Event: vaksinasi

  • 5 Anak Meninggal di Riau Kena ‘Flu Babi’, Ini Kata Pakar soal Penularan-Pencegahannya

    5 Anak Meninggal di Riau Kena ‘Flu Babi’, Ini Kata Pakar soal Penularan-Pencegahannya

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan RI melaporkan lonjakan kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di Dusun Datai, Kecamatan Batang Gansal, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Berdasarkan data hingga 23 November 2025, sebanyak 224 warga mengalami gangguan pernapasan. Seluruh pasien kini dilaporkan dalam kondisi membaik.

    Namun, Kemenkes menyebut terdapat lima kasus kematian pada anak. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan kelima anak tersebut positif terinfeksi Influenza A/H1pdm09 serta Haemophilus influenzae. Virus H1pdm09 merupakan jenis influenza yang pernah memicu wabah global pada 2009 dan sebelumnya dikenal sebagai flu babi.

    Menanggapi temuan tersebut, Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama, menjelaskan H1N1pdm09 adalah virus penyebab pandemi 2009 dan menjadi pandemi pertama yang dinyatakan WHO setelah pemberlakuan International Health Regulations (IHR) 2005.

    “Awalnya disebut swine flu atau flu babi, tetapi kemudian diketahui penularannya tidak terbatas, sehingga istilah flu babi sebaiknya tidak digunakan lagi,” beber Prof Tjandra kepada detikcom Selasa (26/11/2025).

    Ia menambahkan, sebagian besar virus H1N1 yang beredar saat ini merupakan H1N1pdm09 dan sudah tergolong influenza musiman. Selain itu, virus H3N2 juga tengah memicu peningkatan kasus flu di berbagai negara.

    Prof Tjandra menjelaskan langkah pengendalian H1N1pdm09 mencakup tiga hal utama. Pertama, pencegahan melalui pola hidup sehat, menjaga daya tahan tubuh, etika batuk, dan penggunaan masker bagi yang sakit.

    Kedua, pencegahan melalui vaksinasi influenza. Ketiga, pemberian obat antivirus pada pasien dengan gejala berat karena sebagian besar kasus bersifat ringan.

    Ia juga menekankan perlunya kewaspadaan bersama.

    “Dunia, termasuk kita, harus terus memantau berbagai strain virus influenza untuk melihat kecenderungan, peningkatan kasus, maupun potensi wabah,” ujarnya.

    Hingga kini, investigasi epidemiologis di wilayah terdampak masih berlangsung, termasuk penelusuran faktor risiko, pola penularan, dan upaya pencegahan lanjutan. Kemenkes mengimbau masyarakat tetap waspada terhadap gejala gangguan pernapasan, khususnya pada anak.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Pemerintah Akan Bikin Satgas Penanganan Demam Babi Afrika”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/naf)

  • AS Laporkan Kematian Pertama pada Manusia Akibat Flu Burung H5N5, CDC Beri Imbauan Ini

    AS Laporkan Kematian Pertama pada Manusia Akibat Flu Burung H5N5, CDC Beri Imbauan Ini

    Jakarta

    Seorang warga Washington meninggal akibat komplikasi infeksi flu burung dengan strain yang sebelumnya belum pernah dilaporkan pada manusia, demikian disampaikan Departemen Kesehatan negara bagian tersebut pada Jumat.

    Pasien merupakan seorang lansia dengan kondisi kesehatan yang mendasari. Ia sempat dirawat di rumah sakit dan menjalani pengobatan untuk infeksi influenza avian H5N5.

    “Orang tersebut memelihara sekumpulan unggas campuran di halaman rumahnya,” demikian pernyataan dari Departemen Kesehatan Negara Bagian Washington.

    Kasus ini merupakan laporan pertama flu burung pada manusia di AS dalam sembilan bulan terakhir, serta hanya kematian manusia kedua akibat virus tersebut di Amerika Serikat. Meski begitu, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) menyatakan bahwa risiko terhadap masyarakat umum masih rendah.

    Pejabat kesehatan terus memantau orang-orang yang melakukan kontak dekat dengan pasien. Hingga kini, tidak ada individu lain yang dinyatakan positif flu burung, dan belum ditemukan bukti penularan antarmanusia.

