Event: vaksinasi

  • Wabah PMK di Ngawi, DPRD Jatim Sodorkan 3 Langkah Strategis

    Wabah PMK di Ngawi, DPRD Jatim Sodorkan 3 Langkah Strategis

    Surabaya (beritajatim.com) – Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Deni Wicaksono mendesak Dinas Peternakan (Disnak) Jatim untuk segera bertindak untuk mengatasi wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang melanda wilayah Ngawi.

    Apalagi, lanjut dia, wabah PMK di Ngawi telah menewaskan puluhan sapi secara mendadak dan menimbulkan kerugian besar bagi para peternak.

    Deni menyebut bahwa kasus ini tidak bisa dianggap remeh, mengingat dampaknya yang sangat merugikan ekonomi masyarakat, khususnya para peternak kecil. Dia juga menyoroti lambannya respons dari pihak terkait dalam menangani wabah tersebut.

    “Kematian 35 ekor sapi dan infeksi pada ratusan ternak lainnya adalah alarm serius bagi pemerintah daerah. Disnak Jatim harus segera turun ke lapangan dan mengambil langkah konkret untuk mengendalikan situasi ini,” ujar Deni saat dihubungi, Minggu (29/12/2024).

    Wakil Ketua DPRD Jatim, Deni Wicaksono.

    Menurut Deni, langkah-langkah strategis seperti distribusi vaksin, pemberian edukasi kepada peternak, dan penerapan protokol kesehatan untuk ternak harus segera dilakukan. Dia juga meminta agar pemerintah memberikan bantuan langsung kepada peternak yang kehilangan ternaknya akibat PMK.

    “Tidak cukup hanya memberikan imbauan, tetapi harus ada tindakan nyata. Peternak yang mengalami kerugian harus mendapatkan kompensasi agar mereka bisa bangkit kembali,” tambah Deni.

    Deni juga menyebut pentingnya koordinasi lintas sektor untuk menangani wabah ini. Deni menegaskan bahwa Disnak Jatim harus bekerja sama dengan pemerintah kabupaten dan aparat desa untuk mempercepat distribusi bantuan dan vaksinasi ternak.

    “Jika wabah ini terus meluas tanpa penanganan cepat, dampaknya akan semakin parah. Kita tidak hanya bicara soal ekonomi, tetapi juga ketahanan pangan di Jawa Timur,” tegas politisi PDIP ini.

    Hingga saat ini, laporan dari Ngawi mencatat 125 ekor sapi terinfeksi PMK, dengan 35 di antaranya mati mendadak. Kerugian ditaksir mencapai ratusan juta rupiah. Deni berharap kejadian ini menjadi momentum bagi pemerintah untuk memperkuat pengawasan dan pencegahan wabah di masa depan.

    “Kita harus belajar dari kasus ini. Jangan sampai wabah seperti ini terulang tanpa kesiapan yang memadai. Disnak Jatim harus bergerak lebih cepat dan lebih efektif,” tutup Deni.[asg/but]

  • PMK Menghantam Sapi di Magetan, Warga Terpaksa Jual dengan Harga Murah
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        29 Desember 2024

    PMK Menghantam Sapi di Magetan, Warga Terpaksa Jual dengan Harga Murah Regional 29 Desember 2024

    PMK Menghantam Sapi di Magetan, Warga Terpaksa Jual dengan Harga Murah
    Tim Redaksi
    MAGETAN, KOMPAS.com
    – Puluhan sapi milik warga Desa Kedung Guwo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten
    Magetan
    , Jawa Timur, dilaporkan mati setelah mengalami gejala lemas dan kuku terluka.
    Rohman, salah satu warga Desa Kedung Guwo, mengungkapkan bahwa dalam dua hari terakhir, dua sapi miliknya mati.
    “Kemarin induknya yang berusia 10 tahun, tadi pagi anaknya yang berusia 2 bulan juga mati. Akhirnya kami kubur,” ujarnya, Minggu (29/12/2024).
    Rohman menduga sapi-sapi miliknya terserang Penyakit Mulut dan Kuku (
    PMK
    ), karena beberapa hari terakhir, sapi-sapi tersebut lemas dan tidak mau makan.
    “Tidak mau makan karena mulutnya seperti sariawan, terus kakinya juga ada luka,” katanya.
    Meskipun sudah melakukan vaksinasi tiga kali pada dua sapi induk miliknya, salah satunya tetap mati. Satu induk sapi lainnya bersama anaknya yang berusia 7 bulan kini juga terlihat sakit.
    “Yang mati itu sudah disuntik 3 kali, kalau anaknya belum disuntik. Yang masih sakit, termasuk anaknya, sudah disuntik 3 kali, sekali suntik Rp 100.000, semoga bisa bertahan,” ujar Rohman.
    Sementara itu, Sugianto, pemilik sapi lainnya di Desa Kedung Guwo, mengaku memilih menjual sapi-sapinya dengan harga murah daripada menanggung kerugian lebih parah.
    “Daripada rugi, saya jual meski harganya murah sekali. Yang sehat hanya laku Rp 5 juta, padahal harga normalnya Rp 25 juta. Yang sakit hanya laku Rp 1 juta,” kata Sugianto.
    Dia juga mengungkapkan bahwa lebih dari 70 sapi milik tetangganya mengalami sakit yang sama dan mati.
    “Populasi sapi di desa kami hampir habis karena banyak yang mati. Kalau tidak mati ya dijual murah daripada rugi,” ujarnya.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kasus Medis Teraneh Sepanjang 2024: Pria dengan Tiga Mr P hingga Belut dalam Usus    
        Kasus Medis Teraneh Sepanjang 2024: Pria dengan Tiga Mr P hingga Belut dalam Usus

    Kasus Medis Teraneh Sepanjang 2024: Pria dengan Tiga Mr P hingga Belut dalam Usus Kasus Medis Teraneh Sepanjang 2024: Pria dengan Tiga Mr P hingga Belut dalam Usus

    Jakarta

    Ada-ada saja kasus medis aneh yang ditemukan sepanjang 2024. Mulai dari temuan belut di dalam usus, hingga pria yang memiliki tiga penis.

    Kasus-kasus aneh tapi nyata tersebut kerap didokumentasikan dalam jurnal medis, sehingga dokter dan masyarakat bisa mengetahui dan mempelajari kondisi yang sering tidak diketahui ini.

    Dikutip dari Gizmodo, berikut sejumlah kasus medis teraneh yang terjadi sepanjang 2024.

    1. Pria dengan Jumlah Vaksin Terbanyak

    Pada Maret lalu, para ilmuwan di Jerman menerbitkan sebuah penelitian yang menampilkan seorang pria yang mengaku telah menerima lebih dari 200 vaksinasi COVID-19 selama dua tahun.

