Event: vaksinasi

  • Sebabkan Risiko Fatal hingga Kematian, DBD Jadi Tantangan Kesehatan di Indonesia – Halaman all

    Sebabkan Risiko Fatal hingga Kematian, DBD Jadi Tantangan Kesehatan di Indonesia – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA — Sejak pertama kali ditemukan di Indonesia pada 1968, angka kejadian demam berdarah dengue (DBD) terus meningkat.

    Peningkatan kasus DBD ini disebabkan oleh perubahan karakteristik penularan.

    Dengan kondisi ini, siapa saja menjadi lebih berisiko terjangkit DBD, tanpa memandang usia, tempat tinggal, dan gaya hidup.

    Diketahui, seseorang yang terinfeksi dengue untuk kedua kalinya mempunyai risiko lebih besar terkena demam berdarah parah yang ditandai dengan sakit perut yang parah, muntah terus-menerus, pernapasan cepat, gusi atau hidung berdarah, kelelahan, kegelisahan, darah dalam muntahan atau feses, menjadi sangat haus, kulit pucat dan dingin, serta merasa lemah.

    Berbagai gejala ini sering kali muncul setelah demamnya hilang.

    Berangkat dari kondisi ini, DBD menjadi sorotan dalam gelaran seminar dan lokakarya nasional 2025 Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (ADINKES) pada 29 April hingga 2 Mei 2025 di Bali.

    Ketua ADINKES dr. M. Subuh, MPPM, menyatakan, kegiatan ini memperkuat peran desa sebagai garda terdepan dalam pencegahan dan pengendalian penyakit.

    “Melalui forum ini, kami mendorong sinergi antara Dinas Kesehatan, Puskesmas, dan pemerintah desa untuk menghadapi berbagai tantangan kesehatan seperti hipertensi hingga dengue,” ujar dia di Jakarta, Jumat (2/5/2025).

    Kementerian Kesehatan pun mengapresiasi penyelenggaraan forum edukatif dan strategis ini.

    Melalui dukungan dari mitra strategis seperti adinkes, dapat mempercepat pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional dan mewujudkan masyarakat Indonesia yang lebih sehat.

    Di sisi lain, dengue sampai saat ini belum ada obatnya, maka pencegahan menjadi kunci.

    Dr. dr. I Made Susila Utama, SpPD-KPTI FINASIM menjelaskan, salah satu pencegahan yang penting untuk dipertimbangkan adalah vaksinasi.

    Saat virus akibat gigitan nyamuk memasuki tubuh, tubuh akan mengeluarkan pertahanan alaminya, sehingga memutus rantai penularan virus. Namun, untuk memperoleh perlindungan yang optimal, vaksinasi dengue harus dilakukan sesuai dengan dosis yang dianjurkan oleh dokter.

    Pengalaman dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan Pemerintah Kabupaten Probolinggo dalam menerapkan metode pencegahan inovatif ini, patut diapresiasi dan dapat menjadi inspirasi bagi daerah lainnya.

    Sementara itu salah satu mitra penyelenggaraan acara  Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines Andreas Gutknecht menyampaikan, pihaknya berkomitmen untuk mendukung upaya melawan dengue, melalui penerapan 3M Plus (menguras, menutup, mengubur/mendaur ulang, dan mempertimbangkan penggunaan metode pencegahan inovatif untuk memperkuat perlindungan dengan lebih komprehensif,” ujar Andreas.

    Forum dihadiri oleh perwakilan dinas kesehatan, dinas pemberdayaan masyarakat desa (DPMD), puskesmas, laboratorium kesehatan, Komisi Penanggulangan AIDS, tenaga kesehatan, akademisi/praktisi kesehatan hingga pegiat kesehatan dari seluruh Indonesia.

  • Cara Kemenkes Perkecil Risiko Kematian Jemaah Haji, Beli Obat di Arab hingga Periksa Kesehatan Dini – Halaman all

    Cara Kemenkes Perkecil Risiko Kematian Jemaah Haji, Beli Obat di Arab hingga Periksa Kesehatan Dini – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA– Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyiapkan langkah antisipasi potensi  risiko kesehatan yang dihadapi jemaah haji Indonesia pada musim haji 2025. 

    Pada musim Haji tahun ini, sebanyak 1.044 tenaga kesehatan haji, telah dipersiapkan oleh Kementerian Kesehatan. 

    Selain itu 330 petugas haji daerah, 192 personel Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) bidang kesehatan, dan 200 tenaga pendukung kesehatan akan mendampingi jamaah sepanjang perjalanan. 

    Jenis tenaga yang dikerahkan meliputi dokter, perawat, apoteker, analis laboratorium, elektromedis, surveilans, sanitarian, ahli gizi, hingga pengemudi logistik.

