Jakarta, Beritasatu.com – Asma, penyakit tidak menular yang menyerang saluran pernapasan, menjadi perhatian global dengan 262 juta orang terdampak di seluruh dunia pada 2019 dan menyebabkan sekitar 455.000 kematian, menurut data WHO. Di Indonesia, laporan Survei Kesehatan Indonesia 2023 mengungkapkan bahwa 58,3% penderita asma mengalami kekambuhan dalam 12 bulan terakhir. Angka ini menunjukkan perlunya pendekatan pengelolaan asma yang lebih baik dan efektif di kalangan masyarakat.
Studi global seperti SABINA (SABA Use in Asthma) telah menunjukkan bahwa penggunaan SABA secara berlebihan (3 atau lebih kanister SABA per tahun) dapat meningkatkan risiko kekambuhan berat hingga 40%. Di Indonesia, tercatat 37% pasien asma menggunakan lebih dari tiga kanister SABA dalam setahun, angka yang setara dengan tren global. Data ini menegaskan pentingnya mengurangi ketergantungan pada SABA dan beralih ke pengobatan yang lebih komprehensif untuk mengurangi kekambuhan dan risiko kematian akibat asma.
Sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pengelolaan asma, AstraZeneca, perusahaan biofarmasi global yang berfokus pada pengobatan penyakit pernapasan, menggarisbawahi pentingnya edukasi terkait risiko penggunaan pelega asma seperti SABA (Short-acting β2 agonist) secara berlebihan.
Melalui kampanye Stop Ketergantungan, AstraZeneca memperkenalkan platform digital www.stopketergantungan.id, yang menyediakan informasi komprehensif tentang bahaya ketergantungan SABA, serta menawarkan tes untuk membantu masyarakat memahami tingkat ketergantungan mereka terhadap obat ini.
Presiden Direktur AstraZeneca Indonesia Esra Erkomay mengatakan bahwa penyakit asma merupakan penyakit kronis yang memerlukan perhatian medis secara berkelanjutan.
“Oleh karena itu, AstraZeneca senantiasa berupaya untuk mengedukasi serta meningkatkan kesadaran tentang asma sebagai bagian dari komitmen perusahaan untuk memperkuat ekosistem kesehatan di Indonesia, terutama pada kesehatan paru-paru di Indonesia,” ujar Esra.
Lebih lanjut, Esra mengungkapkan www.stopketergantungan.id merupakan salah satu wujud komitmen AstraZeneca Indonesia untuk mengedukasi masyarakat Indonesia tentang penanganan asma.
“Kami juga menjadi mitra berbagai pemangku kepentingan termasuk Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam tata laksana asma. Selain itu, kami bermitra dengan Good Doctor untuk menyediakan platform di mana individu dapat memperoleh informasi serta mengonsultasikan berbagai hal yang berkaitan dengan gaya hidup sehat serta pengobatan asma yang berefikasi tanpa dibatasi ruang dan waktu,” tambah Esra.
Bersama dengan Good Doctor, AstraZeneca memperluas jangkauan edukasi kesehatan terkait asma.
VP of Medical Operations PT Good Doctor Technology Ega Bonar Bastari mengatakan, rasa bahagia karena AstraZeneca Indonesia memberikan kepercayaan untuk mendukung dalam meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai risiko ketergantungan pelega SABA.
“Edukasi mengenai asma beserta tata laksananya termasuk gaya hidup menjadi salah satu cara untuk mengatasi ketergantungan itu. Agar dapat memberikan rekomendasi berkualitas terbaik demi kebaikan pasien, Good Doctor menyediakan link skrining yang berisi pertanyaan-pertanyaan untuk mengetahui kondisi kesehatan pasien khususnya yang berkaitan dengan asma,” kata dr. Ega.
“Berbagai pertanyaan dalam link skrining tersebut sudah diverifikasi dan divalidasi oleh tim medis kami dan jurnal penelitian medis bereputasi tinggi, sehingga keamanan dan keabsahannya dapat dipercaya. Good Doctor selalu menjunjung tinggi praktik terbaik dalam memastikan standar medis tertinggi dalam operasinya sejak diluncurkan pada 2019. Setelah pasien menjawab berbagai pertanyaan tersebut dan dokter mendiagnosis asma, dokter akan merekomendasikan pengobatan terbaik yang paling sesuai dengan kondisi pasien,” lanjutnya.
Selain itu, dengan jaringan ribuan apotek resmi terpercaya di lebih dari 100 kota di Indonesia, Good Doctor siap untuk menjawab kebutuhan pasien dalam memperoleh obat asma yang sesuai dengan efikasi yang dibutuhkan. Kerja sama dengan AstraZeneca Indonesia ini sekaligus menunjukkan bahwa telemedisin bermanfaat dalam pengelolaan penyakit kronis.