    Imbauan CDC soal Flu Burung

    Flu burung telah menginfeksi burung liar di seluruh dunia selama beberapa dekade. Namun, wabah terbaru di Amerika Serikat yang dimulai pada Januari 2022 menunjukkan pola penyebaran yang lebih luas pada mamalia dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

    Menurut CDC, sebanyak 70 kasus flu burung pada manusia telah dilaporkan di AS selama wabah ini. Seorang lansia dengan penyakit penyerta juga meninggal pada Januari setelah terinfeksi flu burung.

    Meski beberapa kasus tergolong berat, CDC menyebut sebagian besar orang yang terinfeksi hanya mengalami gejala ringan, seperti mata merah dan demam. Mayoritas pasien adalah mereka yang bekerja dekat dengan hewan.

    Tercatat 41 kasus terjadi pada pekerja peternakan sapi, 24 kasus pada pekerja unggas, sementara dua kasus lainnya memiliki riwayat paparan hewan yang tidak dirinci CDC. Pada tiga kasus, sumber paparannya tidak diketahui.

    CDC merekomendasikan agar siapa pun yang bekerja dekat dengan hewan menggunakan alat pelindung diri yang sesuai serta berhati-hati saat berhadapan dengan kotoran hewan. Pejabat kesehatan juga menyarankan kewaspadaan saat membersihkan tempat makan burung atau area lain yang terpapar kotoran burung. Hindari kontak dengan satwa liar yang sakit atau mati.

    Departemen Kesehatan Washington juga menyarankan vaksinasi flu bagi individu yang mungkin bersentuhan dengan burung liar maupun peliharaan. Meskipun vaksin influenza musiman tidak dapat melindungi dari flu burung, vaksin tersebut dapat mengurangi kemungkinan kecil seseorang terinfeksi kedua virus sekaligus, situasi yang berpotensi membuat virus flu burung bermutasi menjadi lebih mudah menular antar manusia.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: 130 Ribu Unggas di Peternakan Jerman Dimusnahkan Imbas Flu Burung”
    [Gambas:Video 20detik]
    (suc/suc)

  • Pria di AS Meninggal Kena Jenis Flu Burung yang Belum Pernah Serang Manusia

    Pria di AS Meninggal Kena Jenis Flu Burung yang Belum Pernah Serang Manusia

    Jakarta

    Seorang pria lanjut usia di negara bagian Washington, Amerika Serikat, meninggal dunia pasca komplikasi infeksi virus flu burung jenis H5N5. Strain yang belum pernah dilaporkan menginfeksi manusia. Informasi ini disampaikan Departemen Kesehatan Negara Bagian Washington AS, Jumat (21/11/2025).

    Pasien tersebut memiliki penyakit penyerta dan sempat menjalani perawatan intensif di rumah sakit sebelum akhirnya meninggal. Kasus ini menjadi laporan infeksi flu burung pertama pada manusia di AS dalam sembilan bulan terakhir, sekaligus kematian kedua akibat flu burung yang tercatat di negara tersebut.

    Meski begitu, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) menegaskan risiko penularan flu burung pada masyarakat umum masih sangat rendah.

    Otoritas kesehatan Washington menyebut pasien memiliki kandang unggas campuran di halaman rumahnya. Pemeriksaan lingkungan kandang menemukan adanya virus flu burung, sehingga kontak dengan unggas peliharaan, lingkungan kandang, atau burung liar dinilai sebagai sumber paparan paling mungkin terjadi.

    “Tidak ada bukti penularan antarmanusia,” tulis Departemen Kesehatan Washington. Hingga kini, tidak ada kontak dekat pasien yang dinyatakan positif flu burung.

    Wabah Flu Burung di AS Masih Berlangsung

    Dikutip dari CNN, flu burung telah menginfeksi burung-burung liar di seluruh dunia selama beberapa dekade. Namun wabah terbaru di Amerika Serikat yang dimulai pada Januari 2022 menunjukkan pola berbeda, penularan yang lebih sering terjadi pada mamalia, termasuk sapi dan anjing laut.