    Kemenkes juga memastikan seluruh jemaah menerima vaksinasi yang memadai. 

    Hingga saat ini, 211.751 dosis vaksin meningitis dan 203.410 dosis vaksin polio telah dialokasikan untuk 203.320 jemaah.

    Selain itu Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa pihak Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan Arab Saudi  untuk menurunkan angka kematian jemaah haji dan memastikan terselenggaranya layanan kesehatan yang cepat, tepat, dan manusiawi.

    Salah satunya, sebagian obat-obatan yang disediakan langsung dari Arah Saudi. 

    “Obat dan perbekalan kesehatan kini lebih banyak kita beli langsung di Arab Saudi agar tidak kedaluarsa dan menghindari temuan dari BPK,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dilansir dari website resmi, Kamis (1/5/2025). 

    Sebagai tindak lanjut, Kemenkes telah menerapkan sistem pemeriksaan kesehatan jemaah yang lebih dini sejak 2024. 

    Pemeriksaan dilakukan sebelum penetapan keberangkatan, sehingga risiko pembatalan mendadak dapat dihindari dan jemaah dengan kondisi kesehatan tertentu dapat segera ditangani.

    “Dengan model baru ini, kita bisa deteksi lebih awal. Kalau ada yang tidak layak secara kesehatan, bisa ditangani lebih dulu, dan hasilnya sudah mulai terlihat membaik di tahun 2024,” jelasnya.

    Inovasi digital juga dimanfaatkan untuk pemantauan kesehatan secara real-time, termasuk akses bagi otoritas Arab Saudi. 

    Pihak Arab Saudi juga meminta agar jemaah dengan kondisi sakit berat tidak diberangkatkan.

    PEMERIKSAAN KESEHATAN GRATIS – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin usai bertemu Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, (5/2/2025). Pemerintah Budi dengan Presiden itu membahas program pemeriksaan kesehatan gratis (PKG) yang akan dimulai pada 10 Februari 2025. (Tribunnews/Taufik Ismail)

    Serta mendorong adanya edukasi tentang kematian di Tanah Suci agar tidak disalahartikan secara budaya dan keagamaan.

    Budi juga meninjau langsung fasilitas kesehatan di sekitar Masjidil Haram. 

    Ia mengapresiasi kesiapan Arab Saudi dalam menyediakan rumah sakit berfasilitas lengkap, bahkan di dalam kompleks masjid. 

    “Saya sudah masuk langsung ke rumah sakit di dalam Masjidil Haram. Fasilitasnya sangat lengkap. Saya minta agar ada petugas medis yang bisa berbahasa Indonesia,” ungkapnya

    Kementerian Kesehatan optimistis bahwa penyelenggaraan layanan kesehatan haji tahun 2025 akan berjalan lebih baik. Memberi rasa aman dan perlindungan optimal bagi seluruh jamaah Indonesia.

  • Antisipasi Rabies, Ribuan Hewan Peliharaan di Jaksel Divaksin Gratis

    Antisipasi Rabies, Ribuan Hewan Peliharaan di Jaksel Divaksin Gratis

    Foto Health

    Grandyos Zafna – detikHealth

    Selasa, 29 Apr 2025 20:01 WIB

    Jakarta – Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (Sudin KPKP) Jaksel menggelar vaksinasi rabies gratis. Program ini untuk cegah penyebaran rabies di kota.

  • Penularan, Pencegahan hingga Penanganan Hepatitis yang Harus Diketahui – Halaman all

    Penularan, Pencegahan hingga Penanganan Hepatitis yang Harus Diketahui – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Hepatitis atau peradangan hati masih kurang diperhatikan masyarakat.

    Padahal bahaya penyakit ini bisa berujung komplikasi serius.

    Hal ini disebabkan rendahnya pemahaman terhadap bahaya penyakit serta minimnya kesadaran vaksinasi hepatitis B.
     
    Misalnya hepatitis B dan C sering tanpa gejala di tahap awal, kemudian baru terdeteksi setelah muncul pengerasan hati atau bahkan berkembang menjadi kanker hati.

    Dokter spesialis penyakit dalam dr. Steven Zulkifly, Sp.PD memberikan penjelasan lebih lanjut.

    Hepatitis  A

    Penularan hepatitis A terjadi melalui jalur fecal-oral.

    Pada umumnya, infeksi terjadi melalui konsumsi makanan atau minuman yang tercemar feses pengidap hepatitis.

    Selain itu juga praktik kebiasaan seksual.

    Ia menerangkn, virus hepatitia A subur berkembang biak di lingkungan dengan tingkat sanitasi rendah.

