Event: Rezim Orde Baru

  • UU TNI Belum Diteken Prabowo, Menkum: Tak Ada Dwifungsi ABRI!

    UU TNI Belum Diteken Prabowo, Menkum: Tak Ada Dwifungsi ABRI!

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Supratman Andi Agtas menegaskan, Presiden Prabowo Subianto belum menandatangani draf hasil revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) beberapa waktu lalu. Meskipun demikian, Menkumham menjamin bahwa revisi UU TNI ini tidak akan memicu kembalinya praktik dwifungsi ABRI seperti pada era Orde Baru.

    Supratman Andi Agtas menjelaskan, draf UU TNI saat ini sedang berada di meja Presiden Prabowo Subianto untuk ditandatangani dan diundangkan ke dalam lembaran negara.

    “Ada banyak undang-undang yang akan ditandatangani presiden sehingga membutuhkan waktu. Bukan hanya satu. Untuk kepastian lebih lanjut nanti bisa ditanyakan ke Sekretariat Negara ya,” ujar Supratman Andi Agtas seusai konferensi pers capaian kinerja Kementerian Hukum dan HAM triwulan I 2025 di kantor Kemenkumham, Jakarta, Selasa (15/4/2025).

    Menkumham juga menjelaskan bahwa UU TNI dapat berlaku secara otomatis apabila presiden tidak menandatanganinya dalam waktu 30 hari dan wajib diundangkan dalam lembaran negara, sesuai dengan ketentuan Pasal 20 ayat (5) Undang-Undang Dasar 1945.

    Supratman Andi Agtas meyakini bahwa Presiden Prabowo Subianto akan menandatangani hasil revisi UU TNI tersebut. “Semua pasti prosesnya normal. Karena itu tinggal menunggu waktu saja, apalagi jadwal beliau kan kita tidak tahu,” tambahnya.

    Menkumham meminta masyarakat untuk tidak khawatir mengenai kemungkinan munculnya kembali dwifungsi TNI setelah UU TNI yang baru berlaku. Ia menegaskan bahwa aturan dalam UU tersebut memberikan batasan yang jelas mengenai jabatan sipil yang boleh diisi oleh anggota militer aktif.

    “Saya pastikan tidak akan ada yang berubah dari draf (UU TNI) yang sudah disusun. Itu (dwifungsi ABRI) tidak akan terjadi. Jadi seperti yang saya sampaikan, yang berubah itu kan hanya soal dua penambahan tugas TNI di luar tugas pokoknya,” pungkasnya.

  • Reaksi Armuji Dilaporkan Pengusaha karena Tindaklanjuti Aduan Ijazah Ditahan: Biar Hukum Berbicara – Halaman all

    Reaksi Armuji Dilaporkan Pengusaha karena Tindaklanjuti Aduan Ijazah Ditahan: Biar Hukum Berbicara – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Wakil Wali Kota Surabaya, Jawa Timur, Armuji alias Cak Ji, dilaporkan oleh seorang pengusaha bernama Jan Hwa Diana, setelah menindaklanjuti aduan penahanan ijazah dari warga.

    Terkait pelaporan itu, sebanyak 50 pengacara siap memberi bantuan hukum untuk Cak Ji.

    Cak Ji sendiri mengaku tak gentar atas laporan Diana. Ia bahkan memastikan bakal menghargai proses hukum yang berjalan.

    “Tidak takut sama sekali. Biarlah hukum yang berbicara. Saya menghargai semua proses yang ada,” kata Cak Ji, Senin (14/4/2025), dilansir TribunJatim.com.

    Ia pun membenarkan, puluhan pengacara dijadwalkan berkunjung ke rumah dinasnya untuk memberi bantuan hukum.

    Cak Ji mengapresiasi niat baik puluhan pengacara tersebut.

    “Nanti puluhan lawyer spontan akan memberi dukungan ke saya ke rumah dinas. Menawarkan bantuan hukum.”

    “Kami menghargai. Lihat saja nanti seperti apa tujuan wong wong iku (pengacara),” kata dia.

    Pelaporan terhadap Cak Ji bermula dari adanya aduan warga Surabaya terkait penahanan ijazah di perusahaan milik Diana.

    Aduan itu diterima Cak Ji lewat Rumah Aspirasi pada Selasa (25/3/2025).