    Pihak berwenang Jerman menuduh pria tersebut terus melakukan vaksinasi untuk mendapatkan kartu vaksinasi, yang kemudian dijual ke orang lain. Namun saat para peneliti menghubungi pria tersebut, ia benar-benar melakukan vaksinasi tersebut untuk dirinya sendiri. Bahkan, pria itu terkesan senang mendapatkan vaksinasi.

    Para peneliti tidak menemukan tanda-tanda pria itu dirugikan dengan cara apapun oleh vaksinasi massal yang diterimanya. Malahan, para peneliti menemukan sistem kekebalan pria itu lebih terlindungi dari virus corona dibandingkan rata-rata. Kendati demikian, para ilmuwan telah membuktikan beberapa suntikan saja sudah cukup untuk mendapatkan hasil maksimal dari vaksinasi COVID-19.

    2. Keluar Isi Perut

    Dua kasus terpisah tentang orang-orang keluar isi perutnya menjadi salah satu berita paling heboh tahun ini.

    Pada kasus pertama, seorang pria berusia 63 tahun bersin dan batuk dengan sangat keras, hingga isi perutnya keluar melalui luka bekas operasi yang baru saja ia lakukan di perutnya. Untungnya, paramedis berhasil membawanya ke rumah sakit dengan selamat dan ia pulih tanpa masalah.

    Kasus kedua, seorang wanita berusia 52 tahun batuk hingga mengeluarkan isi perutnya. Wanita ini diketahui mengalami batuk-batuk akibat COVID yang menyebabkan isi perutnya keluar melalui bekas luka operasi hernia yang pernah ia jalani. Wanita tersebut mendapat perawatan di rumah sakit, dan isi perutnya berhasil dimasukkan kembali.

    3. Sindrom Rapunzel

    Ternyata bukan kucing saja yang bisa memuntahkan bola rambut. Pada Juli lalu, dokter bedah dari Ekuador melaporkan telah mengeluarkan gumpalan rambut seberat dua pon dari perut seorang wanita muda. Kasus yang sama juga dilaporkan oleh dokter dari Massachusetts pada November lalu.

    Kasus-kasus ini merupakan contoh dari sindrom Rapunzel, kondisi medis langka yang terjadi ketika massa rambut tertelan hingga cukup besar sehingga menyumbat lambung dan usus halus. Kondisi ini paling sering disebabkan oleh dorongan psikologis untuk mencabut dan memakan rambut sendiri.

    4. Tiga Mr P

    Pada Oktober lalu, dokter di Inggris melaporkan kasus yang sulit dipercaya: seorang pria tidak hanya memiliki satu atau dua, melainkan tiga penis.

    Menariknya lagi, pria itu mungkin tidak pernah menyadari kondisi anatominya yang unik itu. Dokter menemukan penis tambahan itu berada di dalam tubuhnya, sedangkan satu penisnya muncul di luar dan berfungsi normal.

    Para ilmuwan baru menemukan kondisi tersebut saat tubuh pria itu disumbangkan sebagai cadaver untuk penelitian mayat.

    5. Cacing di Otak

    Pada Maret lalu, dokter di Florida melaporkan temuan seorang pria yang mengalami sakit kepala parah selama berbulan-bulan. Setelah diperiksa, sakit kepala yang dialami pria itu ternyata disebabkan oleh cacing pita babi (Taenia solium).

    Dalam dunia medis, kondisi ini dikenal juga sebagai neurocysticercosis, dan disebabkan oleh kista cacing pita. Kista ini tidak dapat tumbuh menjadi dewasa sepenuhnya, tetapi akan bermigrasi ke berbagai bagian tubuh, termasuk otak.

    Keberadaan kista di otak terkadang dapat memicu respons imun yang berbahaya yang menyebabkan berbagai gejala neurologis, seperti kejang dan migrain.

    Next: “Lime disease dan belut dalam usus”

  • UNICEF: Hampir Satu dari Lima Anak Tinggal di Zona Konflik – Halaman all

    UNICEF: Hampir Satu dari Lima Anak Tinggal di Zona Konflik – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Hampir satu dari lima anak di dunia tinggal di daerah yang terkena dampak konflik, dengan lebih dari 473 juta anak menderita tingkat kekerasan terburuk sejak perang dunia kedua, menurut angka yang diterbitkan oleh PBB, laman resmi UNICEF melaporkan.

    Organisasi bantuan kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk anak-anak, UNICEF, mengatakan pada Sabtu (28/12/2024) bahwa persentase anak-anak yang tinggal di zona konflik di seluruh dunia telah meningkat dua kali lipat dari sekitar 10 persen pada tahun 1990-an menjadi hampir 19 persen.

    UNICEF juga memperingatkan bahwa peningkatan dramatis dalam bahaya terhadap anak-anak ini tidak boleh menjadi “kenormalan baru”.

    Dengan semakin banyaknya konflik yang terjadi di seluruh dunia dibandingkan dengan masa mana pun sejak 1945, UNICEF mengatakan bahwa anak-anak semakin banyak menjadi korban.

    Mengutip data terbaru yang tersedia, dari tahun 2023, PBB memverifikasi rekor 32.990 pelanggaran berat terhadap 22.557 anak.

    Angka ini merupakan yang tertinggi sejak dewan keamanan mengamanatkan pemantauan dampak perang terhadap anak-anak di dunia hampir 20 tahun yang lalu, dikutip dari The Guardian.

    Jumlah korban tewas setelah hampir 15 bulan perang Israel di Gaza diperkirakan lebih dari 45.000 dan dari kasus yang telah diverifikasi, PBB mengatakan 44 persen adalah anak-anak.

    Di Ukraina, PBB mengatakan telah memverifikasi lebih banyak korban anak selama sembilan bulan pertama tahun 2024 dibandingkan sepanjang tahun 2023, dan memperkirakan akan ada peningkatan lebih lanjut pada tahun 2025.

    Penderitaan Anak-anak

    Direktur Eksekutif UNICEF, Catherine Russell, menyatakan bahwa dari hampir semua aspek, tahun 2024 merupakan salah satu tahun terburuk yang pernah tercatat bagi anak-anak yang berkonflik dalam sejarah UNICEF.

    Ia menjelaskan bahwa hal ini berlaku baik dari segi jumlah anak yang terkena dampak maupun tingkat dampaknya terhadap kehidupan mereka.

    “Seorang anak yang tumbuh di daerah konflik lebih mungkin putus sekolah, kekurangan gizi, atau dipaksa meninggalkan rumah mereka – terlalu sering berulang kali – dibandingkan dengan seorang anak yang tinggal di tempat yang damai,” ungkap Russell.

