Event: vaksinasi

  • Muncul COVID-19 Varian Nimbus, Perlukah Vaksin Baru? Ini Kata Wamenkes

    Muncul COVID-19 Varian Nimbus, Perlukah Vaksin Baru? Ini Kata Wamenkes

    Jakarta

    Belakangan COVID-19 varian NB.1.8.1 atau varian Nimbus tengah menjadi sorotan lantaran memicu kenaikan kasus di beberapa negara seperti Thailand dan Singapura. Meski tidak menunjukkan gejala lebih parah, varian baru ini disebut memiliki kemampuan penyebaran yang lebih besar.

    Berkaitan dengan hal ini, perlukah membuat vaksin baru untuk COVID-19? Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan hingga saat ini pembuatan vaksin baru belum diperlukan. Terlebih, belum ada regulasi baru terkait hal tersebut.

    “Belum (perlu vaksin baru), belum ada regulasi untuk melakukan vaksinasi baru, nanti kita lihat situasinya,” kata Dante ketika berbincang dengan awak media di Jakarta Timur, Kamis (12/6/2025).

    Meski lebih mudah menular, varian-varian baru COVID-19 seperti Nimbus tidak memberikan gejala yang lebih berat, kecuali pada orang-orang yang memiliki masalah kesehatan lain atau komorbid. Orang yang memiliki komorbid dan memiliki gejala COVID-19 sebaiknya segera melakukan pemeriksaan ke dokter.

    Ini perlu dilakukan agar masalah kesehatan yang sudah tidak ada semakin parah akibat infeksi COVID-19.

    “Harus tetap waspada. Kalau ada sakit-sakit, infeksi, cepat berobat ke dokter. Tetap menerapkan 3M (mencuci tangan, menjaga jarak, memakai masker) seperti dulu,” kata Dante.

    “Kemudian tidak terlalu harus khawatir. Karena pemerintah selalu melakukan mitigasi untuk kasus COVID ini. Kalaupun ada yang sakit, terutama risiko tinggi, harap cepat dibawa ke rumah sakit supaya tidak terjadi hal yang fatal,” tandasnya.

    (avk/up)

  • Kasus COVID-19 Naik, Warga Malaysia Ramai-ramai Pengin Vaksin Booster

    Kasus COVID-19 Naik, Warga Malaysia Ramai-ramai Pengin Vaksin Booster

    Jakarta

    Praktisi kesehatan melihat minat baru terhadap vaksinasi dan booster untuk COVID-19, khususnya di antara populasi yang rentan. Hal ini terjadi di tengah lonjakan kasus COVID-19 yang mengkhawatirkan di negara-negara tetangga.

    Dokter umum Dr Parmjit Singh mengatakan minat vaksinasi booster muncul kembali karena warga sangat waspada mengingat meningkatnya kasus varian baru COVID-19 di Thailand dan Singapura.

    “Sangat penting bagi individu yang memenuhi syarat untuk mendapatkan vaksinasi terbaru guna mempertahankan perlindungan yang kuat, terutama terhadap varian yang muncul,” jelasnya yang dikutip dari The Straits Times.

    Dr Parmjit menunjukkan bahwa meski situasi COVID-19 di Malaysia mungkin tampak stabil, tetapi virus itu belum sepenuhnya hilang.

    “Warga Malaysia diimbau untuk menjaga kebersihan dengan baik, memakai masker di tempat yang ramai atau tertutup, dan mencari pertolongan medis jika muncul gejala,” terang Dr Parmjit.

    “Kesadaran publik yang berkelanjutan dan perilaku yang bertanggung jawab adalah kunci untuk mencegah lonjakan kasus lainnya. Varian baru dapat menyebar lintas batas melalui perjalanan dan interaksi masyarakat,” sambungnya.

    Salah satu orang yang masuk dalam kelompok rentan lansia di Malaysia, B Premala (68), mengatakan telah divaksinasi dan juga menerima satu suntikan booster pada 2021. Tetapi, ia mengatakan tidak mau lagi menerima suntikan keempat.

