Event: Rezim Orde Baru

  • UU TNI Perkokoh Ideologi Pancasila sesuai Asta Cita

    UU TNI Perkokoh Ideologi Pancasila sesuai Asta Cita

    loading…

    Dewan Pakar BPIP Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri Darmansjah Djumala mengatakan UU TNI memperkokoh ideologi Pancasila. Foto/istimewa

    JAKARTA – Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menyebut pengesahan UU TNI memperkokoh ideologi Pancasila. Hal itu sesuai dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.

    Seperti diketahui, DPR mengesahkan revisi Undang-undang (RUU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menjadi UU pada Rapat Paripurna DPR di Gedung Nusantara II, Jakarta, Kamis, 20 Maret 2025.

    Di dalam UU TNI baru tersebut, ada tiga perubahan penting yaitu Pasal 7 yang mengatur Operasi Militer Selain Perang (OMSP), Pasal 47 terkait penempatan prajurit di jabatan sipil dan Pasal 53 mengenai masa dinas prajurit.

    Ketua DPR Puan Maharani menyatakan, selama pembahasan, DPR dan Pemerintah telah mendengarkan aspirasi masyarakat dan mengedepankan supremasi sipil, demokrasi, hak asasi manusia dan sesuai dengan peraturan perundangan di Indonesia dan internasional.

    Dewan Pakar BPIP Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri Darmansjah Djumala menyampaikan apresiasinya atas upaya pimpinan DPR untuk mempertimbangkan aspek demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam pembahasan RUU tersebut.

    “Kesediaan pimpinan DPR yang bersedia memberi penjelasan seputar isi dan implikasi UU tersebut dalam rangka merespons kekhawatiran publik perlu disambut baik,” katanya, Jumat (21/3/2025).

    Terkait kemungkinan munculnya kembali dwifungsi TNI dalam kehidupan sosial-politik, Djumala, yang pernah bertugas sebagai Duta Besar (Dubes) untuk Austria dan PBB di Wina, menegaskan hal itu tidak perlu dikhawatirkan secara berlebihan.

    Menurut dia, dalam tingkatan tertentu Indonesia saat ini sudah memasuki tingkat kematangan demokrasi yang sudah lebih baik dari era Orde Baru (Orba) ketika dwifungsi ABRI mendapat kritik dari masyarakat.

  • Media Asing Ikut Soroti Pengesahan RUU TNI

    Media Asing Ikut Soroti Pengesahan RUU TNI

    Jakarta, Beritasatu.com – Media asing Reuters menyoroti pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) sebagai undang-undang melalui rapat paripurna DPR di gedung DPR Senayan, Jakarta, Kamis (20/3/2025).

    Bukan tanpa alasan, pengesahan RUU TNI yang kontroversial dianggap dapat memperburuk demokrasi Indonesia dan berpotensi membangkitkan era Orde Baru (Orba), di mana militer mendominasi urusan sipil.

    “Revisi tersebut telah dikritik oleh kelompok masyarakat sipil yang mengatakan hal itu dapat membawa negara demokrasi terbesar ketiga di dunia kembali ke era ‘Orde Baru’ yang kejam dari mantan presiden Soeharto, ketika perwira militer mendominasi urusan sipil,” tulis media tersebut, dikutip pada Jumat (21/3/2025).

    Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani memimpin pemungutan suara bulat dalam rapat paripurna dan secara resmi mengesahkan RUU TNI sebagai undang-undang.

    Menurutnya, hal itu sudah sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, hak asasi manusia (HAM) dan supremasi sipil.

    Reuters menyoroti Presiden Prabowo Subianto yang pernah menjabat sebagai komandan pasukan khusus di era pemerintahan Soeharto, yang saat ini dianggap telah memperluas peran militer ke wilayah sipil, termasuk dalam program makan bergizi gratis (MBG).

    Disahkannya RUU TNI telah menuai banyak kritik, khususnya dari kelompok hak asasi manusia yang khawatir hal tersebut dapat menyebabkan penyalahgunaan kekuasaan hingga pelanggaran HAM.

    Pemerintah mengatakan, RUU TNI mengharuskan perwira untuk mengundurkan diri dari militer sebelum memangku jabatan sipil, seperti di Kantor Kejaksaan Agung.

    Anggota Komisi I DPR Nico Siahaan menuturkan, ada kekhawatiran bahwa perwira dapat diizinkan bergabung dengan BUMN, tetapi aspek hukum tersebut tidak direvisi.

    Sementara itu, analis Institut Internasional untuk Studi Strategis Evan Lesmana menilai, RUU TNI tidak membahas masalah yang dihadapi oleh militer Indonesia, seperti menambah sumber daya untuk pelatihan dan standardisasi perangkat keras militer.

    Kemudian, kata Evan, perpanjangan usia pensiun perwira dalam RUU TNI dapat mengurangi profesionalisme prajurit karena prospek untuk promosi akan berkurang.

    Picu Gelombang Protes

    Ribuan massa aksi yang tergabung dalam aliansi mahasiswa dan masyarakat sipil diketahui berunjuk rasa di luar gedung DPR Senayan, Jakarta, untuk menolak revisi tersebut.