    Cak Ji diketahui melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke CV SS milik Diana, Selasa (8/4/2025), untuk menindaklanjuti aduan tersebut.

    Namun, Cak Ji mendapat perlakuan kurang menyenangkan sebab ia tak dibukakan pintu. Pintu perusahaan bahkan tertutup rapat.

    Saat Cak Ji berusaha menghubungi Diana, ia justru dituduh sebagai penipu.

    “Saya enggak kenal sampeyan (Anda), sampeyan penipuan,” kata Diana lewat telepon.

    Buntut kedatangan Cak Ji itu, Diana lantas melaporkan Wakil Wali Kota Surabaya tersebut ke Polda Jatim atas dugaan pencemaran nama baik terkait UU ITE, Kamis (10/4/2025).

    Diketahui, Diana melaporkan akun Instagram milik Cak Ji, @cakj1, karena mengunggah fotonya bersama sang suami tanpa izin.

    Dikutip dari laman resmi Indonesia Corruption Watch (ICW), Armuji alias Cak Ji adalah pria asli Surabaya. Ia lahir pada 8 Juni 1965.

    Ia merupakan lulusan Strata 1 Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya (ITATS).

    Saat menjadi mahasiswa, Cak Ji berperan aktif dalam gerakan mahasiswa untuk menumbangkan orde baru.

    Ia pernah tergabung dalam aksi unjuk rassa dan penyegelan DPRD Kota Surabaya pada 1998.

    Kala itu, Cak Ji merupakan anggota Arek Suroboyo Pro Reformasi (ASPR).

    Sebelum menjadi Wakil Wali Kota Surabaya, Cak Ji sudah kenyang pengalaman sebagai politikus.

    Ia merupakan anggota DPRD Surabaya selama tiga periode dan pernah menjadi anggota DPRD Provinsi Jawa Timur.

    Karier Cak Ji sebagai politikus dimulai pada 1999, saat menjadi anggota DPRD Surabaya.

    Setelahnya, ia pernah menjabat sebagai Wakil Ketua dan Ketua DPRD Surabaya.

    Dari wakil rakyat, Cak Ji menjajal peruntungan di Pilkada Surabaya 2020.

    Ia maju sebagai Wakil Wali Kota Surabaya mendampingi Eri Cahyadi.

    Hasilnya, Eri-Cak Ji lolos Pilkada 2020 dan resmi menjadi Wali Kota-Wakil Wali Kota Surabaya.

    Keduanya kembali mencalonkan diri dalam formasi yang sama pada Pilkada 2024.

    Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun menetapkan Eri-Cak Ji sebagai pemenang PIlkada 2024, Kamis (9/1/2025).

    Eri-Cak Ji melawan kotak kosong dengan perolehan surara 980.380 atau 81.38 persen, dikutip dari Kominfo Jatim.

    Cak Ji diketahui merupakan kader PDIP.

    Di partai berlogo banteng itu, ia pernah menjabat sebagai Sekretaris DPC PDIP Surabaya hingga Wakil Ketua Bidang Pariwisata DPD PDIP Jatim.

    Berikut riwayat karier dan organisasi Cak Ji, dikutip dari Wikipedia:

    Karier

    Anggota DPRD Surabaya (1999-2019);
    Wakil Ketua DPRD Surabaya (2009-2014);
    Ketua DPRD Surabaya (2003-2004 dan 2014-2019);
    Anggota DPRD Jawa Timur (2019-2020);
    Wakil Wali Kota Surabaya (2021-sekarang).

    Organisasi

    Sekretaris DPC PDIP Surabaya (2010-2015);
    Wakil Ketua DPC PDIP Surabaya (2015-2019);
    Wakil Ketua Bidang Buruh DPD PDIP Jatim (2010-2015);
    Wakil Ketua Bidang Pariwisata DPD PDIP Jatim (2015-2020).

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul Wakil Wali Kota Armuji Syok Tak Dibukakan Pintu saat Sidak Pabrik yang Tahan Ijazah, Disebut Nipu

    (Tribunnews.com/Pravitri Retno W, TribunJatim.com/Ani Susanti/Nuraini Faiq)

  • Chatib Basri Ingatkan Krisis Ekonomi 1930 Bisa Terulang Akibat Tarif Trump

    Chatib Basri Ingatkan Krisis Ekonomi 1930 Bisa Terulang Akibat Tarif Trump

    Bisnis.com, JAKARTA — Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Chatib Basri mewanti-wanti krisis ekonomi global 1930 atau yang dikenal dengan Great Depression bisa kembali terulang akibat penerapan tarif resiprokal oleh Presiden AS Donald Trump.

