Event: vaksinasi

  • 275 Warga Bangkalan Terkena Campak, Satu Balita Meninggal Dunia

    275 Warga Bangkalan Terkena Campak, Satu Balita Meninggal Dunia

    Liputan6.com, Jakarta Kasus campak di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, meningkat drastis belakangan ini. Data dari RSUD Syamrabu Bangkalan mencatat, dari Januari hingga akhir Agustus, terdapat 275 pasien yang terjangkit campak. Bahkan, satu pasien meninggal dunia.

    “Dari 275 pasien yang positif campak. Ada satu balita yang meninggal. Kejadiannya pada bulan Januari,” kata Dokter Spesialis Anak RSUD Syamrabu Bangkalan, dr. Mega Malynda, Senin (25/8).

    Pasien campak di RSUD Bangkalan berasal dari berbagai kelompok usia, namun didominasi oleh balita berusia 2-3 tahun. Menurut Mega, Saat ini, pasien yang masih dirawat berjumlah 17 orang dan semuanya adalah balita.

    Gejala penyakit campak biasanya diawali dengan demam pada hari pertama, diikuti munculnya bintik-bintik merah yang dimulai dari belakang telinga lalu menyebar ke seluruh tubuh. Gejala ini sering kali disertai batuk dan pilek.

    “Bulan Agustus saja ada 50 pasien yang dirawat. Mereka umumnya berasal dari Kecamatan Geger,” terang dia.

    Menurut Mega, kasus campak parah umumnya dialami oleh pasien yang belum mendapatkan imunisasi. Akibatnya, tubuh mereka tidak memiliki kekebalan untuk melawan virus campak.

    “Mayoritas pasien campak di sini belum mendapat imunisasi campak. imunisasi ini seharusnya diberikan ketika anak berusia 9 bulan,” tegasnya.

    Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Bangkalan, Nur Khotibah, membenarkan data tersebut. Dan telah mengambil langkah-langkah pencegahan melalui puskesmas di masing-masing kecamatan.

    “Kita ada kasus positif campak, petugas puskesmas akan langsung mendatangi rumah pasien untuk memberikan vaksinasi dan vitamin,” katanya.

    Nur Khotibah menambahkan, pihaknya secara rutin melakukan monitoring dan evaluasi (monev) ke puskesmas setiap tiga bulan sekali. Kegiatan ini tidak hanya fokus pada imunisasi campak, tetapi juga mencakup program imunisasi lainnya.

  • Wabah Campak di Sumenep Picu 17 Kematian, 78.569 Anak Bakal Divaksinasi Massal

    Wabah Campak di Sumenep Picu 17 Kematian, 78.569 Anak Bakal Divaksinasi Massal

    Jakarta

    Sebanyak 78.569 anak di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, menjadi sasaran vaksinasi campak massal untuk mencegah penyebaran penyakit yang sudah menginfeksi sekitar 2 ribu orang.

    “Vaksinasi akan kami gelar di 26 puskesmas di daratan dan kepulauan se-Kabupaten Sumenep dan tiga rumah sakit pada 25 Agustus 2025, sesuai hasil keputusan rapat lintas sektor,” kata Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (Dinkes-P2KB) Kabupaten Sumenep Achmad Syamsuri dikutip dari ANTARA, Senin (25/8/2025).

    Vaksinasi massal di Jawa Timur atau Outbreak Response Immunization (ORI) akan dilaksanakan 25 Agustus hingga 14 September 2025 melibatkan anak berusia 9 bulan hingga 6 tahun.

    ORI dilakukan dengan pemberian 1 dosis MR tanpa melihat status imunisasi sebelumnya. Setelah ORI selesai, akan dilakukan imunisasi kejar pada anak-anak yang belum lengkap imunisasi campak sesuai usia untuk peningkatan kekebalan.

    Berdasarkan data Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR), sejak Januari hingga Agustus 2025 tercatat ada 2.035 kasus suspek campak di Sumenep. Dari jumlah itu, 17 pasien meninggal dunia.

    “Dari 17 kasus kematian, 16 di antaranya terkonfirmasi tidak pernah imunisasi. Satu terkonfirmasi pernah imunisasi, tapi tidak lengkap,” kata Gubernur Jawa Timur Khofifah.

    Dalam kesempatan terpisah, Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muhawarman mengatakan 17 kasus kematian campak di Sumenep mayoritas tidak memiliki riwayat imunisasi. Terkait tingginya kasus, masyarakat yang berada di wilayah sekitar diimbau segera ke fasilitas kesehatan jika mengalami gejala.

    ⁠”Isolasi sementara anak yang sakit campak di rumah (tidak masuk sekolah/tidak ikut kegiatan ramai) untuk mencegah penularan,” kata Aji.

