TRIBUNJATIM.COM – Nahas nasib Pius, pria asal Pringsewu, Lampung, yang tak kunjung diberangkatkan kerja di Inggris.
Pius dan istri telah membayar uang Rp60 juta untuk ikut program kerja sebagai pemetik buah musiman di Inggris.
Tapi sampai sekarang tak ada kejelasan atas keberangkatannya.
Hingga November 2024, janji keberangkatan yang diatur oleh PT M melalui forum komunikasi (forkom) tak kunjung terwujud.
Sementara uang yang telah disetorkan tak ada kejelasan.
“Saya dan istri sudah mengeluarkan uang Rp60 juta untuk semua proses,” kata Pius, Minggu (1/12/2024).
“Kalau keberangkatan memang sudah tidak mungkin, kami minta uangnya dikembalikan saja,” harap Pius.
Ia mengatakan, program Seasonal Worker United Kingdom yang dikelola PT M menawarkan peluang kerja sebagai pemetik buah musiman di Inggris.
Namun dari 200 pendaftar asal Lampung, hanya satu orang yang diberangkatkan sepanjang tahun 2024.
Menurut Pius, ia dan istrinya telah melewati semua tahapan administrasi termasuk wawancara.
Kala itu, forkom menjanjikan keberangkatan peserta dilakukan secara bertahap antara Mei hingga Juli 2024.
Namun hingga kini, janji tersebut tak terbukti.
“SIP (Surat Izin Perekrutan) sudah habis masa berlakunya sejak 4 Juli,” terangnya.
“Dan sekarang musim dingin, jadi jelas tidak mungkin lagi ada keberangkatan tahun ini,” lanjut Pius.
Ilustrasi tenaga kerja (SHUTTERSTOCK/ROBERT KNESCHKE)
Pius mengungkapkan, total dana yang telah ia keluarkan untuk program ini mencapai Rp39 juta lebih untuk dirinya sendiri.
Dengan rinciannya meliputi registrasi forkom Rp2 juta, percepatan keberangkatan Rp6 juta, support PT M Rp30 juta, dan biaya tambahan lain-lain seperti sebesar Rp1 juta.
Selain itu, peserta juga diminta menyiapkan dana tambahan Rp10 juta untuk pengurusan visa dan medical check up full.
Meski hal itu belum pernah direalisasikan sampai sekarang.
Pius menilai jika program yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, uang yang telah disetorkan seharusnya segera dikembalikan kepada peserta.
“Kami hanya ingin uang kami kembali, karena besar dana itu hasil utang,” tegasnya, mengutip Tribun Lampung.
Dia juga mengklaim, penarikan dana tetap dilakukan padahal dalam proses seleksi, pihak direktur menegaskan tidak boleh ada biaya di luar ketentuan.
Pius mengaku sudah berulang kali menghubungi pihak forkom yang bertugas menyalurkan dana ke PT M.
Namun karena sulit dihubungi, Pius pun menghubungi ketua Forkom Lampung.
Dari pesan WhatsApp, menurut Pius, ketua forkom mengatakan, pengembalian dana sedang dalam proses pencariran di Bank Perkreditan Raktat (BPR).
Namun Pius menyangsikan proses tersebut.
Ia menduga ada penyimpangan dalam pengelolaan dana yang membuat pengembalian menjadi berlarut-larut.
“Seharusnya pengembalian dana itu bisa langsung dari PT, saya curiga ada praktik tambal sulam yang membuat proses ini semakin rumit,” katanya.
Pius minta kepastian untuk memulangkan dana dalam program kerja sebagai pemetik buah musiman di Inggris (Dok Pribadi)
Ia pun turut mempertanyakan ketimpangan antara jumlah pendaftar dan kuota yang disediakan.
Berdasarkan informasi yang ia terima, jumlah pendaftar mencapai lebih dari 1.000 orang.
Sedangkan kuota nasional dari Kementerian Ketenagakerjaan hanya 500 orang.
“Tahun ini hanya 180 orang yang diberangkatkan secara nasional. Sisanya seperti kami ini hanya diberi janji-janji,” sambungnya.
Pius berharap, pihak Forkom dan PT M segera bertindak dengan mengembalikan uang peserta yang gagal berangkat.
Ia juga meminta agar tidak ada lagi program serupa yang merugikan masyarakat.
“Ini sudah cukup. Kalau memang programnya tidak berjalan, kembalikan uang kami, jangan sampai ada korban baru,” pungkasnya.
Di Jawa Timur, seorang TKI asal Trenggalek juga malah hidup sengsara.
Pemuda berinisial PWA (24) itu tersebut tinggal di tenda bersama kandang hewan.
Rupanya PWA tertipu agensi penyalur tenaga kerja luar negeri abal-abal hingga tekor ratusan juta setelah terlanjur menjual rumah orang tua.
Bagaimana tidak, PWA menghabiskan uang Rp105 juta untuk mewujudkan keinginannya.
Itu total keseluruhan dari nilai uang yang diminta oleh si agensi abal-abal secara bertahap.
Yang paling bikin nelangsa, uang ratusan juta yang terlanjur dikeluarkan oleh orang tuanya diperoleh dari tabungan keluarga, pinjaman utang, hingga menjual rumah yang ditinggali kedua orang tua.
Namun rencana keberangkatan menuju Australia, Inggris, dan Korea, tidak pernah terjadi sampai detik ini.
Ia malah diberangkatkan ke negara lain, yakni Hongkong, lalu hidup terkatung-katung hampir setengah tahun di sana, dan tetap tanpa pekerjaan.
Bahkan, PWA diberikan tempat tinggal tenda kemping di lantai paling ujung atap (rooftop) bangunan apartemen.
Mereka hidup dengan kondisi semacam itu, berdampingan dengan kandang hewan mamalia pengerat bernama terwelu.
Hewan ini menjadi peliharaan beberapa orang penghuni apartemen lainnya.
Habis Rp105 juta dari hasil jual rumah, TKI Trenggalek malah tinggal di tenda bersama kandang hewan (ISTIMEWA)
PWA mengatakan, dirinya dan korban lain terkatung-katung selama enam bulan, tanpa pendapatan, dan tanpa tempat tinggal layak.
“Saya sama Mas AJ (korban dari Banyuwangi) lalu ditempatkan di kos (apartemen), dikasih bekal beras dan mie selama satu bulan,” katanya.
Tak ingin bernasib lebih buruk, PWA dan AJ lantas menyerahkan diri ke Kantor Keimigrasian negara tersebut agar dapat segera dideportasi ke Indonesia.
Namun rencana tersebut tak bisa secepat perkiraan mereka.
Keduanya masih harus ditampung oleh lembaga penanganan tenaga kerja asing di sana selama dua bulan.
Selama menunggu masa jeda waktu tersebut, AJ melaporkan pengalamannya tersebut ke KBRI.
“Sempat ditampung di shelter di sana. Terus September 2024 pulang ke Indonesia,” pungkas PWA.
Sementara itu, kabarnya sosok pelaku sudah diamankan oleh Anggota Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Jatim dan kini sedang menjalani pemeriksaan lanjutan.
Berita Viral lainnya