    Bahkan, beberapa mahasiswa telah berkemah di gedung Pancasila sejak Rabu (19/3/2025) malam.

    Kepala Amnesty International di Indonesia, Usman Hamid, memperingatkan era orba yang mungkin kembali. Menurutnya, pengesahan RUU TNI menandakan kemunduran demokrasi.

    “Aktivis diculik dan beberapa belum kembali ke rumah. Dan hari ini rasanya kita seperti mundur,” ucapnya.

    Di sisi lain, Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin menegaskan bahwa pengesahan RUU TNI diperlukan lantaran perubahan geopolitik dan teknologi militer global mengharuskan TNI bertransformasi untuk menghadapi konflik konvensional dan nonkonvensional.

    Selain Reuters, pengesahan RUU TNI ini juga disorot oleh media asing lainnya, The Guardian, dalam artikelnya yang bertajuk “Indonesia Passes Controversial Law Allowing Greater Military Role in Government”.

    Dalam artikelnya itu, The Guardian menuliskan bahwa pengesahan RUU TNI oleh DPR merupakan sebuah langkah yang dikhawatirkan dapat membangkitkan kembali militerisme di Indonesia.

    “Indonesia telah meratifikasi perubahan kontroversial terhadap undang-undang militernya yang mengizinkan personel angkatan bersenjata untuk memegang lebih banyak jabatan sipil, sebuah langkah yang ditakutkan para analis dapat mengantarkan kebangkitan militer dalam urusan pemerintahan,” tulis The Guardian.

    Sebelum RUU TNI disahkan, para perwira aktif dapat menduduki jabatan di berbagai kementerian dan lembaga, seperti Kantor Kejaksaan Agung, Sekretariat Negara, Badan Narkotika Nasional (BNN), Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertanian, hingga BUMN.

    Menurut peneliti senior Indonesia di Human Rights Watch Andreas Harsono, Prabowo tampak berniat memulihkan peran militer Indonesia dalam urusan sipil, yang telah lama ditandai oleh pelanggaran dan impunitas yang meluas.

    “Ketergesaan pemerintah untuk mengadopsi amandemen ini melemahkan komitmennya yang dinyatakan terhadap HAM dan akuntabilitas,” tuturnya.

    Sementara itu, analis politik dari lembaga survei Indikator, Kennedy Muslim menilai kekhawatiran akan kebangkitan orba di Indonesia terlalu berlebihan.

    “Kita telah melihat militerisasi yang merayap selama ini, itulah sebabnya masyarakat sipil berhak merasa khawatir dengan tren ini. Namun, saya pikir kekhawatiran bahwa ini kembali ke orba cukup berlebihan saat ini,” bebernya.

    Muslim menjelaskan bahwa selama ini TNI secara konsisten menempati peringkat tinggi dalam survei kepercayaan publik, tetapi dengan disahkannya RUU TNI berpotensi mengikis hal tersebut.