    Risiko penularan sering terjadi karena orang yang menyiapkan hidangan kurang menjaga kebersihan, sehingga  makanan dan minuman tercemar feses dari pengidap hepatitis.
     
    Ada lima langkah untuk mencegah penyebaran  hepatitis A:

    Pertama, pastikan makanan dan suplai air bersih. Jaga kebersihan dapur dan alat makan.

    Kedua, terapkan kebiasaan sanitasi yang baik. Cuci tangan sebelum makan dan setelah ke kamar mandi.

    Ketiga, karena rute penularan adalah oral, lakukan praktek seksual yang sehat.

    Keempat, Virus hepatitis pada makanan atau minuman bisa mati jika dipanaskan di suhu 85° Celcius selama 1 menit. Maka konsumsilah makanan yang matang.

    Kelima, vaksinasi hepatitis A. Anak-anak dapat divaksin hepatitis A dua kali dalam jarak waktu 6 bulan untuk proteksi seumur hidup. 
     
    Hepatitis  B dan C

    Infeksi hepatitis B dan C menular melalui darah. Secara vertikal, bayi berisiko terjangkit hepatitis dari ibunya.

    Penularan dapat berlangsung pada proses kehamilan dan persalinan.

    Faktor risiko utamanya penggunaan jarum suntik yang tidak steril.

    Contohnya pada proses pembuatan tato atau piercing.

    Gaya hubungan seksual multiple partner baik lawan jenis ataupun pada homoseksual juga berisiko.

    Pencegahan penularannya adalah dengan menghindari faktor-faktor risiko tersebut.

    “Para tenaga medis umumnya sudah dilakukan vaksinasi hepatitis B agar terhindar dari infeksi hepatitis B. Akan tetapi, tetap harus hati-hati dalam menangani atau kontak dengan pasien yang terinfeksi hepatitis B dan C,” jelas dia ditulis di Jakarta, Senin (28/4/2025).
     
    Hepatitis A banyak ditemukan pada usia anak sekolah yang sanitasinya belum baik.

    Sedangkan hepatitis  B dan C rentan terjadi di kelompok usia produktif sekitar 35-60 tahun.

    Komplikasi Serius

    Meski ada pasien yang terjangkit hepatitis B dan HIV bersamaan, komplikasi hepatitis bukanlah HIV.

    Dokter lulusan pendidikan spesialisnya di Universitas Indonesia ini menerangkan, hepatitis B dan C berisiko komplikasi mengecilnya volume liver (sirosis) dan kanker hati. 

    Hepatitis  B bisa berkembang menjadi kanker hati tanpa melalui proses sirosis.
     
    Sedangkan karena infeksi hepatitis A bisa sembuh dengan sendirinya, komplikasi sangat jarang terjadi.

    Hanya sekitar 1 persen kasus hepatitis A dapat mengalami gagal hati akut, keluhan kuning, perdarahan, dan gangguan kesadaran. 
     
    Dibutuhkan pemeriksaan laboratorium atau radiologi untuk membedakan gejala infeksi hepatitis atau infeksi lain

    Dokter membutuhkan pemeriksaan anti HAV (Hepatitis  A Virus).

    Sedangkan untuk mengetahui pasien mengidap hepatitis B, dokter harus mencari tau HBsAg (Hepatitis B Surface Antigen) dan untuk pemeriksaan hepatitis C, ada pemeriksaan anti HCV (Hepatitis C Virus).

    Meskipun hepatitis A bisa sembuh dengan sendirinya, tetapi tetap disarankan untuk melakukan vaksin hepatitis A.

    Secara umum, hepatitis  B dan C berisiko infeksi kronik. Penyakit ini bisa menjangkit seumur hidup dan menetap.

    Penyakit ini bisa dicegah dengan vaskin untuk hepatitis B. Tiga kali vaksinasi untuk usia nol, satu, dan enam bulan terbukti memberi perlindungan seumur hidup.
     
    “Sampai saat ini belum ada obat yang bisa memberantas tuntas virus hepatitis B. Virus ini tidur di dalam sel hati sehingga tidak semua hepatitis B bisa langsung diterapi. Untuk pemberian antivirus dalam bentuk tablet, virusnya harus ditunggu hingga bangun,” ujar dia.

    Hingga saat ini, terapi hepatitis B memerlukan terapi jangka panjang dengan tingkat kesembuhan yang bervariasi.
     
    “Di RS kami penanganan hepatitis bersifat menyeluruh. Penyakit ini dapat ditangani mulai dari tindakan preventif, diagnostik, hingga terapi juga fasilitas after care. Pasien yang terkena hepatitis B akan terus dipantau hingga muncul waktu yang tepat untuk diterapi. Pasien hepatitis C akan langsung diobati agar tidak berkembang menjadi sirosis,” jelas dokter yang berpraktik di RS Siloam Kebon Jeruk ini.

