Event: vaksinasi

  • Ketua DPRD Ngawi Desak Pembelian Vaksin PMK Pakai Dana BTT

    Ketua DPRD Ngawi Desak Pembelian Vaksin PMK Pakai Dana BTT

    Ngawi (beritajatim.com) – Ketua DPRD Ngawi, Yuwono Kartiko King, menegaskan pentingnya langkah kuratif dalam menangani wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak di wilayah tersebut. Menurutnya, langkah kuratif menjadi prioritas karena kondisi saat ini memerlukan penggunaan vaksin yang efektif untuk melindungi ternak dan mengendalikan penyebaran penyakit.

    “Penanggulangan PMK ini harus dilakukan secara kuratif. Namun, vaksin yang tersedia saat ini sudah kedaluwarsa. Maka, kita perlu membeli vaksin baru. Anggaran untuk itu bisa diambil dari Biaya Tidak Terduga (BTT),” ujar Yuwono.

    Namun, ia menekankan bahwa penggunaan BTT harus sesuai dengan syarat dan regulasi yang berlaku. Oleh karena itu, ia meminta dinas terkait untuk bersinergi dan memastikan langkah-langkah yang diambil memenuhi aturan yang ada.

    “Memang ada syarat kuantitatif yang mungkin tidak memenuhi regulasi penggunaan BTT. Tetapi, seharusnya ada pertimbangan kualitatif. Ancaman masyarakat mengonsumsi daging yang terpapar PMK, misalnya, bisa menjadi risiko yang jauh lebih besar dan membahayakan,” tambah pria yang lekat disapa Pak King itu.

    Selain langkah kuratif, Pak King juga menyoroti pentingnya edukasi kepada para peternak. Ia menilai bahwa kesadaran peternak terhadap pentingnya vaksinasi harus ditingkatkan agar mereka bersedia untuk memvaksinasi ternak mereka.

    “Edukasi sangat penting agar peternak memahami manfaat vaksinasi. Dengan begitu, mereka tidak ragu untuk melindungi ternaknya dari risiko PMK,” pungkasnya.

    Dengan adanya langkah terpadu antara pemerintah, dinas terkait, dan masyarakat, King harapkan penanggulangan PMK di Ngawi dapat berjalan lebih efektif dan memberikan perlindungan maksimal terhadap populasi ternak serta kesehatan masyarakat. [fiq/beq]

  • 10 Ribu Dosis Vaksin PMK Ngawi Kedaluwarsa

    10 Ribu Dosis Vaksin PMK Ngawi Kedaluwarsa

    Ngawi (beritajatim.com) – Sebanyak 10 ribu dosis vaksin Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Ngawi ditemukan kedaluwarsa pada Oktober 2024. Vaksin ini merupakan sisa dari bantuan pemerintah pusat sebanyak 463.747 dosis yang diterima pada awal 2024.

    Menurut Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan (DPP) Ngawi, Eko Yudo Nurcahyo, sebagian besar vaksin tersebut telah disalurkan kepada peternak untuk hewan ternak seperti sapi, kerbau, kambing, dan domba. Rinciannya adalah:

    Sapi: 130.248 dosis
    Kerbau: 1.914 dosis
    Kambing: 307.910 dosis
    Domba: 13.675 dosis

    Meski demikian, 10 ribu dosis tidak sempat digunakan hingga akhirnya kedaluwarsa. “Vaksin yang tersisa ini disimpan dalam mesin pendingin di kantor DPP Ngawi. Sekarang sudah tidak dapat digunakan lagi,” ungkap Eko, Sabtu (4/1/2025)

    Salah satu alasan masih adanya sisa vaksin adalah penolakan dari peternak. Banyak peternak enggan memberikan vaksin kepada ternak mereka karena efek samping pasca-vaksinasi.

    “Beberapa peternak melaporkan ternak mereka kehilangan nafsu makan setelah divaksin. Bahkan, ada yang menolak secara tertulis,” jelasnya.

    Eko menambahkan, vaksin PMK hanya memberikan kekebalan tubuh sementara, yaitu selama enam bulan. Oleh karena itu, vaksinasi harus dilakukan secara rutin untuk menjaga kekebalan ternak.