    “Saya berhati-hati dan memakai masker saat pergi ke tempat ramai. Saya sadar bahwa karena usia, saya rentan terhadap virus, tetapi saya tetap berhati-hati,” ucapnya.

    NEXT: Perkiraan penyebab kenaikan kasus COVID-19 di Malaysia

    Perkiraan Penyebab Kenaikan Kasus COVID-19 di Malaysia

    Dr Parmjit mengungkapkan salah satu hal yang dikaitkan dengan peningkatan kasus COVID-19, yakni masalah cuaca. Tetapi, sampai saat ini tidak ada bukti pasti bahwa cuaca yang kering dapat meningkatkan lonjakan kasus COVID-19.

    “Perubahan cuaca dapat mempengaruhi perilaku manusia. Orang mungkin menghabiskan lebih banyak waktu di dalam ruangan ber-AC selama musim panas dan kering, yang dapat meningkatkan risiko penularan virus,” bebernya.

    “Penyebaran virus bergantung pada faktor-faktor seperti kepadatan penduduk, cakupan vaksinasi, tindakan kesehatan masyarakat, dan perilaku individu,” tegas Dr Parmjit.

    Senada dengan Dr Parmjit, Ketua Komite Kesehatan Penang, Malaysia, Daniel Gooi mengatakan belum ada bukti bahwa cuaca yang kering dan panas dapat meningkatkan penularan COVID-19.

    Namun, kenaikan kasus COVID-19 yang signifikan di negara bagian itu terjadi selama hari libur besar. Selain itu, bisa juga karena periode perayaan karena meningkatnya perjalanan, pelonggaran tindakan pencegahan, dan pertemuan sosial.

    “Meskipun tidak ada bukti bahwa cuaca kering meningkatkan penularan COVID-19 di Malaysia, kondisi panas dan kering dapat menyebabkan lebih banyak pertemuan di dalam ruangan. Ini dapat memfasilitasi penyebaran virus,” pungkasnya.

  • Kasus Covid-19 Naik di Asia, Dokter Paru: Pakai Masker!

    Kasus Covid-19 Naik di Asia, Dokter Paru: Pakai Masker!

    Malang, Beritasatu.com – Dokter ahli paru dari Universitas Brawijaya (UB), dr Rezki Tantular, mengimbau masyarakat untuk tidak panik menyikapi tren peningkatan kasus Covid-19 yang kembali terjadi di sejumlah negara, termasuk kawasan Asia Tenggara. Meskipun demikian, ia tetap meminta masyarakat mematuhi protokol kesehatan, termasuk penggunaan masker.

    “Masyarakat diimbau untuk tidak panik dan tetap waspada terhadap kasus Covid-19 yang kembali naik. Jika sakit tetap pakai masker, karena yang namanya virus pasti tidak akan pernah hilang,” ujar dr Rezki, pada Rabu (11/6/2025).

    Menurut Rezki, Covid-19 kini bersifat siklik, artinya dapat mengalami fase peningkatan dan penurunan kasus secara berkala.

    Ia menyebut, lonjakan kasus saat ini banyak terjadi di beberapa negara Asia seperti Thailand, yang mencatat lebih dari 50.000 kasus dalam delapan hari terakhir, serta lebih dari 100.000 kasus dalam sebulan terakhir. Lonjakan serupa juga terjadi di Singapura dan Hong Kong. Menurutnya, varian yang saat ini menyebar bukanlah varian baru, melainkan subvarian dari Omicron.

    Hal senada disampaikan pakar virologi sekaligus dosen Fakultas Kedokteran UB, dr Andrew William Tulle. Ia menjelaskan, varian yang beredar di beberapa negara Asia masih merupakan turunan dari Omicron.

    Contohnya di Thailand, tercatat penyebaran subvarian XAC dan JN.1, lalu di Singapura ditemukan varian LF.7 dan NB.1.8, sedangkan di Malaysia juga menyebar varian XAC dan JN.1.

    “Subvarian ini sebenarnya masih bagian dari Omicron. Mutasi yang terjadi membuat virus lebih kuat menempel pada reseptor saluran pernapasan, sehingga potensi penularannya meningkat dibandingkan varian sebelumnya,” jelasnya.