    “Ini tidak boleh menjadi hal yang biasa. Kita tidak boleh membiarkan satu generasi anak-anak menjadi korban perang yang tidak terkendali di dunia.”

    UNICEF khususnya menyoroti penderitaan perempuan dan anak perempuan, di tengah maraknya laporan pemerkosaan dan kekerasan seksual dalam konflik.

    Dikatakan bahwa di Haiti telah terjadi peningkatan 1.000 persen dalam jumlah insiden kekerasan seksual terhadap anak yang dilaporkan sepanjang tahun 2024 saja.

    UNICEF juga menunjukkan bahwa anak-anak khususnya terkena dampak kekurangan gizi pada masa perang, ancaman yang sangat mematikan di Sudan dan Gaza.

    Lebih dari setengah juta orang di lima negara yang dilanda konflik mengalami kelaparan.

    Konflik juga berdampak serius pada akses anak-anak terhadap layanan kesehatan dan pendidikan.

    Sebanyak 40 persen anak-anak yang tidak divaksinasi atau kurang divaksinasi tinggal di negara-negara yang sepenuhnya atau sebagian terkena dampak konflik, membuat mereka jauh lebih rentan terhadap wabah penyakit seperti campak dan polio.

    Polio terdeteksi di Gaza pada bulan Juli, pertama kalinya virus tersebut muncul di sana selama seperempat abad.

    Kampanye vaksinasi yang dipimpin PBB, yang dimungkinkan oleh serangkaian gencatan senjata sementara dan sebagian, berhasil menjangkau lebih dari 90 persen populasi anak.

    UNICEF melaporkan bahwa lebih dari 52 juta anak di negara-negara yang dilanda konflik kehilangan kesempatan untuk mengenyam pendidikan.

    Sebagian besar anak di Jalur Gaza dan sebagian besar anak di Sudan tidak bersekolah selama lebih dari satu tahun.

    Di negara-negara lain yang dilanda konflik, termasuk Ukraina, Republik Demokratik Kongo, dan Suriah, sekolah-sekolah telah rusak, hancur, atau dialihfungsikan, sehingga jutaan anak tidak dapat mengakses pendidikan.

    “Dampaknya terhadap kesehatan mental anak-anak juga sangat besar,” kata UNICEF.

    Sebuah studi yang didukung oleh lembaga amal War Child awal bulan ini melaporkan bahwa 96 persen anak-anak di Gaza merasa bahwa kematian mereka sudah dekat dan hampir setengahnya ingin mati sebagai akibat dari trauma yang telah mereka alami.

    “Anak-anak di zona perang menghadapi perjuangan sehari-hari untuk bertahan hidup yang merampas masa kecil mereka,” kata Russell.

    “Sekolah mereka dibom, rumah-rumah hancur, dan keluarga-keluarga tercerai-berai,”

    “Mereka tidak hanya kehilangan keamanan dan akses terhadap kebutuhan dasar untuk bertahan hidup, tetapi juga kesempatan untuk bermain, belajar, dan sekadar menjadi anak-anak. Dunia ini mengabaikan anak-anak ini,”

    “Saat kita menatap tahun 2025, kita harus berbuat lebih banyak untuk membalikkan keadaan dan menyelamatkan serta meningkatkan kehidupan anak-anak.”

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Mau Ajak Anak Mudik Pakai Motor? Dokter Wanti-wanti Risiko Penyakit Ini

    Mau Ajak Anak Mudik Pakai Motor? Dokter Wanti-wanti Risiko Penyakit Ini

    Jakarta – Saat mudik Natal dan Tahun Baru, tak sedikit orang tua yang membawa anaknya dengan menggunakan sepeda motor. Selain karena bisa lebih gesit saat menghadapi arus lalu lintas yang padat, mudik dengan sepeda motor cenderung lebih murah dibandingkan moda transportasi lainnya.

    Karenanya, tidak heran jika banyak orang tua yang ‘nekat’ mengajak anaknya mudik dengan motor. Meski tidak ada aturan yang tegas melarang, hal tersebut tidak dianjurkan karena bisa memicu risiko kesehatan pada anak.

    Spesialis anak dr Wisvici Yosua Yasmin, M.Sc, SpA, mengatakan pada dasarnya berkendaraan jarak jauh dengan kendaraan terbuka, seperti motor berpotensi terpapar polusi udara hingga debu di jalan pada anak. Imbasnya, sang anak bisa berisiko terkena infeksi saluran napas bagian atas.

    Apabila memang harus berpergian jauh menggunakan motor, dr Wisvici mengimbau orang tua agar memperhatikan kesehatan sang anak dengan menggunakan masker, khususnya pada anak usia dua hingga enam tahun. Menurut dr Wisvici anak berusia dua hingga enam tahun bisa menggunakan masker dalam jangka waktu tertentu, tetapi tak lebih dari dua jam.

    Sementara untuk anak yang di bawah usia dua tahun belum direkomendasikan menggunakan masker, sehingga sebaiknya hindari perjalanan jauh dengan motor.

    “Harus pakai paling tidak kendaraan umum mungkin, di mana disitu memang sepulasi udaranya lebih tertutup,” dalam acara Mom’s Health Corner ‘Peran Zat Besi Terhadap Perkembangan Kognitif Anak’, di Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2024).

    “Tapi perlu ingat juga bahwa meskipun di dalam kendaraan tertutup, jika dalam kendaraan tertutup tersebut ada polusi indoornya, misalnya ada yang merokok di dalam kendaraan umum, kemudian misalnya memang kondisinya kendaraan umum sudah kurang layak, lembap berjamur, nah itu bisa menyebabkan risiko infeksi juga di saluran pernapasan bagian atas,” sambungnya lagi

    dr Wisvici juga mengimbau agar sang anak diberikan vaksinasi untuk menghindari segala risiko terkena infeksi yang mungkin bisa terjadi pada saat mudik. Sebab vaksinasi pada anak dapat memberikan perlindungan yang efektif terhadap berbagai penyakit menular.

    “Jadi vaksin, nutrisi itu sangat penting, sehingga meskipun kalau amit-amitnya anaknya ketularan sakit atau sakitnya tidak berat gitu sih,’ lanjutnya lagi.

    (suc/up)

  • 5 Cara Perlindungan Anak, Cegah Penyakit Menular di Musim Liburan – Halaman all

    5 Cara Perlindungan Anak, Cegah Penyakit Menular di Musim Liburan – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-  Liburan sekolah telah tiba. Hal ini menjadi momen yang penuh keceriaan bagi anak-anak dan keluarga untuk bersantai.

    Sebagian keluarga bahkan ada yang memutuskan untuk pergi berlibur. 

    Namun, pergerakan manusia selama perjalanan berpotensi meningkatkan risiko penularan berbagai penyakit pada anak. 

