Jakarta, Beritasatu.com – Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menilai, gejolak yang terjadi di pasar saham saat ini disebabkan oleh tekanan perekonomian global, terutama yang berkaitan dengan kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS)
Destry mengungkapkan, secara kumulatif, dari Januari hingga Maret, modal asing yang keluar dari pasar saham mencapai Rp 22 triliun. Namun, pada saat yang sama, modal asing masuk melalui Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebesar Rp 25 triliun.
Ekspektasi pelaku pasar terhadap SBN dan SRBI tetap berdasarkan fundamental perekonomian nasional.
“Kami berharap bahwa apa yang terjadi kemarin bersifat sementara, karena tentunya ada faktor kejutan dari kebijakan-kebijakan global,” ujar Destry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan BI pada Maret 2025 di Gedung Thamrin, Jakarta, Rabu (19/3/2025).
Sebagai informasi, Bursa Efek Indonesia (BEI) sempat melakukan pembekuan sementara perdagangan (trading halt) pada pukul 11.19.31 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS) setelah indeks harga saham gabungan (IHSG) turun hingga 5%.
Keputusan untuk pasar saham tersebut dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Direksi BEI Nomor: Kep-00024/BEI/03-2020 tanggal 10 Maret 2020 mengenai Panduan Penanganan Kelangsungan Perdagangan di Bursa Efek Indonesia dalam Kondisi Darurat.
Destry menambahkan bahwa koreksi di pasar saham telah terjadi sejak akhir 2024. Ia menjelaskan, kondisi pasar saham sangat erat kaitannya dengan ekspektasi pelaku pasar terhadap perekonomian.
“Saham sangat sensitif terhadap sentimen ekonomi, baik global maupun domestik. Berbagai kebijakan dari Presiden AS Donald Trump, misalnya, dapat memberikan dampak besar terhadap perekonomian secara keseluruhan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Destry menegaskan bahwa BI tetap konsisten menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. BI memperkuat strategi stabilisasi nilai tukar yang sesuai dengan fundamental ekonomi melalui intervensi di pasar valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), serta SBN di pasar sekunder.
“Bank Indonesia akan terus hadir di pasar untuk menunjukkan bahwa koreksi rupiah ini bersifat sementara. Oleh karena itu, BI melakukan intervensi melalui transaksi spot, DNDF, dan jika diperlukan, juga di SBN,” pungkasnya terkait pergerakan pasar saham domestik.