    Selain menggunakan masker saat sedang sakit atau berada di kerumunan, dr Andrew juga menyarankan masyarakat untuk melakukan vaksinasi ulang, terutama dengan vaksin yang telah diperbarui sesuai dengan varian virus terbaru. Ia menyebut vaksin yang lama masih dapat digunakan, tetapi efektivitasnya cenderung menurun.

    “Kalau di luar negeri seperti di Amerika hampir setiap tahun mereka membuat varian vaksin baru karena menyesuaikan dengan varian virus terbaru yang menyebar,” tutup dr Andrew.

  • Jaksel terus skrining dan lacak kasus COVID-19

    Jaksel terus skrining dan lacak kasus COVID-19

    Arsip foto – Petugas medis (kanan) menyuntikan vaksin ke seorang tenaga kesehatan (kiri) saat simulasi pemberian vaksin COVID-19 di RSIA Tambak, Jakarta, Rabu (13/1/2021). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/wsj.

    Jaksel terus skrining dan lacak kasus COVID-19
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Rabu, 11 Juni 2025 – 14:13 WIB

    Elshinta.com – Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan terus melakukan skrining dan melacak kasus COVID-19 sebagai langkah penting untuk mencegah penyebaran virus corona di wilayah tersebut.

    “Pemerintah akan terus melakukan skrining dan pelacakan kasus,” kata Kepala Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) Jakarta Selatan, Yudi Dimyati saat dihubungi di Jakarta, Rabu.

    Yudi juga menyampaikan kepada masyarakat yang belum mendapat vaksinasi diharapkan segera vaksin (booster) COVID-19.

    Namun diingatkan bahwa vaksinasi tersebut sesuai kriteria dengan memperhatikan usia seperti lansia maupun pasien dengan komorbid.

    Lalu, masyarakat juga terus diingatkan untuk menjalankan protokol kesehatan sebagai antisipasi terserang penyakit COVID-19 tersebut.

    “Masyarakat diimbau untuk tetap menjaga protokol kesehatan ringan, seperti mencuci tangan, menggunakan masker saat sakit atau di tempat ramai serta menjaga jarak bila mengalami gejala flu,” katanya.

    Sudinkes Jakarta Selatan (Jaksel) berharap tak ada lagi stigma kepada pasien COVID-19. Karena itu dukungan sosial sangat penting dalam proses pemulihan para pasien.

    Sudinkes Jaksel memastikan 15 pasien yang terpapar COVID-19 selama 2025 telah sembuh usai menjalani pengobatan dan perawatan.

    Penemuan 15 pasien COVID-19 pada 2025 ini usai memeriksa kesehatan maupun hasil diagnosa laboratorium rumah sakit.

    Data itu mengacu dari “New All Record” (NAR) yang merupakan sistem database kesehatan milik Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

    Ditemukan satu kasus yang diagnosis suspek atau dalam arti pasien dikirim dari rumah sakit untuk pemeriksaan COVID-19 karena ada gejala.

    Sedangkan, sebanyak 14 pasien merupakan kasus skrining yang artinya memeriksakan kesehatannya.

    Sudinkes Jaksel menilai jumlah kasus COVID-19 di Jakarta Selatan pada tahun 2025 relatif rendah, dengan 15 kasus yang sebagian besar ditemukan melalui skrining.

    Angka ini terbilang menurun jika dibandingkan dengan tahun 2024 yang mencapai 743 orang terjangkit COVID-19.

    Sumber : Antara

  • Kini Ada Nimbus, Ternyata Ini Alasan Varian Baru COVID-19 Bermunculan

    Kini Ada Nimbus, Ternyata Ini Alasan Varian Baru COVID-19 Bermunculan

    Jakarta

    Baru-baru ini, sejumlah negara melaporkan peningkatan kasus COVID-19, termasuk di Indonesia. Hal ini biasanya tak luput dari kemunculan varian baru COVID-19, seperti XFG, NB.1.8.1 atau varian nimbus, hingga MB.1.1 dan KP.2.18.