    Salah satu penyakit yang perlu diwaspadai adalah cacar air dan gondongan, yang saat ini sedang mewabah di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Cilegon, Tangerang Selatan, dan Situbondo.

    Karena itu, penting bagi para orang tua untuk mengambil langkah-langkah proaktif guna melindungi kesehatan anak-anak, baik selama liburan maupun sebelum kembali ke sekolah.

    Untuk membantu keluarga menjalani liburan yang sehat, Dokter Spesialis Anak Konsultan Infeksi dan Penyakit Tropis Anak Dr. dr. Anggraini Alam, Sp.A(K), membagikan lima tips perlindungan berikut.

    Jaga Pola Makan dan Istirahat Anak

    Liburan seringkali membuat jadwal makan dan tidur anak terganggu, padahal pola makan bergizi dan istirahat yang cukup sangat penting untuk menjaga daya tahan tubuh. 

    Menurut data UNICEF, lebih dari 95 persen anak usia sekolah dan remaja tidak memenuhi asupan harian buah dan sayuran yang direkomendasikan.

    “Pastikan anak tetap makan setiap hari secara teratur dengan menu seimbang, termasuk protein, sayur, buah, dan susu. Jangan lupa, anak usia sekolah membutuhkan 9-11 jam tidur per malam untuk menjaga kesehatan fisik dan mentalnya,” ungkap dr Anggraini pada keterangannya, Kamis (26/12/2024). 

    Waspadai Gejala Cacar Air dan Gondongan

    Perjalanan liburan dapat meningkatkan risiko terkena penyakit menular seperti cacar air dan gondongan yang mudah menyebar. 

    Oleh karena itu, dr. Anggi menyarankan para orang tua untuk memahami gejala penyakit tersebut sebagai langkah antisipasi. 

    “Selain membawa obat-obatan dasar seperti obat penurun demam dan vitamin untuk menjaga daya tahan tubuh, pastikan juga untuk mewaspadai gejala awal cacar air dan gondongan pada anak,” imbuhnya. 

    Jika anak mulai menunjukkan tanda-tanda seperti munculnya bintik-bintik merah, demam, atau pembengkakan pada leher, segera konsultasikan dengan dokter. 

    Dengan demikian, orang tua dapat mencegah penyakit berkembang lebih lanjut dan memutus rantai penularan.”

    Hindari Kontak Dekat dengan Penderita Cacar Air dan Gondongan

    Selama liburan, anak-anak sering kali berinteraksi dengan banyak orang, termasuk di tempat umum atau destinasi wisata. 

    Untuk mengurangi risiko penularan penyakit, dr. Anggi mengingatkan pentingnya menghindari kontak langsung dengan orang yang menunjukkan gejala dari kedua penyakit tersebut. 

    Pastikan anak tidak berdekatan dengan orang yang sakit, terutama yang menunjukkan gejala cacar air atau gondongan. 

    Karena kedua penyakit ini menular melalui percikan ludah dan khusus cacar air juga menular bila tersentuh lesi kulit. 

    Selain itu, penting juga mengajarkan anak untuk menggunakan masker di sekitar penderita dan menjaga jarak guna mencegah penularan. 

    “Pada kontak erat pasien yang mengalami cacar air dan gondongan, seperti adik atau kakak, teman sekelas dan teman bermain, sebaiknya diberikan vaksinasi sesegera mungkin, untuk menurunkan kemungkinan terjangkit penyakit,” tambah dr. Anggi.

    Pastikan Vaksinasi Lengkap Sebelum Bepergian

    Langkah utama dalam mencegah penyakit seperti cacar air dan gondongan adalah memastikan anak mendapatkan vaksinasi yang direkomendasikan. 

    Vaksinasi ini dapat membantu mencegah komplikasi serius seperti meningitis akibat gondongan atau infeksi kulit yang luas akibat cacar air. 

    “Vaksinasi adalah cara yang dapat dilakukan untuk membantu mencegah risiko penularan penyakit cacar air dan gondongan, terutama di lingkungan yang melibatkan aktivitas anak-anak seperti sekolah, day care, playground, atau bahkan tempat wisata selama liburan,” papar dr. Anggi.

    Untuk melindungi anak-anak, imunisasi MMR (Measles, Mumps, and Rubella) dan Varicella telah menjadi bagian penting dari jadwal imunisasi di Indonesia. 

    Sebelumnya, kedua vaksin ini diberikan secara terpisah. 

    Namun, seiring perkembangan teknologi di bidang vaksin, kini tersedia vaksin kombinasi MMRV (Measles, Mumps, Rubella, and Varicella) yang menawarkan perlindungan terhadap empat penyakit berbahaya.

    Yaitu campak, gondongan, rubella, dan cacar air – dalam satu suntikan. 

    Inovasi ini memudahkan orang tua untuk memberikan perlindungan yang lebih praktis dan efisien bagi kesehatan anak-anak

    Dalam pembaruan Jadwal Imunisasi Anak 2024, vaksin MMRV direkomendasikan sebagai dosis primer untuk anak usia 2 tahun ke atas yang belum divaksinasi MR/MMR dan varisela.

    Serta sebagai booster untuk anak di bawah 2 tahun yang telah menerima MR/MMR atau varisela.

    Ajarkan Kebiasaan Hidup Bersih 

    Country Medical Lead MSD Indonesia, dr. Mellisa Handoko Wiyono menambahkan, “Tips lainnya yang tidak kalah penting yaitu mengajarkan anak menerapkan kebiasaan hidup bersih dan sehat.

    Karena kesehatan mereka sangat bergantung pada kebiasaan sehari-hari. 

    Hal sederhana seperti mencuci tangan dengan sabun, menutup mulut saat batuk atau bersin.

    Serta menghindari menyentuh wajah dengan tangan kotor dapat membantu mencegah penyakit menular. 

    Orang tua perlu proaktif dalam melindungi kesehatan anak-anak dengan langkah-langkah pencegahan yang tepat. 

    “Dengan demikian, anak-anak dapat menikmati liburan dengan aman dan kembali ke sekolah dalam kondisi prima,” tutup Mellisa. 

     

  • Anak-anak Rentan Tertular Cacar Air dan Gondongan saat Musim Liburan, Berikut Saran Dokter – Halaman all

    Anak-anak Rentan Tertular Cacar Air dan Gondongan saat Musim Liburan, Berikut Saran Dokter – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Libur Natal dan Tahun Baru yang bertepatan dengan liburan sekolah makin menambah suasana keceriaan anak-anak dan keluarga.

    Mobilitas yang tinggi selama periode ini sayangnya meningkatkan risiko penularan penyakit, seperti cacar air dan gondongan.