  • Waspada! HPV Bukan Hanya Ancaman untuk Perempuan, Pria Juga Berisiko Tinggi – Halaman all

    Waspada! HPV Bukan Hanya Ancaman untuk Perempuan, Pria Juga Berisiko Tinggi – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Alivio Mubarak Junior

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Selama ini, Human papillomavirus (HPV) lebih dikenal sebagai ancaman kesehatan bagi perempuan. 

    Namun, dokter spesialis penyakit dalam, dr. Dirga Sakti Rambe, M.Sc, Sp.PD, FRSPH, FINASIM, mengingatkan bahwa pria pun memiliki risiko tinggi terhadap virus ini.

    “Infeksi HPV tidak hanya terjadi pada perempuan. Satu dari empat laki-laki bisa terpapar virus ini. Selain kanker serviks, HPV juga bisa menyebabkan kutil kelamin, kanker tenggorokan, hingga kanker penis,” kata dr. Dirga saat ditemui di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, baru-baru ini.

    Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2019, HPV bertanggung jawab atas sekitar 620.000 kasus kanker pada perempuan dan 70.000 kasus pada laki-laki di seluruh dunia.

    Di Indonesia sendiri, kanker serviks menempati posisi kedua sebagai jenis kanker terbanyak pada perempuan. 

    Hampir seluruh kasus ini, sekitar 99 persen berkaitan erat dengan infeksi HPV.

    Meski demikian, dr. Dirga menekankan infeksi HPV dapat dicegah melalui vaksinasi. 

    “Vaksinasi memungkinkan tubuh membentuk kekebalan tanpa harus terinfeksi virus lebih dulu. Ini prinsip kerja vaksin yang sangat penting untuk pencegahan,” jelasnya.

    Cinta Laura saat melakukan suntik HPV di talkshow ‘Perempuan Aktif dan Mandiri Tanpa Kanker Serviks’ di pameran foto #IamTrulyWoman di Plaza Indonesia, Rabu (13/3/2019). (Tribunnews.com/Apfia Tioconny Billy)

    Ia menambahkan, negara-negara dengan cakupan vaksinasi HPV yang tinggi seperti Inggris, Australia, dan Swedia, telah berhasil menurunkan angka infeksi dan kasus kanker yang berkaitan dengan HPV secara signifikan.

    “Sejak diperkenalkan secara luas pada 2006, lebih dari 1,2 miliar dosis vaksin HPV telah digunakan di lebih dari 140 negara, dan hingga kini tidak ditemukan masalah keamanan serius,” imbuhnya.

    Vaksinasi HPV disarankan untuk semua orang, baik anak-anak maupun dewasa. 

    Dr. Dirga merekomendasikan vaksin ini untuk perempuan usia 9 hingga 45 tahun dan laki-laki usia 9 hingga 26 tahun.

    Sebagai bagian dari strategi nasional untuk mengurangi beban kanker serviks, pemerintah Indonesia juga telah menjalankan Rencana Aksi Nasional Eliminasi Kanker Leher Rahim. 

    Program ini meliputi skrining dini, pemberian imunisasi HPV, pengobatan lesi

  • Mbok Yem Meninggal karena Pneumonia, Benarkah Tinggal di Puncak Gunung Berisiko Idap Penyakit Paru? – Halaman all

    Mbok Yem Meninggal karena Pneumonia, Benarkah Tinggal di Puncak Gunung Berisiko Idap Penyakit Paru? – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemilik warung di puncak gunung Lawu, Wakiyem atau biasa disapa Mbok Yem meninggal dunia pada Rabu siang (25/4/2025).

    Sebelum menghembuskan nafas terakhir, berdasarkan pemeriksaan medis Mbok Yem menderita pneumonia.

    Mbok Yem memiliki keseharian di puncak gunung.

    Ia melayani pembeli yang ingin menyantap nasi pecel dan kopi panas sebagai pelepas dahaga pendaki yang naik ke puncak Gunung Lawu.

    Merujuk dari kesehariannya, apakah benar orang yang tinggal di ketinggian berisiko terkena masalah paru seperti pneumonia?

    Berikut penjelasan Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Prof Tjandra Yoga Aditama.

    Ia mengatakan, tidak ada kaitan langsung antara ketinggian dengan risiko terkena pneumonia.

    Pada dasarnya, pneumonia merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus atau jamur (parasit).