  • 10
                    
                        RUU TNI Disahkan, Suara Publik Diabaikan
                        Nasional

    10 RUU TNI Disahkan, Suara Publik Diabaikan Nasional

    RUU TNI Disahkan, Suara Publik Diabaikan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com – 
    Protes yang dilayangkan publik tidak menyurutkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mengesahkan revisi Undang-Undang TNI (
    RUU TNI
    ) menjadi undang-undang.
    RUU TNI disahkan
    DPR lewat rapat paripurna pada Kamis (20/3/2025) kemarin, meski unjuk rasa digelar di berbagai wilayah untuk menolak RUU yang dianggap bakal menghidupkan kembali dwifungsi ABRI tersebut.
    Ketua DPR
    Puan Maharani
    mengeklaim, RUU TNI yang disahkan tidak memuat pasal-pasal yang dikhawatirkan oleh publik.
    “Kami bersama pemerintah menegaskan Perubahan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI tetap berlandaskan pada nilai dan prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, serta memenuhi ketentuan hukum nasional dan internasional yang telah disahkan,” ujar Puan saat mengesahkan RUU TNI.
    Puan mengeklaim, DPR telah mendengarkan aspirasi masyarakat ketika membahas RUU TNI.
    Dia menyebutkan, pembahasannya pun dilaksanakan secara terbuka.
    Politikus PDI-P ini pun mengaku siap memberi penjelasan kepada pihak-pihak yang masih menolak dan mendemo RUU TNI.
    Ia menyatakan, apa yang mereka curigai dan khawatirkan dari RUU TNI tidak akan terjadi.
    “Kami berharap dan mengimbau adik-adik mahasiswa yang saat ini mungkin masih belum mendapatkan penjelasan atau keterangan yang dibutuhkan, kami siap memberikan penjelasan,” kata Puan.
    “Bahwa apa yang dikhawatirkan, apa yang dicurigai, bahwa ada berita-berita yang RUU TNI tidak sesuai dengan yang diharapkan, insyaallah tidak. Kami berharap RUU TNI yang tadi disahkan nantinya ke depan akan bermanfaat bagi bangsa dan negara,” imbuh dia.
    Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menambahkan, pemerintah tidak akan mengecewakan rakyat setelah RUU TNI disahkan menjadi undang-undang.
    “Izinkan saya, Menteri Pertahanan, mewakili pemerintah Republik Indonesia, menyampaikan prinsip jati diri TNI adalah tentara rakyat, tentara pejuang, tentara profesional. Kami tidak akan pernah mengecewakan rakyat Indonesia di dalam menjaga kedaulatan negara,” ujar Sjafrie.
    Senada dengan Puan, ia juga menjamin dwifungsi ABRI bakal kembali hidup seiring dengan
    pengesahan RUU TNI
    .
    Sjafrie mengeklaim, pemerintah justru berupaya membangun kekuatan TNI yang tetap berpegang teguh pada supremasi sipil.
    “Jadi tidak ada wajib militer di Indonesia lagi. Tidak ada dwifungsi di Indonesia lagi, jangankan jasad, arwahnya pun udah enggak ada,” ujar Sjafrie.
    Ketika para anggota DPR tertawa lepas dan adem-ademan di dalam gedung, mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa menolak pengesahan RUU TNI di luar.
    Demonstrasi ini lahir dari keresahan dan kekhawatiran akan kembalinya era Orde Baru setelah RUU TNI disahkan melalui rapat paripurna oleh DPR RI.
    Karena tak kunjung ada perwakilan DPR maupun pemerintah yang menemui demonstran, massa aksi berupaya menjebol salah satu pagar gerbang depan kantor wakil rakyat tersebut pada Kamis malam.
    Berbekal tali tambang, mereka bersama-sama menarik barrier beton hingga roboh, begitu pula dengan pagar setinggi lebih dari dua meter yang akhirnya jebol.
    Namun, aksi mahasiswa tersebut justru berujung pada aksi anarkis para aparat yang  memukul mundur massa begitu mereka menembus pagar.
    “Baru saja kami mulai masuk, mereka langsung menghujani kami dengan pentungan dan pukulan,” ujar Koordinator Bidang Sosial Politik Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI, Muhammad Bagir Shadr,saat dihubungi
    Kompas.com
    , Jumat (21/3/2025) dini hari.
    “Beberapa massa aksi yang berada di depan menjadi korban. Mereka dipukul dan mengalami luka. Ada yang kepalanya bocor hingga tidak sadarkan diri,” kata dia.
    Salah satu peserta aksi yang berada di barisan depan juga mengalami pemukulan oleh aparat hingga kacamatanya terjatuh dan hilang.
    Pengesahan RUU TNI
    agaknya menambah panjang daftar RUU dan kebijakan yang diambil pemerintah dan DPR tanpa mempertimbangkan suara publik.
    Ketua Umum Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menyatakan, DPR dan pemerintah telah menjadi tirani karena membahas hingga mengesahkan RUU TNI secepat kilat tanpa bisa menerima kritik. 
    “YLBHI mengecam keras pengesahan ini, walau kami sadar dan sudah memprediksi pembahasan dan pengesahan RUU TNI akan dilakukan dengan cara kilat dan inkonstitusional seperti ini,” kata Isnur dalam keterangannya, Kamis.
    “Ini pola yang sudah terlihat di DPR sejak Revisi UU KPK, UU Cipta Kerja, UU Minerba, hingga UU BUMN. DPR bersama pemerintah telah menjadi tirani, di mana tak mentolerir perbedaan dan kritik,” ujarnya lagi.
    Isnur memandang bahwa partai politik yang berada di parlemen tak berbeda dengan pemerintah. Bahkan, menurut dia, partai politik itu kini mengikuti selera penguasa.
    “Partai-partai melalui fraksinya selayak kerbau dicucuk hidung, ikut dengan selera penguasa,” katanya.
    YLBHI juga melihat bahwa suara dan kegelisahan rakyat tak lagi menjadi pedoman maupun acuan dalam membuat Undang-Undang.
    Menurut Isnur, prinsip dan semangat negara hukum demokratis yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tak lagi menjadi dasar dan kerangka dalam menyusun UU serta berargumentasi.
    “Bahkan, suara Mahkamah Konstitusi yang berulang menegur praktik penyusunan Undang-Undang yang inkonstitusional juga tak didengar,” ujar Isnur.
    Senada dengan Isnur, Wakil Direktur Imparsial Hussein Ahmad juga menilai RUU TNI disahkan tanpa mempertimbangkan suara publik.
    Bahkan, publik tidak dapat mengakses dokumen resmi RUU TNI yang disahkan oleh DPR.
    “Kita enggak tahu ya, karena sampai hari ini tidak di-
    upload
    ke publik naskahnya, tidak bisa diakses oleh publik dan apalagi kita perbincangkan,” ujar Hussein.
    “Jadi sampai detik ini, naskah yang resmi, yang bisa kita percaya bahwa itu benar-benar yang disahkan, itu belum bisa kita terima,” kata dia.
    Oleh sebab itu, menurut Hussein, tidak ada yang bisa menjamin bahwa RUU TNI akan menjamin supremasi sipil tetap terjaga.
    “Belum tentu. Kita masih harap-harap cemas ya dalam kondisi ini karena kita belum bisa lihat apa pasalnya,” ujar Hussein.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menhan Bantah ada Arahan Khusus Prabowo Soal Pengesahan UU TNI

    Menhan Bantah ada Arahan Khusus Prabowo Soal Pengesahan UU TNI

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Pertahanan (Menhan) RI Sjafrie Sjamsoeddin membantah adanya permintaan khusus dari Presiden RI Prabowo Subianto supaya memuluskan pembahasan dan pengesahan RUU TNI.

