Bandung, Beritasatu.com — Wali Kota Bandung Muhammad Farhan melakukan pemantauan hewan kurban yang menjalani pemeriksaan ante mortem. Hasilnya, ditemukan 30 persen hewan kurban tidak layak dijual
Menjelang Hari Raya Iduladha 2025, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung memperketat pengawasan terhadap hewan kurban. Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan memantau proses pemeriksaan ante mortem pada hewan kurban.
Pemeriksaan kesehatan hewan kurban sebelum penyembelihan di Pusat Kesejahteraan Kavaleri (Pussenkav), Jalan Salak.
Farhan menegaskan, pemeriksaan ini dilakukan demi memastikan keamanan pangan dan kesehatan masyarakat. Ia menyatakan, satu ekor hewan sakit saja bisa berisiko menularkan penyakit, sehingga perlu deteksi dini.
“Lebih baik mencegah dari awal daripada menunggu ada kasus penyakit menular,” ujar Farhan kepada wartawan, Selasa (3/6/2025).
Pemerintah Kota Bandung kini menggunakan aplikasi e-Selamat, inovasi digital yang memungkinkan masyarakat memeriksa kesehatan hewan kurban secara transparan.
Hewan yang lolos pemeriksaan akan diberi “kalung sehat” dengan QR Code berisi informasi kesehatan dan foto hewan tersebut.
“Dengan aplikasi ini, tidak ada lagi celah pemalsuan atau pertukaran hewan,” katanya.
Masyarakat, baik penjual maupun pembeli, diimbau mengunduh aplikasi tersebut agar bisa memastikan hewan yang dibeli aman dan sesuai syariat.
Hingga awal Juni 2025, sekitar 10.000 hewan kurban telah masuk ke Kota Bandung. Dari jumlah tersebut, 30 persen dinyatakan belum layak, terutama karena belum cukup umur.
Sementara itu, 70 persen atau sekitar 7.000 ekor domba, kambing, sapi, hingga kerbau telah dinyatakan sehat dan layak. Pemilihan Pussenkav sebagai lokasi pemeriksaan bukan tanpa alasan. Fasilitas ini memiliki kandang dan tenaga terlatih dalam pemeliharaan hewan, khususnya kuda. Namun, Farhan mengingatkan agar jumlah hewan di sana tidak melebihi kapasitas.
“Pussenkav tetap harus menjalankan fungsi utamanya sebagai tempat pemeliharaan kuda,” tegasnya.
Pemkot juga mengimbau masyarakat menggunakan fasilitas Rumah Potong Hewan (RPH) yang tersedia di wilayah Ciroyom dan Cisaranten, serta beberapa RPH swasta.
“Kalau sibuk, lebih baik serahkan ke RPH yang diawasi dan memiliki tenaga bersertifikat,” ujarnya.
Para juru sembelih di RPH harus memiliki sertifikat kompetensi, guna mencegah kesalahan penanganan hewan maupun limbah pemotongan.
Farhan juga menyinggung isu lingkungan, terutama penggunaan plastik pembungkus daging kurban. Ia mendorong penggunaan plastik yang bisa didaur ulang dan menyebut Pasar Gedebage sebagai contoh lokasi dengan sistem pengelolaan sampah organik yang baik.
Meski penjualan belum setinggi tahun lalu yang mencapai 16.000 ekor, Farhan optimis target tersebut bisa tercapai dengan sisa waktu yang ada.
“Minat beli sudah terlihat meningkat, bahkan pedagang mulai jualan lebih awal tahun ini,” ungkapnya.
Hewan kurban yang masuk ke Bandung mayoritas berasal dari Garut, Tasikmalaya, dan daerah sekitarnya. Namun, Farhan mengapresiasi meningkatnya jumlah warga Bandung yang mulai beternak domba sendiri.