    “Memang benar bahwa di ketinggian 3.000 meter maka kadar oksigen lebih rendah dari di permukaan laut, tapi kan benar juga bahwa banyak orang yang tinggal di ketinggian dan hidup sehat dengan baik. Perlu diketahui pasti yang jadi penyebab Pneumonia pada Mbok Iyem ini, apakah karena virus, bakteri atau jamur,” tutur dia kepada Tribunnews.com, Jumat (25/4/2025).

    Prof Tjandra mengatakan, pneumonia bisa dicegah dengan berbagai cara, seperti vaksinasi, menjaga kebersihan dan menerapkan pola hidup sehat.

    Pneumonia bisa berujung komplikasi ketika seseorang memiliki penyakit penyerta atau komorbid maupun masalah pernafasan lainnya.

    “Apalagi sebelum terkena pneumonia, seseorang itu memiliki komorbid seperti diabetes atau ada masalah pernafasan yang dialami sebelumnya maka bisa memperparah keadaan,” jelas Prof Tjandra.

    Dikutip dari Surya.co.id (Tribunnews.com network), sang cucu Saiful Bachri menceritakan, kondisi kesehatan neneknya mulai memburuk dalam tiga hari terakhir.

    “Nafsu makan hilang, dan hanya bertahan dengan beberapa teguk susu. Seharusnya hari Jumat (25/4/2025) beliau kontrol ke rumah sakit untuk pemeriksaan lanjutan,” ujar Saiful.

    Di hari kepergiannya, nenek tercinta sempat meminta untuk mandi, lalu beristirahat.

    Setelah mandi, almarhumah tidur, dan sejak itu tidak bangun lagi.

    Masih mengutip Surya.co.id, Kepala Dusun Dagung, Slamet mengatakan Mbok Yem menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 14.00 siang.

    Menurutnya, Mbok Yem memang mengalami komplikasi yang cukup parah.

    “Beliau sempat dirawat selama hampir tiga pekan di RS Siti Aisyiyah Ponorogo. 

    Setelah itu, pulang untuk dirawat di rumah oleh keluarga. Meski sempat membaik, kesehatannya kembali menurun dalam beberapa hari terakhir,” terang Slamet.

     

     

  • WHO Peringatkan Wabah Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Vaksin Kembali Meningkat  – Halaman all

    WHO Peringatkan Wabah Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Vaksin Kembali Meningkat  – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA– Peningkatan wabah penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin kini kembali mengancam. 

    Upaya imunisasi berada di bawah ancaman yang semakin besar karena misinformasi, pertumbuhan populasi, krisis kemanusiaan, dan pemotongan dana.

    Wabah penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin seperti campak, meningitis, dan demam kuning meningkat di seluruh dunia.

    Penyakit seperti difteri, yang telah lama tertahan atau hampir menghilang di banyak negara, berisiko muncul kembali. 

    Sebagai tanggapan, lembaga-lembaga tersebut menyerukan perhatian dan investasi politik yang mendesak dan berkelanjutan untuk memperkuat program imunisasi.

    Seruan ini bertujuan untuk  melindungi kemajuan signifikan yang dicapai dalam mengurangi angka kematian anak selama 50 tahun terakhir.

    “Vaksin telah menyelamatkan lebih dari 150 juta jiwa selama lima dekade terakhir,” kata Direktur Jenderal WHO, Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus pada keterangan resmi, Minggu (27/4/2024). 

    Menurutnya, pemotongan dana untuk kesehatan global telah membahayakan pencapaian yang telah susah payah dicapai selama ini. 

    Wabah penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin meningkat di seluruh dunia.

    Kondisi ini sangat membahayakan nyawa dan membuat negara-negara menanggung biaya yang lebih besar dalam mengobati penyakit dan menanggapi wabah. 

    Menurutnya, negara-negara dengan sumber daya terbatas harus berinvestasi dalam intervensi yang berdampak paling tinggi. Salah satunya termasuk vaksin.

    *Meningkatnya wabah dan sistem kesehatan yang menegang*

    Campak kembali mewabah dengan sangat berbahaya. 

    Jumlah kasusnya terus meningkat dari tahun ke tahun sejak 2021, mengikuti penurunan cakupan imunisasi yang terjadi selama dan setelah pandemi COVID-19 di banyak komunitas. 

    Kasus campak diperkirakan mencapai 10,3 juta pada tahun 2023, meningkat 20 persen dibandingkan dengan tahun 2022.

    WHO memperingatkan bahwa tren peningkatan ini kemungkinan berlanjut hingga tahun 2024 dan 2025, karena wabah telah meningkat di seluruh dunia.

    Dalam 12 bulan terakhir, 138 negara telah melaporkan kasus campak, dengan 61 negara mengalami wabah besar atau mengganggu – jumlah tertinggi yang diamati dalam periode 12 bulan sejak 2019.

