"Gempa Guncang Malang", Ratusan Siswa di SMPN 3 Malang Berlindung di Bawah Meja Surabaya 17 September 2025

"Gempa Guncang Malang", Ratusan Siswa di SMPN 3 Malang Berlindung di Bawah Meja
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        17 September 2025

“Gempa Guncang Malang”, Ratusan Siswa di SMPN 3 Malang Berlindung di Bawah Meja
Tim Redaksi
MALANG, KOMPAS.com
– Sirine tiba-tiba berbunyi keras di SMPN 3 Malang, Jawa Timur pada Rabu (17/9/2025) pagi.
Tanpa panik, ratusan murid langsung bersembunyi di bawah meja kelas masing-masing.
Ternyata, guncangan gempa sedang melanda sekolah mereka.
Sesaat setelah guncangan berhenti, para siswa sigap berhamburan keluar kelas menuju titik kumpul dengan membawa tas dan benda seadanya untuk melindungi kepala.
Aksi tersebut bukanlah bencana sungguhan, melainkan puncak dari simulasi kesiapsiagaan menghadapi gempa yang digelar oleh Basarnas dan Kantor Search and Rescue (SAR) Surabaya.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program percontohan Literasi SAR yang menyasar para pelajar di Jawa Timur.
Kepala Kantor SAR Surabaya, Nanang Sigit, menjelaskan bahwa simulasi ini adalah praktik langsung dari program yang lebih besar untuk membangun budaya keselamatan sejak dini.
“Inti dari program Literasi SAR ini adalah membangun budaya keselamatan kepada anak-anak sekolah. Tujuannya agar 10 tahun ke depan, saat mereka memasuki dunia kerja, mindset untuk selalu mengedepankan keselamatan sudah terpatri kuat,” kata Nanang.
SMPN 3 Malang bersama SMAN 8 Malang terpilih menjadi pilot project untuk program ini di Jawa Timur.
Nantinya, program ini akan diperluas ke seluruh sekolah di provinsi tersebut melalui kerja sama dengan Dinas Pendidikan.
Menurut Nanang, program yang berlangsung selama tiga hari ini tidak hanya melatih siswa, tetapi juga para guru.
Para pendidik dibekali modul dan pelatihan untuk menjadi kader SAR di sekolah, sehingga mereka diharapkan mampu memandu siswa saat terjadi keadaan darurat.
“Kami membuat kader dari guru-guru. Mereka yang nanti akan memberikan pengetahuan Literasi SAR dari modul yang kami sampaikan. Pengetahuan ini akan masuk ke dalam muatan lokal atau kurikulum,” tambahnya.
Simulasi yang digelar merupakan uji coba dari rencana kontinjensi yang telah disusun bersama pihak sekolah.
Rencana tersebut berisi alur dan prosedur tindakan yang harus dilakukan oleh guru maupun siswa saat menghadapi berbagai kedaruratan, mulai dari gempa bumi, kebakaran, hingga kecelakaan lainnya.
“Pada saat terjadi kedaruratan, kadang kita panik dan tidak tahu harus berbuat apa. Di sinilah mereka diajari cara menyelamatkan diri sendiri dan orang lain, serta menanamkan kewaspadaan,” tegas Nanang.
Para siswa pun menunjukkan antusiasme dan pemahaman yang mendalam.
Grazielli Mutiara Juliandri, siswi kelas 8, berperan sebagai salah satu penolong dalam simulasi tersebut.
Ia bersama lebih dari 10 siswa lainnya telah mendapat pelatihan khusus sehari sebelumnya.
“Saya bertugas menolong korban patah tulang dan pendarahan. Kemarin sudah diajari cara memasang penyangga, membalut luka, hingga teknik menggendong korban dengan benar,” ungkap Grazielli.
Ia menganggap pelatihan semacam ini sangat penting sebagai bekal untuk menghadapi bencana yang sesungguhnya.
“Ini penting, karena bisa buat berjaga-jaga kalau ada gempa bumi,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan Naya, siswa lainnya yang mengikuti simulasi.
Ia dengan lancar menceritakan kembali alur penyelamatan diri yang dipraktikkan.
Naya mengaku sudah dua kali mengikuti latihan serupa.
“Saat sirine berbunyi, semua langsung bersembunyi di bawah meja. Setelah aman, kami semua turun ke titik kumpul,” kata Naya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.