    “Virus PMK masih ada, sehingga vaksin booster enam bulan sekali sangat penting. Indonesia belum sepenuhnya bebas dari PMK,” terangnya.

    Terkait vaksin yang telah kadaluarsa, DPP Ngawi berencana untuk memusnahkannya. Namun, proses tersebut masih menunggu arahan dari pemerintah pusat mengenai mekanisme dan prosedur yang harus dilakukan.

    Saat ini, Ngawi mencatat 501 kasus ternak terjangkit PMK, dengan 57 di antaranya telah mati. Untuk menekan penyebaran, DPP Ngawi berencana menyediakan 10 ribu dosis vaksin baru pada pertengahan Januari 2025. Anggaran yang dialokasikan sebesar Rp255 juta, atau Rp25.500 per dosis.

    Vaksin baru ini akan diberikan kepada ternak yang belum terinfeksi. “Kami terus melakukan vaksinasi dan menangani ternak yang sakit dengan bantuan dokter hewan dan petugas lapangan. Sosialisasi pentingnya vaksin juga terus digencarkan agar kasus PMK bisa segera terkendali,” ujar Eko. [fiq/beq]

  • Mewabah di China, Akankah Virus HMPV Picu Pandemi seperti Covid-19? Ini Kata Pakar – Halaman all

    Mewabah di China, Akankah Virus HMPV Picu Pandemi seperti Covid-19? Ini Kata Pakar – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasus penyakit yang disebabkan Human Metapneumovirus (HMPV) meningkat di China, tepat lima tahun setelah munculnya pandemi Covid-19. 

    Diketahui, virus ini dikenal sebagai penyebab gejala mirip flu. 

    Virus HMPV ini termasuk infeksi saluran pernapasan, pneumonia, serta dapat memperburuk kondisi paru obstruktif kronis (PPOK).

    Lantas, akankah virus HMPV bisa sebabkan pandemi seperti Covid-19? 

    Terkait hal ini, Pakar Kesehatan  sekaligus Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman beri penjelasan. 

    Menurutnya, kemungkinan ini sangat kecil terjadi. 

    “Kalau bicara seperti Covid-19, tentu kecil kemungkinan. Karena, virus khusus HPV ini, virus sudah deteksi sejak 2021. Artinya, sudah terjadi penyebaran sebelumnya dan polanya musiman.  Khususnya menjelang awal dan akhir tahun,” ungkap Dicky pada keterangannya, Jumat (3/1/2025). 

    Penyebarannya pun semakin masif saat ini, terlebih di belahan bumi bagian utara sedang mengalami musim dingin. 

    Sehingga ada dugaan kuat, penduduk Asia Timur,  termasuk China, sudah memiliki kekebalan dari virus ini.

    Di sisi lain, HMPV punya perbedaan dengan Covid-19. 

    Pada saat kemunculannya, Covid-19 adalah penyakit baru dan belum ditemukan obat atau pun vaksin.

    “Sehingga (virus HMPV) sangat mudah menginfeksi manusia mayoritas di dunia,” imbuhnya . 

    Lebih lanjut, untuk mencegah masuknya penyakit ini, Dicky menekankan pentingnya skrining di pintu masuk negara. 

    Skrining dasar seperti pengukuran suhu, deteksi hingga pengenalan gejala. 

    Jika ada gejala yang mencurigakan, maka perlu dilakukan karantina. 

    “Kemudian untuk masyarakat saat ini harus selalu diingat pembelajaran pandemi perilaku hidup bersih dan sehat,” imbaunya. 

    Beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh masyarakat untuk pencegahan seperti mengenakan masker di tengah keramaian. 

    Bahkan kalau bisa menghindari keramaian itu sendiri. Menjaga ventilasi sirkulasi udara dan rutin mencuci tangan.

    “Itu yang harus rutin dilakukan. Selain tentu vaksinasi flu juga sangt penting. Meski tidak spesifik mencegah HMPV, setidaknya meningkatkan imunitas, dan mengurangi gejala keparahan ketika terinfeksi,” sambung Dicky. 