    Dede, sapaan Chatib Basri, menjelaskan bahwa Great Depression terjadi karena retaliasi negara lain akibat kebijakan tarif di AS (Smoot-Hawley Tariff Act). Akibat negara lain membalas dengan menaikkan tarif atas produk AS, volume perdagangan global turun drastis sehingga memperlambat perekonomian global.

    Pada saat Great Depression 1930, lanjutnya, tingkat pengangguran dan kemiskinan meningkat tajam terutama di negara-negara maju.

    “Global trade-nya [perdagangan global] jatuh, ekspor turun. Karena ekspor turun, investasi turun. Investasi turun, GDP turun, consumption [konsumsi] turun, terjadilah Great Depression pada waktu itu,” jelas Dede dalam diskusi The Yudhoyono Institute, Minggu (13/4/2025).

    Masalahnya, dia melihat pola serupa bisa terjadi dalam kasus penerapan tarif resiprokal Trump belakangan ini. Apalagi usai Trump mengumumkan kebijakan tarif tersebut, sejumlah negara melakukan retaliasi terutama China.

    Belakangan, China menaikkan tarif impor untuk barang dari AS menjadi 125%. Tarif tersebut merupakan respons Negeri Tirai Bambu setelah AS menaikkan tarif impor terhadap barang asal China menjadi 145%.

    Ekonom senior dan mantan Menteri Keuangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu pun berharap Trump akan melunak, dengan membuka opsi negosiasi zehingga Great Depression tidak terulang. Menurutnya, jika China melihat keraguan Trump maka Xi Jinping juga akan membuka opsi negosiasi.

    “Jadi upaya untuk mengatasi retaliasi itu menjadi sangat penting,” ujarnya.

    Dampak Tarif Trump ke RI

    Lebih lanjut, Chatib menjelaskan penerapan tarif tambahan untuk barang impor asal Indonesia ke oleh pemerintah AS akan berdampak negatif ke pelaku bisnis dalam negeri terutama sektor yang bergantung kepada ekspor ke Negeri Paman Sam. Dia mencontohkan tekstil, alas kaki, udang, hingga elektronik.

    Permasalahan itu diperburuk dengan ketidakpastian dunia usaha yang tinggi di Indonesia. Oleh sebab itu, dia mendorong pemerintah memanfaatkan ancaman tarif Trump dengan melakukan reformasi.

    “Jadi yang harus dilakukan adalah bagaimana memberikan kepastian, bagaimana memberikan peraturan yang konsisten. Uang di Indonesia tidak masalah, tapi masalah bisa jadi uang. Itu sebabnya maka deregulasi menjadi penting,” ujarnya. 

    Menurutnya, deregulasi dapat memotong biaya produksi secara signifikan. Mantan menteri keuangan itu pun mengingatkan bahwa Orde Baru sempat melakukan deregulasi besar-besaran yang berdampak positif ke sektor manufaktur.

    “Mengapa ekspor non-Migas itu bisa tumbuh 20%—26% di pertengahan era 80-an? Jawabannya dua, sebetulnya mirip dengan sekarang, waktu itu pemerintahan melakukan devaluasi tahun 1986. Kemudian yang kedua adalah deregulasi secara signifikan untuk memotong high-cost economy,” jelasnya.

    Oleh sebab itu, dia mendukung penuh arahan Presiden Prabowo beberapa waktu lalu untuk melakukan deregulasi ekonomi seperti menghapus kuota impor hingga relaksasi TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri).

    Selain itu, Dede menjelaskan belanja pemerintah menjadi sangat penting pada saat timbul ketidakpastian global seperti sekarang ini. Masalahnya, ruang fiskal pemerintah sangat sempit sehingga tidak bisa belanja besar-besaran.

    Dia pun mendorong agar pemerintah memprioritaskan belanja ke sektor yang memberi efek pengganda tinggi seperti pariwisata yang kerap menyerap lapangan kerja.

