Fakta-Fakta Bencana Tanah Bergerak yang Merusak Puluhan Bangunan di Kabupaten Purwakarta

Fakta-Fakta Bencana Tanah Bergerak yang Merusak Puluhan Bangunan di Kabupaten Purwakarta

Liputan6.com, Purwakarta – Ratusan warga di Kampung Cigintung dan Sukamulya, Desa Pasirmunjul, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Purwakarta, masih dihantui ketakutan usai bencana alam akibat tanah bergerak yang terjadi wilayah mereka beberapa hari terakhir.

Untuk diketahui, akibat dari bencana pergerakan tanah tersebut ada sebantak 72 bangunan mengalami kerusakan dengan jumlah warga yang terdampak sebanyak 249 warga.

Berikut ini Liputan6.com merangkung beberapa fakta terkait bencana pergerakan tanah yang terjadi di Kabupaten Purwakarta.

1. Kawasan Tak Layak Huni

Beberapa waktu lalu, Pemkab Purwakarta telah memetakan jika berapa perkampungan di Kecamatan Sukatani itu tak layak untuk dijadikan pemukiman penduduk. Pasalnya, wilayah tersebut berada area rentan pergerakan tanah.

Hal itu juga diperkuat dengan hasil assesment Tim Tanggap Darurat dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) di lokasi bencana. Hal mana, saat itu terungkap jika penyebab pergerakan tanah ini adalah faktor geologi.

Adapun hasil dari pemeriksaan sementara menyatakan, jika permukaan tanah di kawasan tersebut terdiri dari material lepas yang poros. Sedangkan di bawahnya terdapat lapisan batu lempung yang kedap air dan licin seperti sabun bila dalam kondisi basah.

“Area terdampak sudah berhasil dipetakan melalui pemantauan drone dan observasi langsung di lapangan. Kami juga telah menandai batas-batas kawasan rawan untuk diproses lebih lanjut guna menentukan daerah relokasi,” ujar Ketua Tim Tanggap Darurat PVMBG, Iqbal Eras Putra, belum lama ini.

Untuk sementara, kata dia, hasil pemeriksaan timnya menunjukkan bahwa penyebab utama bencana pergerakan tanah ini akibat kondisi geologis di desa tersebut. Sehingga menyebabkan lapisan tanah di atas batu lempung menjadi labil, terlebih saat jenuh air akibat hujan berkepanjangan.

Meski begitu, Iqbal menyebutkan, pihaknya tidak menemukan indikasi adanya patahan aktif di wilayah tersebut. Meski struktur batu lempung menunjukkan pola-pola umum retakan yang lazim ditemukan pada jenis batuan tersebut.

Dalam proses investigasi, ia mengatakan, tim PVMBG menggunakan berbagai metode termasuk pemetaan udara dengan drone, pengecekan morfologi, serta penggalian ringan untuk melihat lapisan bawah permukaan.

“Kami menemukan bahwa lapisan bawahnya bukan tanah biasa, melainkan batu lempung. Ini memperkuat dugaan bahwa faktor geologi sangat berpengaruh pada kejadian ini,” kata Iqbal.