    Sjafrie menuturkan bahwa pembahasan dan pengesahan RUU TNI bisa berjalan merupakan buah hasil dari adanya kesepakatan pemerintah dengan DPR RI.

    “Semuanya adalah hasil kesepakatan pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat, tidak ada permintaan Presiden, [Prabowo Subianto]” tuturnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (20/3/2025).

    Dia melanjutkan, Prabowo hanya mengingatkan agar proses revisi UU TNI dijalankan sesuai dengan aturan yang berlaku dan dia berpandangan sekarang pun sudah sesuai dengan mekanisme yang ada.

    Lebih jauh, Menhan juga menepis akan munculnya orde baru akibat pengesahan RUU TNI hari ini. Justru, katanya, saat ini orde yang ada yakni TNI hormat kepada demokrasi dan supremasi sipil.

    “Nggak ada, orde baru kita nggak pake lagi, sekarang adalah satu orde yang ingin menegakkan pembangunan kekuatan TNI yang hormat kepada demokrasi dan supremasi sipil,” pungkasnya.

    Sebelumnya, DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) menjadi UU, pada Kamis (20/3/2025). 

    Pengesahan tersebut dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat. Ketua DPR RI Puan Maharani memimpin rapat paripurna tersebut. 

    “Sekarang tibalah saatnya kami meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia apakah dapat disetujui dan disahkan menjadi undang-undang?” tanya Puan dan dijawab setuju oleh para anggota dewan.

  • Aliansi Perempuan: Pengesahan RUU TNI Membuka Peluang bagi Orba

    Aliansi Perempuan: Pengesahan RUU TNI Membuka Peluang bagi Orba

    Jakarta, Beritasatu.com – Aliansi Perempuan Indonesia menganggap bahwa revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang telah disahkan DPR membuka peluang bagi kembalinya militerisme dan sistem pemerintahan orde baru di Indonesia.

    Menurut mereka, keberadaan militerisme dan nilai-nilai orde baru dapat merusak gerakan perempuan serta menimbulkan trauma kolektif bagi mereka.

    Oleh karena itu, Aliansi Perempuan Indonesia dengan tegas menolak pengesahan RUU TNI menjadi undang-undang.

    “Kami tidak akan membiarkan RUU TNI ataupun ideologi militerisme di negara kita karena itu memusuhi perempuan, memberikan trauma kolektif untuk perempuan,” kata perwakilan Aliansi Perempuan Indonesia saat berunjuk rasa di gerbang Pancasila gedung DPR Senayan, Jakarta, Kamis (20/3/2025).

    Mereka juga menilai bahwa pengesahan RUU tersebut dilakukan secara terburu-buru dan tidak mempertimbangkan kepentingan rakyat, terutama perempuan.

    Sejak era orde baru hingga pascareformasi, militerisme di Indonesia dinilai hanya membawa dampak negatif bagi perempuan.

    Perwakilan Aliansi Perempuan Indonesia menyinggung berbagai kasus yang melibatkan militer dan dinilai melemahkan gerakan perempuan, seperti kasus Gerwani, pemerkosaan massal tahun 1998, serta kasus kematian Marsinah.

    Selain itu, keterlibatan militer dalam kehidupan sipil dianggap membatasi partisipasi perempuan dalam politik.

    Atas dasar itu, Aliansi Perempuan Indonesia menuntut agar RUU TNI yang kini telah disahkan sebagai undang-undang segera dicabut.

  • Senator Irman Gusman ingin wujudkan Koperasi Merah Putih di Sumbar

    Senator Irman Gusman ingin wujudkan Koperasi Merah Putih di Sumbar

    Sumber foto: Musthofa/elshinta.com.

    Senator Irman Gusman ingin wujudkan Koperasi Merah Putih di Sumbar
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Rabu, 19 Maret 2025 – 16:35 WIB

    Elshinta.com – Anggota DPD RI Irman Gusman menyambut baik keputusan Presiden RI Prabowo Subianto untuk menjadikan koperasi sebagai kebijakan strategis untuk memperkuat dan memberdayakan ekonomi desa. 

    Staf Ahli Irman Gusman, Marhadi Efendi mengatakan, Senator Sumatera Barat (Sumbar) Irman Gusman ingin kembali melahirkan koperasi untuk mengembangkan ekonomi masyarakat. Terlebih di Sumbar, baik tingkat provinsi maupun kabupaten kota, gagasan dan implementasi ekonomi kerakyatan, termasuk koperasi, bukanlah sesuatu yang baru. 

    Sebelum adanya program Koperasi Unit Desa (KUD) di masa Orde Baru, di Sumbar pernah dikembangkan program Lumbung Pitih (uang) Nagari (LPN) sebagai bentuk implementasi ekonomi kekeluargaan sebagaimana dimaksud Pasal 33 UUD 1945. 