    Halaman 2 dari 2

    (kna/kna)

  • KLB Campak di Sumenep, 2.035 Orang Terinfeksi dan 17 Meninggal

    KLB Campak di Sumenep, 2.035 Orang Terinfeksi dan 17 Meninggal

    Jakarta

    Pemerintah Provinsi Jawa Timur meningkatkan status penyakit campak sebagai kejadian luar biasa di Sumenep. Infeksi campak di kabupaten paling Timur di Pulau Madura tersebut terdata sebanyak 2.035 kasus dengan 17 orang meninggal.

    Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (Dinkes-P2KB) Kabupaten Sumenep Achmad Syamsuri mengatakan vaksinasi menjadi salah satu upaya yang dilakukan untuk menekan penyebaran virus campak tersebut.

    Vaksinasi ini akan menyasar 78.569 anak dengan target berusia 9 bulan hingga 6 tahun. Pelaksanaan akan berlangsung selama 21 hari, yakni mulai 25 Agustus hingga 14 September 2025.

    “Vaksinasi akan kami gelar di 26 puskesmas di daratan dan kepulauan se-Kabupaten Sumenep dan tiga rumah sakit pada 25 Agustus 2025, sesuai hasil keputusan rapat lintas sektor tadi,” kata Achmad Syamsuri, dikutip dari Antara Senin (25/8/2025).

    “Kami sudah menginstruksikan kepada semua kepala puskesmas untuk mempersiapkan pelaksanaan program ini, dan mulai besok vaksin untuk masing-masing puskesmas kami kirim,” sambungnya.

    Syamsuri menjelaskan, jumlah vaksin yang kini tersedia untuk program vaksinasi massal itu sekitar 18 ribu vial, setara dengan lebih dari 80 ribu dosis. Vaksinasi untuk menangani KLB kasus campak itu juga akan digelar di beberapa puskesmas pembantu di Sumenep.

    Untuk diketahui, Campak merupakan penyakit yang disebabkan virus campak dan menular melalui percikan ludah saat batuk atau bersin. Penyakit ini memiliki laju reproduksi (R0) 17-18, artinya satu kasus positif dapat menularkan ke 17 atau 18 orang lainnya.

    Halaman 2 dari 2

    (dpy/kna)

  • Komitmen Pijar Foundation Perkuat Sektor Kesehatan ASEAN

    Komitmen Pijar Foundation Perkuat Sektor Kesehatan ASEAN

    Jakarta: Kesiapan sistem kesehatan dalam suatu kawasan bisa dilihat dari beberapa tolak ukur. Salah satunya adalah mampukah teknologi digital menjembatani kesenjangan layanan kesehatan dan sekaligus memperkuat ketahanan kawasan?

    Di Brunei, misalnya, penerapan platform kesehatan digital berbasis AI mulai mengubah cara layanan diberikan. Rekam medis terintegrasi, telemedicine, hingga sistem pemantauan kesehatan masyarakat kini dikembangkan agar layanan semakin proaktif, berbasis data, dan berpusat pada pasien. Langkah ini sejalan dengan visi regional bahwa inovasi teknologi bukan hanya soal efisiensi, tapi juga bagaimana tetap menjaga nilai kemanusiaan, etika, dan kepercayaan publik.

    Semangat transformasi inilah yang menjadi latar belakang program Global Future Fellows (GFF) 2025: Powering ASEAN’s Digital Health, inisiatif Pijar Foundation untuk menunjukkan pentingnya pendekatan people-to-people dalam memperkuat visi ASEAN ke depan. 

    Dengan fokus pada kesehatan digital dan kolaborasi lintas batas negara, program ini mempertemukan sepuluh pemimpin muda dari seluruh negara anggota ASEAN untuk merumuskan rekomendasi aksi yang dapat membantu membentuk Visi Kesehatan ASEAN 2045.

    Cazadira Fediva Tamzil, Executive Director Pijar Foundation mengatakan program Global Future Fellows bukan hanya perjalanan pembelajaran bagi para fellow, tetapi juga kesempatan untuk saling berbagi pengetahuan dan bersama-sama membangun kawasan Asia Tenggara yang lebih kuat. 

    “Tujuannya adalah agar komunitas ASEAN menjadi lebih tangguh mulai dari tingkat akar rumput. Kita menjadi lebih bersatu, lebih terhubung, dan mampu berbagi pengetahuan, pengalaman, serta jejaring karena ASEAN adalah untuk semua,” ujarnya.

    ASEAN Community Vision 2045 yang diadopsi para pemimpin ASEAN pada 26 Mei 2025 menjadi tonggak penting dalam menetapkan arah kawasan menuju ASEAN yang tangguh, inovatif, dinamis, dan berpusat pada masyarakat dalam dua dekade ke depan. Di sektor kesehatan, visi ini berarti membangun sistem terintegrasi, memperkuat infrastruktur digital, dan memastikan inovasi dapat dirasakan semua pihak. Tanpa kolaborasi yang berkelanjutan, komitmen ini berisiko hanya menjadi aspirasi di atas kertas.
     