    Terakhir, menurut Dicky pemerintah juga perlu meningkatkan kemampuan teknologi untuk diagnosis. 

    Teknologi ini harus diperkuat dengan kualitas deteksi di laboratorium pusat di setiap provinsi. 

    “Khususnya berbatasan dengan negara lain, seperti singapura atau wilayah lain yang ada penerbangan internasional,” tutupnya. 

     

  • Sempat Nihil Kasus, Puluhan Sapi di Kota Kediri Terjangkit PMK
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        3 Januari 2025

    Sempat Nihil Kasus, Puluhan Sapi di Kota Kediri Terjangkit PMK Surabaya 3 Januari 2025

    Sempat Nihil Kasus, Puluhan Sapi di Kota Kediri Terjangkit PMK
    Tim Redaksi
    KEDIRI, KOMPAS.com
    – Puluhan ekor sapi di
    Kota Kediri
    , Jawa Timur, mengalami serangan penyakit mulut dan kaki (PMK).
    Padahal, sejak 2023 yang lalu, Kota Kediri sempat menyandang gelar zero kasus.
    Penyakit tersebut menyebabkan hewan ternak berkaki empat mengalami sejumlah gejala, mulai dari mulut berbusa dengan keluarnya liur berlebih, hingga susah berdiri karena kuku dan sendi kaki sakit.
    Selain itu, juga diikuti dengan hilangnya nafsu makan sehingga harus digelonggong agar tetap mendapatkan asupan makanan.
    Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Kediri, M Ridwan, mengatakan sejauh ini di wilayahnya ada 20 ternak yang terdata mengalami serangan PMK tersebut.
    “Mulanya, pada pertengahan Desember 2024 yang lalu, ada laporan dari salah satu warga. Lalu, kita turun untuk pengecekan ke sejumlah peternak dan hasilnya kita temukan sejumlah kasus itu,” ujar Ridwan pada Kompas.com, Jumat (3/1/2025).
    Ridwan menambahkan, pihaknya langsung mengadakan sosialisasi lagi kepada peternak tentang kewaspadaan terhadap PMK, yakni dengan mengurangi aktivitas jual beli kecuali terhadap sapi yang telah divaksinasi, menjaga kebersihan kandang, dan melapor jika ada gejala PMK.

    “Selain itu, kami terus berkoordinasi dengan provinsi dan pusat agar vaksinasi bisa dilanjutkan,” lanjutnya.
    Kota Kediri sudah pernah mengatasi serangan kasus tersebut dan menyandang status sebagai kota zero kasus usai serangan PMK besar-besaran pada kisaran 2022 hingga 2023 silam.
    Kembali terjadinya kasus, menurut Ridwan, dimungkinkan karena adanya individu sapi baru yang belum mendapatkan vaksin.
    “Kebetulan pada akhir Desember 2024 yang lalu, kita tidak mendapatkan vaksin dari pusat karena keterbatasan,” lanjutnya.
    Selain itu, juga ditambah dengan banyaknya serangan PMK yang terjadi di sejumlah wilayah di Jawa Timur, sehingga turut menyebar ke wilayah Kediri.
    Kini, pihaknya tengah meningkatkan sosialisasi kepada peternak agar serangan kasus PMK itu tidak semakin menyebar.
    Selain itu, juga mengajukan vaksin dari pemerintah pusat.
    “Meski saat ini zero kematian, kita galakkan penanggulangannya,” pungkasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pakar Beberkan Tantangan Kesehatan yang Dihadapi Indonesia di Tahun 2025, Ada Pandemi Baru? – Halaman all

    Pakar Beberkan Tantangan Kesehatan yang Dihadapi Indonesia di Tahun 2025, Ada Pandemi Baru? – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pakar Kesehatan sekaligus Epidemiolog, Dicky Budiman ungkap apa saja tantangan. Kesehatan yang akan dihadapi pada 2025. 

    “Indonesia menghadapi tantangan kesehatan yang kompleks pada 2025. Termasuk ancaman penyakit menular yang sudah ada (malaria, HIV, TBC, DHF), risiko pandemi flu burung, dan resistensi antimikroba,” ungkapnya pada Tribunnnews, Kamis (2/1/2024). 

    Selain itu, ada tantangan lagi yang mungkin dihadapi seperti zoonosis, sanitasi buruk, minim akses air bersih dan masalah gangguan gizi.

    Dampak perubahan iklim juga akan semakin memperumit upaya pengendalian penyakit.

    Lebih lanjut, Dicky pun membuat rincian potensi ancaman kesehatan utama di tahun 2025:

    1. Penyakit Menular yang Masih Menjadi Beban Besar

    Malaria, HIV, dan Tuberkulosis (TBC), diperkirakan tetap menjadi masalah besar di Indonesia pada 2025, mengingat tingkat kematian globalnya mencapai sekitar 2 juta jiwa setiap tahun.

    Malaria masih menjadi endemik di beberapa wilayah Indonesia, terutama di daerah timur seperti Papua dan Nusa Tenggara.

    Sedang HIV,  Indonesia menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan akses pengobatan antiretroviral (ARV) dan mengurangi stigma sosial.

    Tuberkulosis di Indonesia termasuk dalam daftar negara dengan beban TBC tertinggi, dan timbulnya resistensi antibiotic dapat memperburuk situasi.

    2. Flu Burung (H5N1) dan Risiko Pandemi Baru

    Flu burung tipe H5N1, yang telah menyebar luas pada unggas domestik dan liar, menjadi perhatian global dan nasional.

    “Di Amerika Serikat, kasus penularan pada manusia meningkat dengan angka kematian mencapai 30 persen dari total infeksi manusia,” imbuhnya. 

    Di Indonesia, populasi unggas yang besar dan kurangnya pengawasan ketat meningkatkan risiko transmisi ke manusia, terutama di peternakan kecil yang belum tersentuh regulasi ketat.

    Di sisi lain, ada kemungkinan terjadi pada mutasi. Satu mutasi genetik saja pada virus ini dapat membuatnya lebih mudah menular antar manusia, yang berpotensi memicu pandemi.

    3. Resistensi Antimikroba (AMR)

    Penyalahgunaan antibiotik, resep obat tidak terkontrol dan antimikroba dapat menyebabkan peningkatan kasus infeksi yang sulit diobati.

    Penyakit yang disebabkan oleh patogen resisten, seperti HIV drug resistant, TBC resisten obat, gonorrhoea resisten antibiotik dan infeksi bakteri lainnya, menjadi ancaman serius. 

    Resistensi antibiotik dapat membuat pengobatan penyakit yang sebelumnya mudah diobati menjadi sulit dan berbiaya tinggi.

    4. Zoonosis dan Penyakit Baru yang Muncul

    Penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia (zoonosis), seperti Mpox (cacar monyet), Ebola, Zika dan rabies, tetap menjadi tantangan.

    Terutama di daerah dengan literasi rendah, kontak dengan alam liar dan populasi hewan liar yang tinggi serta tingkat vaksinasi hewan yang rendah.

    5. Dampak Perubahan Iklim pada Penyebaran Penyakit

    Demam Berdarah Dengue (DBD): Perubahan iklim yang meningkatkan suhu dan curah hujan di beberapa wilayah memperluas habitat nyamuk Aedes aegypti, vektor utama DBD.

    Penyakit pernapasan: Polusi udara dan kebakaran hutan dapat memicu peningkatan kasus penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dan asma.

    6. Lonjakan Penyakit Mental

    Masalah kesehatan mental diprediksi terus meningkat akibat stres ekonomi, ketidakpastian global, dan isolasi sosial.

    Depresi, kecemasan, dan bunuh diri menjadi tantangan utama, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda.

    7. Permasalahan penyakit tidak menular

    Penyakit yang dimaksud seperti diabetes, hipertensi dan penyakit jantung serta pembuluh darah akan semakin meningkat. 

    Seiring dengan populasi penduduk di atas 60 tahun semakin meningkat, gaya sedentary life yang makin merebak. 

    Ditambah dengan pola makan minum yang tinggi kalori, lemak dan gula garam. 

    Masyarakat juga cenderung semakin terpapar polutan dan tata kota yang tidak ramah pejalan kaki dan ruang terbuka hijau semakin menjauhkan publik dari kualitas hidup sehat. 

    8. Masalah BPJS Kesehatan 

    Potensi kisruh akibat defisit dana jaminan sosial BPJS Kesehatan bisa terjadi, jika tidak ada Solusi cepat dan bijak dari pemerintah. 

    9. Krisis Kesehatan Anak dan Gizi Buruk

    Pertama malnutrisi, baik kekurangan gizi maupun obesitas, menjadi masalah besar di negara berkembang dan maju.

    Kemudian penyakit terkait gizi buruk, seperti stunting dan diabetes tipe 2 pada anak, memerlukan intervensi lebih besar. 

    Tidak cukup hanya dengan program makan bergizi gratis yang direncanakan akan dimulai di tahun 2025 

    “Selain penuh tantangan dari sisi pelaksanaannya yang memerlukan konsistensi, keberlanjutan dan kualitas, program ini juga harus disertai dengan perubahan pola hidup. Serta juga perubahan aspek atau sektor lain,” saran Dicky. 

    Perubahan ini, kata Dicky berkaitan dengan lingkungan, sanitasi, air bersih dan lain-lain . Sehingga dapat mendukung peningkatan status gizi masyarakat Indonesia. (*)

  • 800 Hewan Ternak Jatim Terjangkit Virus PMK

    800 Hewan Ternak Jatim Terjangkit Virus PMK

    Surabaya, CNN Indonesia

    Sebanyak 800 ekor hewan ternak di Jawa Timur dilaporkan terjangkit virus penyakit mulut dan kuku (PMK). Kasus itu dilaporkan mulai melonjak signifikan sejak pertengahan Desember 2024 lalu.

    “Jadi ada kasus per hari pertama ada 21 naik menjadi 64 naik lagi, naik lagi, sampai tadi malam ada hampir 800 kasus dari seluruh Jawa Timur dari laporan iSIKHNAS (sistem informasi kesehatan hewan nasional),” kata Kepala Dinas Peternakan Jatim Indyah Ariyani, Kamis (2/1).

    Indyah menuturkan, faktor melonjaknya kasus PMK ini ialah cuaca ekstrem yang terjadi sepanjang Desember 2024. Hal itu berpengaruh pada kondisi kesehatan hewan ternak.

    “Nah di Desember ini intensitas hujannya tinggi, kemudian pancaroba itu juga berpengaruh pada kondisi ternak, sehingga ini berpengaruh pada kasus. Memang di akhir bukan Desember itu tren naik pada pertengahan Desember sampai akhir Desember trennya naik,” ucapnya.

    Tapi dari ratusan kasus PMK itu, Indyah mengatakan, tingkat kematian hewan ternak masih tergolong kecil. Dari catatan mereka ada delapan ekor yang dilaporkan meninggal dunia.

    “Untuk yang mati saat ini ada beberapa, enggak banyak, memang tingkat kematiannya kecil, kurang lebih delapan ekor,” ucapnya.

    Sebaran kasus PMK itu, kata dia, terjadi di Jember, Tuban, Lumajang, Ngawi, Bojonegoro dan beberapa daerah di Jatim lainnya.

    Untuk mengatasi kasus PMK ini, Indyah mengatakan pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan sejumlah pihak terkait termasuk pemda setempat, untuk penanganan, pengobatan, termasuk vaksinasi rutin tiap enam bulan.

    “Kita sudah lakukan rapat koordinasi untuk penanganan lanjutan, sebenarnya kita semua masih terus menangani PMK. PMK ini disebabkan virus, penanganannya butuh vaksinasi berulang enam bulan,” ucapnya.

    Ia menyebut, pihaknya bakal terus melakukan edukasi kepada para peternak untuk memisahkan hewan yang bergejala PMK, dengan yang masih sehat. Serta mengawasi kegiatan perniagaan di pasar-pasar hewan seluruh Jatim.

    “Jawa Timur ini populasinya cukup besar kita yang rentan ada sapi, kambing, domba, kemudian kerbau termasuk babi, kita total yang harus divaksin sebanyak 10,4 juta ekor. Ini merupakan populasi terbesar di Indonesia sehingga memang Jatim harus kerja keras untuk mempertahankan Jatim sebagai gudangnya ternak,” pungkasnya.

    (frd/isn)

    [Gambas:Video CNN]

  • PMK Kembali Menjangkit Ternak di Jatim, Disnak Gerak Cepat Lakukan Penanganan

    PMK Kembali Menjangkit Ternak di Jatim, Disnak Gerak Cepat Lakukan Penanganan

    Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Fatimatuz Zahroh

    TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA – Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur Indyah Aryani menyatakan Pemprov Jatim gerak cepat melakukan penanganan mulai merebaknya kembali kasus PMK pada hewan ternak di sejumlah daerah di Jatim.

    Sebagaimana diketahui, para peternak di sejumlah daerah di Jatim mengeluhkan hewannya yang sakit dan dengan gejala penyakit mirip PMK. Seperti banyak sapi yang tidak mau makan, mulut berlendir, atau juga seperti sariawan.

    Saat dikonfirmasi Tribun Jatim Network, Indyah membenarkan bahwa ada indikasi PMK yang mulai kembali merebak di Jawa Timur. Beberapa kasus yang muncul seperti di Ponorogo, Madiun dan juga Mojokerto serta sejumlah daerah yang lain. 

    “Benar ada kenaikan kasus di masing-masing kabupaten di Jatim. Kita mulai melakukan sejumlah tindakan untuk antisipasi dan penanganan,” kata Indyah, Kamis (2/1/2025) sore.

    Sejumlah langkah yang dilakukan, Dinas Peternakan Jawa Timur adalah melakukan sosialisasi dan vaksinasi. Pihaknya juga melakukan pengobatan bagi hewan yang sakit.

    “Kita mulai aktif melakukan komunikasi memberikan informasi dan Edukasi kepada peternak. Selain itu kami juga melakukan pengobatan pada ternak sakit dan melakukan vaksinasi pada ternak yang sehat,” jelas Indyah.

    Pihaknya pun menegaskan bahwa Pemprov Jatim juga melakukan pengamanan dengan menerapkan pengaturan lalu lintas ternak. Dimana ternak yang keluar masuk Jatim dilakukan pemeriksaan.

    “Kami melaksanakan biosecuriti, melaksanakan pengendalian lalu lintas ternak, ini penting kami lakukan untuk menjaga agar tidak ada penularan yang masif pada hewan yang keluar masuk ke Jatim,” ujarnya.

    Tidak hanya itu, Dinas Peternakan Jatim juga sudah menurunkan tim untuk melakukan penyemprotan desinfektan pada pasar tenak. Desinfektan ini penting untuk mencegah penularan yang lebih luas.

    “Selain itu kami juga sudah melakukan rapat koordinasi dengan Dinas Kabupaten Kota dan Kementrian Pertanian, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan untuk pengendalian PMK dengan menyediakan obat, vitamin, vaksin dan biaya operasional vaksinasi,” pungkas Indyah

  • Disnak Jatim: 30 Daerah Alami Kenaikan Kasus PMK

    Disnak Jatim: 30 Daerah Alami Kenaikan Kasus PMK

    Surabaya (beritajatim.com) – Dinas Peternakan (Disnak) Provinsi Jatim akhirnya buka suara terkait merebaknya kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Bahkan, beberapa daerah sudah masuk Kejadian Luar Biasa (KLB).

    “Kami sudah drop obat-obatan dan vitamin kepada kabupaten/kota. Kemarin bantuan vaksin dari Pusvetma didrop, untuk selanjutnya melaksanakan Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) dan disinfektan, pengobatan dan vaksinasi,” kata Kadisnak Jatim, Indyah Aryani dikonfirmasi beritajatim.com, Kamis (2/1/2025).

    Menurut Indyah, sebanyak 30 kabupaten/kota di Jatim mengalami kenaikan kasus. “Untuk populasi yang kecil seperti Kota Surabaya belum ada laporan kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK),” ujarnya.

    Diberitakan sebelumnya, memasuki 2025, Kabupaten Blitar masuk dalam kategori daerah dengan Kejadian Luar Biasa (KLB) Kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Blitar masuk kategori KLB usai 235 sapi terjangkit PMK, bahkan 30 ekor di antaranya mati.

    Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan) Kabupaten Blitar, Nanang Miftahudin menyebut bahwa berdasarkan melonjaknya kasus yang jauh diatas standar, sebenarnya di Kabupaten Blitar sudah bisa dikategorikan wabah atau KLB.

    Kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) juga mulai mengancam kesehatan ternak di Kabupaten Ponorogo. Di Desa Jimbe, Kecamatan Jenangan, sejumlah sapi milik warga dilaporkan menunjukkan gejala khas PMK, seperti mulut berlendir dan luka pada kuku. Bahkan, beberapa sapi dilaporkan telah mati akibat penyakit tersebut.

    Meski kasus Penyakit Kulit dan Kuku (PMK) di Kabupaten Pasuruan mengalami peningkatan, namun sejumlah ternak masih belum disuntik vaksin. Kondisi ini terjadi lantaran vaksin dari Kementerian Pertanian masih belum datang. [tok/beq]

  • Wabah PMK Kembali Melanda Batang, Vaksinasi Jadi Kendala Utama

    Wabah PMK Kembali Melanda Batang, Vaksinasi Jadi Kendala Utama

    TRIBUNJATENG.COM, BATANG – Kabupaten Batang kembali dilanda wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak.

    Kekurangan vaksin membuat peternak di daerah ini semakin khawatir.

    Hingga awal Januari 2025, tercatat 161 ekor sapi terinfeksi PMK pada akhir tahun lalu, dengan tambahan 25 sapi, 14 kambing, dan 4 domba yang dilaporkan terjangkit tahun ini.

    Kepala Bidang Peternakan Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Batang, Syam Manohara, menjelaskan bahwa lonjakan kasus disebabkan oleh masuknya ternak baru dari luar daerah yang belum divaksin.

    “Ternak yang sudah divaksin di Batang relatif aman, namun ternak baru dari Jawa Timur dan Lampung membawa risiko besar,” ungkapnya, Kamis (2/1/2025).

    Wabah pertama kali terdeteksi pada Oktober 2024 di beberapa desa, termasuk Desa Silurah, Sodong, Kecamatan Wonotunggal, dan Kebaturan Bawang, yang menjadi daerah terdampak terparah.

    Menurut Syam, persediaan vaksin PMK habis sejak akhir tahun lalu, dan pihaknya sedang berkoordinasi dengan Provinsi Jawa Tengah untuk tambahan alokasi vaksin.

    “Saat ini kami tidak ada vaksin sama sekali. Langkah yang bisa dilakukan hanya fokus pada kebersihan kandang dan biosekuriti,” ujarnya.

    Petugas lapangan mengedukasi peternak tentang pemisahan ternak baru dari ternak lama serta menjaga kebersihan kandang untuk mencegah penyebaran virus.

    “Virus berkembang pesat saat musim hujan, sehingga pencegahan adalah langkah terbaik saat ini,” tambah Syam.

    Dokter hewan Ambar Puspitaningsih dari Dinas Pangan dan Pertanian Batang memastikan bahwa PMK tidak menular ke manusia.

    “Jika daging dan jeroan ditangani dengan baik, produk tersebut aman dikonsumsi,” jelasnya.

    Namun, ia mengingatkan bahwa biosekuriti tetap menjadi kunci utama.

    “Ternak yang sakit harus dipisahkan dari yang sehat, dan ternak baru dipisahkan dari ternak lama dengan pemantauan ketat,” pungkasnya.

    Dinas berharap ketersediaan vaksin segera terpenuhi agar wabah PMK dapat diatasi lebih efektif, sehingga peternak dapat kembali tenang dalam mengelola usaha ternak mereka.