    Selain itu, belanja ke program perlindungan sosial seperti BLT (bantuan langsung tunai) hingga percepatan program MBG (makan bergizi gratis) sehingga bisa meningkatkan daya beli masyarakat.

    “Kalau kita waktu kecil itu diajarkan adalah hemat pangkal kaya, tetapi di dalam pemulihan ekonomi itu belanja pangkal pulih. Kalau orang spend [belanja], maka permintaannya akan terjadi. Kalau permintaannya akan terjadi, maka dunia usaha akan respons dengan memproduksi, mempekerjakan tenaga kerja,” ujar Dede.

    Tak lupa, dia menggarisbawahi pentingnya diversifikasi mitra dagang. Oleh sebab itu, pemerintah harus mempercepat perjanjian IEU-CEPA (Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement) hingga perkuat kerja sama negara-negara Asean.

  • Chatib Basri Sarankan Prabowo Ikuti Taktik Orde Baru Hadapi Tarif Trump

    Chatib Basri Sarankan Prabowo Ikuti Taktik Orde Baru Hadapi Tarif Trump

    Bisnis.com, JAKARTA — Anggota Dewan Ekonomi Nasional Chatib Basri mengusulkan pemerintah Presiden Prabowo Subianto mengikuti taktik yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru untuk menghadapi ancaman tarif resiprokal Presiden AS Donald Trump.

    Dede, sapaan Chatib Basri, mengatakan taktik yang pernah dilakukan pemerintah Orde Baru, yakni melakukan deregulasi ekonomi besar-besaran. 

    Dia menjelaskan penerapan tarif tambahan untuk barang impor asal Indonesia ke oleh pemerintah AS akan berdampak negatif ke pelaku bisnis dalam negeri terutama sektor yang bergantung kepada ekspor ke Negeri Paman Sam itu. Dia mencontohkan tekstil, alas kaki, udang, hingga elektronik.

    Permasalahan itu, lanjutnya, diperburuk dengan ketidakpastian dunia usaha yang tinggi di Indonesia. Oleh sebab itu, dia mendorong pemerintah memanfaatkan ancaman tarif Trump dengan melakukan reformasi struktural. 

    “Jadi yang harus dilakukan [pemerintah] adalah bagaimana memberikan kepastian, bagaimana memberikan peraturan yang konsisten. Uang di Indonesia tidak masalah, tapi masalah bisa jadi uang. Itu sebabnya maka deregulasi menjadi penting,” ujar Chatib Basri dalam diskusi The Yudhoyono Institute, Minggu (13/4/2024).

    Menurutnya, deregulasi ekonomi dapat memotong biaya produksi secara signifikan. Mantan menteri keuangan itu pun mengingatkan bahwa Orde Baru sempat melakukan deregulasi besar-besaran yang berdampak positif ke sektor manufaktur.

    “Mengapa ekspor non-Migas itu bisa tumbuh 20%—26% di pertengahan era 80-an? Jawabannya dua, sebetulnya mirip dengan sekarang, waktu itu pemerintahan melakukan devaluasi tahun 1986, kemudian yang kedua adalah deregulasi secara signifikan untuk memotong high-cost economy,” jelasnya.

    Oleh sebab itu, dia mendukung penuh arahan Presiden Prabowo beberapa waktu lalu untuk melakukan deregulasi ekonomi seperti menghapus kuota impor hingga relaksasi TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri).

    Selain itu, Dede menjelaskan belanja pemerintah menjadi sangat penting pada saat timbul ketidakpastian global seperti sekarang ini. Masalahnya, ruang fiskal pemerintah sangat sempit sehingga tidak bisa belanja besar-besaran.

    Dia pun mendorong agar pemerintah memprioritaskan belanja ke sektor yang memberi efek pengganda tinggi seperti pariwisata yang kerap menyerap lapangan kerja.

    Selain itu, belanja ke program perlindungan sosial seperti BLT (bantuan langsung tunai) hingga percepatan program MBG (makan bergizi gratis) sehingga bisa meningkatkan daya beli masyarakat.

    “Kalau kita waktu kecil itu diajarkan adalah hemat pangkal kaya, tetapi di dalam pemulihan ekonomi itu belanja pangkal pulih. Kalau orang spend [belanja], maka permintaannya akan terjadi. Kalau permintaannya akan terjadi, maka dunia usaha akan respons dengan memproduksi, mempekerjakan tenaga kerja,” ujar Dede.