    Menurut CDC, hingga kini terdapat 70 kasus flu burung pada manusia di AS yang terkait wabah tersebut. Sebagian besar dialami pekerja yang memiliki kontak erat dengan hewan, terutama:

    41 kasus pada pekerja peternakan sapi,

    24 kasus pada pekerja unggas,

    Beberapa kasus lainnya berkaitan dengan paparan hewan lain atau sumber yang tidak diketahui.

    Seorang lansia lain dengan komorbid juga dilaporkan meninggal pada Januari tahun ini setelah terinfeksi flu burung.

    Gejala Umum

    Menurut CDC, sebagian besar infeksi flu burung pada manusia menimbulkan gejala ringan, seperti mata merah, demam, atau keluhan flu. Namun pada kelompok rentan, seperti lansia atau pasien dengan komorbid, infeksi dapat berkembang menjadi berat.

    CDC mengimbau pekerja yang berhubungan langsung dengan hewan untuk selalu menggunakan alat pelindung diri, serta berhati-hati saat menangani kotoran hewan atau membersihkan area yang terkontaminasi feses burung.

    Masyarakat juga diminta menghindari kontak dengan hewan liar yang sakit atau mati.

    Departemen Kesehatan Washington turut merekomendasikan vaksinasi flu musiman bagi orang yang sering berinteraksi dengan unggas domestik atau burung liar. Meski vaksin influenza tidak melindungi dari flu burung, vaksin tersebut dapat mengurangi risiko seseorang terinfeksi dua virus sekaligus, kondisi yang dikhawatirkan dapat memicu mutasi virus flu burung menjadi lebih mudah menular antarmanusia.

    (naf/kna)

  • 125 kucing di Kepulauan Seribu divaksin untuk cegah rabies

    125 kucing di Kepulauan Seribu divaksin untuk cegah rabies

    Jakarta (ANTARA) –

    Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (KPKP) Kepulauan Seribu mencegah penyebaran rabies dengan melakukan vaksinasi dan sterilisasi terhadap 125 kucing di Kelurahan Pulau Untung Jawa, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan.

    “Sterilisasi dan vaksinasi ini menjadi upaya pemerintah dalam pengendalian perkembangan HPR di Jakarta, khususnya untuk wilayah Kepulauan Seribu,” kata Kepala Suku Dinas (Sudin) KPKP Kepulauan Seribu, Nurliati di Jakarta, Jumat.

    Ia mengatakan sasaran sterilisasi kali ini untuk 125 ekor kucing jantan dan betina, baik kucing liar maupun berpemilik.

    Kegiatan tersebut melibatkan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) DKI Jakarta serta komunitas pecinta kucing Yayasan Peduli Lingkungan Indonesia (YPLI).

    Dia berharap melalui pelaksanaan sterilisasi dan vaksin gratis ini dapat mengendalikan populasi kucing yang biasa berkembang biak dengan cepat dalam jumlah banyak.

    Nurliati menambahkan, target pelaksanaan sterilisasi dan vaksinasi terhadap Hewan Penular Rabies (HPR) di Kepulauan Seribu sudah mencapai 95 persen atau lebih dari 850 ekor dari target 900 ekor.

    Capaian ini menunjukkan kepedulian dan keseriusan Sudin KPKP Kepulauan Seribu untuk mempertahankan DKI bebas rabies dan hidup lebih sehat di lingkungan masyarakat.

    “Kami minta masyarakat semakin sadar untuk menjaga populasi kucing dan memastikan kehidupan atau kesehatan mereka bisa tetap terjaga,” katanya.

    Lurah Pulau Untung Jawa, Muslim mengatakan, program ini sangat membantu di tingkat kelurahan. Dengan sterilisasi dan vaksinasi rabies yang rutin dilakukan, masyarakat merasa lebih aman dan lingkungan tetap tertata.

    “Kami juga mengajak warga terus mendukung kegiatan seperti ini demi menciptakan Pulau Untung Jawa yang sehat dan nyaman bagi semua,” kata dia.

