TRIBUNNEWS.COM – Sebuah mobil Daihatsu Xenia berwarna hitam terparkir di Denpom Angkatan Laut Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Mobil bernopol DA 1256 PC itu diduga digunakan oknum TNI AL bernama Jumran untuk membunuh kekasihnya, Juwita (23).
Korban merupakan wartawan perempuan yang ditemukan tewas di tepi jalan di Banjarbaru, Kalimantan Selatan pada Sabtu (22/3/2025) lalu.
Warga sempat mengira Juwita tewas karena kecelakaan tunggal setelah ditemukan sepeda motor di semak-semak.
Namun, hasil autopsi menunjukkan Juwita menjadi korban pembunuhan.
Kordinator Aksi Untuk Keadilan (AUK) Juwita, Suroto, mengatakan ada sepeda motor yang juga dijadikan barang bukti pembunuhan.
“Ada mobil dan motor yang diduga masih berhubungan langsung dengan proses pembunuhan Juwita,” ucapnya, Rabu (2/4/2025).
Dari penelusurannya, mobil hitam tersebut milik salah satu rental di kawasan jalan Golf Landasan Ulin, Banjarbaru.
“Informasi dari tim kuasa hukum, mobil tersebut diamankan di daerah Kandangan, Hulu Sungai Selatan,” imbuhnya.
Diduga, Juwita dibunuh di dalam mobil dan jasadnya dibuang di pinggir jalan.
Kuasa hukum keluarga korban, M Pazri, SH, MH, menjelaskan barang bukti yang diamankan petugas yakni kaca anti gores serta handphone korban.
“Seluruh barang bukti tersebut sudah disita dan tercatat dalam berita acara penyitaan yang diberikan kepada tim advokasi,” tandasnya.
Ia berharap rekaman CCTV di sekitar lokasi kejadian diamankan dan dibuka ke masyarakat.
“Kami menilai bahwa pengecekan ini penting untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap mengenai kronologi kejadian,” tukasnya.
Keluarga Minta Tes DNA
Hasil pemeriksaan tim forensik menunjukkan adanya cairan sperma pada jasad korban.
Diduga Juwita mengalami kekerasan seksual sebelum dibunuh Jumran yang kini telah ditahan di Denpom AL Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
M. Pazri, menyatakan keluarga meminta penyidik melakukan tes DNA terhadap Jumran.
“Pasalnya berdasarkan keterangan dari dokter forensik, sperma tersebut diketahui memiliki volume yang besar. Hal ini memunculkan pertanyaan tentang asal-usul sperma tersebut, sehingga pihak keluarga mengusulkan untuk melakukan tes DNA guna memastikan pemilik sperma tersebut,” ungkapnya, Rabu.
Menurutnya, fasilitas tes DNA tak tersedia di Kalimantan Selatan sehingga harus dilakukan di Surabaya atau Jakarta.
Kakak ipar korban juga mendengar adanya tanda kekerasan pada kemaluan Juwita.
“Autopsi itu kan intinya adalah untuk kepentingan penyidikan ternyata pada saat berhadapan dengan dokter forensik itu kakak ipar korbannya sempat merekam pembicaraan dari dokter forensik yang menjelaskan yang pada intinya kesimpulan dari dokter adalah pembunuhan,” lanjutnya.
Pazri menambahkan Juwita dan tersangka saling kenal melalui media sosial pada September 2024.
Komunikasi keduanya semakin intens pada Desember 2024.
Bahkan, tersangka diduga melecehkan korban sebanyak dua kali.
“Berdasarkan alat bukti, kami sampaikan bahwa korban mengalami kekerasan seksual, ini adalah pemerkosaan,” ungkapnya, Rabu, dikutip dari TribunBanjarbaru.com.
Kasus pelecehan yang pertama terjadi sekitar tanggal 25 Desember 2024 hingga 30 Desember 2024.
“Pelaku menyuruh korban memesan kamar hotel di Banjarbaru,” terangnya.
Juwita langsung memesankan hotel tanpa menaruh curiga ke Jumran.
“Setelah itu, pelaku menyuruh korban menunggu, setelah datang pada hari itu, pelaku membawa korban masuk ke dalam kamar dan mendorong ke tempat tidur, pelaku sempat memiting korban sebelum merudapaksa di dalam kamar tersebut,” lanjutnya.
Korban sempat menceritakan perbuatan Jumran kepada kakak iparnya pada 26 Januari 2025.
Korban juga merekam tersangka ketika lengah yang digunakan sebagai bukti kasus rudapaksa.
“Korban menunjukkan bukti video pendek, bahkan ada beberapa foto. Korban ketakutan sehingga rekaman video itu bergetar,” katanya.
Sebagian artikel telah tayang di TribunBanjarbaru.com dengan judul Pasca BAP Kedua, Kuasa Hukum Keluarga Jurnalis Juwita Usulkan Tes DNA, Ini Tujuannya
(Tribunnews.com/Mohay) (TribunBanjarbaru.com/Frans Rumbon/Sene/Nurholis Huda)