    Varian XFG misalnya, saat ini tengah merebak di India. XFG ini merupakan varian rekombinan atau hasil dari gabungan materi genetik dari dua varian berbeda yang menginfeksi seseorang secara bersamaan.

    Varian NB.1.8.1 atau varian Nimbus saat ini sudah merebak di 22 negara, termasuk Inggris, Amerika Serikat, hingga Australia. Varian ini juga menjadi dominan di beberapa wilayah Asia, termasuk Singapura, China, hingga Hong Kong. Varian ini bukanlah rekombinan, melainkan sublineage atau turunan dari varian Omicron, khususnya bagian dari keluarga XBB.

    Sementara itu, MB.1.1 dan KP.2.18 adalah varian yang saat ini merebak di Indonesia. Keduanya memiliki karakteristik yang sama dengan JN.1.

    Selain varian-varian tersebut, masih banyak lagi varian COVID yang beredar. Lantas, apa yang menjadi pemicu varian baru terus bermunculan?

    Epidemiolog Dicky Budiman mengatakan SARS-CoV-2, penyebab COVID-19, adalah virus RNA yang memiliki sifat mudah bermutasi, terutama ketika masih beredar luas di populasi manusia. Setiap kali virus tersebut menginfeksi seseorang, ada peluang terjadinya perubahan atau mutasi genomnya.

    “Mayoritas mutasi ini tidak signifikan, tetapi beberapa mutasi bisa membuat virus lebih menular, lebih mampu menghindari kekebalan, atau bahkan lebih sulit terdeteksi oleh sistem kekebalan tubuh,” ucapnya saat dihubungi detikcom, Rabu (11/6/2025).

    “Varian seperti XFG, MB.1.1, dan NB.1.8.1 adalah bagian dari turunan Omicron varian yang paling dominan saat ini. Mereka berkembang karena seleksi alam, artinya varian yang bisa bertahan dan menyebar lebih baik akan lebih mendominasi,” imbuhnya lagi.

    NEXT: Perlu waspada

    Oleh karena itu, Dicky mengimbau agar masyarakat tetap waspada namun tidak perlu panik. Sejauh ini, lanjutnya, varian baru tersebut belum menunjukkan peningkatan keparahan penyakit secara signifikan jika dibandingkan dengan varian Omicron sebelumnya.

    Meski begitu, ia menilai vaksinasi tetap penting dilakukan, khususnya bagi kelompok rentan. Hal ini dikarenakan penularan virus masih tinggi, terutama di populasi yang imunitasnya mulai menurun, baik karena belum vaksinasi ulang (booster) atau karena infeksi sebelumnya sudah lama terjadi.

    Selain vaksin, perlu juga menggunakan masker di ruangan tertutup dan ramai, terutama saat ada lonjakan kasus atau saat merasa tidak enak badan.

    “Tetap di rumah bila sakit adalah bentuk tanggung jawab sosial untuk mencegah penularan. Perhatikan ventilasi ruangan dan tetap jaga kebersihan tangan,” sambungnya lagi.

  • 5 Penyakit yang Sudah Ada Sejak Zaman Kuno, Ada yang Masih Mewabah di Indonesia

    5 Penyakit yang Sudah Ada Sejak Zaman Kuno, Ada yang Masih Mewabah di Indonesia

    Jakarta

    Banyak penyakit telah dikenali dan didokumentasikan selama berabad-abad, termasuk beberapa yang masih menjadi ancaman hingga saat ini. Beberapa penyakit tertua yang diketahui meliputi rabies, kusta, trakoma, cacar, malaria, tuberkulosis, dan kolera.

    Beberapa penyakit, yang dulu tersebar luas dan mematikan, kini sebagian besar telah diberantas atau dikendalikan berkat kemajuan dalam kesehatan masyarakat dan vaksinasi, seperti cacar yang telah dinyatakan musnah. Namun, masih ada juga yang terus mewabah sampai saat ini.