    Tak lupa, dia menggarisbawahi pentingnya diversifikasi mitra dagang. Oleh sebab itu, pemerintah harus mempercepat perjanjian IEU-CEPA (Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement) hingga perkuat kerja sama negara-negara Asean.

  • Permesta dan jejak panjang desentralisasi politik Indonesia

    Permesta dan jejak panjang desentralisasi politik Indonesia

    Pemberontakan PRRI/Permesta (sumber: lampungsai.com) (https://tinyurl.com/4mrpdfjs)

    13 April 1965: Permesta dan jejak panjang desentralisasi politik Indonesia
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Minggu, 13 April 2025 – 06:00 WIB

    Elshinta.com – Pada tanggal 13 April 1965, ketegangan politik di Indonesia mencapai puncaknya dengan semakin menguatnya gerakan Permesta (Perjuangan Semesta), sebuah pemberontakan yang dipimpin oleh kelompok militer dan politisi yang tidak puas dengan kebijakan pemerintah pusat. Permesta dimulai di Sulawesi Utara sebagai respons terhadap kebijakan pemerintah Presiden Soekarno yang dianggap merugikan daerah-daerah tertentu, terutama di luar Jawa. Gerakan ini merupakan bagian dari rangkaian pemberontakan yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia pada masa itu, yang juga termasuk PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) di Sumatra.

    Permesta dimulai pada tahun 1957, ketika kelompok-kelompok militer dan politisi daerah menginginkan otonomi yang lebih besar dan perbaikan dalam distribusi sumber daya serta perhatian lebih dari pemerintah pusat. Tokoh utama dalam pemberontakan ini adalah mantan perwira tinggi Angkatan Darat, seperti Letnan Kolonel Andi Aziz, yang merasa bahwa pemerintahan pusat terlalu terpusat di Jakarta dan mengabaikan kepentingan daerah. Para pemberontak Permesta menuntut agar kebijakan politik dan ekonomi lebih berpihak kepada daerah-daerah di luar Jawa, dengan fokus utama pada pembangunan infrastruktur, pemerataan kesejahteraan, serta pengelolaan sumber daya alam yang lebih adil.

    Permesta berkembang menjadi pemberontakan yang cukup besar, dan pada awalnya didukung oleh beberapa kalangan militer serta sejumlah masyarakat yang kecewa dengan pemerintahan Soekarno yang cenderung otoriter dan lebih mengutamakan kebijakan politik luar negeri seperti Konfrontasi dengan Malaysia. Konflik ini pun semakin intensif setelah pemberontakan PRRI di Sumatra, yang terjadi sekitar waktu yang hampir bersamaan. Pemerintah pusat merespons dengan keras, mengirimkan pasukan untuk meredam pemberontakan di daerah-daerah tersebut, yang akhirnya memunculkan ketegangan antara pihak yang setia kepada pemerintahan pusat dan mereka yang mendukung gerakan otonomi.

    Pada tanggal 13 April 1965, situasi semakin memanas dengan pertempuran terbuka antara pasukan pemerintah dan pasukan Permesta. Meskipun pada awalnya pemerintah berusaha menyelesaikan masalah ini dengan jalan diplomasi, ketidakpuasan yang mendalam terhadap kebijakan yang diterapkan oleh Soekarno dan pengaruhnya terhadap kesejahteraan daerah-daerah semakin memperburuk keadaan. Permesta akhirnya tidak hanya menjadi masalah politik, tetapi juga menciptakan ketegangan sosial yang mempengaruhi stabilitas negara.

    Pemberontakan ini berlanjut hingga 1966, meskipun pada tahun tersebut pergerakan Permesta akhirnya mengalami kekalahan. Namun, dampak dari pemberontakan ini cukup besar, karena mengungkapkan adanya ketidakpuasan yang meluas terhadap pemerintah pusat dan menyoroti ketegangan antara wilayah-wilayah di luar Jawa dengan pusat kekuasaan di Jakarta. Pemberontakan Permesta menunjukkan bahwa meskipun Indonesia telah merdeka, masih terdapat tantangan besar dalam membangun kesatuan nasional yang sejati, yang didorong oleh perbedaan politik, ekonomi, dan sosial antara berbagai daerah di Indonesia.