    Setelah Reformasi, di Sumbar juga pernah dilaksanakan pemberdayaan ekonomi masyarakat desa (nagari) melalui program Kredit Mikro Nagari (KMN), Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA), dan pendirian BMT (Baitul Mal Wattamwil) hingga ke nagari-nagari seperti di Kabupaten Agam. 

    “Namun sejauh ini, berbagai program ekonomi kerakyatan tersebut masih belum berhasil mencapai maksud dan tujuannya sebagai pusat kegiatan ekonomi pedesaan atau nagari,” katanya seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Musthofa, Kamis (19/3). 

    Maka, untuk mendorong latar belakang dan pengalaman masa lalu tersebut perlu dijadikan titik tolak untuk merumuskan dalam menyusun dan merumuskan Langkah-langkah ke depan untuk mengimplementasikan gagasan Koperasi Merah Putih yang sudah ditetapkan sebagai kebijakan strategis nasional.

    Upaya tersebut salah satunya melalui seminar yang digelar Rabu besok di Bukittinggi. Seminar dengan  tema Menyambut Gagasan Koperasi Desa Merah Putih ini diharapkan bisa dilakukan kajian dan evaluasi yang komprehensif mengenai pengalaman, dan mungkin juga berupa kegagalan di masa lalu, serta mencari formula yang tepat guna merumuskan bentuk atau bangun usaha koperasi yang tepat untuk mengimplementasikan gagasan pendirian “Koperasi Desa Merah Putih” yang telah digagas oleh Presiden Prabowo Subianto.

    Lebih lanjut Marhadi Efendi menjelaskan, seminar yang diadakan di Istana Bung Hatta Bukittinggi tersebut Senator Sumatera Barat Irman Gusman langsung menjadi Keynote speaker. 

    Adapun narasumber kegiatan tersebut yaitu Prof. Dr. H. Syarifuddin Karimi, SE dengan topik pembahasan: Menyambut Gagasan Koperasi Desa Merah Putih. 

    Ketua Forum Persatuan Wali Nagari (Forwana) Sumbar, Zul Arifin Dt. Parpatih dengan Topik Pembahasan: Kesiapan Wali Nagari Membentuk Koperasi Desa Merah Putih. 

    Narasumber berikutnya, Zukri Saad dengan Topik Pembahasan Prospek Koperasi Desa Merah Putih Sebagai Pendorong Kemajuan Sektor Pertanian.

    Kemudian, Prof. Dr. Elfindri, SE., MA dengan Topik Pembahasan: Koperasi Desa Merah Putih: Catatan Pengalaman. Rektor Univ. Metamedia Padang, Yossyafra, ST., M. Eng.Sc, Ph.D dengan Topik Pembahasan: Pendampingan Sistem Pemerintahan Nagari dan Koperasi Merah Putih berbasis Tekhnologi Informasi. 

    Adapun peserta seminar sekitar 115 orang terdiri dari, 70 orang Anggota Forum Persatuan Wali Nagari (Forwana) Sumbar. 24 orang Lurah se-Kota Bukittinggi. 3 orang Institut Teknologi dan Bisnis Haji Agus Salim (ITB HAS) dan 15 orang Sekretariat Forwana Sumbar.  

    Sumber : Radio Elshinta

  • Menjelang Pengesahan RUU TNI, Mahasiswa Trisakti, UNS, UGM, dan BEM SI Gelar Aksi Tolak Dwifungsi – Halaman all

    Menjelang Pengesahan RUU TNI, Mahasiswa Trisakti, UNS, UGM, dan BEM SI Gelar Aksi Tolak Dwifungsi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mahasiswa dari Universitas Trisakti, UNS, UGM, dan BEM SI menggelar aksi protes menentang RUU TNI yang tengah dalam proses pengesahan.

    Gelombang aksi ini dilakukan di berbagai daerah menjelang pengesahan revisi UU TNI yang dijadwalkan pada Kamis (20/3/2025).

    Para mahasiswa menuntut agar RUU ini tidak diteruskan, dengan alasan adanya potensi kembalinya dwifungsi ABRI yang dianggap mengancam demokrasi dan supremasi sipil di Indonesia.

    Aksi Mahasiswa Trisakti

    Mahasiswa Universitas Trisakti menggelar aksi unjuk rasa di Gerbang Pancasila DPR RI, Jakarta Pusat, pada Rabu kemarin sebagai bagian dari gerakan reformasi. 

    Mereka menyampaikan empat tuntutan utama:

    Menolak seluruh rancangan revisi UU TNI
    Meminta pencopotan perwira aktif TNI-Polri dari jabatan sipil yang mereka duduki
    Menuntut diwujudkannya supremasi sipil dan penghentian agenda militerisasi dalam pemerintahan sipil
    Mengingatkan pentingnya komitmen pemerintah dalam menjaga nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia.

    “Jika revisi ini diterapkan tanpa pengawasan ketat, demokrasi Indonesia dapat mengalami kemunduran,” ujar Presiden Mahasiswa MM-Universitas Trisakti, Faiz Nabawi Mulya.