  • Blitar KLB Penyakit Mulut dan Kuku, 30 Ekor Sapi Mati

    Blitar KLB Penyakit Mulut dan Kuku, 30 Ekor Sapi Mati

    Blitar (beritajatim.com) – Memasuki 2025, Kabupaten Blitar masuk dalam kategori daerah dengan Kejadian Luar Biasa (KLB) Kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Blitar masuk kategori KLB usai 235 sapi terjangkit PMK, bahkan 30 ekor di antaranya mati.

    Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan) Kabupaten Blitar, Nanang Miftahudin menyebut bahwa berdasarkan melonjaknya kasus yang jauh diatas standar, sebenarnya di Kabupaten Blitar sudah bisa dikategorikan wabah atau KLB.

    “Tapi untuk penyakit hewan penetapannya oleh Kementan, berbeda dengan sektor kesehatan manusia yang bisa ditetapkan oleh pimpinan daerah,” ujar Nanang, Kamis (2/1/2025).

    Lebih lanjut Nanang menjelaskan kasus PMK pada Desember 2024 ini, jauh meningkat dibanding awal 2024 apalagi 2023. Karena program vaksinasi berjalan dengan maksimal, sedangkan mulai April 2024 pelaksanaan vaksinasi merosot tajam.

    “Terutama karena sama sekali tidak didampingi biaya operasional, makanya dimasukkan kondisi darurat,” jelasnya.

    Diungkapkan Nanang pada Senin (30/12/2024), Dinas Peternakan Provinsi Jatim melaksanakan rapat darurat, dalam rangka pengusulan perubahan status di Jatim. Untuk menentukan penetapan wabah PMK atau perubahan status, dari tertular menjadi wabah PMK agar bisa mengalokasikan anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT).

    Disampaikan Nanang jika sejak awal Desember 2024, kasus PMK yang menyerang ternak sapi di Kabupaten Blitar kembali meningkat.

    “Dari data sementara, sampai terakhir 31 Desember 2024 total ada 315 kasus dan 235 ekor ternak sapi yang positif PMK. Dimana 35 ekor sudah sembuh, serta 30 ekor sapi mati dan 15 dipotong paksa,” bebernya.

    Peningkatan ternak sapi yang positif terserang PMK, tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Blitar. Kasus ini menyerang ternak sapi yang terutama belum pernah divaksin, atau tidak jelas sudah atau belum divaksin.

    “Karena ternak baru dibeli atau didatangkan dari luar daerah, sehingga Disnakkan melakukan beberapa langkah pencegahan. Seperti melakukan pemeriksaan ketat ternak sapi di Pasar Hewan, kalau diketahui sakit dengan gejala mirip PMK diminta untuk dibawa kembali dan diobati sampai sembuh,” jelasnya.

    Pihak Disnakkan juga sudah melakukan upaya pencegahan diantaranya, membuat surat edaran untuk camat, lurah/desa perihal kewaspadaan muncul Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS). Kemudian, berkoordinasi dengan organisasi profesi PDHI Jatim 8 dan Paravetindo serta petugas Puskeswan dalam kesiapsiagaan menghadapi PHMS ini.

    “Serta penyebaran informasi melalui media sosial, flyer tentang kewaspadaan terhadap penyakit PMK dan PHMS. Komunikasi, Informasi dan Edukasi oleh petugas kesehatan hewan pada peternak, agar segera melapor jika menemukan hewan dengan gejala PMK dan penyakit strategis lainnya,” ungkapnya.

    Ditanya mengenai program vaksinasi PMK, Nanang mengakui jika vaksinasi memang merupakan perlindungan yang bagus. Tapi saat ini tidak ada stok vaksin di pemerintah dan sesuai surat pemberitahuan Kementan, agar para peternak berupaya dengan vaksinasi mandiri.

    “Tapi di rakor Senin (30/12/2024) lalu, Kementan akan mengusahakan persediaan vaksin/alokasi vaksin dengan berupaya menggeser dari anggaran kegiatan lain. Tapi waktunya kapan tersedianya vaksin dari pemerintah, menunggu info lebih lanjut,” imbuhnya. [owi/beq]