    Sementara itu, Kepala Pusat Pengembangan Kompetensi Aparatur, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Dwi Meilani mengutarakan transformasi harus dimulai dari penguatan kapasitas manusia 

    “Kami percaya bahwa investasi pada sumber daya manusia sama pentingnya, khususnya dalam keterampilan digital dan kepemimpinan. Harapan saya, apa yang kita mulai hari ini dapat melampaui ide, menjadi kemitraan nyata, kebijakan bersama, serta penguatan kapasitas untuk membangun ketahanan kesehatan digital kolektif ASEAN,” terangnya.

    Diluncurkan pada April 2025, GFF telah membawa para fellow menjalani empat learning journey di Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei, disertai pendampingan dari para pakar regional dan global. Di Indonesia, mereka mempelajari diplomasi kesehatan digital, pemodelan prediktif, dan strategi telehealth inklusif. 

    Di Malaysia, fokus pada strategi nasional kesehatan digital, inovasi, dan tata kelola rekam medis elektronik. Brunei berbagi pengalaman penerapan platform kesehatan digital nasional yang mengintegrasikan rekam medis, layanan vaksinasi, telemedicine, dan pemantauan kesehatan publik.

    Di Singapura, para fellow berpartisipasi sebagai peserta dalam International HealthTec Summit (IHS), yang menampilkan inovasi kesehatan terdepan dari berbagai negara, disertai kunjungan ke rumah sakit pintar dan peninjauan infrastruktur kesiapsiagaan pandemi di National Centre for Infectious Diseases.

    Mengenai partisipasi Malaysia, Datuk Dr Muhammad Radzi bin Abu Hassan, mantan Direktur Jenderal Kesehatan Malaysia, mengapresiasi program ini. “Saya merasa ini adalah salah satu program terpenting yang pernah diselenggarakan, dan merupakan suatu kehormatan bagi saya untuk berbicara di hadapan para fellow muda yang sangat terlibat dalam bidang kesehatan digital,” bebernya.

    Saat ASEAN memasuki era baru, penting untuk mengubah rencana besar menjadi tindakan nyata. Pemerintah perlu memastikan sistem kesehatan saling terhubung, inovator menciptakan solusi yang bisa diakses semua orang, dan masyarakat ikut memastikan tidak ada yang tertinggal. Masa depan kesehatan ASEAN akan ditentukan oleh kerja sama dan kepercayaan yang kita bangun mulai sekarang. 

    Jakarta: Kesiapan sistem kesehatan dalam suatu kawasan bisa dilihat dari beberapa tolak ukur. Salah satunya adalah mampukah teknologi digital menjembatani kesenjangan layanan kesehatan dan sekaligus memperkuat ketahanan kawasan?
     
    Di Brunei, misalnya, penerapan platform kesehatan digital berbasis AI mulai mengubah cara layanan diberikan. Rekam medis terintegrasi, telemedicine, hingga sistem pemantauan kesehatan masyarakat kini dikembangkan agar layanan semakin proaktif, berbasis data, dan berpusat pada pasien. Langkah ini sejalan dengan visi regional bahwa inovasi teknologi bukan hanya soal efisiensi, tapi juga bagaimana tetap menjaga nilai kemanusiaan, etika, dan kepercayaan publik.
     
    Semangat transformasi inilah yang menjadi latar belakang program Global Future Fellows (GFF) 2025: Powering ASEAN’s Digital Health, inisiatif Pijar Foundation untuk menunjukkan pentingnya pendekatan people-to-people dalam memperkuat visi ASEAN ke depan. 

    Dengan fokus pada kesehatan digital dan kolaborasi lintas batas negara, program ini mempertemukan sepuluh pemimpin muda dari seluruh negara anggota ASEAN untuk merumuskan rekomendasi aksi yang dapat membantu membentuk Visi Kesehatan ASEAN 2045.
     
    Cazadira Fediva Tamzil, Executive Director Pijar Foundation mengatakan program Global Future Fellows bukan hanya perjalanan pembelajaran bagi para fellow, tetapi juga kesempatan untuk saling berbagi pengetahuan dan bersama-sama membangun kawasan Asia Tenggara yang lebih kuat. 
     
    “Tujuannya adalah agar komunitas ASEAN menjadi lebih tangguh mulai dari tingkat akar rumput. Kita menjadi lebih bersatu, lebih terhubung, dan mampu berbagi pengetahuan, pengalaman, serta jejaring karena ASEAN adalah untuk semua,” ujarnya.
     
    ASEAN Community Vision 2045 yang diadopsi para pemimpin ASEAN pada 26 Mei 2025 menjadi tonggak penting dalam menetapkan arah kawasan menuju ASEAN yang tangguh, inovatif, dinamis, dan berpusat pada masyarakat dalam dua dekade ke depan. Di sektor kesehatan, visi ini berarti membangun sistem terintegrasi, memperkuat infrastruktur digital, dan memastikan inovasi dapat dirasakan semua pihak. Tanpa kolaborasi yang berkelanjutan, komitmen ini berisiko hanya menjadi aspirasi di atas kertas.
     