    Aksi Mahasiswa UNS

    Di Solo, aksi digelar di depan Gedung DPRD Solo dengan membawa spanduk bertuliskan “Hapuskan RUU TNI,” “Batalkan RUU TNI,” “Pulangkan TNI ke Barak,” dan “Supremasi Sipil.”

    Presiden BEM UNS, Muhammad Faiz Yuhdi, menyatakan bahwa mereka ingin memperingatkan DPRD agar bisa menyampaikan aspirasi masyarakat daerah, terutama mengingat masih ada waktu sebelum pengesahan dilakukan.

    “Kami ingin memperingatkan DPRD yang seharusnya menjadi representasi masyarakat daerah. Untuk nanti mereka bisa menyampaikan, masih ada waktu, masih ada harapan sebelum disahkan,” ujar Faiz.

    Aksi Dosen dan Mahasiswa UGM

    Aksi di Yogyakarta berbeda karena melibatkan dosen dari Universitas Gadjah Mada (UGM).

    Ratusan mahasiswa dan dosen UGM menggelar aksi di halaman Balairung, Gedung Pusat UGM.

    Mereka mengenakan pakaian dengan nuansa gelap sebagai simbol keprihatinan. 

    Mereka menentang RUU TNI yang dianggap berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi ABRI, sebuah periode di mana militer memegang kekuasaan besar dalam pemerintahan negara selama Orde Baru.

    “Kampus tidak akan diam saat ada penindasan. Kampus harus jaga reformasi, kampus tolak dwifungsi, tolak militerisme,” kata Dr. Herlambang Wiratman, Dosen Fakultas Hukum (FH) UGM pada Selasa kemarin.

    Aksi BEM SI

    Di Jakarta, aksi protes juga akan digelar oleh BEM SI dan Koalisi Masyarakat Sipil.

    Koordinator Pusat BEM SI Kerakyatan, Satria Naufal, menyatakan bahwa koalisi sipil tengah melakukan konsolidasi untuk menentukan lokasi dan tuntutan massa aksi. 

    “BEM SI dan (Koalisi) Masyarakat Sipil sedang dan terus konsolidasi hingga menggelar demonstrasi,” kata Satria.

    Pengesahan RUU TNI

    Revisi RUU TNI dijadwalkan untuk disahkan menjadi UU pada Kamis ini.

    Meskipun begitu, hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak DPR mengenai pengesahan RUU TNI dalam rapat paripurna hari ini.

    Pimpinan Komisi I DPR sebelumnya menyatakan bahwa RUU TNI akan dibawa ke rapat paripurna terdekat, yang dijadwalkan berlangsung hari ini.

    RUU TNI ini mendapatkan penolakan dari banyak pihak, khususnya publik, yang khawatir bahwa pengesahan RUU ini dapat menghidupkan kembali dwifungsi ABRI yang terjadi pada masa Orde Baru.

    Beberapa perubahan dalam RUU TNI meliputi penambahan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh TNI aktif, serta perpanjangan usia pensiun bagi anggota TNI.