    Kasus meningitis di Afrika juga meningkat tajam pada tahun 2024, dan tren peningkatan ini terus berlanjut hingga tahun 2025. 

    Dalam tiga bulan pertama tahun ini saja, lebih dari 5.500 kasus yang diduga dan hampir 300 kematian dilaporkan di 22 negara. 

    Hal ini menyusul sekitar 26.000 kasus dan hampir 1.400 kematian di 24 negara tahun lalu.

    Kasus demam kuning di kawasan Afrika juga meningkat, dengan 124 kasus terkonfirmasi dilaporkan di 12 negara pada tahun 2024. 

    Hal ini terjadi setelah penurunan dramatis dalam penyakit tersebut selama dekade terakhir, berkat persediaan vaksin global dan penggunaan vaksin demam kuning dalam program imunisasi rutin. 

    Di kawasan Amerika milik WHO, wabah demam kuning telah terkonfirmasi sejak awal tahun ini, dengan total 131 kasus di 4 negara.

    Wabah ini terjadi di tengah pemotongan dana global. 

    Pada saat yang sama, jumlah anak yang tidak mendapatkan vaksinasi rutin telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

    Bahkan ketika negara-negara berupaya mengejar ketertinggalan anak-anak yang tidak mendapatkan vaksinasi selama pandemi. 

    Pada tahun 2023, diperkirakan 14,5 juta anak tidak mendapatkan semua dosis vaksin rutin mereka – naik dari 13,9 juta pada tahun 2022 dan 12,9 juta pada tahun 2019. 

    Lebih dari separuh anak-anak ini tinggal di negara-negara yang menghadapi konflik, kerapuhan, atau ketidakstabilan, di mana akses ke layanan kesehatan dasar sering kali terganggu.

    *Imunisasi mengatasi tantangan-tantangan ini*

    Setiap tahun, vaksin menyelamatkan hampir 4,2 juta jiwa dari 14 penyakit  dengan hampir setengah dari nyawa ini diselamatkan di Kawasan Afrika.

    Kampanye vaksinasi telah berhasil memberantas meningitis A di wilayah meningitis Afrika.

    Sementara vaksin baru yang melindungi terhadap lima jenis meningitis menjanjikan perlindungan yang lebih luas, dengan upaya yang sedang dilakukan untuk memperluas penggunaannya guna menanggulangi dan mencegah wabah.

    Kemajuan juga telah dicapai dalam mengurangi kasus dan kematian akibat demam kuning melalui peningkatan cakupan imunisasi rutin dan persediaan vaksin darurat

    Tonggak sejarah lainnya adalah pengenalan vaksin malaria di tingkat sub nasional di hampir 20 negara Afrika.

    Menjadi dasar untuk menyelamatkan setengah juta jiwa tambahan pada tahun 2035, karena semakin banyak negara yang mengadopsi vaksin tersebut dan percepatan peningkatan skala sebagai bagian dari upaya untuk memerangi malaria.

     

  • Nana Mirdad dan Andrew White Soroti Ancaman HPV: Bukan Hanya untuk Perempuan – Halaman all

    Nana Mirdad dan Andrew White Soroti Ancaman HPV: Bukan Hanya untuk Perempuan – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Artis Nana Mirdad bersama sang suami, Andrew White, menyadari betapa seriusnya ancaman virus HPV (Human Papillomavirus).

    Pada awalnya, Nana hanya mengetahui sekilas bahwa HPV berkaitan erat dengan kanker serviks. 

    Namun setelah menggali lebih dalam, ia menemukan dampaknya yang lebih serius.

    Pengalaman ini dibagikan Nana saat menghadiri forum dialog kesehatan IVAXCON (Indonesian Vaccine Convention) 2025 yang diadakan oleh MSD Indonesia.

    “Virus HPV ini ternyata bisa menyerang siapa saja, bukan hanya perempuan, tapi juga laki-laki,” kata Nana Mirdad di InterContinental Pondok Indah, Jakarta Selatan, Sabtu (26/4/2025).

    “Akhirnya aku belajar lebih lanjut, dan aku tahu bahwa HPV bisa dicegah dengan vaksinasi sedini mungkin,” lanjutnya.

    Keterbukaan Nana dalam membagikan pengalamannya menjadi contoh nyata bagaimana edukasi yang tepat mengenai HPV dapat membawa perubahan besar.

    “Aku pikir ini penting. Orang-orang harus tahu soal ini. Aku percaya aku bisa jadi bagian dari edukator HPV. Bisa menjembatani banyak orang yang ingin sehat dan melindungi keluarganya. Ini semua tentang menciptakan masyarakat dengan hidup lebih sehat,” jelasnya.