     
    Sementara itu, Kepala Pusat Pengembangan Kompetensi Aparatur, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Dwi Meilani mengutarakan transformasi harus dimulai dari penguatan kapasitas manusia 
     
    “Kami percaya bahwa investasi pada sumber daya manusia sama pentingnya, khususnya dalam keterampilan digital dan kepemimpinan. Harapan saya, apa yang kita mulai hari ini dapat melampaui ide, menjadi kemitraan nyata, kebijakan bersama, serta penguatan kapasitas untuk membangun ketahanan kesehatan digital kolektif ASEAN,” terangnya.
     
    Diluncurkan pada April 2025, GFF telah membawa para fellow menjalani empat learning journey di Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei, disertai pendampingan dari para pakar regional dan global. Di Indonesia, mereka mempelajari diplomasi kesehatan digital, pemodelan prediktif, dan strategi telehealth inklusif. 
     
    Di Malaysia, fokus pada strategi nasional kesehatan digital, inovasi, dan tata kelola rekam medis elektronik. Brunei berbagi pengalaman penerapan platform kesehatan digital nasional yang mengintegrasikan rekam medis, layanan vaksinasi, telemedicine, dan pemantauan kesehatan publik.
     
    Di Singapura, para fellow berpartisipasi sebagai peserta dalam International HealthTec Summit (IHS), yang menampilkan inovasi kesehatan terdepan dari berbagai negara, disertai kunjungan ke rumah sakit pintar dan peninjauan infrastruktur kesiapsiagaan pandemi di National Centre for Infectious Diseases.
     
    Mengenai partisipasi Malaysia, Datuk Dr Muhammad Radzi bin Abu Hassan, mantan Direktur Jenderal Kesehatan Malaysia, mengapresiasi program ini. “Saya merasa ini adalah salah satu program terpenting yang pernah diselenggarakan, dan merupakan suatu kehormatan bagi saya untuk berbicara di hadapan para fellow muda yang sangat terlibat dalam bidang kesehatan digital,” bebernya.
     
    Saat ASEAN memasuki era baru, penting untuk mengubah rencana besar menjadi tindakan nyata. Pemerintah perlu memastikan sistem kesehatan saling terhubung, inovator menciptakan solusi yang bisa diakses semua orang, dan masyarakat ikut memastikan tidak ada yang tertinggal. Masa depan kesehatan ASEAN akan ditentukan oleh kerja sama dan kepercayaan yang kita bangun mulai sekarang. 
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

    (PRI)

  • Nigeria Mulai Vaksinasi Mpox di Kaduna, Warga Berisiko Tinggi Jadi Prioritas

    Nigeria Mulai Vaksinasi Mpox di Kaduna, Warga Berisiko Tinggi Jadi Prioritas

    Foto Health

    Tripa Ramadhan – detikHealth

    Rabu, 20 Agu 2025 12:00 WIB

    Nigeria – Program vaksinasi Mpox di Kaduna, Nigeria, menyasar warga berisiko tinggi. Petugas kesehatan berharap ini bisa menekan penyebaran penyakit mematikan tersebut.

  • Ini cara Pulau Seribu cegah rabies

    Ini cara Pulau Seribu cegah rabies

    Jakarta (ANTARA) –

    Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu mencegah penyebaran rabies di daerah itu melalui vaksinasi dan sterilisasi terhadap hewan penular secara berkelanjutan.

    “Hari ini, kami sterilisasi dan vaksinasi 113 hewan penular rabies (HPR) di Kelurahan Pulau Tidung, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan,” kata Kepala Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (KPKP) Kepulauan Seribu, Nurliati di Jakarta, Selasa.

    Pihaknya melakukan layanan jemput bola langsung ke permukiman penduduk di empat RW Kelurahan Pulau Tidung agar kucing warga dapat divaksin dan sterilisasi.

    “Dalam layanan gratis vaksin rabies dan sterilisasi ini, kami lakukan terhadap 55 ekor kucing jantan dan 75 betina,” kata dia.

    Menurut dia, kegiatan ini rutin dilakukan untuk mempertahankan Provinsi DKI Jakarta sebagai daerah bebas rabies sejak 2004.

    Kemudian, mengendalikan populasi kucing serta menambah jaminan kesehatan hewan dan keamanan bagi pemilik hewan penular rabies seperti kucing.

    “Kami mengerahkan delapan dokter hewan dan paramedik dari Sudin KPKP Kepulauan Seribu serta Perhimpunan Dokter hewan Indonesia (PDHI) DKI Jakarta dan Pet Love Center,” kata dia.

    Warga RW 02, Kelurahan Pulau Tidung, Ambar (24) mengatakan sterilisasi dan vaksinasi rabies gratis di wilayahnya sangat membantu pecinta kucing dan warga yang ingin hewan peliharaannya tetap sehat.

    Ia mengatakan selalu vaksinasi rabies kucing-kucing miliknya dan yang sudah cukup umur disterilkan semua.