    Pewarta: Mario Sofia Nasution
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • WHO Kejar Target Vaksinasi 40 Ribu Anak di Gaza

    WHO Kejar Target Vaksinasi 40 Ribu Anak di Gaza

    Jakarta

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa mereka berencana untuk memvaksinasi lebih dari 40.000 anak di Gaza sebagai perlindungan terhadap berbagai penyakit. Ini akan dilakukan dengan memanfaatkan gencatan senjata yang baru-baru ini berlaku.

    WHO dan mitra-mitranya telah memvaksinasi lebih dari 10.000 anak di bawah usia tiga tahun dalam delapan hari pertama dari fase awal kampanye yang diluncurkan pada 9 November.

    Dilansir kantor berita AFP, Kamis (20/11/2025), kepala WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan fase pertama program telah diperpanjang hingga Sabtu mendatang, dan berharap dapat melindungi anak-anak dari campak, gondongan, rubela, difteri, tetanus, batuk rejan, hepatitis B, tuberkulosis, polio, rotavirus, dan pneumonia.

    Fase kedua dan ketiga dari kampanye ini, yang dilaksanakan bekerja sama dengan UNICEF, badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA), dan kementerian kesehatan di Gaza yang berada di bawah kendali Hamas, direncanakan berlangsung pada bulan Desember dan Januari mendatang.

    Tedros mengatakan ia “terdorong untuk memastikan gencatan senjata terus berlanjut, karena memungkinkan WHO dan mitra-mitranya untuk mengintensifkan layanan kesehatan esensial di seluruh Gaza dan mendukung upaya melengkapi kembali peralatan serta rekonstruksi yang diperlukan untuk sistem kesehatannya yang hancur”.

    Sebelumnya, Dewan Keamanan PBB pada hari Senin lalu memberikan suara untuk mendukung rencana Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang memfasilitasi tercapainya gencatan senjata pada 10 Oktober antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza.

    Gencatan senjata tersebut telah ditandai dengan beberapa pecahnya kekerasan di Gaza, yang hancur akibat perang selama lebih dari dua tahun, yang pecah setelah serangan Hamas di Israel pada 7 Oktober 2023.

    Serangan itu telah mengakibatkan kematian 1.221 orang di pihak Israel, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan AFP dari data resmi.

    Lebih dari 69.500 warga Palestina juga telah tewas akibat serangan militer Israel, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.

    Tonton juga video “WHO Ungkap Hampir 15 Juta Remaja di Dunia Ngevape”

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Vaksinasi dan Obat Herbal Jadi Sasaran Hoaks Terbanyak, Imunisasi HPV Ikut Diserang

    Vaksinasi dan Obat Herbal Jadi Sasaran Hoaks Terbanyak, Imunisasi HPV Ikut Diserang

  • Mengapa Trump Bakal Tolak Orang Diabetes-Obesitas Masuk AS?

    Mengapa Trump Bakal Tolak Orang Diabetes-Obesitas Masuk AS?

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump membuat kebijakan tidak biasa bagi warga asing yang ingin tinggal di AS. Trump memerintahkan Departemen Luar Negeri (Deplu) AS untuk menolak visa bagi warga negara asing yang dinilai bisa menjadi “beban” terkait kesehatannya, seperti orang yang memiliki diabetes dan dalam kondisi obesitas.

    Dirangkum detikcom dari beberapa sumber, Minggu (16/11/2025), aturan baru ini akan diterapkan mulai Januari 2026 mendatang. Tidak hanya diabetes dan obesitas, tetapi aturan ini juga berlaku untuk beberapa penyakit.

    Menurut laporan Politico, aturan baru ini mewajibkan kesehatan imigran dan kondisi medis tertentu — termasuk penyakit kardiovaskular dan pernapasan, kanker, diabetes, penyakit metabolik dan neurologis, serta gangguan mental — untuk dipertimbangkan, karena kondisi-kondisi ini mungkin memerlukan perawatan medis senilai ratusan ribu dolar.

    Imigran yang mengajukan visa untuk tinggal permanen di Amerika Serikat harus menjalani pemeriksaan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan profesional yang disetujui pemerintah. Semua pemohon visa akan dites untuk penyakit menular, seperti TBC, dan diwajibkan untuk mengisi formulir tentang riwayat penggunaan narkoba atau alkohol, masalah kesehatan mental, atau kekerasan.