    Berikut adalah lima penyakit dengan sejarah panjang yang masih kita lawan hingga kini:

    1. Malaria

    Ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina, parasit malaria menjadi penyebab lebih dari 620 ribu kematian setiap tahun di seluruh dunia, sebagian besar pada anak-anak di bawah usia lima tahun. Selama bertahun-tahun, ilmuwan telah mencoba berbagai pengobatan malaria, mulai dari menambahkan minyak ke genangan air untuk mematikan larva nyamuk, menggunakan pestisida, vaksin, kelambu, hingga solusi berteknologi tinggi seperti laser.

    The Wall Street Journal melaporkan bahwa malaria bertanggung jawab atas setengah dari semua kematian manusia sejak Zaman Batu. Statistik tersebut memperpanjang asal usul penyakit ini hingga ke masa lampau, setelah pertama kali disebutkan secara pasti dalam “Nei Ching” (“Kanon Kedokteran”) Tiongkok, sekitar tahun 2700 SM.

    Di Indonesia sendiri, malaria masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, terutama di wilayah Indonesia bagian timur seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur, meskipun upaya eliminasi terus digalakkan.

    2. Tuberkulosis (TBC)

    Tuberkulosis dianggap sebagai salah satu penyakit tertua dalam sejarah manusia, dengan bukti keberadaannya yang sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Sisa-sisa kerangka kuno, mumi, dan catatan tertulis dari berbagai budaya, termasuk Mesir, India, dan Cina, menunjukkan tanda-tanda TBC.

    Misalnya, arkeolog telah menemukan kuman TB pada sisa-sisa seorang ibu dan anak di Atlit Yam, sebuah kota yang kini tenggelam di lepas pantai Israel, yang sudah ada sejak 9.000 tahun lalu. Selain itu, para peneliti telah menemukan bukti TB pada mumi dari Mesir kuno.

    Hingga saat ini, TBC masih menjadi penyakit yang mewabah di Indonesia, dengan perkiraan 1 juta kasus baru setiap tahun, menjadikannya salah satu beban kesehatan terbesar di tanah air.

    3. Rabies

    Rabies juga menjadi salah satu penyakit tertua yang masih mengancam banyak orang karena kemampuannya membajak otak inangnya. Rabies telah tercatat dalam sejarah sejak tahun 2300 SM.

    Meskipun kasus manusia jarang terjadi di negara-negara maju, penyakit ini masih menjadi ancaman serius di banyak negara berkembang. Kisah Jeanna Giese, seorang remaja dari Wisconsin yang pada tahun 2004 menjadi orang pertama yang diketahui selamat dari rabies tanpa vaksinasi (setelah digigit kelelawar), menjadi sorotan atas perkembangan medis yang luar biasa.

    Di Indonesia, rabies masih menjadi perhatian, terutama di beberapa provinsi yang belum bebas rabies, dengan kasus gigitan hewan penular rabies (GHPR) yang masih dilaporkan setiap tahun.

    NEXT: Trakoma dan Kusta

    4. Trakoma

    Trakoma adalah infeksi kronis pada kelopak mata atas yang akhirnya menyebabkan kelopak mata menyempit dan bulu mata mengarah ke kornea. Seiring berjalannya waktu, gesekan pada kelopak mata yang menyempit dan terutama bulu mata membuat pasien menjadi buta. Inilah yang terjadi pada tokoh-tokoh sejarah seperti Aetius, Paulus Aeginetus, Alexander, Trailaus, Horace, dan Cicero. Trakoma juga dijelaskan dalam karya Hipokrates dan papirus Ebers Mesir.

    Berkat upaya kesehatan masyarakat dan program eliminasi global, Indonesia telah dinyatakan bebas Trakoma sebagai masalah kesehatan masyarakat oleh WHO pada tahun 2023. Ini adalah pencapaian signifikan dalam upaya memberantas penyakit kuno ini.

