TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Awal tahun 2025 menjadi babak kelam bagi Jateng.
Bencana datang silih berganti, meluluhlantakkan sejumlah wilayah, merenggut nyawa, dan meninggalkan trauma mendalam bagi masyarakat.
Cuaca ekstrem sering kali menjadi kambing hitam, tetapi bagi Dafiq, seorang mahasiswa psikologi dan anggota komunitas pecinta alam Universitas Selamat Sri, masalah utamanya ada pada ulah manusia.
“Cuaca memang berpengaruh, tapi tidak bisa terus-menerus disalahkan. Deforestasi, pencemaran lingkungan, dan perusakan alam adalah penyebab utama bencana,” tegas Dafiq, Minggu (26/1/2025).
Keprihatinan terhadap kondisi lingkungan di Jateng membuat Dafiq dan rekan-rekannya tak tinggal diam.
Bersama komunitas pecinta alam di kampusnya, ia membentuk gerakan Tanam Pohon, Tanam Harapan.
Gerakan ini bertujuan mengajak masyarakat untuk peduli lingkungan dan berkontribusi langsung dalam memitigasi risiko bencana melalui penghijauan.
Salah satu inisiatif nyata Dafiq dan rekan-rekannya adalah menanam ratusan pohon tabebuya di Desa Jambearum Petebon, Kabupaten Kendal.
Pohon tabebuya dipilih bukan hanya karena keindahannya, tetapi juga manfaat ekologisnya.
“Tabebuya dapat membantu mencegah banjir sekaligus mempercantik lingkungan. Kami ingin desa ini menjadi lebih hijau dan asri,” kata Dafiq.
Mereka bekerja sama dengan Balai Pembibitan dan Sertifikasi Tanaman Hutan (BPSTH) untuk mendapatkan bibit pohon.
Setiap bibit yang ditanam bukan sekadar tanaman, melainkan simbol harapan untuk masa depan yang lebih baik.
Dafiq percaya bencana alam bisa dicegah jika kesadaran menjaga lingkungan ditingkatkan.
Ia mengkritik regulasi pemerintah yang menurutnya belum cukup tegas dalam melindungi lingkungan.
“Harus ada hukuman berat bagi mereka yang merusak lingkungan. Kalau tidak, Jateng hanya akan terus mengalami bencana,” ujarnya.
Ia juga menyoroti pentingnya kolaborasi antara pemerintah, komunitas, dan masyarakat untuk menjaga keseimbangan alam.
Gerakan kecil seperti menanam pohon, menurutnya, adalah langkah awal yang dapat menginspirasi banyak orang.
Dafiq dan komunitasnya yakin, penghijauan adalah kunci untuk mengurangi risiko bencana.
“Hanya ada satu cara untuk menghindari bencana, yaitu membuat bumi kembali lestari,” kata Dafiq.
Bagi mereka, setiap pohon yang ditanam adalah harapan baru, bukan hanya untuk lingkungan, tetapi juga untuk masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
Kini, ratusan pohon tabebuya di Desa Jambearum berdiri sebagai saksi dari semangat juang Dafiq dan rekan-rekannya.
Di bawah naungan pohon-pohon itu, mereka menanam harapan untuk masa depan yang lebih hijau, lebih aman, dan lebih indah.
Dafiq mungkin hanya seorang mahasiswa, tetapi langkah kecilnya menunjukkan bahwa perubahan besar selalu dimulai dari kepedulian.
“Kami tidak akan berhenti. Selama masih ada bumi yang perlu dihijaukan, kami akan terus bergerak,” imbuhnya dengan optimis. (*)