    Mereka juga harus menunjukkan apakah mereka telah menerima vaksinasi untuk melindungi dari penyakit menular seperti campak, polio, dan hepatitis B.

    Arahan baru ini tidak hanya memperluas daftar kondisi medis yang perlu dipertimbangkan secara signifikan, tetapi juga memberikan wewenang yang lebih besar kepada petugas imigrasi untuk menerima atau menolak visa hanya berdasarkan status kesehatan pemohon dan kemampuan mereka untuk membayar perawatan medis tanpa bantuan pemerintah.

    “Apakah pemohon memiliki sumber daya keuangan yang memadai untuk menutupi biaya perawatan tersebut selama masa hidupnya tanpa mencari bantuan tunai publik atau perawatan jangka panjang dengan biaya pemerintah?” demikian isi surat kawat tersebut.

    “Apakah ada tanggungan yang memiliki disabilitas, kondisi medis kronis, atau kebutuhan khusus lainnya dan memerlukan perawatan sehingga pemohon tidak dapat mempertahankan pekerjaannya?” adalah pertanyaan lain yang disertakan dalam surat kawat tersebut.

    Dilaporkan bahwa sekitar 10% populasi dunia menderita diabetes, dan penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian utama di dunia. Dalam konteks ini, langkah Washington ini akan menghambat kedatangan lebih banyak imigran ke Amerika Serikat.

    Diketahui, dalam beberapa bulan terakhir, rencana untuk mencegah lebih banyak warga negara asing datang ke AS telah mencakup jaminan hingga US$15.000 untuk pelancong dari negara tertentu, biaya US$100.000 untuk pekerja visa H-1B, dan penolakan visa berdasarkan temuan “pandangan anti-Amerika”.

    Tonton juga video “Trump Yakin Thailand-Kamboja Akan Baik-baik Saja Meski Ada Konflik”

    (yld/gbr)

  • Yang Diabetes hingga Obesitas Ditolak Trump Masuk ke AS

    Yang Diabetes hingga Obesitas Ditolak Trump Masuk ke AS

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump membuat kebijakan tidak biasa. Trump memerintahkan Departemen Luar Negeri (Deplu) AS untuk menolak visa bagi warga negara asing yang dinilai bisa menjadi “beban” terkait kesehatannya, seperti orang yang memiliki diabetes dan dalam kondisi obesitas.

    Dirangkum detikcom dari beberapa sumber, Sabtu (15/11/2025), aturan baru ini akan diterapkan mulai Januari 2026 mendatang. Tidak hanya diabetes dan obesitas, tetapi aturan ini juga berlaku untuk beberapa penyakit.

    Menurut laporan Politico, aturan baru ini mewajibkan kesehatan imigran dan kondisi medis tertentu — termasuk penyakit kardiovaskular dan pernapasan, kanker, diabetes, penyakit metabolik dan neurologis, serta gangguan mental — untuk dipertimbangkan, karena kondisi-kondisi ini mungkin memerlukan perawatan medis senilai ratusan ribu dolar.

    Imigran yang mengajukan visa untuk tinggal permanen di Amerika Serikat harus menjalani pemeriksaan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan profesional yang disetujui pemerintah. Semua pemohon visa akan dites untuk penyakit menular, seperti TBC, dan diwajibkan untuk mengisi formulir tentang riwayat penggunaan narkoba atau alkohol, masalah kesehatan mental, atau kekerasan.

    Mereka juga harus menunjukkan apakah mereka telah menerima vaksinasi untuk melindungi dari penyakit menular seperti campak, polio, dan hepatitis B.

    Arahan baru ini tidak hanya memperluas daftar kondisi medis yang perlu dipertimbangkan secara signifikan, tetapi juga memberikan wewenang yang lebih besar kepada petugas imigrasi untuk menerima atau menolak visa hanya berdasarkan status kesehatan pemohon dan kemampuan mereka untuk membayar perawatan medis tanpa bantuan pemerintah.

