TRIBUNJAKARTA.COM – Di sebuah gang sempit kota Jakarta, Toko Roti Gelora sudah bertahan lebih dari setengah abad.
Di tengah maraknya jajanan kekinian dengan toko yang estetik dan modern, toko roti jadul ini masih memiliki daya tarik tersendiri di mata para pelanggannya.
Toko roti Gelora berlokasi di Gang Banten, Jatinegara, Jakarta Timur.
Generasi kedua pemilik Toko Roti Gelora, Ridwan Wiryadinata (73) menjelaskan dahulu toko roti ini didirikan oleh orangtuanya tahun 1950.
Meski sudah lawas, Roti Gelora rupanya masih menjadi primadona di kawasan Jatinegara.
Saat TribunJakarta.com berkunjung, Selasa (10/10/2024), antrean pembeli memadati area toko yang begitu sederhana dari bagian luar.
Para pembeli terus berdatangan. Mereka mengantre demi mendapatkan roti dan biskuit yang dijual di toko Gelora.
“Ya memang seperti ini (antrean). Pembeli biasanya datang random saja. Tiba-tiba ramai, tiba-tiba sepi, tiba-tiba nanti ramai lagi yang datang. Ya, begitu saja,” kata Ridwan.
Citarasa roti dan biskuit yang dijual di toko inilah, yang membuat banyak pelanggan rela datang kembali hingga mampu berdiri sampai sekarang.
Kata Ridwan, dahulu toko yang dirintis oleh orangtuanya ini hanya menjual produk biskuit saja.
Seiring waktu, menu di toko tersebut berkembang hingga akhirnya menjual produk biskuit dan roti.
Kalau berkunjung ke sini, aroma harum begitu terasa bahkan sejak memasuki kawasan gang sempit lokasi toko roti tersebut berdiri.
Aroma tersebut berasal dari bagian dapur tempat roti-roti dan biskuit Toko Gelora diproduksi.
Ridwan menyebut, dalam sehari toko rotinya itu bisa menghabiskan sekitar 260 kilogram tepung untuk membuat roti dan biskuit.
Kesibukan para pekerja dalam memproduksi roti dan biskuit, terlihat jelas dari balik etalase tua toko roti tersebut.
Toko Roti Gelora di Jatinegara (TribunJakarta)
Di bagian dalam toko, Ridwan menggunakan mesin-mesin buatan Eropa untuk mengolah adonan.
Mesin-mesin tersebut bahkan tak kalah lawas.
Mesin yang digunakan di toko ini usianya sudah sekitar 40 tahunan.
“Mesin-mesin di sini rata-rata dipakai dari tahun 1978,1979, buatan German. Paling tua ada yang dari tahun 1975 untuk mengaduk adonan,” kata Ridwan.
Banyak langganan keturunan Belanda
Berdiri sejak tahun 1950an, Toko Roti Gelora tentu sudah punya banyak pelanggan.
Bahkan ketika pertama kali berdiri, pelanggannya banyak dari kalangan keturunan Belanda.
“Kurang lebih ya memang (pelanggan) keturunan belanda. Orangtua juga hari-hariannya ngomong bahasa Belanda. Zaman dulu pendidikannya juga pendidikan Belanda, teman-temannya ya banyak juga begitu (keturunan Belanda),” kata Ridwan.
Zaman itu, Toko Roti Gelora hanya menempati bangunan yang disewa dari tuan tanah.
Jalan di sekitar toko ini pun juga belum sesempit sekarang.
Hingga seiring waktu, pembangunan terus terjadi dan jalan di sekitar lokasi pun semakin kecil.
Bangunan Toko Roti Gelora kemudian dibeli dan menjadi milik keluarga Ridwan sekitar tahun 1970an.
“Dulu itu, masih masuk mobil gangnya. Kan dulu orangtua saya pakai mobil buat angkut kayu bakar. Dulu bukan gang sempit, masuk mobil di sini. Zaman dulu oven kan pakai kayu bakar,” bebernya.
Ridwan pun terjun langsung membantu kedua orangtuanya mengelola toko roti ini sejak tahun 1973.
Berbagai cara dilakukan oleh Ridwan untuk menjangkau pelanggan dan mengembangkan toko roti Gelora.
Mulai dari mengantarkan roti-roti ke pelanggan menggunakan becak, sepeda motor, hingga produknya bisa dikenal.
“Dulu kita pakai becak untuk antar biskuit ke pelanggan. Becak, sepeda motor, kita iket dikit-dikit. Sekitar tahun 1060an. Karena dulu kita gak punya mobil,”
“Saya berpikir, bagaimana caranya supaya toko ini maju. Akhirnya beli mesin (Eropa),” beber dia.
Hingga saat ini, pelanggan Toko Roti Gelora sudah lintas generasi.
Walau sudah terkenal, Ridwan mengatakan tak punya rencana untuk membuka cabang di lokasi lain.
“Tidak ada (niat buka cabang). Biar orang tahu Toko Roti Gelora ya di sini,” katanya.
Kalau mau ke sini, ada banyak produk roti dan biskuit yang dijual dan diproduksi sendiri oleh toko Gelora.
Beberapa produk yang jadi favorit dan selalu laris yakni roti tawar keju, roti isi smoke beef, raisin, danish, dan vanila ring.
Harganya mulai dari Rp 12 ribu sampai Rp 120 ribuan.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya.