Wabah PMK Kembali Merebak di Indonesia, Apa yang Harus Dilakukan Peternak?
Tim Redaksi
YOGYAKARTA,KOMPAS.com
– Wabah
Penyakit Mulut dan Kuku
(PMK) kembali merebak di Indonesia.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (
UGM
) Prof Aris Haryanto membeberkan terkait mitigasi yang perlu dilakukan sesuai dengan gejala PMK yang muncul.
Penyakit PMK atau bernama lain
apthae epizootica
(AE),
aphthous fever
, dan
foot and mouth disease
(FMD) ini disebabkan oleh virus RNA, genus
Apthovirus
yang termasuk dalam keluarga
Picornaviridae
.
“Virus ini bisa menyebar secara langsung melalui udara. Jika hewan itu ditempatkan berdampingan, kemungkinan tertularnya besar. Bahkan ada kasus di mana penularannya bisa sampai 200 km jaraknya,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (6/01/2025).
Prof Aris menyampaikan mitigasi PMK perlu dilakukan secara bertahap sesuai gejala yang muncul.
Pada tahap pertama
, hewan yang terkena PMK akan mengalami demam tinggi.
Peternak diharapkan bisa bersikap tanggap dengan memberi analgesik dan antibiotik untuk meredakan nyeri dan demam.
Guna mencegah penularan, hewan yang mengalami gejala harus dipisahkan dengan hewan lainnya agar.
Kompas.com/MOH.ANAS Petugas dari Dinas Pertanian dan Kesehatan Hewan Kabupaten Pasuruan mengambil tindakan dalam rangka menyikapi merebaknya kasus PMK, Senin (06/01/2025).
Tahap selanjutnya
, akan muncul lepuh atau lesi atau sariawan pada rongga mulut, serta luka pada kuku.
“Hewan yang terinfeksi harus diberi antibiotik dan vitamin secara berkala, ini untuk mencegah munculnya infeksi sekunder akibat luka yang terbuka,” ungkapnya.
Selama pelaksanaan mitigasi, peternak diharapkan menerapkan biosekuriti yang baik pada area kandang dengan mengawasi secara ketat akses keluar masuk pada hewan yang terinfeksi.
Adapun masa inkubasi virus PMK bisa dalam jangka panjang selama 2 hingga 5 hari. Sedangkan jangka pendek, terjadi dalam masa waktu 10 hingga 14 hari.
“Tidak perlu panik, utamanya segera lapor dan lakukan mitigasi. Pemerintah saat ini sudah menutup beberapa pasar hewan di
Yogyakarta
dan Jawa Tengah. Harapannya masyarakat bisa menaati karena ini bersifat sementara,” tuturnya.
Prof Aris mengatakan, kemungkinan lonjakan kasus PMK dikarenakan proses vaksinasi yang belum menyeluruh dan dilakukan secara berkala.
“Kasus PMK kali ini merupakan gelombang kedua, sebelumnya sudah pernah (vaksinasi) dan peternak sekarang sudah terinformasi. Namun karena kasusnya mereda, jumlah vaksinasinya juga menurun,” ungkapnya.
Pengembangan vaksin PMK terus digalakkan oleh pemerintah dengan mengembangkan jenis vaksin sesuai dengan tipe virus yang muncul dalam kasus nasional.
Hanya saja, produksi vaksin dalam negeri masih belum mencukupi kebutuhan vaksinasi untuk hewan-hewan ruminansia ternak yang rentan terkena PMK.
“Vaksinasi itu harus dilakukan dua kali minimal. Jarak antara vaksin pertama dan kedua itu sebulan. Tapi setelah itu tetap harus divaksin setiap enam bulan sekali,” ucapnya.
Prof Aris berpendapat, perlu upaya kerja sama antar pihak sangat diperlukan untuk mengatasi
wabah PMK
.
Pemerintah bersama Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) dan sejumlah pakar terus menjalin kerja sama agar jumlah kasus terinformasi dan tertangani dengan baik.
Khusus wilayah DIY dan Jawa Tengah, Fakultas Kedokteran Hewan UGM juga turut berkontribusi menangani kasus PMK melalui PDHI maupun penerjunan mahasiswa secara langsung.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Event: vaksinasi
-
/data/photo/2025/01/06/677ba9b1d4381.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Wabah PMK Kembali Merebak di Indonesia, Apa yang Harus Dilakukan Peternak? Yogyakarta 7 Januari 2025
-

Peternak Sapi Diminta Siaga Satu Cegah PMK
Jakarta –
Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono meminta peternak sapi siaga satu dalam menghadapi wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). PMK merupakan penyakit pada ternak yang sangat menular.
Sudaryono mendorong para peternak untuk melakukan vaksinasi secara berkala agar Indonesia terbebas dari penyakit menular ini. Hal ini dikatakan saat menghadiri acara di PT Bumi Rojo Koyo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, pada Minggu, (5/1/2025) kemarin.
“Salah satu hal yang perlu kita waspadai adalah bagaimana mengantisipasi wabah PMK. Oleh karena itu, vaksinasi harus dilakukan, baik yang difasilitasi pemerintah maupun secara mandiri,” kata Sudaryono dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (6/1/2025).
Dengan vaksinasi yang sudah dilakukan, ia menekankan tidak cukup dilakukan hanya sekali, melainkan harus secara berkala agar efeknya maksimal.
“Alhamdulillah, sapi sudah kita vaksin semua. Namun, vaksinasi harus terus dilakukan secara berkala dan diulang,” terang Sudaryono.
Sudaryono juga mengingatkan pentingnya peran serta pemerintah daerah (Pemda) Provinsi, Kabupaten, dan Kota dalam menghadapi potensi penyebaran PMK.
“Satu sapi yang terinfeksi PMK bisa menular ke mana-mana. Oleh karena itu, kita harus bekerja sama menjaga seluruh populasi sapi di Jawa Timur,” imbuhnya.
Sementara itu, Pemerintah menargetkan peningkatan produksi dan populasi sapi dalam lima tahun mendatang, yang diperkirakan akan mencapai 5 juta ekor.
Untuk tahun 2025 ini, pemerintah menargetkan tambahan 200 ribu ekor sapi dengan memperkuat para peternak besar, kecil, dan koperasi untuk mendukung program ini.
“Kita sudah ada target total dalam 5 tahun 5 juta. Tahun ini 200 ribu dan regulasinya sudah selesai. Pemerintah menyediakan lahan sudah selesai,” jelas sudaryono.
Dengan upaya vaksinasi yang intensif dan sinergi antara pemerintah dan peternak, Sudaryono berharap wabah PMK dapat dicegah dan sektor peternakan Indonesia dapat berkembang dengan baik, meningkatkan ketahanan pangan nasional.
(ada/hns)
-

Evaluasi Pemkab Mojokerto Soal Rencana Penutupan Pasar Hewan di Tengah Wabah PMK
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, M Romadoni
TRIBUNJATIM.COM, MOJOKERTO– Pemkab Mojokerto masih mempertimbangkan terkait penutupan sementara pasar hewan, menyusul merebaknya wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
Penutupan pasar hewan selama 14 hari tersebut, sesuai instruksi dari Kementan (Kementerian Pertanian) kepada Pemda, sebagai upaya mencegah penyebaran wabah PMK yang terjadi di sejumlah daerah, termasuk Kabupaten Mojokerto.
Sekretaris Daerah Kabupaten Mojokerto, Teguh Gunarko, mengatakan pihaknya masih melakukan kajian di lapangan untuk mempertimbangkan apakah pasar hewan perlu ditutup sementara akibat wabah PMK.
“Kita akan evaluasi perkembangannya terkait rencana tersebut,” jelasnya di Pemkab Mojokerto, Senin (6/1/2025).
Ia mengungkapkan penutupan sementara pasar hewan akibat wabah PMK nantinya akan diputuskan sesuai dengan hasil kajian di lapangan.
Pasar hewan di Desa Ngrame, Kecamatan Pungging dikelola oleh Pemda masih beroperasi dengan pengawasan dari tim paramedik Dinas Pertanian Kabupaten Mojokerto.
Sedangan, pasar hewan Pandanarum, Kecamatan Pacet dikelola oleh Pemdes Setempat.
“Masih dikoordinasikan karena pasar hewan pandan merupakan aset desa,” ungkap Teguh Gunarko.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Mojokerto, Nuryadi, menjelaskan tim paramedik melakukan evaluasi sekaligus edukasi ke peternak untuk menekan kasus PMK.
Dirinya juga belum dapat memastikan terkait rencana penutupan sementara pasar hewan tersebut. Jika terjadi lonjakan kasus PMK maka kemungkinan pasar hewan akan ditutup sementara dan sebaliknya.
“Kita menunggu petunjuk pimpinan, termasuk koordinasi terlebih dahulu dengan pengelola pasar hewan yang menjadi kewenangan Pemerintah Desa,” cetusnya.
Menurut dia, kasus PMK di Mojokerto kini relatif kondusif dengan upaya pencegahan mulai dari layanan kesehatan pada hewan sapi yang terjangkit, vaksinasi PMK hingga desinfeksi pasar hewan maupun kandang ternak.
“Insya Allah kondusif, ini terus monev dan memberikan edukasi untuk menekan kasus penyebaran PMK agar tidak semakin meluas,” pungkasnya.
-

Wamentan Sudaryono Minta Peternak Sapi di Jawa Timur Siaga 1 PMK
Jakarta, CNN Indonesia —
Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono meminta peternak sapi di Jawa Timur meningkatkan kewaspadaan terhadap penyebaran wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
Ia mengatakan penyebaran wabah PMK bisa mengancam populasi sapi di wilayah tersebut.
Sudaryono mengatakan peningkatan kewaspadaan perlu dilakukan peternak dengan melakukan vaksinasi secara berkala agar Indonesia dapat terbebas dari penyakit menular ini.
“Salah satu hal yang perlu kita waspadai adalah bagaimana mengantisipasi wabah PMK. Oleh karena itu, vaksinasi harus dilakukan, baik yang difasilitasi pemerintah maupun secara mandiri,” ujarnya dalam keterangan resmi Minggu, (5/1).
Sudaryono mengatakan Jawa Timur memiliki populasi sapi terbesar di Indonesia. Artinya, Jawa Timur menjadi tempat vital bagi ketahanan pangan nasional.
Dengan vaksinasi yang sudah dilakukan di sebagian besar populasi sapi, ia menekankan bahwa vaksinasi tidak cukup dilakukan hanya sekali, melainkan harus dilakukan secara berkala agar efeknya maksimal.
“Alhamdulillah, sapi sudah kita vaksin semua. Namun, vaksinasi harus terus dilakukan secara berkala dan diulang,” katanya.
Wamentan juga mengingatkan pentingnya peran serta pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota dalam menjaga kesiapsiagaan terhadap potensi penyebaran PMK.
“Satu sapi yang terinfeksi PMK bisa menular kemana-mana. Oleh karena itu, kita harus bekerja sama menjaga seluruh populasi sapi di Jawa Timur,” imbuhnya.
Wamentan Sudaryono menyatakan bahwa pemerintah menargetkan peningkatan produksi dan populasi sapi dalam lima tahun mendatang, yang diperkirakan akan mencapai 5 juta ekor.
Untuk 2025 ini, pemerintah menargetkan tambahan 200 ribu ekor sapi dengan memperkuat para peternak besar, kecil, dan koperasi untuk mendukung program ini.
“Kita sudah ada target total dalam 5 tahun 5 juta. Tahun ini 200 ribu dan regulasinya sudah selesai. Pemerintah menyediakan lahan sudah selesai,” jelasnya.
Dengan upaya vaksinasi yang intensif dan sinergi antara pemerintah dan peternak, ia berharap wabah PMK dapat dicegah dan sektor peternakan Indonesia dapat berkembang dengan baik, meningkatkan ketahanan pangan nasional.
(agt/agt)
-

AS Hadapi Ancaman ‘Quad-demic’, Warganya Diminta Pakai Masker Lagi
Jakarta –
Amerika Serikat (AS) dihantui ancaman ‘quad-demic’, yaitu empat jenis penyakit atau infeksi menyebar secara bersamaan di suatu populasi.
Kasus flu, COVID-19, respiratory syncytial virus (RSV), dan norovirus di AS dilaporkan meningkat. Peningkatan kasus empat penyakit tersebut juga disebut mengkhawatirkan.
Menurut laporan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular AS (CDC), flu telah membuat sekitar 3,1 juta orang sakit sejauh musim ini, memicu 37 ribu orang dirawat di RS dan 1.500 orang meninggal.
Sementara itu COVID-19 terus menginfeksi jutaan orang, dengan 2,5 hingga 4,4 juta kasus dilaporkan sejak Oktober 2024, yang mengakibatkan hingga 120 ribu pasien dirawat di rumah sakit.
Jumlah pasien rawat inap akibat penyakit RSV juga melonjak hampir 40 persen selama dua minggu, serta wabah norovirus meningkat tiga kali lipat dibandingkan dengan awal musim gugur.
“Kami akan mengalami peningkatan hingga Januari, dengan puncak yang bervariasi di setiap wilayah. Keempat virus ini cenderung meningkat secara bersamaan, sehingga menciptakan lingkungan kesehatan masyarakat yang menantang,” kata seorang ahli penyakit menular dan mantan pejabat CDC, Dr Joe Bresee, dikutip dari Times of India.
Imbas peningkatan tersebut, beberapa rumah sakit dan sistem kesehatan di seluruh negeri telah memberlakukan kembali mandat masker, terutama di wilayah dengan aktivitas virus yang tinggi.
Sistem Perawatan Kesehatan Aurora di Wisconsin, RWJBarnabas Health di New Jersey, dan fasilitas di Illinois dan Indiana telah memperkenalkan kembali aturan masker bagi staf dan pengunjung. Pejabat kesehatan masyarakat di New York City juga mendesak para penumpang untuk mengenakan masker di transportasi umum.
Apa Pemicunya?
Para ahli menghubungkan peningkatan infeksi dengan peningkatan aktivitas dalam ruangan, pertemuan liburan yang ramai, dan kekebalan yang menurun.
“Pesta liburan, reuni keluarga, dan perjalanan menciptakan kondisi yang optimal bagi virus ini untuk menyebar,” kata Dr William Schaffner dari Vanderbilt University Medical Center.
Yang menambah tantangan adalah keterlambatan dalam vaksinasi. Hanya 21 persen orang dewasa dan 10,6 persen anak-anak yang telah menerima vaksin COVID-19 yang diperbarui, sementara tingkat vaksinasi flu berkisar sekitar 40 persen, menurut data CDC.
Sementara itu, norovirus menyebar melalui permukaan yang terkontaminasi dan menyebabkan gejala gastrointestinal yang parah, termasuk muntah dan diare. Virus ini dapat berkembang pesat selama musim dingin.
Dr Robert Hopkins Jr, direktur medis untuk National Foundation for Infectious Diseases, menekankan pentingnya kebersihan tangan, khususnya untuk mencegah norovirus.
“Pembersih tangan berbahan dasar alkohol tidak mengalahkan norovirus. Sabun dan air tetap penting,” imbuhnya.
(suc/kna)
-

Virus HMPV di China Makin Meluas, Kemenkes: Belum Masuk Indonesia – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh meminta pemerintah mencegah masuknya virus Human Metapneumovirus (HMPV) ke Indonesia.
Virus ini tengah mewabah secara cepat di China.
Kata Nihayatul, pemerintah harus bisa mengantisipasi terjadinya penyebaran wabah tersebut di Indonesia. Salah satunya dengan memperketat pemantauan di pintu-pintu masuk negara.
“Pemerintah perlu meningkatkan sistem pemantauan di pintu-pintu masuk negara, seperti bandara dan pelabuhan, untuk memeriksa gejala-gejala yang mirip dengan infeksi saluran pernapasan akut.”
“Ini termasuk penggunaan tes diagnostik yang tepat untuk mendeteksi virus HMPV lebih awal,” ujar Nihayatul dalam keterangannya, Minggu (5/1/2025).
Pemerintah kata dia juga perlu berkoordinasi dengan World Health Organization (WHO) dan negara lain untuk mendapatkan informasi mengenai penyebaran virus HMPV dan vaksinasi yang diperlukan.
Menurut dia, upaya itu menjadi salah satu deteksi dini bagi pemerintah untuk bisa mengantisipasi terjadinya penyebaran virus secara masif.
“Pemerintah perlu terus berkoordinasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan negara-negara yang terdampak untuk mendapatkan informasi terkini mengenai virus ini, termasuk pola penyebaran, tingkat virulensi, dan vaksinasi yang diperlukan,” jelas Nihayatul.
Pemerintah juga perlu mengedukasi kepada masyarakat tanpa memberi rasa khawatir.
“Edukasi Masyarakat tanpa memberikan rasa khawatir: Menyampaikan informasi yang jelas dan tepat kepada masyarakat mengenai cara-cara pencegahan infeksi, seperti mencuci tangan, menggunakan masker jika sakit, dan menjaga kebersihan lingkungan, tetap penting untuk mencegah penyebaran virus,” kata dia.
Meski wabah HMPV ini belum menunjukkan ancaman sebesar Covid-19 namun kata dia, pemerintah perlu menerapkan langkah-langkah pencegahan yang proaktif dan berbasis data.
Kepastian rumah sakit dan tenaga kesehatan untuk siap menangani virus HMPV juga harus menjadi salah satu fokus.
HMPV merupakan jenis virus yang dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan, dengan gejala yang mirip flu biasa seperti batuk, pilek, demam, dan sesak napas.
Dalam kasus berat, virus ini dapat menyebabkan komplikasi seperti bronkitis atau pneumonia.
Virus ini biasanya tidak berbahaya bagi orang dewasa yang sehat, tetapi berisiko lebih tinggi bagi anak-anak, lansia, dan individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.
Virus Human Metapneumovirus (HMPV) merebak di China (Kolase Tribunnews/net)
Termasuk mereka yang memiliki penyakit kronis seperti diabetes, gangguan pernapasan, atau penyakit jantung.
Hingga saat ini, belum ada vaksin atau pengobatan khusus untuk HMPV.
Meski demikian, perawatan suportif seperti rehidrasi, pengendalian demam, dan istirahat cukup efektif dalam membantu meringankan gejala.
Terkait hal tersebut Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, drg. Widyawati, MKM menyebut jika saat ini belum ada laporan kasus virus HMPV di Indonesia.
“Saat ini belum ada laporan kasus HMPV di Indonesia,” ungkap Widyawati.
Walau begitu, pihaknya mengimbau pada masyarakat tetap menjaga kesehatan dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat sebagai langkah pencegahan.
“Hal ini penting untuk memperkuat daya tahan tubuh dan mencegah penularan berbagai virus yang berpotensi mengancam kesehatan,” jelas Widyawati.
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara sekaligus ahli paru Prof Tjandra Yoga Aditama menegaskan, wabah Human Metapneumovirus (HMPV) yang sedang merebak di China tidak sama dengan Covid-19.
“Banyak yang ‘mensejajarkan’ infeksi HMPV ini mirip dengan Covid-19. Itu pernyataan yang tidak tepat,” kata dia.
Prof Tjandra menyebut, HMPV bukanlah virus atau varian baru. HMPV sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu. Sementara, Covid-19 adalah varian baru dari virus korona.
“Jika gejalanya adalah serupa, seperti batuk, demam, mungkin sesak dan nyeri dada dan kalau memberat dapat masuk rumah sakit.”
“Perlu diketahui bahwa semua infeksi paru dan saluran napas memang gejalanya seperti itu,” tutur Direktur Pascasarjana Universitas YARSI ini.
Dia menuturkan, peningkatan kasus HMPV di China yang dikhawatirkan sama seperti Covid-19 juga tidak tepat. Hal ini karena dari waktu ke waktu, selalu saja ada peningkatan kasus infeksi saluran napas, apalagi di musim dingin di negara empat musim seperti China.
“Sehingga tidak tepatlah kalau kita terlalu cepat mengkorelasikan kenaikan kasus HMPV ini dengan Covid-19, walaupun tentu kita perlu tetap waspada,” jelas dia.
HMPV pertama kali dilaporkan di jurnal ilmiah di Belanda pada Juni 2001 yang berjudul “A newly discovered human pneumovirus isolated from young children with respiratory tract disease”.
Pasca temuan di berbagai negara seperti Norwegia, Rumania, Jepang dan juga tentu China, para peneliti bahkan memperkirakan HMPV sudah puluhan tahun bersirkulasi.
Virus ini tidak hanya ada pada manusia melainkan juga pada hewan atau Animal Metapneumovirus. AMPV bahkan sudah lebih awal ditemukan, yaitu di tahun 1978 di Afrika Selatan, yang awalnya diberi nama “Turkey Rhinotracheitis Virus” (TRTV) lalu menjadi AMPV Animal Metapneumovirus.
Ini adalah penyakit pada unggas, yang punya 4 sub tipe, dari A sampai D. Para pakar berpendapat bahwa penyakit pada manusia akibat HMPV nampaknya akibat evolusi dari AMPV sub tipe C. (Tribun Network/ais/rin/riz/wly)
-

Jika Ditemukan Kasus PMK, Pasar Hewan Diimbau Tutup 14 Hari
Jakarta, Beritasatu.com – Kementerian Pertanian (Kementan) mengimbau pemerintah daerah menutup sementara pasar hewan selama 14 hari jika ditemukan kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) di wilayahnya.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan Agung Suganda mengatakan, melalui surat Menteri Pertanian Nomor B-03/PK.320/M/01/2025 tertanggal 3 Januari 2025, Kementan mengingatkan peningkatan kasus PMK yang terjadi pada Desember 2024. “Hal ini harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah,” kata Agung dilansir Antara, Minggu (5/1/2024).
Dalam surat tersebut, Kementan menyarankan beberapa langkah antisipatif kepada pemerintah daerah, pertama, memperketat pengawasan lalu lintas hewan, produk hewan, dan media pembawa penyakit.
Kedua, menutup pasar hewan selama 14 hari jika ditemukan kasus PMK di lokasi tersebut. “Langkah ini harus disertai pembersihan dan disinfeksi pasar,” kata dia.
Ketiga, memaksimalkan peran peternak dan sektor swasta dalam mengendalikan penyakit di tingkat daerah.
“Penutupan pasar hewan adalah langkah mendesak untuk menghentikan penyebaran PMK. Pemerintah daerah harus sigap melindungi peternak dari kerugian yang lebih besar,” ujar Agung.
Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam menangani ancaman penyakit. Sinergi lintas sektor sangat penting untuk menjaga populasi ternak dan keberlanjutan usaha peternakan.
Selain itu, Kementan juga menekankan pentingnya pelaporan kasus PMK atau penyakit lainnya melalui iSIKHNAS, sistem informasi kesehatan hewan nasional. Peternak didorong segera melaporkan dugaan kasus melalui platform ini untuk mempercepat penanganan. “Melalui pelaporan ini, tim kesehatan hewan dapat segera melakukan penyidikan dan pengobatan pada ternak yang sakit,” ujar Agung.
Langkah lain yang direkomendasikan Kementan adalah pelaksanaan vaksinasi pada hewan sehat dengan pendekatan berbasis risiko. Selain itu, peternak juga diminta aktif melaporkan kasus dugaan PMK melalui layanan WhatsApp call center yang disediakan pemerintah. “Kami ingin semua pihak terlibat, mulai pemerintah hingga peternak,” tambahnya.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5075075/original/021168800_1735827466-20241223_092309.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Gunungkidul Darurat Wabah PMK, 457 Sapi Suspek, 42 Mati
Liputan6.com, Gunungkidul – Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) terus menyebar di Kabupaten Gunungkidul, menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan peternak. Hingga akhir Desember 2024, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunungkidul melaporkan 457 sapi terduga terkena PMK, dengan 42 ekor di antaranya dilaporkan mati. Kepala DPKH Gunungkidul, Wibawanti Wulandari, mengungkapkan bahwa wabah ini telah menyebar hampir merata di seluruh kapanewon. “Kami mengimbau para peternak untuk segera melaporkan apabila ada sapi yang sakit atau mati, agar dapat segera ditangani,” ujarnya.
Untuk mengatasi wabah ini, DPKH Gunungkidul mengandalkan program vaksinasi sebagai langkah pencegahan utama. Hingga kini, sebanyak 375 dosis vaksin telah disalurkan kepada peternak di daerah terdampak, dengan pendampingan dari Kementerian Pertanian. DPKH juga telah mengajukan tambahan vaksin ke Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) untuk memenuhi kebutuhan tahun 2025. “Vaksinasi rutin akan menjadi strategi pengendalian jangka panjang karena PMK kini telah dianggap sebagai penyakit endemik,” kata Wibawanti.
Selain vaksinasi, pihak DPKH membagikan desinfektan kepada para peternak dan mengimbau penerapan biosecurity yang ketat. Langkah ini meliputi pembersihan kandang secara rutin, mencuci tangan sebelum memberi makan ternak, membersihkan pakaian setelah masuk kandang, serta memisahkan sapi yang sakit dari yang sehat.
Kendati berbagai upaya telah dilakukan, masih ada kendala dalam pelaksanaan program. Menurut Wibawanti, sejumlah peternak enggan menerima vaksinasi karena kurangnya pemahaman atau kekhawatiran terkait efek samping vaksin. Padahal, vaksin harus segera digunakan agar tetap efektif. “Kesadaran peternak sangat penting dalam memutus rantai penyebaran PMK. Selain vaksinasi, pola perawatan dan kebersihan kandang juga harus ditingkatkan,” tambahnya.
DPKH Gunungkidul terus menggencarkan edukasi dan pendampingan kepada peternak untuk meningkatkan kesadaran mereka akan pentingnya pencegahan. Dengan langkah-langkah yang terintegrasi dan dukungan aktif dari peternak, DPKH optimis dapat mengendalikan penyebaran PMK sekaligus meminimalkan kerugian ekonomi di sektor peternakan.
-

Langkah Bupati Kang Giri Antisipasi PMK di Ponorogo, Intruksikan Dokter Hewan Menyisir
Laporan Wartawan Tribunjatim.com, Pramita Kusumaningrum
TRIBUNJATIM.COM, PONOROGO – Sedikitnya 157 sapi di Ponorogo terjangkit Penyakit Kuku dan Mulut (PMK). Dari 157 sapi itu, satu diantaranya disebut mati.
Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko mengklaim sudah mengetahui tentang PMK yang mulai menerjang Bumi Reog.
“Saya instruksikan kepada para dokter hewan untuk segera menyisir,” ungkapnya, Sabtu (4/1/2025).
Orang nomor satu di Bumi Reog ini menjelaskan bahwa dokter hewan menyisir kemudian mendata. Jika belum, segera dilakukan vaksin.
“Sambil ada pembatasan pasar (Pasar Hewan),” terang Kang Giri—sapaan akrab—Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko ketika dikonfirmasi Tribunjatim.com.
Ketika ditanya apakah ada penutupan pasar? Kang Giri menjelaskan belum berani berbicara tentang penutupan Pasar.
“Saya belum berani ngomong ya. Saya akan kaji dulu dengan pihak kepolisian dan pihak terkait untuk mengambil keputusan apapun biar dijalankan bersama sama,” urainya
Sementara Kabid Kesehatan Hewan, Peternakan dan Perikanan Dinas Pertanian Ketahanan Pangan dan Perikanan (Dipertahankan), Siti Barokah mengatakan ada 157 kasus PMK dengan 1 sapi mati dan 2 potong paksa.
“Sebaran di 15 kecamatan dan 41 desa.Mayoritas terbanyak di Wagir Kidul 16 sapi. Antisipasi terus selama ini kita masih melakukan vaksinasi per desember ini. Terutama di wilayah puskeswan Pudak,” pungkasnya.