    “Hal ini penting untuk menjaga kesehatan kita agar tidak terkena penyakit rabies saat bermain dengan hewan peliharaan,” kata dia.

    Pewarta: Mario Sofia Nasution
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Mengenal Macam-macam Virus Berbahaya dan Pencegahannya

    Mengenal Macam-macam Virus Berbahaya dan Pencegahannya

    Jakarta

    Virus adalah mikroorganisme yang bisa menyebabkan berbagai penyakit pada manusia, mulai dari gejala ringan hingga kondisi yang mengancam jiwa. Beberapa virus bahkan bisa memicu wabah di suatu tempat.

    Memahami jenis-jenis virus berbahaya beserta cara pencegahannya sangat penting untuk menjaga kesehatan diri dan orang sekitar. Dengan langkah dan pencegahan, risiko terinfeksi virus bisa diminimalkan.

    Macam-macam Virus Berbahaya dan Pencegahannya

    Beberapa virus berbahaya di antaranya HIV, Hepatitis B, Dengue, hingga Ebola. Ketahui penjelasan mengenai virus-virus tersebut beserta cara mencegahnya.

    1. HIV (Human Immunodeficiency Virus)

    HIV adalah virus yang menargetkan dan menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Dikutip dari laman Kementerian Kesehatan, dengan menyerang sistem kekebalan tubuh, HIV melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi dan penyakit.

    Belum ada obat yang bisa menyembuhkan HIV, namun terdapat berbagai pengobatan yang bisa memperlambat pekembangan penyakit dan memungkinkan orang yang mengalaminya menjalani khidupan yang lebih normal dan sehat.

    Saat berkembang menjadi tahap akhir, kondisinya dikenal dengan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). Ketika ini terjadi, tubuh hampir tidak memiliki kemampuan untuk melawan infeksi.

    Adapun sejumlah penularan HIV sebagai berikut:

    Praktik seks aman, gunakan kondom saat berhubungan seksual untuk mengurangi risiko penularan HIV dan penyakit menular seksual enyakilainnyaJangan pernah berbagi jarum atau peralatan yang digunakan untuk menyuntikkan obat dengan orang lain. Sebab, ini adalah salah satu cara umum penularan HIV.Lakukan tes HIV secara rutin jika berisiko. Konsultasikan dengan dokter tentang cara-cara pencegahan yang efektif.Bagi orang-orang yang berisiko tinggi terkena HIV, penggunaan profilaksis pra-papaan (PrEP) bisa menjadi opsi. PrEP merupakan obat yang diambil sebelum paparan HIV untuk mengurangi risiko infeksi.

    2. Hepatitis B

    Virus Hepatitis B adalah penyebab penyakit Hepatitis B. Penyakit ditularkan melalui cairan tubuh pengidap Hepatitis B dan bisa terjadi secara vertikal, yaitu dari ibu yang mengidap Hepatitis B ke bayi yang dilahirkan.

    Selain itu, penyakit ini juga bisa ditularkan secara horizontal, yaitu melalui transfusi darah, jarum suntik yang tercemar, pisau cukur, tatto, hingga transplantasi organ.

    Gejalanyanya bisa berupa kehilangan nafsu makan, mual dan munah, nyeri perut, hingga mata dan kulit menjadi kuning.

    Dikutip dari laman CDC, cara terbaik untuk mencegah penyakit hepatitis B adalah dengan mendapatkan vaksinasi. Vaksin hepatitis B aman dan efektif.

    3. Rabies

    Virus rabies menyebabkan rabies, penyakit infeksi pada sistem saraf pusat (otak). Penyakit ini bisa ditularkan melalui gigitan, cakaran, serta jilatan hewan pada kulit yang terluka.

    Hewan-hewan yang bisa menularkan penyakit rabies ke manusia, di antaranya adalah anjing, kucing, dan kera. Gejala yang dirasakan di anaranya demam, mual, sakit tenggorokan, sakit kepala hebat, gelisah, hingga air liur berlebihan (hipersalivasi).

    Beberapa cara pencegahan rabies di antaranya, ikat atau kandangi hewan peular rabies, vaksinasi hewan secara berkala, jika hewan penular rabies dbawa keluar rumah, lengkapi dengan pengaman mulut, jika terlanjur digigit, cuci luka dengan sabun atau deterjen menggunakan air mengalir selama 15 menit sesegera mungkin oleh penderita atau keluarga lalu segera ke puskesmas atau rumah sakit untuk mendapat tatalaksana penanganan kasus gigitan hewan penular rabies sesuai prosedur.

    4. SARS-COV-2

    COVID-19 merupakan penyakit yang disebabkan oleh SARS-COV-2. Virus ini pertama kali diidentifikasi pada bulan Desember tahun 2019 di Wuhan, China.