    Berikut lima tips anak tetap prima saat musim liburan oleh Dokter Spesialis Anak Konsultan Infeksi dan Penyakit Tropis Anak Dr. dr. Anggraini Alam, Sp.A(K):

    Jaga Pola Makan dan Istirahat Anak

    Liburan sering kali membuat jadwal makan dan tidur anak terganggu, padahal pola makan bergizi dan istirahat yang cukup sangat penting untuk menjaga daya tahan tubuh.

    Merujuk data UNICEF, lebih dari 95 persen anak usia sekolah dan remaja tidak memenuhi asupan harian buah dan sayuran yang direkomendasikan.

     “Pastikan anak tetap makan setiap hari secara teratur dengan menu seimbang, termasuk protein, sayur, buah, dan susu. Jangan lupa, anak usia sekolah membutuhkan 9-11 jam tidur per malam untuk menjaga kesehatan fisik dan mentalnya,” kata dia dalam kegiatan baru-baru ini di Jakarta.

    Kenali Gejala Cacar Air dan Gondongan

    Penting bagi orang tua untuk memahami gejala penyakit tersebut sebagai langkah antisipasi.

    Selain membawa obat-obatan dasar seperti obat penurun demam dan vitamin untuk menjaga daya tahan tubuh, pastikan juga untuk mewaspadai gejala awal cacar air dan gondongan pada anak.

    Jika anak mulai menunjukkan tanda-tanda seperti munculnya bintik-bintik merah, demam, atau pembengkakan pada leher, segera konsultasikan dengan dokter agar memutus rantai penularan.

    Hindari Kontak Dekat dengan Penderita Cacar Air dan Gondongan

    Selama liburan, anak-anak sering kali berinteraksi dengan banyak orang, termasuk di tempat umum atau destinasi wisata.

    Untuk mengurangi risiko penularan penyakit, dr. Anggi mengingatkan pentingnya menghindari kontak langsung dengan orang yang menunjukkan gejala dari kedua penyakit tersebut. 

    Pastikan anak tidak berdekatan dengan orang yang sakit, terutama yang menunjukkan gejala cacar air atau gondongan, karena kedua penyakit ini menular melalui percikan ludah dan khusus cacar air juga menular bila tersentuh lesi kulit.

    Selain itu, penting juga mengajarkan anak untuk menggunakan masker di sekitar penderita dan menjaga jarak guna mencegah penularan.

    Pada kontak erat pasien yang mengalami cacar air dan gondongan, seperti adik atau kakak, teman sekelas dan teman bermain, sebaiknya diberikan vaksinasi sesegera mungkin, untuk menurunkan kemungkinan terjangkit penyakit.

    Pastikan Vaksinasi Lengkap Sebelum Bepergian

    Langkah utama dalam mencegah penyakit seperti cacar air dan gondongan adalah memastikan anak mendapatkan vaksinasi yang direkomendasikan.

    Vaksinasi ini dapat membantu mencegah komplikasi serius seperti meningitis akibat gondongan atau infeksi kulit yang luas akibat cacar air. 

    Vaksinasi adalah cara yang dapat dilakukan untuk membantu mencegah risiko penularan penyakit cacar air dan gondongan, terutama di lingkungan yang melibatkan aktivitas anak-anak seperti sekolah, daycare, playground, atau bahkan tempat wisata selama liburan.

    Untuk melindungi anak-anak, imunisasi MMR (Measles, Mumps, and Rubella) dan Varicella telah menjadi bagian penting dari jadwal imunisasi di Indonesia.

    Sebelumnya, kedua vaksin ini diberikan secara terpisah. Namun, seiring perkembangan teknologi di bidang vaksin, kini tersedia vaksin kombinasi MMRV (Measles, Mumps, Rubella, and Varicella) yang menawarkan perlindungan terhadap empat penyakit berbahaya – campak, gondongan, rubella, dan cacar air – dalam satu suntikan. 

    Dalam pembaruan Jadwal Imunisasi Anak 2024, vaksin MMRV direkomendasikan sebagai dosis primer untuk anak usia 2 tahun ke atas yang belum divaksinasi MR/MMR dan varisela, serta sebagai booster untuk anak di bawah 2 tahun yang telah menerima MR/MMR atau varisela.

    Biasakan Hidup Bersih 

    Turut menekankan pentingnya pencegahan terhadap berbagai penyakit menular, Country Medical Lead MSD Indonesia, dr. Mellisa Handoko Wiyono menambahkan, tips lain yang tidak kalah penting yaitu mengajarkan anak menerapkan kebiasaan hidup bersih dan sehat, karena kesehatan mereka sangat bergantung pada kebiasaan sehari-hari.

    Hal sederhana seperti mencuci tangan dengan sabun, menutup mulut saat batuk atau bersin, serta menghindari menyentuh wajah dengan tangan kotor dapat membantu mencegah penyakit menular.

    Orang tua perlu proaktif dalam melindungi kesehatan anak-anak dengan langkah-langkah pencegahan yang tepat. Dengan demikian, anak-anak dapat menikmati liburan dengan aman dan kembali ke sekolah dalam kondisi prima.

  • Rendahnya Imunisasi Picu Wabah Campak di Khyber-Pakhtunkhwa Pakistan – Halaman all

    Rendahnya Imunisasi Picu Wabah Campak di Khyber-Pakhtunkhwa Pakistan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penolakan masyarakat terhadap vaksin menimbulkan dampak tragis di provinsi Khyber-Pakhtunkhwa (K-P), Pakistan.

    Dikutip dari Hamrakura.com pada Senin (23/12/2024), sebanyak 78 anak di provinsi tersebut meninggal dunia akibat penyakit yang seharusnya dapat dicegah vaksin dalam beberapa tahun terakhir.

    Kematian-kematian ini diyakini merupakan dampak buruk dari misinformasi serta keraguan seputar imunisasi.

    Salah satu harian terkemuka di Pakistan, The Express Tribune, editorialnya baru-baru ini, mengutip data resmi pemerintah dan menyebutkan bahwa 65 persen kematian akibat campak dan 90 persen kasus difteri terjadi di antara anak-anak yang tidak mendapatkan vaksinasi. Hal ini menyoroti semakin rentannya anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin yang berpotensi menyelamatkan nyawa mereka.

    Krisis yang terjadi di K-P memerlukan perhatian segera dalam upaya memerangi meningkatnya gelombang penolakan vaksin beserta dampak buruknya. Kematian 78 anak-anak ini menjadi pengingat suram akan efektivitas dan bahayanya jika tidak menggunakan vaksin. 

    Penyakit campak dan difteri, yang dulunya mampu dikendalikan melalui program vaksinasi, kini muncul kembali dengan konsekuensi mematikan.  Penyakit-penyakit ini berbahaya bagi anak kecil, yang dapat mengalami komplikasi parah seperti ensefalitis, gagal napas, dan bahkan kematian.

