Salah satu daya tarik lainnya adalah penyajiannya yang sering menggunakan daun pisang sebagai alas, memberikan kesan autentik dan ramah lingkungan, sekaligus meningkatkan aroma khas yang menggugah selera.
Selain kelezatannya, Getuk Kethek juga memiliki nilai filosofis yang mendalam. Makanan ini mencerminkan kesederhanaan hidup masyarakat Jawa yang selalu menghargai apa yang diberikan oleh alam.
Singkong, sebagai bahan utama, adalah tanaman yang mudah didapatkan dan sering menjadi simbol ketahanan pangan bagi masyarakat pedesaan. Dengan diolah menjadi Getuk Kethek, singkong yang sederhana berubah menjadi hidangan yang istimewa, melambangkan bahwa kesederhanaan dapat menjadi sesuatu yang bernilai tinggi jika dirawat dengan baik.
Filosofi ini sejalan dengan prinsip hidup orang Jawa yang selalu mengedepankan rasa syukur dan harmoni dengan alam. Saat ini, Getuk Kethek masih dapat ditemukan di beberapa sudut kota Salatiga, terutama di pasar tradisional atau acara-acara budaya.
Beberapa penjual bahkan mempertahankan metode tradisional dalam pengolahannya untuk menjaga cita rasa dan autentisitasnya. Namun, seiring perkembangan zaman, ada juga inovasi dalam penyajian Getuk Kethek, seperti tambahan topping modern seperti cokelat atau keju untuk menarik minat generasi muda.
Meskipun demikian, inti dari makanan ini tetap pada rasa otentik yang tidak tergantikan. Melalui makanan ini, masyarakat Salatiga dapat memperkenalkan kekayaan tradisi kuliner mereka kepada dunia.
Dengan terus menjaga keunikan dan cerita di baliknya, Getuk Kethek akan selalu menjadi bagian penting dari identitas Salatiga, mengingatkan kita semua akan pentingnya melestarikan warisan budaya dalam setiap gigitan yang kita nikmati.
Penulis: Belvana Fasya Saad
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5064276/original/080597700_1735013711-Getuk_Kethek.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)