    Dampak jangka panjang dari pemberontakan Permesta terhadap politik Indonesia saat ini dapat dilihat dari beberapa aspek penting yang membentuk dinamika politik dan pemerintahan di negara ini. Pemberontakan Permesta, meskipun terjadi lebih dari setengah abad yang lalu, memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan politik Indonesia, baik dalam hal desentralisasi, hubungan pusat dan daerah, maupun proses pembentukan identitas nasional.

    Salah satu dampak terbesar dari pemberontakan Permesta adalah kesadaran yang muncul mengenai pentingnya desentralisasi kekuasaan. Pada masa pemerintahan Soekarno, Indonesia menerapkan sistem pemerintahan yang sangat terpusat, di mana Jakarta memegang kontrol penuh atas kebijakan politik, ekonomi, dan sosial. Ketidakpuasan terhadap pemerintahan yang otoriter ini mendorong wilayah-wilayah seperti Sulawesi Utara untuk menginginkan otonomi yang lebih besar. Walaupun pemberontakan Permesta berakhir dengan kekalahan, ketegangan tersebut menyoroti pentingnya memberi ruang bagi daerah untuk mengatur urusan mereka sendiri.

    Setelah era Orde Baru, yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, Indonesia mulai mengimplementasikan kebijakan desentralisasi yang lebih luas. Pada tahun 2001, melalui Undang-Undang Otonomi Daerah, Indonesia memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan pemerintahan dan sumber daya alam mereka. Kebijakan ini dapat dilihat sebagai respons terhadap perasaan ketidakadilan yang telah lama ada, yang juga tercermin dalam pemberontakan Permesta. Meskipun desentralisasi tidak semata-mata lahir dari Permesta, peristiwa tersebut berkontribusi pada pemikiran tentang pentingnya hubungan yang lebih seimbang antara pemerintah pusat dan daerah.

    Selain itu, pemberontakan Permesta juga memperkuat pemahaman tentang pentingnya identitas nasional yang inklusif. Ketegangan antara pusat dan daerah pada masa itu mencerminkan ketidakpuasan terhadap dominasi Jawa, yang sering dianggap lebih menguntungkan dalam segi politik dan ekonomi. Permesta menyoroti bagaimana perbedaan wilayah dapat memengaruhi hubungan antara masyarakat di daerah dan pemerintah pusat. Dalam konteks politik Indonesia saat ini, meskipun negara telah berkembang menjadi lebih inklusif, masih ada ketegangan sesekali terkait dengan ketidakmerataan pembangunan antara Jawa dan luar Jawa, meskipun secara umum kebijakan pemerintah berfokus pada pemerataan pembangunan.

    Dalam hal politik regional, meskipun pemberontakan Permesta gagal, hal itu membuka jalan bagi pemahaman yang lebih dalam mengenai pentingnya mendengarkan suara-suara dari daerah. Kini, Indonesia memiliki lebih banyak partai politik daerah yang berusaha untuk mewakili kepentingan lokal dalam panggung politik nasional. Permesta mengajarkan bahwa suara dari daerah perlu didengar, dan bahwa konflik yang berakar dari ketidakpuasan terhadap kebijakan pusat bisa mengancam stabilitas politik negara jika tidak ditangani dengan baik.

    Terakhir, dampak pemberontakan Permesta juga terlihat dalam toleransi politik di Indonesia saat ini. Meskipun banyak peristiwa serupa terjadi pada masa itu yang melibatkan separatisme dan perlawanan terhadap pemerintah pusat, Indonesia kini lebih mengedepankan dialog dan upaya untuk menciptakan perdamaian dalam mengatasi perbedaan politik dan sosial. Keberagaman Indonesia yang luas, dengan berbagai suku, agama, dan budaya, juga menjadikan pentingnya pendekatan yang lebih inklusif dan merangkul semua pihak dalam membangun negara.

    Secara keseluruhan, pemberontakan Permesta memberi pelajaran penting mengenai pentingnya keseimbangan antara pusat dan daerah dalam sistem pemerintahan Indonesia, serta bagaimana perjuangan daerah untuk mendapatkan otonomi yang lebih besar menjadi bagian dari proses panjang menuju demokratisasi dan pembentukan identitas nasional Indonesia yang lebih adil dan inklusif.