    Data dari K-P mengungkapkan pola meresahkan. Campak menyebabkan banyak kematian, di mana 65 persen kematian terjadi pada anak-anak yang tidak mendapatkan vaksinasi. Demikian pula, kasus difteri menunjukkan prevalensi 90 persen di antara mereka yang belum menerima vaksin. 

    Faktor Pemicu Keraguan Vaksinasi

    Statistik ini memberikan gambaran jelas mengenai risiko terkait penolakan vaksin dan menekankan pentingnya peran imunisasi dalam menjaga kesehatan masyarakat. Berikut beberapa faktor yang berkontribusi terhadap keraguan untuk vaksin di K-P:

    Misinformasi dan mitos: Misinformasi yang merajalela tentang vaksin telah memicu skeptisisme dan ketakutan di kalangan orang tua. 

    Keyakinan yang salah bahwa vaksin menyebabkan kemandulan, mengandung zat berbahaya, atau merupakan bagian dari konspirasi asing semakin meluas, khususnya di daerah pedesaan. 

    Platform media sosial dan kampanye misinformasi lokal telah memperkuat klaim tidak berdasar ini, sehingga menimbulkan kekhawatiran yang meluas.

    Pengaruh budaya dan agama: Norma budaya dan keyakinan agama juga memainkan peran penting dalam penolakan vaksin. 

    Beberapa komunitas menganggap vaksinasi tidak sesuai dengan tradisi atau praktik keagamaan mereka. 

    Para pemimpin agama yang menentang vaksinasi semakin memperkuat persepsi ini, sehingga membuat para orang tua enggan memberikan imunisasi kepada anak-anak mereka.

    Kurangnya kesadaran dan pendidikan: Kurangnya kesadaran mengenai pentingnya vaksin dan perannya dalam mencegah penyakit berkontribusi terhadap keraguan.

    Banyak orang tua di K-P tidak menyadari dampak buruk dari penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin, sehingga menyebabkan mereka meremehkan risiko menghindari imunisasi.

    Tantangan aksesibilitas: Dalam beberapa kasus, tantangan logistik seperti infrastruktur layanan kesehatan yang buruk, kekurangan vaksin, dan terbatasnya akses ke pusat vaksinasi memperburuk masalah ini. 

    Keluarga-keluarga di daerah terpencil seringkali kesulitan mencapai fasilitas kesehatan, sehingga sulit untuk memvaksinasi anak-anak mereka.

    Hilangnya 78 nyawa anak muda di K-P tidak hanya mewakili krisis kesehatan masyarakat, namun juga tragedi kemanusiaan yang sangat besar. 

    Banyak keluarga berduka atas kematian anak-anak mereka, yang sebenarnya bisa dicegah melalui tindakan sederhana dan hemat biaya. 

    Selain kerugian yang dirasakan secara langsung, masyarakat luas juga menderita karena wabah penyakit seperti campak dan difteri membebani sumber daya layanan kesehatan dan menghambat pembangunan sosio-ekonomi.

    Wabah juga menimbulkan risiko bagi individu yang divaksinasi, terutama mereka yang sistem kekebalannya lemah dan bergantung pada kekebalan kelompok untuk perlindungan.

    Ketika cakupan vaksinasi menurun, kekebalan kelompok melemah, sehingga menciptakan peluang penyebaran penyakit.

    Pendekatan dari Berbagai Sisi

    Dinamika ini semakin menggarisbawahi pentingnya tingkat vaksinasi yang tinggi untuk melindungi seluruh masyarakat. Untuk mengatasi krisis keraguan terhadap vaksin di K-P, diperlukan pendekatan berbagai berbagai sisi. 

    Pemerintah, organisasi layanan kesehatan, dan tokoh masyarakat harus berkolaborasi untuk menerapkan intervensi yang efektif:

    Kampanye kesadaran masyarakat: Kampanye kesadaran yang ditargetkan sangat penting untuk menghilangkan mitos dan mendidik masyarakat tentang manfaat vaksinasi. Kampanye-kampanye ini harus memanfaatkan bahasa lokal, pesan-pesan yang sesuai dengan budaya, dan tokoh masyarakat yang terpercaya untuk menumbuhkan kepercayaan dan pemahaman.

    Melibatkan para pemimpin agama: Melibatkan para pemimpin agama dalam upaya vaksinasi dapat membantu melawan resistensi yang berakar pada keyakinan agama. Dengan mendidik para pemimpin mengenai pentingnya imunisasi, mereka dapat menjadi pendukung vaksin di komunitas mereka, mendorong penerimaan dan kepatuhan.

    Memperkuat infrastruktur layanan kesehatan: Meningkatkan aksesibilitas layanan kesehatan di daerah terpencil sangatlah penting. Hal ini termasuk memastikan ketersediaan vaksin, mengerahkan tim vaksinasi keliling, dan berinvestasi pada fasilitas kesehatan untuk menjadikan imunisasi lebih nyaman bagi keluarga.

    Memerangi misinformasi: Upaya untuk melawan misinformasi harus bersifat proaktif dan kuat. 

    Pemerintah dan LSM dapat berkolaborasi dengan platform media sosial untuk memantau dan mengatasi informasi palsu tentang vaksin. Mempromosikan informasi yang akurat dan berbasis bukti dapat membantu mengubah persepsi masyarakat dan membangun kembali kepercayaan.

    Memberikan insentif untuk vaksinasi: Memberikan insentif untuk vaksinasi, seperti tunjangan finansial atau persyaratan pendaftaran sekolah, dapat mendorong orang tua yang ragu-ragu untuk mengimunisasi anak mereka. 

    Langkah-langkah ini telah terbukti efektif di wilayah lain dan dapat disesuaikan dengan konteks lokal di K-P.

    Implikasi Global

    Krisis keraguan terhadap vaksin di K-P bukan hanya masalah lokal; hal ini mempunyai implikasi global.

    Organisasi internasional seperti UNICEF dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memainkan peran penting dalam mendukung upaya vaksinasi di Pakistan. Keterlibatan mereka mencakup pemberian bantuan teknis, pendanaan program imunisasi, dan advokasi kesetaraan vaksin.

    Selain itu, kolaborasi internasional sangat penting untuk mengatasi tantangan kesehatan lintas batas. 

    Penyakit seperti campak dan difteri tidak mengenal batas negara, dan wabah di satu wilayah dapat dengan cepat menyebar ke wilayah tetangga. 

    Memperkuat kemitraan kesehatan global adalah kunci mencegah munculnya kembali penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin. Kematian 78 anak di Khyber-Pakhtunkhwa adalah pengingat tragis akan konsekuensi mematikan dari penolakan vaksin.