    Gejala umumnya di antaranya demam, batuk, kehilangan, indra perasa atau penciuman, dan sesak napas. Penularanya melalui tetes respirasi, yaitu melalui batuk hingga bersin, sentuhan tangan atau kontak fisik dengan orang yang terinfeksi, dan menyentuh permukaan benda yang terkontaminasi virus, lalu menyentuh wajah.

    Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan yaitu penggunaan masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan melakukan vaksinasi.

    5. Dengue

    Dengue merupakan virus yang menyebabkan penyakit demam berdarah dengue (DBD).
    Penyakit demam berdarah ditularkan kepada manusia melalui nyamuk Aedes Aegypti.

    Gejala utamanya adalah demam mendadak yang tinggi dan berlangsung selama 2-7 hari, kemudian turun dengan cepat. Adapun gejala lainnya adalah nyeri kepala, nyeri di belakang mata, otot, dan tulang, ruam kulit kemerahan, kesulitan menelan makanan dan minuman, gusi berdarah, hingga timbul bintik merah pada kulit.

    Adapun pencegahan dari DBD yaitu menguras tempat penampungan air, menutup wadah penampungan air, mengubur barang-barang bekas, menjaga kebersihan rumah, dan melakukan penyemprotan nyamuk atau fogging. Vaksinasi dengue juga bisa dilakukan pada anak-anak berusia 9-16 tahun.

    6. Virus Ebola

    Virus Ebola bisa mematikan, hingga 90 persen kasusnya berakibat fatal. Wabah Ebola sendiri pertama kali diidentifikasi pada tahun 1976 di Republik Sudan dan Republik Kongo.

    Virus ini ditularkan melalui kontak darah atau cairan tubuh hewan yang terinfeksi, biasanya monyet atau kelelawar. Gejalanya biasanya dimulai dengan influenza, kehilangan selera makan, sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, demam, sakit tenggorokan, sering diikuti muntah, muntah, diare, dan sakit perut bagian atas dan bawah. Kemudian, sekitar separuh kasus, penderita mengalami ruam pada kulit 5-7 hari setelah gejala pertama terjadi.

    Napas juga menjadi pendek, dada menjadi sakit dan terjadi pembengkakan serta kesadaran berkurang. Adapun gejala lainnya di antaranya terjadi pendarahan dalam dan luar 5-7 hari setelah gejala pertama terjadi, kesulitan pembekuan darah, sehingga mengalami pendarahan dari selaput hidung, mulut, dan tenggorokan, serta dari bekas lubang suntikan. Hal ini menyebabkan muntah darah, batuk darah, dan berak darah.

    Adapun beberapa pencegahan virus ebola yaitu, pemeriksaan hewan terhadap infeksi dan membunuh atau membuang hewan yang terpapar virus ebola, memasak daging dengan benar, serta mencuci tangan dengan benar di sekitar orang yang mengalami penyakit ebola..

    7. Influenza

    Dikutip dari laman CDC, influenza membunuh sebagian kecil orang yang terinfeksi, sekitar 1,8 dari 100.000 orang setiap tahun. Akan tetapi, karena menginfeksi begitu banyak orang, penyakit ini menjadi salah satu pembunuh utama di seluruh dunia.

    Ada beberapa jenis penyakit influenza:

    Influenza A: Penyebab paling umum dari wabah flu dan pandemi global. Subtipe virus, seperti H1N1 dan H3N2 sering berubah, sehingga menyebabkan kebutuhan vaksin yang berbeda setiap tahunInfluenza B: Menyebabkan wabah yang lebih lokal dan lebih ringan dibandingkan influenza AInfluenza C: Penyebab gejala flu paling ringan dan tidak menyebabkan wabah.

    Pencegahan influenza di antaranya dengan mendapatkan vaksinasi flu tahunan, menghindari kontak dengan pengidap flu, mencuci tangan dengan sabun, dan menghindari menyentuh wajah.

    (elk/suc)

  • Kanker Serviks Tembus 2.500 Kasus di Jateng, Vaksin HPV Dikebut hingga ke Sekolah
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        14 Agustus 2025

    Kanker Serviks Tembus 2.500 Kasus di Jateng, Vaksin HPV Dikebut hingga ke Sekolah Regional 14 Agustus 2025

