Proses memasaknya cukup sederhana. Setelah daging kelelawar dibersihkan dan dipotong-potong, bumbu rica-rica ditumis hingga harum. Kemudian, daging dimasukkan dan dimasak bersama bumbu hingga meresap.
Beberapa orang menambahkan sedikit air atau kaldu agar daging lebih empuk, tetapi sebagian lainnya lebih suka memasaknya hingga kering dan bumbu benar-benar menempel. Hasil akhirnya adalah hidangan dengan cita rasa pedas yang kuat, cocok disantap bersama nasi hangat dan lalapan segar.
Bagi yang kurang menyukai rasa pedas yang terlalu dominan, paniki juga bisa dimasak dengan santan, mirip seperti gulai atau opor. Proses memasaknya hampir sama, tetapi kali ini bumbu yang digunakan lebih beragam, termasuk kunyit, kemiri, ketumbar, dan daun pandan, yang semuanya berkontribusi pada aroma dan rasa gurih yang khas.
Setelah daging ditumis dengan bumbu dasar, santan kental ditambahkan, lalu dimasak dengan api kecil hingga daging empuk dan kuah mengental. Kombinasi santan dan bumbu rempah menciptakan hidangan yang kaya rasa, gurih, dan sedikit manis, membuat paniki bersantan menjadi pilihan yang lebih bersahabat bagi mereka yang tidak terlalu tahan dengan pedasnya rica-rica.
Meskipun paniki adalah makanan tradisional yang banyak digemari di Sulawesi Utara, konsumsi daging kelelawar juga mendapat sorotan dari sisi kesehatan. Kelelawar diketahui dapat menjadi pembawa berbagai jenis virus dan bakteri, sehingga pengolahan dan memasak yang benar sangat penting untuk memastikan keamanan konsumsi.
Para ahli kesehatan menyarankan agar daging kelelawar dimasak dengan suhu tinggi dan waktu yang cukup lama untuk membunuh patogen yang mungkin ada. Selain itu, ada juga perdebatan mengenai keberlanjutan konsumsi kelelawar.
Beberapa spesies kelelawar mengalami penurunan populasi akibat perburuan berlebihan. Oleh karena itu, sebagian pihak mulai menyuarakan pentingnya konservasi kelelawar, terutama yang berperan dalam ekosistem sebagai penyebar biji dan penyerbuk tanaman.
Paniki salah satu warisan kuliner khas Manado yang mencerminkan kekayaan budaya dan keberanian masyarakat Minahasa dalam bereksperimen dengan bahan makanan yang tidak biasa.
Baik dimasak dengan rica-rica yang pedas menyengat maupun dengan santan yang gurih dan kaya rempah, paniki tetap menjadi sajian yang menggugah selera bagi mereka yang berani mencoba.
Namun, penting untuk selalu mempertimbangkan aspek kesehatan dan keberlanjutan sebelum mengonsumsi hidangan ini. Apakah Anda tertarik mencicipi paniki jika berkunjung ke Manado?
Penulis: Belvana Fasya Saad
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/897194/original/047654400_1433908588-paniki_2.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)