    Kerugian yang dapat dicegah ini menyoroti perlunya tindakan segera untuk mengatasi keraguan terhadap vaksin dan memastikan bahwa setiap anak memiliki akses terhadap imunisasi yang dapat menyelamatkan nyawa.

    Dengan memprioritaskan pendidikan, memerangi misinformasi, dan memperkuat infrastruktur layanan kesehatan, para pemangku kepentingan dapat bekerja sama untuk membangun masa depan di mana penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin tidak lagi merenggut nyawa orang yang tidak bersalah. 

    Tanggung jawab terletak pada pemerintah, penyedia layanan kesehatan, tokoh masyarakat, dan individu untuk memperjuangkan imunisasi dan melindungi kesehatan dan kesejahteraan anak-anak di seluruh Pakistan.

    SUMBER

  • Kenaikan HJE Dinilai Tak Efektif Tekan Konsumsi Rokok – Page 3

    Kenaikan HJE Dinilai Tak Efektif Tekan Konsumsi Rokok – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Center of Human Economic Development (CHED) ITB Ahmad Dahlan Jakarta bersama Muhammadiyah Tobacco Control Network (MTCN) menggelar diskusi terkait Harga Jual Eceran (HJE) rokok.

    Dengan tema “Kebijakan HJE Rokok 2025: Dilematisasi Pengendalian Konsumsi Rokok di Indonesia”, diskusi ini mengupas tantangan yang dihadapi dalam upaya pengendalian konsumsi rokok.

    Dalam diskusi tersebut, para ahli menyoroti Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 97 Tahun 2024, yang menetapkan batasan HJE dan tarif cukai hasil tembakau. Meski HJE mengalami kenaikan, namun tidak dibarengi dengan kenaikan tarif cukai. Kondisi ini, menurut para pakar, dikhawatirkan tidak mampu secara efektif menekan konsumsi rokok di masyarakat.

    Salah satu isu utama yang diangkat adalah potensi munculnya efek negatif seperti down trading, di mana konsumen beralih ke produk rokok yang lebih murah. Selain itu, maraknya peredaran rokok ilegal juga menjadi ancaman serius yang dapat mengurangi efektivitas kebijakan ini.

    Sudibyo Markus selaku Advisor Indonesia Institute for Social Development (IISD) menyoroti pentingnya pengendalian konsumsi rokok dalam kerangka Sustainable Development Goals (SDGs).

    “Tembakau bukanlah komoditas unggulan perkebunan, melainkan tanaman semusim yang telah menjadi tradisi turun-temurun. Dalam sistem usaha yang monopsoni, petani tembakau selalu berada di posisi yang paling dirugikan karena seluruh rantai usaha tani sepenuhnya bergantung pada industri, khususnya tengkulak dan bandol yang menjadi perpanjangan tangan industri tembakau,” ujar Sudibyo Markus.

    “Situasi ini menciptakan paradoks di seluruh mata rantai industri produk tembakau, baik pada tingkat makro, meso, maupun mikro. Di tingkat makro, pemerintah yang sedang memacu kualitas SDM menuju Indonesia Emas 2045 justru tidak konsisten dalam kebijakan fiskalnya dengan membatalkan kenaikan cukai produk tembakau pada tahun 2025.”

    Pada tingkat meso, di tengah menurunnya daya beli masyarakat dan kelas menengah akibat beban utang pemerintah, alih-alih menerapkan strategi fiskal dan non-fiskal yang komprehensif, pemerintah justru mengeluarkan kebijakan PMK No. 97 Tahun 2024 yang hanya mengatur harga jual rokok secara eceran,” tambah Sudibyo.

    “Di tingkat mikro, klaim industri tembakau sebagai ‘soko guru’ perekonomian nasional terasa ironis, karena mereka terus mengeksploitasi petani tembakau yang selalu dirugikan. Lebih jauh, dengan inovasi produk seperti rokok generasi baru dan pave, posisi rokok tradisional, yang menjadi tumpuan utama petani, semakin terpinggirkan,” pungkasnya.

    Mukhaer Pakkanna selalu Senior advisor CHED ITB-AD menganalisis kebijakan HJE ini adalah kebijakan yang setengah hati dalam menekan prevalensi perokok, khususnya di kalangan masyarakat miskin dan remaja.

    “Sayangnya, kebijakan ini tidak menyentuh Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang selama ini menjadi instrumen strategis dalam pengendalian konsumsi rokok. Lebih ironis lagi, penetapan HJE tidak memperlihatkan keberpihakan pada upaya pro-kesehatan. Tarif dan harga rokok yang diproduksi massal melalui mesin tetap rendah dibandingkan dengan rokok manual, sehingga membuka peluang bagi beredarnya rokok murah yang terjangkau oleh masyarakat bawah,” tambah Mukhaer.

    Ia menegaskan bahwa dengan pendekatan seperti ini, tujuan untuk menekan prevalensi perokok akan sulit tercapai. “Kebijakan ini lebih menguntungkan industri rokok besar ketimbang menjadi solusi bagi masalah kesehatan masyarakat. Jika pemerintah ingin serius, diperlukan kebijakan yang lebih komprehensif dan konsisten dalam melindungi masyarakat, terutama generasi muda, dari bahaya rokok,” pungkasnya.

    Roosita Meilani Dewi (Direktur CHED ITB Ahmad Dahlan Jakarta) menjelaskan perspektif mikro ekonomi dalam pengendalian tembakau dan menghitung harga transaksi pasar kesehatan masyarakat.

    “Bagi Pengendalian kenaikan HJE cukup penting untuk menaikkan Harga transaksi pasar, sehingga tidak dapat terjangkau oleh masyarakat rentan yaitu masyarakat miskin dan remaja. Kenaikan Harga Jual Eceran rokok tahun 2025 yang diatur dalam PMK 97 tahun 2024, diperkirakan tidak mampu menekan konsumsi. Karena Rokok jenis SKM dan SPM yang memiliki pangsa pasar tertinggi hanya naik 5-7%, sedangkan SKT yang masih memiliki pangsa pasar rendah justru naik 18,6%. Padahal fakta lapangan menunjukkan bahwa rokok dengan jenis SKM dan SPM banyak dikonsumsi remaja dan perokok pemula” tegasnya.

    Lily S. Sulistyowati selalu perwakilan Vital Strategies menekankan urgensi pengendalian konsumsi rokok melalui kenaikan harga rokok dengan penyesuaian pajak dan harga jual eceran (HJE), selain dapat mengurangi daya beli dan konsumsi rokok, juga penting untuk kesehatan masyarakat.