  • Perjalanan RUU TNI: Digagas Sejak Lama, Dibahas Secara Kilat

    Perjalanan RUU TNI: Digagas Sejak Lama, Dibahas Secara Kilat

    Perjalanan RUU TNI: Digagas Sejak Lama, Dibahas Secara Kilat
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) akhirnya akan disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dalam rapat paripurna pada Kamis (20/3/2025).
    Pengesahan ini tetap dilakukan oleh DPR RI, walaupun proses pembahasannya menuai kontroversi dan penolakan keras dari berbagai pihak.
    Pasalnya, proses pembahasan
    RUU TNI
    ini dianggap terburu-buru dan minim partisipasi masyarakat.
    Selain itu, ada kekhawatiran publik terhadap potensi kembalinya dwifungsi militer yang masih menjadi sorotan utama.
    Meski baru menjadi bahan perbincangan dalam beberapa waktu terakhir,  wacana
    revisi UU TNI
    pertama kali bergulir pada DPR periode 2019-2024.
    Kala itu, Komisi I DPR mulai mengusulkan perubahan beberapa ketentuan dalam UU Nomor 34 Tahun 2004, termasuk perluasan jabatan sipil yang bisa diisi oleh prajurit aktif.
    Namun, pembahasan revisi UU TNI pada periode tersebut kerap tersendat akibat polemik yang muncul di tengah masyarakat.
    Sejumlah pihak khawatir perubahan aturan ini akan membuka peluang kembalinya dwifungsi militer seperti pada masa Orde Baru.
    Selain itu, muncul pula wacana untuk menghapus larangan bagi anggota TNI terlibat dalam bisnis.
    Usulan ini menuai kritik tajam karena dinilai berpotensi mengganggu profesionalisme TNI sebagai institusi pertahanan negara.
    Di tengah banyaknya sorotan, DPR periode 2019-2024 akhirnya gagal menuntaskan revisi UU TNI hingga akhir masa jabatannya.
    Pembahasan pun dilanjutkan oleh DPR periode 2024-2029.
    Pada awal 2025, DPR kembali memasukkan RUU TNI ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
    Keputusan itu diambil dalam rapat paripurna DPR pada Selasa (18/2/2025), yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir.
    Dalam rapat tersebut, Adies mengungkapkan bahwa pimpinan DPR telah menerima surat presiden (Surpres) terkait penunjukan perwakilan pemerintah untuk membahas RUU TNI.
    Pada awal Maret 2025, Komisi I DPR RI mulai menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) guna menghimpun masukan dari berbagai pihak.
    Salah satunya dengan mengundang Persatuan Purnawirawan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) pada 10 Maret 2025.
    Pembahasan kemudian berlanjut dengan rapat perdana bersama unsur pemerintah pada Rabu (13/3/2025).
    Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjafruddin, yang hadir dalam rapat itu, menargetkan revisi UU TNI bisa diselesaikan sebelum masa reses anggota DPR.
    “Kita harapkan ini selesai sebelum reses para anggota DPR,” ujar Sjafrie seusai rapat.
    Sehari setelahnya, Panglima TNI Agus Subiyanto dan Kepala Staf Angkatan Darat, Laut, serta Udara turut hadir dalam rapat Komisi I DPR RI untuk memberikan pandangan mereka.
    Agus menegaskan bahwa meski ada revisi UU TNI, prinsip supremasi sipil tetap harus dijaga.
    “TNI memandang bahwa prinsip supremasi sipil adalah elemen fundamental negara demokrasi yang harus dijaga dengan memastikan adanya pemisahan yang jelas antara militer dan sipil,” kata Agus.
    Namun, revisi UU TNI mendapat banyak penolakan dari berbagai pihak.
    Sejumlah elemen masyarakat menilai perubahan aturan ini berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi ABRI seperti pada masa Orde Baru.
    Di tengah penolakan tersebut, DPR dan pemerintah tetap melanjutkan pembahasan.
    Bahkan, mereka diam-diam menggelar rapat tertutup di Hotel Fairmont, Jakarta, selama dua hari dalam format konsinyering.
    Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan sempat mendatangi lokasi rapat dan mendesak agar pembahasan dihentikan.
    Namun, desakan tersebut tidak mengubah sikap DPR dan pemerintah untuk melanjutkan revisi UU TNI.
    Pada Senin (17/3/2025), Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi (Timus/Timsin) DPR mulai merumuskan draf RUU berdasarkan hasil pembahasan maraton pekan sebelumnya.
    Hasil kerja Timus/Timsin kemudian dilaporkan kepada Komisi I DPR dan pemerintah dalam rapat panitia kerja pada Selasa (18/3/2025).
    Setelah itu, DPR dan pemerintah tanpa jeda langsung menggelar rapat pleno pengambilan keputusan tingkat I untuk menetapkan RUU TNI sebelum dibawa ke rapat paripurna.
    Saat membuka rapat pleno, Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto, mengeklaim bahwa seluruh tahapan revisi UU TNI telah dilalui dengan lengkap.
     
    “Mulai dari penerimaan Surpres, penugasan dari pimpinan ke Komisi I, kita sudah mengundang semua
    stakeholder
    , dan terakhir kita sudah menyelesaikan rapat panja,” kata Utut di ruang rapat Komisi I DPR, Selasa (18/3/2025).
    “Jadi, dilanjutkan ke Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi yang sudah melaporkan hasilnya kepada panja. Kita juga sudah rapat dengan Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan Darat, Laut, dan Udara,” ujar dia.
    Dalam rapat pleno tersebut, seluruh fraksi di Komisi I DPR pun menyatakan menyetujui RUU TNI untuk dibawa ke pembahasan tingkat II dalam rapat paripurna.
    “Selanjutnya, saya mohon persetujuannya apakah RUU tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI untuk selanjutnya dibawa pada pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna DPR RI untuk disetujui menjadi UU. Apakah dapat disetujui?” tanya Utut.
    “Setuju,” jawab seluruh peserta rapat secara serentak.
    Revisi UU TNI yang disahkan DPR membawa sejumlah perubahan signifikan, antara lain:
    1. Perpanjangan usia pensiun prajurit TNI
    – Bintara dan tamtama pensiun pada usia 55 tahun.
    – Perwira hingga pangkat kolonel pensiun pada usia 58 tahun.
    – Perwira tinggi (pati) bintang 1 pensiun usia 60 tahun.
    – Pati bintang 2 pensiun usia 61 tahun, dan pati bintang 3 pensiun usia 62 tahun.
    – Pati bintang 4 bisa pensiun pada usia 63 tahun, tetapi masa kedinasannya dapat diperpanjang oleh Presiden RI sebanyak dua kali.
    2. Perluasan penempatan prajurit aktif di lembaga sipil
    – Jumlah kementerian/lembaga yang bisa diisi oleh prajurit aktif bertambah menjadi 15 instansi, dari sebelumnya hanya 10.
    Lima tambahan instansi tersebut adalah Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan, Badan Keamanan Laut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan Kejaksaan Agung.
    3. Penambahan tugas TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP)
    – TNI kini diberi tugas tambahan dalam menanggulangi ancaman siber serta melakukan penyelamatan  WNI dan kepentingan nasional di luar negeri.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • RUU TNI Disahkan DPR Hari Ini