    Kanker Serviks Tembus 2.500 Kasus di Jateng, Vaksin HPV Dikebut hingga ke Sekolah
    Tim Redaksi
    SEMARANG, KOMPAS.com
    – Sebanyak 2.515 perempuan di Jawa Tengah terdiagnosis kanker serviks sepanjang tahun 2024, berdasarkan data dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) di bawah Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Tengah.
    Secara nasional, Kementerian Kesehatan memperkirakan lebih dari 36.000 kasus baru kanker serviks terdeteksi setiap tahun.
    Ironisnya, sekitar 70 persen dari kasus tersebut baru diketahui pada stadium lanjut, yang secara signifikan meningkatkan risiko kematian.
    “Di Indonesia, kasus kanker serviks cukup tinggi. Ini berada di urutan kedua sebagai penyebab kematian pada perempuan, dan penyebabnya adalah virus HPV yang biasanya menular melalui hubungan seksual,” ujar Kabid P2P Dinkes Jateng, Irma Makiah, saat dikonfirmasi pada Kamis (14/8/2025).
    Untuk menanggulangi masalah ini, Dinkes Jateng terus mengejar target vaksinasi Human Papilloma Virus (HPV) bagi pelajar SD kelas 5 dan 6 serta SMP kelas 9 sejak tahun 2023.
    Imunisasi dilakukan melalui kerja sama antara Dinkes, Dinas Pendidikan, puskesmas, dan sekolah-sekolah.
    “Ini nanti akan diintegrasikan dengan program Bias Bulan Imunisasi Anak Sekolah yang dilaksanakan pada bulan Agustus dan November,” tambahnya.
    Capaian vaksinasi HPV pada tahun 2023 menunjukkan dosis pertama mencapai 106 persen dan dosis kedua 91 persen.
    Pada tahun 2024, capaian meningkat menjadi 132 persen untuk dosis pertama dan 90 persen untuk dosis kedua.

    “Yang HPV 1 tinggi capaiannya karena imunisasi yang dikejar untuk 9 SMP,” imbuh Irma.
    Irma juga menjelaskan bahwa sasaran vaksin HPV untuk perempuan kelas 5 SD di Jawa Tengah sebanyak 267.434 anak.
    Sedangkan sasaran vaksinasi bagi perempuan di bawah usia 15 tahun, yaitu kelas 6 SD dan kelas 9 SMP, mencapai 252.473 anak.
    Sebelumnya, Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa mulai tahun 2025, layanan skrining HPV DNA akan diintegrasikan dalam program cek kesehatan gratis.
    Namun, hingga kini, hal tersebut belum diterapkan dalam pelaksanaan CKG.
    “Untuk integrasi dengan CKG, kita masih menunggu petunjuk teknis dari Kemenkes. HPV DNA baru merupakan proyek percontohan tahun lalu di Dinkes Semarang,” jelasnya.
    Lebih lanjut, Irma menambahkan bahwa anak laki-laki juga akan dicanangkan untuk menerima vaksin serupa agar pencegahan dapat lebih efektif.
    “Menurut rencana aksi nasional penanggulangan kanker, ini nanti akan berlanjut pada anak laki-laki. Karena penularan melalui hubungan seksual, berarti dari laki-laki juga ada target dalam road map nasional yang sedang diproses,” katanya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mahkamah Agung India Perintahkan Penangkapan Ribuan Anjing Liar

    Mahkamah Agung India Perintahkan Penangkapan Ribuan Anjing Liar

    Jakarta

    Perintah penangkapan anjing liar oleh Mahkamah Agung India diputuskan untuk merespon sekitar 2000 kasus gigitan anjing harian dan penularan rabies yang terjadi di ibu kota New Delhi.

    Selama enam hingga delapan minggu ke depan, sebanyak 5000 anjing liar terutama di daerah pemukiman padat, sekolah, area publik dan komersil seperti taman dan pasar-pasar tradisional akan ditangkap dan dipindahkan ke tempat penampungan. Mereka dilarang untuk dilepaskan kembali ke lingkungan asal.

    Sekitar 60.000 ribu anjing berkeliaran di jalanan ibu kota India berdasarkan data pada tahun 2013, kini jumlahnya diperkirakan mencapai satu juta ekor.

    Meski sebagian besar anjing yang berkeliaran di jalanan New Delhi cendrung jiinak dan tidak berbahaya, pengadilan menilai jumlah insiden gigitan anjing liar “sangat mengkhawatirkan.” “Bayi dan anak-anak kecil tidak boleh menjadi korban anjing liar dalam keadaan apa pun,” menurut putusan pengadilan.

    Kapil Mishra, seorang pejabat pemerintah Delhi, menyambut baik putusan tersebut dan mengatakan hal itu merupakan langkah menuju pembebasan New Delhi “dari ketakutan akan rabies dan hewan liar.”

    Selain perintah penangkapan, pengadilan juga menginstruksikan pembentukan layanan hotline 24 jam untuk pelaporan gigitan anjing. Otoritas di penjuru negeri kini ditugaskan mendata lokasi-lokasi di mana vaksin antirabies tersedia.

    Rencananya, sebanyak 12 tempat penampungan anjing liar akan didirikan di tiap zona administratif Delhi. Namun sejauh ini belum ada tempat penampungan yang sudah beroperasi penuh.

    Kritik keras dari ahli dan para aktivis hewan

    “Di mana ada tempat untuk menampung ribuan anjing?” Tanya ahli biologi konservasi Bahar Dutt, dalam postingannya di X, menyebut perintah pengadilan tertinggi sebagai “langkah yang tidak praktis dan tidak ilmiah.”

