seluruh dunia, sebagaimana dilansir dari International Society of Nephrology, penyakit ginjal kronis saat ini merupakan penyebab kematian dengan pertumbuhan tercepat ketiga di seluruh dunia dan diperkirakan akan menjadi penyebab kematian kelima di dunia pada tahun 2040.
Penyakit ini memang tidak memiliki gejala yang signifikan pada tahap awal penyakit (silent disease). Namun apabila dibiarkan tanpa penanganan yang tepat, konsekuensinya bisa sangat merugikan baik pasien, keluarga maupun negara. Apalagi penyakit ginjal kronis saling terkait dengan diabetes dan gagal jantung.
Presiden Direktur AstraZeneca Indonesia Esra Erkomay mengatakan, sebagai perusahaan biofarmasi global yang berfokus pada kardiovaskular, ginjal, dan metabolisme, AstraZeneca senantiasa berkomitmen untuk mendorong diagnosis dan intervensi lebih awal sehingga dapat membantu mencegah atau memperlambat perkembangan penyakit tersebut.
“Beban penyakit ini akan bertambah besar seiring dengan peningkatan stadium dan komorbiditas dengan diabetes dan gagal jantung,” ujar Esra.
Lebih lanjut lagi Esra menjelaskan bahwa pengelolaan penyakit ini sejak awal yang meliputi diagnosis hingga pengobatan, termasuk modifikasi gaya hidup sudah sangat krusial untuk dilakukan.
“Oleh karena itu, AstraZeneca bermitra dengan Good Doctor dalam pengelolaan penyakit ginjal kronis dengan memanfaatkan aplikasi kesehatan digital,” lanjut Esra.
Kolaborasi antara Good Doctor dan AstraZeneca ini diharapkan dapat mempermudah serta mendorong lebih banyak masyarakat Indonesia untuk melakukan skrining penyakit ginjal kronis. Dengan demikian, deteksi dini dapat dilakukan untuk membantu meningkatkan efektivitas pengobatan.
Sebagai penyedia layanan kesehatan terpadu berbasis teknologi, Good Doctor Technology menyambut baik kepercayaan yang diberikan AstraZeneca untuk melakukan transformasi layanan digital dalam penyakit ginjal kronis.
VP of Medical Operations PT Good Doctor Technology Ega Bonar Bastari mengatakan, untuk dapat memberikan layanan berkualitas, Good Doctor memulainya dengan menyediakan tautan “Yuk, Cek Risiko Penyakit Ginjal Anda”. Pada tautan itu terdapat sejumlah pertanyaan yang wajib diisi pasien. Dari jawaban-jawaban pasien, dokter dapat mengetahui risiko mereka karena sekumpulan pertanyaan yang baik bisa memberikan diagnosis yang akurat.
“Langkah ini sebagai deteksi dini yang sangat perlu dilakukan mengingat penyakit ginjal kronis merupakan silent disease. Artinya, tidak memiliki gejala di tahap awal, tetapi bersifat progresif. Setelah itu, dokter akan merekomendasikan tata laksana yang sesuai dengan kondisi pasien baik dari sisi medis maupun gaya hidup,” ujar Ega.
Kolaborasi ini sekaligus menambah bukti manfaat layanan telemedisin untuk penyakit kronis yang membutuhkan perawatan yang berkesinambungan.