    RUU TNI Disahkan DPR Hari Ini

    RUU TNI Disahkan DPR Hari Ini
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Revisi UU (RUU) TNI dijadwalkan disahkan menjadi UU pada Kamis (20/3/2025) hari ini.
    Hanya saja, sejauh ini, belum ada pihak dari DPR yang bersuara perihal pengesahan
    RUU TNI
    dalam rapat paripurna yang akan digelar hari ini.
    “Mungkin saja (RUU TNI disahkan hari ini). Tapi saya belum tahu pasti acara paripurnanya,” ujar anggota Komisi I DPR Fraksi PDI-P Mayjen (Purn) TB Hasanuddin kepada Kompas.com, Kamis.
    Meski demikian, sejak kemarin, pimpinan Komisi I DPR telah menyebut bahwa RUU TNI akan dibawa ke rapat paripurna terdekat, yakni hari ini.
    “Ya hasil rapat kemarin itu sudah diputuskan di tahap I. Jadi RUU TNI sudah rampung, tinggal dibawa di tahap II, yaitu akan dibacakan di paripurna yang insya Allah dijadwalkan besok (hari ini) ya,” ujar Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Laksono di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (19/3/2025).
    Adapun RUU TNI ini mendapat sejumlah penolakan dari publik.
    Sebab, RUU TNI dikhawatirkan akan menghidupkan kembali
    dwifungsi ABRI
    , seperti yang terjadi di masa Orde Baru.
    Pokok-pokok perubahannya di antaranya seperti penambahan jabatan sipil yang bisa diduduki TNI aktif, hingga penambahan usia pensiun.
    Bahkan, H-1 pengesahan RUU TNI, Gedung DPR didemo oleh mahasiswa.
    Perwakilan massa aksi yang merupakan mahasiswa Universitas Trisakti menyebut DPR dan Kementerian Pertahanan berusaha mengembalikan dwifungsi TNI.
    Padahal, amanat reformasi adalah bagaimana memberikan supremasi sipil yang seluas-luasnya dan menghentikan militeristik dalam ranah pemerintahan.
    “Sikap kami perlu saya sampaikan bahwa mahasiswa Trisakti akan terus menolak,” seru mahasiswa.
    “Kami tidak akan beraudiensi, kami tidak akan mau duduk bersama anggota DPR di dalam. Tapi kami akan terus menolak,” sambungnya.
    Meski begitu, Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas berpandangan mahasiswa yang melakukan aksi demo untuk menolak RUU TNI belum melihat materi perubahannya.
    Sehingga, mahasiswa khawatir RUU TNI bisa menghidupkan kembali dwifungsi ABRI.
    “Semua tuntutan terkait dengan pembahasan rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia saya sudah dengar. Karena itu beri saya kesempatan sebagai Menteri Hukum untuk berkomunikasi dengan pemerintah, dengan pimpinan DPR, dengan anggota Komisi I,” ujar Supratman.
    “Tuntutan (mahasiswa) supaya (RUU TNI) tidak dilanjutkan, kelihatannya mungkin karena belum melihat materi perubahan, khawatirnya ada dwifungsi ABRI, dwifungsi TNI, soalnya kan jauh,” imbuhnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Natalius Pigai Sebut Pihak yang Tolak RUU TNI dengan Sebutan Buzzer, Denny Siregar: Berasa Dibelai dengan Kelembutan

    Natalius Pigai Sebut Pihak yang Tolak RUU TNI dengan Sebutan Buzzer, Denny Siregar: Berasa Dibelai dengan Kelembutan

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai memberi komentar terkait penolakan RUU TNI yang saat ini bergejolak.

    Pigai mengungkap bahwa dalam RUU TNI tidak ada hal ataupun muatan yang mengarah pada skema dwifungsi yang mengarah ke orde baru.

    “Enggak ada itu (dwifungsi ABRI), tidak mungkin. Enggak mungkin (ada dwifungsi ABRI), itu cuma imajinasi belaka, enggak mungkin, sangat tidak mungkin, mustahil,” kata Pigai.

    Bahkan, Pigai menyebut pihak atau orang-orang yang mengiring opini terkait hal ini disebutnya sebagai buzzer.

    “Itu orang yang hidupkan (opini hadirnya dwifungsi ABRI atau mengubah negara), itu orang-orang enggak ada kerjaan. Itu memang cuma kelompok buzzer kalau menurut saya,” tuturnya.

    Terkait hal ini, Sutradara film Sayap-sayap Patah, Denny Siregar memberikan sentilan.

    Melalui unggahan di akun Instagram pribadinya, ia menyebut pihak yang memprotes terkait RUU TNI mendapatkan panggil mesra dari Menteri HAM itu.

    Ia bahkan menyebut panggilan buzzer dari Pigai bak belaian dan kelembutan yang tentunya bermaksud menyindir.

    “Duh, kita dapat panggilan sayang “buzzer”… ,” tulisnya dikutip Kamis (20/3/2025).

    “Berasa dibelai dgn kelembutan,” tuturnya.

    (Erfyansyah/fajar)