    “Fokus seharusnya pada solusi yang manusiawi untuk anjing jalanan di Delhi seperti vaksinasi massal dan sterilisasi, bukan sekedar menyingkirkan mereka,” tulis Vidit Sharma, pendiri organisasi kesejahteraan hewan Save A Stray di media sosial.

    Dua hari menyusul keputusan MA, sekitar empat puluh pegiat hewan melakukan demonstrasi di India Gate, New Delhi menolak penangkapan, sterilisasi, dan meletakkan anjing di tempat penampungan yang tidak manusiawi sebagai solusi.

    Puluhan orang yang terlibat dalam demonstrasi akibatnya ditangkap dan diamankan kepolisian.

    Para pegiat turut memperingatkan, betapa pemindahan anjing liar dari lingkungannya akan menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem. Ruang kosong yang biasanya ditempati anjing-anjing tersebut berpotensi digantikan oleh hewan lainnya.

    Sebaliknya mereka mendesak pemerintah menerapkan aturan ketat pengendalian kelahiran hewan (animal birth control rules) lewat sterilisasi dan vaksinasi sebelum melepaskan anjing-anjing tersebut kembali ke lingkungan.

    Mahkamah Agung India turut menegaskan bahwa tiap individu serta organisasi yang menghalangi penangkapan anjing akan dikenakan hukuman atas tindakan penghinaan pengadilan.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Sorta Caroline
    Editor: Rizki Nugraha

    Tonton juga video “Pro Kontra Putusan Mahkamah Agung India Terkait Anjing Liar” di sini:

    (ita/ita)

  • Pentingnya Vaksinasi RSV untuk Ibu Hamil demi Lindungi Bayi Baru Lahir

    Pentingnya Vaksinasi RSV untuk Ibu Hamil demi Lindungi Bayi Baru Lahir

    JAKARTA – Prof. Dr. dr. Dwiana Ocviyanti, SpOG(K), MPH, Ketua Himpunan Obstetri dan Ginekologi Sosial Indonesia – Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, menekankan pentingnya pemberian vaksin Respiratory Syncytial Virus (RSV) kepada ibu hamil guna melindungi bayi dari infeksi serius yang disebabkan oleh virus tersebut.

    Dalam sebuah diskusi kesehatan yang digelar di Jakarta, Rabu, 6 Agustus, Prof. Dwiana menjelaskan bahwa RSV merupakan salah satu penyebab utama gangguan pernapasan seperti batuk pilek dan pneumonia pada bayi, terutama mereka yang berusia di bawah enam bulan.

    “Infeksi RSV sangat berbahaya jika menyerang bayi, khususnya yang baru lahir. Lebih dari 50 persen kasus terjadi pada usia tiga bulan pertama, dan sekitar 75 persen menyerang bayi di bawah usia enam bulan. Padahal, bayi sekecil itu belum memungkinkan untuk menerima vaksin secara langsung,” jelasnya.

    Ia menambahkan gangguan kesehatan seperti demam atau diare yang terjadi pada awal kehidupan bayi dapat berdampak pada proses tumbuh kembang secara keseluruhan.

    “Kita sering anggap biasa bayi demam atau diare. Padahal, masa-masa itu adalah waktu penting dalam pertumbuhan mereka. Kehilangan hari-hari tersebut bisa berdampak jangka panjang. Hingga usia lima tahun, anak-anak sebaiknya terhindar dari gangguan seperti influenza maupun RSV,” jelasnya.

    Menurut Prof. Dwiana, vaksinasi RSV pada ibu hamil menjadi solusi efektif untuk memberikan perlindungan tidak langsung kepada bayi. Selain melindungi sang ibu dari infeksi, vaksin ini memungkinkan antibodi yang dihasilkan masuk ke tubuh janin melalui plasenta.

    “Melindungi bayi bisa dilakukan dengan melindungi ibunya terlebih dahulu. Saat ibu divaksin, tubuhnya akan memproduksi antibodi yang akan ditransfer ke janin melalui plasenta dan tali pusar,” terangnya.

    Ia menyebutkan bahwa waktu pemberian vaksin RSV idealnya dilakukan pada trimester akhir kehamilan, namun tetap perlu diperhatikan jarak aman sebelum persalinan.

    “Jangan diberikan terlalu dekat dengan waktu melahirkan. Vaksin ini memerlukan waktu minimal dua minggu agar antibodi terbentuk, bahkan waktu terbaiknya adalah sekitar lima minggu sebelum persalinan,” paparnya.

    Lebih lanjut, Prof. Dwiana juga mengingatkan pentingnya pemeriksaan kehamilan yang menyeluruh oleh dokter, bukan hanya pemeriksaan rutin dengan bidan atau perawat.

    “Pemeriksaan awal harus dilakukan oleh dokter untuk memastikan kondisi ibu benar-benar sehat. Setelah itu, baru bisa melanjutkan kontrol rutin dengan bidan atau perawat. Namun, ketika usia kandungan memasuki minggu ke-32 hingga 34, pemeriksaan kembali ke dokter sangat dianjurkan,” tambahnya.