    5. Kusta

    Bukti penyakit kusta telah ditemukan dalam teks-teks kuno dan sisa-sisa kerangka, yang berasal dari ribuan tahun yang lalu. Penyakit ini diyakini berasal dari India, tetapi prevalensinya tersebar luas di berbagai wilayah di dunia, termasuk Asia, Eropa, Afrika, dan Amerika. Bukti kusta yang paling kuno berasal dari kerangka manusia berusia 4.000 tahun yang ditemukan di India pada tahun 2009, yang memiliki pola erosi mirip dengan penderita kusta di Eropa Abad Pertengahan.

    Tidak ada yang tahu bagaimana kusta muncul, atau mengapa di beberapa bagian dunia penyakit ini lebih menyebar dibanding di tempat lain.

    Meskipun jumlah kasus menurun drastis secara global, kusta masih ditemukan di Indonesia, dan upaya deteksi dini serta pengobatan masih terus dilakukan untuk mencapai eliminasi total penyakit ini sebagai masalah kesehatan masyarakat.

  • KPKP DKI kaji perluasan layanan kesehatan melalui BPJS Hewan

    KPKP DKI kaji perluasan layanan kesehatan melalui BPJS Hewan

    Jakarta (ANTARA) – Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta mengkaji lebih lanjut terkait perluasan jangkauan layanan kesehatan melalui skema seperti “BPJS Hewan” dan pemasangan mikrocip pada satwa.

    “Sebenarnya namanya BPJS itu hanya istilah (terminologi) saja. Jadi, itu masih wacana, masih gagasan. Perlu dikaji lebih komprehensif lagi karena banyak sekali pihak yang terlibat,” kata Kepala Dinas KPKP DKI Jakarta Hasudungan Sidabalok usai acara East Jakarta Agriculture Festival (EastJakFest) di Pusat Pelatihan Seni Budaya (PPSB) Jakarta Timur, Jalan Haji Naman, Pondok Kelapa, Duren Sawit, Selasa.

    Hasudungan menyebut, konsep BPJS Hewan ini sebagai wadah Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memberikan subsidi kepada masyarakat kurang mampu yang memiliki hewan peliharaan.

    Lalu, BPJS Hewan juga diberikan kepada orang-orang yang menyelamatkan dan menemukan hewan telantar di jalanan sehingga biaya perawatan hewan akan lebih ringan dengan adanya BPJS Hewan.

    “Konsepnya kita memberikan subsidi kepada masyarakat yang kurang mampu ataupun para pemilik hewan ataupun orang-orang yang menyelamatkan hewan tapi dia tidak mampu untuk membayar perawatan, kita berikan keringanan biaya,” ucap Hasudungan.

    Selain itu, Hasudungan menyebut, perbedaan sterilisasi hewan dengan BPJS Hewan ini terletak pada kelengkapan pelayanan kesehatan hewan tersebut.

    “Sementara yang kita harapkan itu pelayanan kesehatan. Misalnya pengobatan, kemudian juga nanti mungkin ada penyuntikan atau operasinya, sesarnya. Seperti itu mahal sekali kalau misalnya masyarakat yang kurang mampu pasti kesulitan untuk membayarnya,” jelas Hasudungan.

    Adapun program inovatif untuk hewan peliharaan berupa pemasangan mikrocip dan integrasi layanan kesehatan ala BPJS khusus hewan ini akan dimulai dengan studi kelayakan pada 2025, sebelum uji coba pada 2026.

    Hewan peliharaan seperti kucing dan anjing akan dipasangi mikrocip atau semacam KTP untuk hewan sehingga memudahkan identifikasi pemilik, jenis hewan, data vaksinasi rabies, serta status sterilisasi.

    Sebelumnya, Anggota DPRD DKI Jakarta Francine Widjojo mendukung program Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) DKI untuk memperluas jangkauan layanan kesehatan hewan melalui skema seperti “BPJS Hewan” dan pemasangan mikrocip pada hewan.

    Namun, dia meminta Pemprov DKI Jakarta untuk tidak terburu-buru membangun skema “BPJS Hewan” hanya untuk menghadirkan program populis, sementara regulasi, infrastruktur dan sumber daya medis untuk mendukung program ini belum memadai.