    “Langkah ini tidak hanya bertujuan menurunkan prevalensi perokok, tetapi juga memperkuat perlindungan terhadap kalangan masyarakat prasejahtera dan kelompok rentan, termasuk anak-anak, serta mempromosikan gaya hidup sehat di masyarakat. Selain itu, kenaikan harga rokok dapat mendorong alokasi pengeluaran ke kebutuhan yang lebih mendukung kesehatan dan kesejahteraan, sekaligus mengurangi beban kesehatan masyarakat akibat penyakit terkait rokok,” jelas Lily.

    Lily juga menekankan bahwa pendapatan negara dari sektor cukai dapat dimanfaatkan untuk mendanai program kesehatan, seperti kampanye edukasi bahaya merokok, penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), pengendalian iklan rokok, hingga upaya prioritas lainnya seperti percepatan penurunan stunting, peningkatan vaksinasi dan imunisasi, serta peningkatan layanan kesehatan ibu dan anak.

    “Melalui strategi ini, kita dapat mempercepat penanganan penyakit terkait rokok, seperti kanker, TB, dan penyakit paru lainnya, serta meningkatkan kualitas fasilitas kesehatan di seluruh Indonesia,” pungkasnya.

    Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah menyatakan sikap mendukung upaya pengendalian konsumsi rokok yang komprehensif.

    “MPKU PP Muhammadiyah mendesak pemerintah untuk melarang penjualan rokok secara eceran, meningkatkan cukai hingga harga rokok sebanding dengan negara-negara tetangga, dan memperketat regulasi rokok konvensional maupun elektronik. Selain itu, edukasi dan kampanye bahaya rokok harus diperluas untuk melindungi masyarakat, khususnya generasi muda. Muhammadiyah siap berkontribusi dalam upaya preventif, kuratif, dan rehabilitatif demi mewujudkan Indonesia yang sehat dan bebas dari korban rokok,” terang Emma Rachmawati selaku Wakil Ketua MPKU PP Muhammadiyah.

    “Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) mengapresiasi kenaikan HJE rokok sebagai langkah maju dalam pengendalian tembakau, namun menyayangkan tidak adanya kenaikan cukai rokok. IPM mendorong pemerintah melakukan evaluasi berkala terhadap kebijakan ini, mengingat potensi peningkatan rokok ilegal. IPM berkomitmen aktif dalam pengendalian tembakau melalui edukasi sebaya dan mendesak pemerintah untuk lebih tegas dalam pengawasan rokok ilegal, pelarangan sponsor rokok di media sosial, dan penegakan hukum terkait pelanggaran dalam pengendalian tembakau. IPM juga mengusulkan peningkatan alokasi anggaran untuk pengendalian tembakau agar isu ini mendapat perhatian serius dari pemerintah. IPM berharap pemerintah baru tetap berkomitmen pada isu pengendalian tembakau dan bersinergi dengan berbagai pihak untuk mewujudkan generasi muda yang sehat dan bebas rokok,” jelas Affan Fitrahman Youth Ambassador Tobacco Control Ikatan Pelajar Muhammadiyah.

     

  • Hati-hati! Ini 8 Penyakit yang Muncul Akibat Banjir

    Hati-hati! Ini 8 Penyakit yang Muncul Akibat Banjir

    Jakarta, Beritasatu.com – Banjir tidak hanya menimbulkan kerugian materi, tetapi juga membawa dampak serius bagi kesehatan. Air yang tercemar, genangan kotor, dan buruknya sanitasi selama banjir menjadi pemicu berbagai penyakit. Lalu, penyakit apa yang ditimbulkan akibat banjir?

    Kondisi tersebut dapat memperparah situasi kesehatan, terutama jika tidak segera ditangani dengan baik. Berikut ini delapan penyakit yang sering muncul akibat banjir dan cara mencegahnya, disitat dari berbagai sumber, Jumat (20/12/2024).

    1. Flu dan infeksi virus
    Flu akibat banjir sering terjadi pada berbagai usia, ditandai oleh gangguan pernapasan, demam, sakit kepala, kelelahan, dan bersin. Untuk mencegahnya, gunakan masker saat bersin, minum air hangat, dan jaga daya tahan tubuh. Jika demam berlangsung lebih dari tujuh hari, segera periksa ke dokter.

    2. Radang paru-paru (pneumonia)
    Radang paru-paru disebabkan oleh masuknya air kotor ke saluran pernapasan, yang memicu demam tinggi, batuk terus-menerus, napas cepat, dan kelelahan. Gejala ini membutuhkan perhatian medis segera untuk mencegah komplikasi serius.

    3. Konjungtivitis
    Penyakit ini sering menyerang anak-anak, disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri. Gejalanya meliputi iritasi mata, kelopak mata bengkak, dan nyeri mata. Untuk mencegahnya, hindari mengucek mata dan rajin mencuci tangan. Jika terjadi komplikasi, segera konsultasikan dengan dokter.

    4. Penyakit saluran pencernaan
    Banjir sering menyebabkan penyakit seperti diare, kolera, atau tifoid akibat konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi. Gejalanya termasuk muntah, sakit perut, dan buang air besar cair. Pencegahan meliputi mencuci tangan dengan sabun, memilih makanan bersih, dan menjaga kebersihan lingkungan.

    5. Leptospirosis
    Leptospirosis disebabkan oleh bakteri dari urine hewan, terutama tikus, yang mencemari genangan air. Penyakit ini dapat menular melalui luka terbuka atau kontak langsung dengan air tercemar. Gejala meliputi demam tinggi, nyeri otot, dan sakit kepala. Pencegahan dilakukan dengan menjaga kebersihan rumah dan menghindari genangan air kotor.

    6. Demam berdarah
    Nyamuk Aedes aegypti menjadi penyebab utama demam berdarah, dengan gejala seperti demam tinggi, bintik merah, dan lemas. Pencegahan meliputi menjaga kebersihan lingkungan, menggunakan kelambu, dan menghindari gigitan nyamuk.

    7. Campak
    Penyakit yang menyerang anak-anak ini disebabkan oleh virus dan mudah menular melalui cairan tubuh seperti lendir atau ludah. Gejala termasuk demam, mata merah, dan bintik-bintik putih pada pipi. Vaksinasi dan menjaga jarak dari pasien terinfeksi adalah langkah pencegahan yang efektif.

    8. Malaria
    Nyamuk Anopheles yang berkembang di air tawar menjadi penyebab malaria. Gejala awalnya menyerupai flu, tetapi dapat berkembang menjadi demam tinggi yang berpotensi fatal. Pencegahan dilakukan dengan menggunakan kelambu dan menghindari gigitan nyamuk.

    Penyakit akibat banjir merupakan ancaman serius yang perlu diwaspadai. Oleh karena itu, menjaga kebersihan diri dan lingkungan sangat penting untuk mencegah berbagai penyakit ini.