TRIBUNJATIM.COM – Sekelompok warga memperbaiki jalan sendiri lantaran geregetan dengan pemerintah yang slow respons soal jalan rusak.
Dana yang digunakan untuk perbaikan jalan merupakan hasil swadaya warga.
Adapun peristiwa ini terjadi di Kabupaten Pringsewu, Lampung.
Ruas jalan yang diperbaiki warga yakni jalan lintas barat (Jalinbar) Sumatera.
Ini merupakan ruas jalan nasional di bawah kewenangan Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Lampung.
Aksi warga perbaiki jalan rusak sendiri ini viral di media sosial setelah videonya diunggah akun Instagram @atu.erika, Selasa (4/3/2025).
Dalam video terlihat warga memperbaiki jalan dengan semangat.
Pada latar belakang unggahan tersebut, terdapat spanduk bertuliskan “Sedang ada perbaikan jalan oleh rakyat” yang dipasang di atas mobil bak terbuka.
Seorang pria terlihat berdiri di atas mobil.
Sementara pemandangan jalan berlubang yang sedang ditambal menjadi fokus perhatian.
Erika Widiastuti, pemilik akun yang mengunggah video tersebut, menjelaskan perbaikan jalan ini dilakukan secara swadaya oleh dirinya dan sejumlah temannya yang tergabung dalam organisasi Pemuda Pringsewu Bersatu (Rakyat).
“Kita bergerak dari donasi masyarakat dan gotong royong, ada yang ngasih material pasir, batu kerikil, dan sebagainya,” ungkapnya saat dihubungi pada Minggu (9/3/2025) malam, dikutip dari Kompas.com.
JALAN RUSAK – Kelompok warga di Kabupaten Pringsewu memperbaiki lubang jalan secara swadaya, Minggu (9/3/2025). (Instagram/atu.erika)
Erika mencatat dalam sebulan terakhir, setidaknya 10 kecelakaan telah terjadi, yang menyebabkan beberapa korban kehilangan nyawa.
“Kebanyakan yang bawa motor, jatuh karena jalan berlubang ataupun tertabrak saat menghindari lubang,” tambahnya.
Kondisi jalan yang buruk ini terdeteksi mulai dari perbatasan Pringsewu-Pesawaran, yang juga tidak dilengkapi dengan penerangan yang memadai.
Bagi pemuda Pringsewu, keadaan tersebut sangat mengkhawatirkan.
“Sebentar lagi musim orang mudik, yang warga sini aja yang sudah berhati-hati masih kecelakaan karena lubang jalan, apalagi nanti yang mudik,” katanya.
Sementara itu, sebelumnya warga mengeluhkan mahalnya biaya penyeberangan di Sungai Sebakis, yang menghubungkan daerah Sebakis dan Pembeliangan di Kecamatan Sebuku, Nunukan, Kalimantan Utara.
Di mana warga membayar Rp 500 ribu untuk menyeberang selama 2 menit.
Acho, seorang penjual sembako mengungkapkan keluhannya, Senin (10/3/2025).
“Lamanya sudah begini ini. Cobalah pemerintah pikirkan bagaimana menyediakan jembatan penyeberangan. Bukan juga jauh ini barang, sekitar 100 meter saja,” katanya, melansir dari Kompas.com.
Meski perjalanan hanya memakan waktu sekitar dua menit, biaya yang harus dikeluarkan sangat memberatkan.
“Paling bensinnya habis setengah gelas saja. Tapi bayarnya mahal sekali. Bolak balik saya bayar Rp 500.000,” imbuhnya.
Acho berharap pemerintah dapat memperhatikan kondisi ini, mengingat dalam sehari puluhan kendaraan melintasi jalur penyeberangan tersebut.
“Kalau ada jembatan, bisa jalan ekonomi masyarakat Sebakis. Mereka tidak terus terjebak di Sebakis, seperti sekarang,” tambahnya.
Sebakis sendiri merupakan sebuah pulau yang terpisah dari Nunukan Kota, dikelilingi oleh perkebunan kelapa sawit dan menjadi daerah transmigran.
Acho menyatakan bahwa aktivitas penyeberangan ini telah ada sejak ia mulai berdagang pada tahun 2011.
Ia juga mengirimkan beberapa video sebagai bukti, menunjukkan kapal-kapal kayu yang melayani penyeberangan orang dan kendaraan.
Kapal-kapal ini menunggu hingga beberapa orang sebelum berangkat ke seberang sungai, sementara untuk kendaraan, kapal kayu khusus disiapkan.
Kepala Dinas Perhubungan Nunukan, Muhammad Amin, mengonfirmasi adanya aktivitas penyeberangan komersial tersebut.
“Betul ada informasi itu, dan memang menurut info yang saya terima dari Kabid saya, tarifnya segitu,” ujarnya.
Dari penelusuran petugas Dishub Nunukan, diketahui bahwa areal penyeberangan tersebut sebelumnya merupakan kawasan milik perusahaan PT Adindo Hutani Lestari.
Fasilitas penyeberangan ini awalnya digunakan untuk pengangkutan kayu dan menjadi jalur alternatif terdekat dari Sebakis menuju Pembeliangan, Sebuku.
“Kalau via darat jauh memutar memang. Kalau lewat sungai tinggal menyeberang. Kami masih dalami, apakah ini masih fasilitas perusahaan, atau memang dikomersilkan masyarakat,” kata Amin.
Ia menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak pernah memberikan izin untuk aktivitas penyeberangan ini.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com