    “Prioritasnya tetap harus pada pemenuhan layanan dasar terlebih dahulu, agar program lanjutan seperti BPJS Hewan bisa diterapkan secara realistis, berkelanjutan, dan tidak membebani sistem yang belum kokoh,” katanya dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu (8/6).

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

  • Pesepak Bola Neymar Positif COVID-19

    Pesepak Bola Neymar Positif COVID-19

    Jakarta

    Pesepak bola Brasil Neymar positif COVID-19. Kabar ini disampaikan oleh klubnya, Santos, dalam sebuah pernyataan sebagaimana dikutip Reuters dari media Brasil.

    Neymar yang berusia 33 tahun itu disebut mulai menunjukkan gejala pada hari Kamis dan segera dikeluarkan dari aktivitas tim. Tes medis kemudian mengonfirmasi infeksi virus tersebut, kata tim Serie A Brasil itu pada hari Sabtu (8/6/2025).

    Klub tersebut tidak mengungkapkan berapa lama Neymar akan absen dan tidak segera menanggapi permintaan komentar Reuters. Neymar telah dinyatakan absen dari pertandingan liga hari Kamis di Fortaleza karena skorsing.

    Belum diketahui gejala apa yang dikeluhkan Neymar sebelum akhirnya dinyatakan positif COVID-19. Orang yang terinfeksi COVID-19 mengalami berbagai gejala, mulai dari ringan hingga parah.

    Gejala juga bisa berubah tergantung varian COVID-1 dapat bervariasi tergantung pada status vaksinasi. Gejala yang mungkin dialami meliputi:

    Demam atau menggigilBatukSesak napas atau kesulitan bernapasSakit tenggorokanHidung tersumbat atau berairKehilangan indra perasa atau penciuman baruKelelahanNyeri otot atau tubuhSakit kepalaMual atau muntahDiare

    (kna/kna)

  • Anggota DPRD ingatkan warga tak lengah hadapi lonjakan COVID-19

    Anggota DPRD ingatkan warga tak lengah hadapi lonjakan COVID-19

    Anggota Komisi D DPRD Surabaya Ais Shafiyah Asfar. ANTARA/HO-Tim Ais

    Anggota DPRD ingatkan warga tak lengah hadapi lonjakan COVID-19
    Dalam Negeri   
    Editor: Widodo   
    Minggu, 08 Juni 2025 – 19:01 WIB

    Elshinta.com – Anggota Komisi D DPRD Surabaya Ais Shafiyah Asfar mengingatkan kepada warga supaya tidak lengah dalam menghadapi lonjakan kasus COVID-19 karena kewaspadaan harus tetap menjadi prioritas utama.

    Politisi yang akrab disapa Ning Ais ini menegaskan pentingnya kesiapsiagaan Pemerintah Kota Surabaya dalam mengantisipasi segala kemungkinan termasuk munculnya varian baru COVID-19.

    “Saya mendorong Pemerintah Kota Surabaya untuk terus memperkuat langkah-langkah preventif, seperti sistem deteksi dini di puskesmas dan rumah sakit, serta pemantauan penyakit melalui surveilans aktif (SKDR). Kita tidak boleh lengah,” katanya di Surabaya, Mini.

    Ia menyebut bahwa kesiapan laboratorium rujukan dan fasilitas kesehatan harus kembali ditingkatkan termasuk aktivasi pemantauan penyakit mirip influenza (ILI) serta ketersediaan alat pelindung diri (APD) bagi tenaga kesehatan.

    “Peningkatan kapasitas laboratorium rujukan, aktivasi pemantauan penyakit mirip influenza (ILI) serta memastikan ketersediaan alat pelindung diri dan sarana kesehatan yang memadai sangat penting,” katanya.

    Tak hanya dari sisi fasilitas medis, Ning Ais juga menegaskan pentingnya edukasi masyarakat agar tak abai terhadap protokol kesehatan dalam hal ini penggerak komunitas seperti RT/RW harus dilibatkan secara aktif untuk menyampaikan informasi dan membentuk kesadaran kolektif.

    “Edukasi kepada masyarakat juga harus terus digalakkan melalui Ketua RT/RW dan komunitas agar kesadaran kolektif dalam menjaga protokol kesehatan tetap terjaga,” ujarnya.