    “Apakah pemohon memiliki sumber daya keuangan yang memadai untuk menutupi biaya perawatan tersebut selama masa hidupnya tanpa mencari bantuan tunai publik atau perawatan jangka panjang dengan biaya pemerintah?” demikian isi surat kawat tersebut.

    Aturan tersebut juga mengimbau para pejabat untuk mempertimbangkan kesehatan keluarga pemohon, termasuk anak-anak atau orang tua lanjut usia.

    “Apakah ada tanggungan yang memiliki disabilitas, kondisi medis kronis, atau kebutuhan khusus lainnya dan memerlukan perawatan sehingga pemohon tidak dapat mempertahankan pekerjaannya?” adalah pertanyaan lain yang disertakan dalam surat kawat tersebut.

    Dilaporkan bahwa sekitar 10% populasi dunia menderita diabetes, dan penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian utama di dunia. Dalam konteks ini, langkah Washington ini akan menghambat kedatangan lebih banyak imigran ke Amerika Serikat.

    Diketahui, dalam beberapa bulan terakhir, rencana untuk mencegah lebih banyak warga negara asing datang ke AS telah mencakup jaminan hingga US$15.000 untuk pelancong dari negara tertentu, biaya US$100.000 untuk pekerja visa H-1B, dan penolakan visa berdasarkan temuan “pandangan anti-Amerika”.

    Halaman 2 dari 2

    (zap/whn)

  • Trump Perintahkan Deplu AS Tolak Pemohon Visa yang Obesitas-Diabetes

    Trump Perintahkan Deplu AS Tolak Pemohon Visa yang Obesitas-Diabetes

    Jakarta

    Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump memerintahkan Departemen Luar Negeri (Deplu) AS untuk menolak visa bagi warga negara asing karena alasan usia dan kondisi kesehatan seperti diabetes dan obesitas. Menurut Washington, para pemohon tersebut memiliki kemungkinan tinggi menjadi “beban publik” karena masalah kesehatan mereka.

    Dalam beberapa bulan terakhir, rencana untuk mencegah lebih banyak warga negara asing datang ke AS telah mencakup jaminan hingga US$15.000 untuk pelancong dari negara tertentu, biaya US$100.000 untuk pekerja visa H-1B, dan penolakan visa berdasarkan temuan “pandangan anti-Amerika”.

    Panduan baru ini, yang akan diterapkan mulai Januari 2026, dipublikasikan dalam surat kawat yang dikirim oleh Departemen Luar Negeri AS kepada pejabat kedutaan dan konsulat di seluruh dunia pada awal November lalu. Dilansir Politico, Sabtu (15/11/2025), aturan baru ini mewajibkan kesehatan imigran dan kondisi medis tertentu — termasuk penyakit kardiovaskular dan pernapasan, kanker, diabetes, penyakit metabolik dan neurologis, serta gangguan mental — untuk dipertimbangkan, karena kondisi-kondisi ini mungkin memerlukan perawatan medis senilai ratusan ribu dolar.

    Imigran yang mengajukan visa untuk tinggal permanen di Amerika Serikat harus menjalani pemeriksaan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan profesional yang disetujui pemerintah. Semua pemohon visa akan dites untuk penyakit menular, seperti TBC, dan diwajibkan untuk mengisi formulir tentang riwayat penggunaan narkoba atau alkohol, masalah kesehatan mental, atau kekerasan. Mereka juga harus menunjukkan apakah mereka telah menerima vaksinasi untuk melindungi dari penyakit menular seperti campak, polio, dan hepatitis B.

    Arahan baru ini tidak hanya memperluas daftar kondisi medis yang perlu dipertimbangkan secara signifikan, tetapi juga memberikan wewenang yang lebih besar kepada petugas imigrasi untuk menerima atau menolak visa hanya berdasarkan status kesehatan pemohon dan kemampuan mereka untuk membayar perawatan medis tanpa bantuan pemerintah.

    “Apakah pemohon memiliki sumber daya keuangan yang memadai untuk menutupi biaya perawatan tersebut selama masa hidupnya tanpa mencari bantuan tunai publik atau perawatan jangka panjang dengan biaya pemerintah?” demikian isi surat kawat tersebut.