    Perjalanan Nana dalam memahami HPV tidak berjalan mulus. Di tahap awal pencarian informasi, ia justru sempat merasa bingung.

    Tak ingin salah langkah, kakak dari Naysila Mirdad ini akhirnya memutuskan untuk berkonsultasi langsung dengan dokter.

    “Aku senang banget bisa ngobrol soal HPV dengan dokter. Penjelasannya valid, jelas, dan mudah dipahami. Rasanya beda dibanding cuma baca dari internet. Aku makin yakin bahwa perlindungan terbaik itu berawal dari pengetahuan yang kuat,” katanya.

    Tak hanya Nana, Andrew White juga menunjukkan kepeduliannya terhadap HPV. 

    Baginya, ini bukan hanya soal mendukung istri, tetapi juga melindungi seluruh keluarga.

    “Virus HPV ini tak hanya menyerang perempuan, dan tak selalu berujung kanker serviks. Sebagai bapak dan suami, aku merasa punya tanggung jawab untuk melindungi keluarga dengan berbagai cara,” ujar Andrew.

    “Salah satunya dengan menjaga kesehatan dan mendidik anak-anak tentang pentingnya pencegahan, termasuk melalui vaksinasi HPV,” tambahnya.

    Andrew mengungkapkan diskusi tentang HPV dalam keluarganya bermula dari inisiatif Nana yang lebih dulu aktif mencari informasi.

    “Nana lebih detail soal kesehatan. Kita searching bareng, ngobrol bareng. Aku juga kaget banget pas tahu ternyata HPV bisa menyebabkan berbagai jenis kanker lainnya juga,” ceritanya.

    Baik Nana maupun Andrew sepakat bahwa edukasi tentang HPV tidak boleh berhenti hanya di lingkungan keluarga. 

    Mereka bertekad untuk turut menyebarkan kesadaran ini ke masyarakat luas.

    Mereka juga menyambut baik kehadiran Nona, chatbot AI yang tersedia di website NgobrolinHPV.com, sehingga masyarakat bisa bertanya lebih dahulu sebelum berkonsultasi langsung dengan dokter agar pembicaraan menjadi lebih efektif.

     

  • Merinding, Ini 5 Eksperimen Medis Paling Sadis yang Pernah Dilakukan Ilmuwan

    Merinding, Ini 5 Eksperimen Medis Paling Sadis yang Pernah Dilakukan Ilmuwan

    Jakarta

    Sepanjang sejarah, sejumlah eksperimen medis yang jahat dilakukan atas nama kebutuhan ilmu pengetahuan atau sains. Tetapi, sains juga sering menyelamatkan nyawa, meski harus melakukan kejahatan yang mengerikan untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

    Beberapa di antaranya adalah adanya kesalahan etika, kelalaian penilaian yang dilakukan orang-orang yang yakin bahwa mereka melakukan hal yang benar. Di sisi lain, itu adalah murni sebuah kejahatan yang sadis.

    Dikutip dari Live Science, berikut sederet eksperimen medis sadis yang pernah terjadi di dunia:

    1. Eksperimen Medis Nazi

    Mungkin eksperimen jahat paling terkenal sepanjang masa adalah yang dilakukan oleh Josef Mengele, seorang dokter SS di Auschwitz selama Holocaust. Mengele menyisir kereta yang datang menjadi anak kembar untuk dijadikan bahan eksperimen.

    Hal ini dilakukannya demi membuktikan teorinya tentang supremasi ras Arya. Banyak juga yang tewas dalam prosesnya. Ia juga mengumpulkan mata ‘pasien-pasiennya’ yang telah meninggal.

    Nazi menggunakan tahanan untuk menguji pengobatan penyakit menular dan perang kimia. Tahanan lainnya dipaksa masuk ke dalam suhu beku dan ruang bertekanan rendah untuk eksperimen penerbangan.

    Tahanan yang tak terhitung jumlahnya itu menjadi sasaran prosedur sterilisasi eksperimental. Seorang wanita, Ruth Elias, payudaranya diikat dengan tali sehingga dokter SS dapat melihat berapa lama waktu yang dibutuhkan bayinya untuk merasa kelaparan. Dalam sejarah lisan di Museum Holocaust, ia akhirnya menyuntikkan anak itu dengan dosis morfin yang mematikan agar tidak menderita lebih lama.

    2. Unit 731 Jepang

    Sepanjang tahun 1930-an dan 1940-an, Tentara Kekaisaran Jepang melakukan perang biologis dan pengujian medis terhadap warga sipil, sebagian besar di China. Dipimpin oleh Jenderal Shiro Ishii, dokter utama di UNIT 731, jumlah korban tewas dari eksperimen brutal ini diperkirakan mencapai 200.000 orang yang mungkin telah meninggal.