    Menurut Ning Ais, selama pandemi COVID-19 sebelumnya, peran komunitas dan kolaborasi warga menjadi salah satu kekuatan Surabaya dalam menekan penyebaran. Dia berharap semangat gotong royong tersebut tetap terjaga.

    “Meskipun saat ini belum ada laporan kasus baru yang signifikan di Surabaya. Lebih baik mencegah daripada mengobati,” ucapnya.

    Kementerian Kesehatan RI baru-baru ini mengonfirmasi adanya peningkatan kasus COVID-19 di beberapa negara Asia Tenggara.

    Kendati situasi di Indonesia masih terkendali, pemerintah pusat sudah mulai mengingatkan masyarakat untuk tetap menjaga protokol kesehatan dan memastikan vaksinasi booster tetap tersedia.

    Sumber : Antara

  • Potensi Lonjakan Kasus COVID-19 di Indonesia Kembali Tinggi, Ning Ais: Kita Tidak Boleh Lengah!

    Potensi Lonjakan Kasus COVID-19 di Indonesia Kembali Tinggi, Ning Ais: Kita Tidak Boleh Lengah!

    Surabaya (beritajatim.com) — Anggota Komisi D DPRD Surabaya, Ais Shafiyah Asfar mengingatkan bahwa meski belum ada lonjakan signifikan kasus COVID-19 di Surabaya, kewaspadaan harus tetap menjadi prioritas utama.

    Politisi PKB yang akrab disapa Ning Ais ini menegaskan pentingnya kesiapsiagaan Pemerintah Kota Surabaya dalam mengantisipasi segala kemungkinan, termasuk munculnya varian baru COVID-19.

    “Saya mendorong Pemerintah Kota Surabaya untuk terus memperkuat langkah-langkah preventif, seperti sistem deteksi dini di puskesmas dan rumah sakit, serta pemantauan penyakit melalui surveilans aktif (SKDR). Kita tidak boleh lengah!” tegas Ning Ais saat dihubungi, Minggu (8/6/2025).

    Ketua Harian DPP PKB ini juga menyebut bahwa kesiapan laboratorium rujukan dan fasilitas kesehatan harus kembali ditingkatkan. Termasuk aktivasi pemantauan penyakit mirip influenza (ILI), serta ketersediaan alat pelindung diri (APD) bagi tenaga kesehatan.

    “Peningkatan kapasitas lab rujukan, aktivasi pemantauan penyakit mirip influenza (ILI), serta memastikan ketersediaan alat pelindung diri dan sarana kesehatan yang memadai sangat penting,” jelasnya.

    Tak hanya dari sisi fasilitas medis, Ning Ais juga menegaskan pentingnya edukasi masyarakat agar tak abai terhadap protokol kesehatan. Dalam hal ini, menurutnya, penggerak komunitas seperti RT/RW harus dilibatkan secara aktif untuk menyampaikan informasi dan membentuk kesadaran kolektif.

    “Edukasi kepada masyarakat juga harus terus digalakkan melalui Ketua RT/RW dan komunitas agar kesadaran kolektif dalam menjaga protokol kesehatan tetap terjaga,” ujarnya.

    Menurut Ning Ais, selama pandemi COVID-19 sebelumnya, peran komunitas dan kolaborasi warga menjadi salah satu kekuatan Surabaya dalam menekan penyebaran. Dia berharap semangat gotong royong tersebut tetap terjaga.

    “Meskipun saat ini belum ada laporan kasus baru yang signifikan di Surabaya. Lebih baik mencegah daripada mengobati,” pungkasnya.

    Diketahui, Kementerian Kesehatan RI baru-baru ini mengonfirmasi adanya peningkatan kasus COVID-19 di beberapa negara Asia Tenggara.

    Kendati situasi di Indonesia masih terkendali, pemerintah pusat sudah mulai mengingatkan masyarakat untuk tetap menjaga protokol kesehatan dan memastikan vaksinasi booster tetap tersedia.[asg/aje]