Fenomena Rojali di Mal: Pengunjung Ramai, tapi Penjualan Lesu
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
–
Rombongan Jarang Beli
atau
Rojali
makin sering terlihat di pusat-pusat perbelanjaan Jakarta.
Pengunjung datang berkelompok, lalu berkeliling toko tanpa membeli. Perilaku ini mulai dirasakan pekerja ritel di mal.
Salah satu penjaga toko optik di Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Arlo (27), mengaku fenomena ini kian masif sepanjang tahun 2025.
“Lebih masif sekarang sih. Di 2025 ini yang paling banyak,” ujar Arlo saat ditemui Kompas.com di lokasi, Minggu (27/7/2025).
Menurut Arlo, meski lalu lintas pengunjung masih tinggi, pola belanja mereka telah berubah.
“Sekarang tuh anak-anak muda ke mal cuma jalan-jalan, kalau enggak makan. Sedangkan beli ke tempat retail, itu jarang banget,” tuturnya.
Arlo, yang sejak awal memang bekerja di bidang optik, menyebut perubahan konsep toko yang lebih terbuka ikut mendorong tren “lihat-lihat tanpa beli”.
Bahkan, sebagian pengunjung memanfaatkannya untuk membuat konten media sosial.
“Kalau dulu orang datang ke optik, pasti beli. Kalau sekarang, coba-coba aja. Bahkan ada yang bikin konten,” ujarnya.
Ia menambahkan, e-commerce kini menjadi lawan berat toko fisik karena mampu memberikan harga dan diskon yang lebih menarik.
“Iya, jauh lebih murah. Jadi kita bersaing sama
e-commerce.
Diskon mereka juga lebih gede,” kata dia.
Dampaknya terasa nyata pada penjualan. Arlo menyebut omzet toko turun signifikan dalam dua tahun terakhir.
“Dari awalnya yang 80 persen, turun jadi 60–50 persen pembeli kira-kira,” ujarnya.
Sejumlah pengunjung juga mengaku datang ke mal hanya untuk melepas penat, bukan untuk berbelanja.
Salah satunya, Dinda (21), mahasiswa tingkat akhir, yang rutin mengunjungi mal seusai kuliah atau saat akhir pekan.
“Aku biasanya makan, itu pasti. Terus lihat-lihat aja,
refreshing.
Jadi meskipun cuma lihat-lihat doang, udah
fun
banget buat aku,” ujar dia.
Bagi Dinda, mal kini jadi tempat untuk melihat langsung barang sebelum membeli secara daring.
“Biasanya aku ke mal dulu buat lihat barangnya langsung, terus baru beli di
e-commerce.
Selisih harganya lumayan,” kata dia.
Strategi ini, menurutnya, menjadi cara efisien untuk tetap terkoneksi dengan tren sekaligus menghemat pengeluaran.
Deputi Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS), Ateng Hartono, menyebut fenomena Rojali belum tentu mencerminkan kemiskinan, tetapi menjadi sinyal sosial penting yang patut dicermati.
“Fenomena Rojali memang belum tentu mencerminkan tentang kemiskinan. Tetapi tentunya ini relevan juga sebagai gejala sosial,” kata Ateng dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (25/7/2025).
Menurut Ateng, hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2025 menunjukkan bahwa kelompok pengeluaran atas cenderung menahan konsumsi.
Namun, perubahan itu belum berdampak langsung terhadap angka kemiskinan.
“Kelompok atas memang agak menahan konsumsinya. Ini kita amati dari Susenas. Namun ini tentu tidak serta-merta berpengaruh ke angka kemiskinan karena itu kelompok atas saja,” ujarnya.
BPS mencatat jumlah penduduk miskin nasional pada Maret 2025 mencapai 23,85 juta orang atau 8,47 persen dari total penduduk. Angka ini menurun 0,2 juta orang dibandingkan September 2024.
Namun, di kawasan perkotaan, terjadi tren sebaliknya. Persentase penduduk miskin di kota naik 0,07 poin menjadi 6,73 persen, sementara di desa justru turun menjadi 11,03 persen.
Pada saat yang sama, jumlah setengah penganggur di kota juga meningkat sebanyak 460 ribu orang dari Agustus 2024 ke Februari 2025.
“Kenaikan harga bahan pokok mempersempit ruang konsumsi rumah tangga bawah dan kelompok rentan. Kalau tidak diantisipasi, mereka bisa turun ke bawah garis kemiskinan,” ujar Ateng.
Ateng menekankan, fenomena seperti Rojali dapat menjadi alarm sosial bagi pemerintah agar tidak hanya fokus menurunkan angka kemiskinan semata, tetapi juga menjaga daya beli masyarakat kelas menengah bawah.
“
Rojali adalah
sinyal penting bagi pembuat kebijakan untuk tidak hanya fokus menurunkan angka kemiskinan, tetapi juga memperhatikan stabilitas ekonomi rumah tangga kelas menengah bawah,” ujar Ateng.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Fenomena Rojali di Mal: Pengunjung Ramai, tapi Penjualan Lesu Megapolitan 27 Juli 2025
/data/photo/2021/05/10/609948246c6f4.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)