    Banyak penyakit dipelajari untuk menentukan potensi penggunaannya dalam peperangan. Di antaranya adalah wabah, antraks, disentri, tifus, paratifus, dan kolera.

    Menurut makalah dari Dr Robert K D Peterson untuk Montana University, banyak kekejaman dilakukan termasuk menginfeksi sumur dengan kolera dan tifus hingga menyebarkan kutu yang membawa wabah di seluruh kota China.

    Menurut Peterson, kutu dijatuhkan dalam bom tanah liat pada ketinggian 200-300 meter dan tidak menunjukkan jejak apapun. Para tahanan diarak dalam cuaca dingin dan kemudian diuji cobakan untuk menentukan pengobatan terbaik untuk radang dingin.

    Mantan anggota unit tersebut memberikan kesaksian bahwa para tahanan diberi gas beracun, dimasukkan ke dalam ruang bertekanan hingga mata mereka keluar, dan bahkan dibedah saat masih hidup dan sadar.

    3. Eksperimen Bedah pada Budak

    Tokoh ginekologi modern, J Marion Sims, memperoleh banyak ketenaran dengan melakukan operasi eksperimental pada budak wanita. Sims menjadi tokoh kontroversial karena kondisi yang ia tangani pada wanita, fistula vesikovagina, yang menyebabkan penderitaan yang mengerikan.

    Wanita dengan fistula atau robekan antara vagina dan kandung kemih itu mengalami inkontinensia dan sering ditolak oleh masyarakat.

    Sims juga melakukan operasi tanpa anestesi, sebagian karena anestesi baru saja ditemukan. Selain itu, ia juga percaya bahwa operasi itu tidak terlalu menyakitkan.

    4. Studi Sifilis Guatemala

    Banyak orang yang keliru percaya bahwa pemerintah sengaja menginfeksi peserta Tuskegee dengan sifilis, padahal kenyataannya tidak demikian. Tetapi, penelitian profesor Susan Reverby baru-baru ini mengungkap masa saat para peneliti layanan kesehatan masyarakat Amerika Serikat (AS) melakukan hal itu.

    Pada tahun 1946 dan 1948, Reverby menemukan pemerintah AS dan Guatemala bersama-sama mensponsori sebuah penelitian yang melibatkan infeksi yang disengaja pada 1.500 pria, wanita, dan anak-anak Guatemala dengan sifilis.

    Penelitian tersebut dimaksudkan untuk menguji bahan kimia guna mencegah penyebaran penyakit tersebut.

    “Eksperimen tersebut tidak dilakukan dalam lingkungan klinis yang steril, di mana bakteri penyebab PMS diberikan dalam bentuk vaksinasi tusuk jarum atau pil yang diminum secara oral,” terang Michael A. Rodriguez dalam sebuah makalah tahun 2013.

    “Para peneliti secara sistematis dan berulang kali melanggar hak individu yang sangat rentan. Beberapa di antaranya dalam kondisi paling menyedihkan, putus asa, dan sangat memperburuk penderitaan mereka,” sambungnya.

    Menurut Reverby, mereka yang terkena sifilis diberikan penisilin sebagai pengobatan. Tetapi, catatan yang ia temukan menunjukkan tidak ada tindak lanjut atau persetujuan yang diinformasikan oleh para peserta.

    5. Studi Tuskegee

    Kesalahan paling terkenal dalam etika medis di AS berlangsung selama 40 tahun. Pada tahun 1932, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), layanan kesehatan masyarakat AS meluncurkan sebuah studi tentang dampak kesehatan dari sifilis yang tidak diobati pada pria kulit hitam.

    Para peneliti melacak perkembangan penyakit pada 399 pria kulit hitam di Alabama dan juga mempelajari 201 pria sehat, serta memberitahu mereka bahwa mereka sedang dirawat karena kondisi ‘darah buruk’.

    Faktanya, para pria tersebut tidak pernah mendapatkan perawatan yang memadai, bahkan pada tahun 1947 saat penisilin telah menjadi obat pilihan untuk mengobati sifilis. Baru dalam sebuah artikel surat kabar tahun 1972 yang mengungkap studi tersebut ke publik.

    (sao/kna)

  • Diskusi Penting Vaksinasi Untuk Melindungi dari Penyakit

    Diskusi Penting Vaksinasi Untuk Melindungi dari Penyakit

    Foto Health

    Agung Pambudhy – detikHealth

    Sabtu, 26 Apr 2025 20:00 WIB

    Jakarta – Pekan Imunisasi Dunia diperingati setiap akhir April. Untuk mengingatkan kembali pentingnya vaksinasi sebagai salah satu perlindungan terhadap penyakit menular.