    Arahan tersebut juga mengimbau para pejabat untuk mempertimbangkan kesehatan keluarga pemohon, termasuk anak-anak atau orang tua lanjut usia.

    “Apakah ada tanggungan yang memiliki disabilitas, kondisi medis kronis, atau kebutuhan khusus lainnya dan memerlukan perawatan sehingga pemohon tidak dapat mempertahankan pekerjaannya?” adalah pertanyaan lain yang disertakan dalam surat kawat tersebut.

    Dilaporkan bahwa sekitar 10% populasi dunia menderita diabetes, dan penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian utama di dunia. Dalam konteks ini, langkah Washington ini akan menghambat kedatangan lebih banyak imigran ke Amerika Serikat.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • BPOM Sebut Vaksin TBC Akan Diberikan Secara Gratis, Tegaskan Bukan Kelinci Percobaan

    BPOM Sebut Vaksin TBC Akan Diberikan Secara Gratis, Tegaskan Bukan Kelinci Percobaan

    GELORA.CO – Kabar gembira datang bagi upaya penanggulangan Tuberculosis (TBC) di Indonesia. Kepala BPOM, dr. Taruna Ikrar mengatakam bahwa vaksin TBC baik dari Bill Gates dan Inhalasi dari China akan diberikan secara gratis untuk masyarakat jika sudah mendapatkan izin edar.

    Saat ini, Indonesia menjadi pusat uji klinis untuk dua vaksin TBC inovatif:

    • Vaksin TBC M72: Sedang menjalani Uji Klinis Fase 3 (Bill Gates Foundation), ditujukan untuk orang dewasa dan remaja yang belum terinfeksi TBC.

    • Vaksin TBC Inhalasi (AdTB105K): Sedang menjalani Uji Klinis Fase 1 (CanSino Biologics dan Etana), berbasis Adenovirus dan diberikan melalui dihirup, dirancang sebagai booster TBC pertama di dunia.

    “Nanti rencananya kan bersama dengan Kementerian Kesehatan akan menyiapkan dananya yang cukup. Kemarin sudah dibicarakan katanya sudah setuju komisi. Jadi nanti negara yang bayar,” ujar Taruna Ikrar saat ditemui di kantor BPOM, Jumat 14 November 2025.

    Indonesia Bukan Sekadar “Kelinci Percobaan”

    Kepala BPOM Taruna Ikrar sebelumnya menegaskan bahwa setiap uji klinis yang disetujui, baik vaksin TBC M72 maupun vaksin inhalasi, harus melalui evaluasi ilmiah yang ketat. BPOM berkomitmen untuk melindungi rakyat Indonesia.

    “Kami sebagai Badan POM tentu sangat melindungi rakyat, kami tidak ingin rakyat hanya sekadar uji coba,” tegasnya.

    Metode Inhalasi Mengaktifkan Imunitas Saluran Napas

    Inovasi teknologi ini diperkuat dengan metode pemberiannya melalui inhalasi (dihirup). Para ahli berpendapat bahwa rute inhalasi memiliki keunggulan dibandingkan suntikan:

    • Imunitas Mukosa Optimal: Pemberian langsung ke saluran pernapasan (tempat utama infeksi TBC) dapat menginduksi imunitas mukosa dan imunitas sistemik secara lebih optimal.

    • Perlindungan Lebih Kuat: Imunitas yang terlatih di mukosa saluran napas diharapkan dapat memberikan garis pertahanan pertama yang lebih kuat terhadap patogen TBC.

    • Meminimalisir Fobia Jarum: Metode yang ramah dan tanpa jarum suntik akan mempermudah pelaksanaan program vaksinasi masal.

    Pelaksanaan Uji Klinik Fase I di Indonesia, yang ditargetkan selesai pada Juli 2026, merupakan tonggak penting. 

    Jika sukses, inovasi ini akan membawa Indonesia selangkah lebih dekat menuju kemandirian riset vaksin dan memberikan kontribusi nyata dalam upaya global untuk mengeliminasi TBC.