    Sumber : Sumber Lain

  • Prabowo Disebut Padukan Sosialisme dan Kapitalisme dalam Kebijakannya

    Prabowo Disebut Padukan Sosialisme dan Kapitalisme dalam Kebijakannya

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Mantan Sekretaris Jenderal Partai NasDem, Patrice Rio Capella menyebut ada ideologi dalam setiap kebijakan yang diambil Presiden Prabowo Subianto. Terutama program strategisnya.

    “Ini presiden kita, Prabowo ini, dia tanpa sadar punya ideologi yang dikeluarkan dalam kebijakan-kebijakannya,” kata Rio dikutip dari YouTube Akbar Faizal Uncensored, Jumat (11/4/2025).

    Hal tersebut, menurutnya dipengaruhi oleh orang tuanya. Ayah Prabowo, Soemitro Sjojohadikoesoemo diketahui merupakan ekonom dan politisi.

    Soemitro dikenal sebagai arsitek ekonomi di Orde Baru, yang cenderung pada pasar bebas. Meski begitu, Rio menyebut Soemitro seorang sosialis.

    “Latar belakang orang tuanya yang sosialis, itu ternyata keluar dalam kebijakan-kebijakannya hari ini,” ucapnya.

    Patrick pun menguraikan, kebijakan Prabowo yang berbau sosialis. Seperti sekolah rakyat yang disebutnya hanya ada dalam negara sosialis.

    “Apa itu? Sekolah rakyat, itu hanya ada di negara-negara sosialis. Yang ada bahasa sekolah rakyat,” ujar Rio.

    “Kemudian ngurusi perutnya (Makan Bergizi Gratis atau MBG). Itu sosialis,” tambahnya.

    Hal tersebut, menurutnya tak ada di negara kapitalis.

    “Negara kapitalis. Tuh mana ada yang ngurusin perut orang lain. Lu mau mati, mati. Lu mau sekolah, sekolah. Nggak ada ya,” imbuhnya.

    Selain itu, yakni Koperasi Merah Putih. Sebuah konsep sosialis yang dinilai Rio hidup di tengah kapitalisme.

    “Berikutnya koperasi. Koperasi Merah Putih itu konsep sosialis. Sosialisme ala Indonesia. Tapi dia hidup. Di tengah sistem kapitalisme,” terangnya.

  • Komunikasi Publik Prabowo dan Diskursus Masyarakat Digital
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        10 April 2025

    Komunikasi Publik Prabowo dan Diskursus Masyarakat Digital Nasional 10 April 2025

    Komunikasi Publik Prabowo dan Diskursus Masyarakat Digital
    Asisten Dosen dan Peneliti di Departemen Sosiologi, Universitas Airlangga
    SETIAP
    pemimpin memiliki karakter dan gaya
    komunikasi publik
    yang diferensiatif atau berbeda-beda. Gaya komunikasi publik juga berkaitan dengan model kepemimpinan yang diterapkan untuk mengatur institusi makro seperti negara.
    Dalam hal ini,
    Prabowo
    Subianto sebagai Presiden RI ke-8 memiliki gaya komunikasi publik yang menarik untuk dianalisis. Mengingat, Prabowo terkenal sebagai sosok pemimpin yang tegas, terkadang “blak-blakan”, dan memiliki nada bicara yang tinggi.
    Latar belakang militer selama puluhan tahun juga membentuk Prabowo sebagai individu yang inheren akan nilai nasionalisme.
    Aspek ini juga yang menjadi nilai-jual Prabowo selama berkarier di dunia politik praktis pasca-Orde Baru. Terutama, ketika dirinya mengikuti kontestasi elektoral dari 2009 hingga 2024 lalu.
    Walaupun begitu, selama berkontestasi secara politik hingga menjabat sebagai Presiden RI, Prabowo acap kali melakukan beberapa kesalahan dalam komunikasi publik.
    Sehingga menimbulkan reaksi negatif dan melahirkan diskursus kritis dari masyarakat jaringan di Indonesia maupun luar negeri.
    Pada Minggu (6/4), Prabowo melakukan wawancara eksklusif bersama tujuh jurnalis senior selama kurang lebih tiga jam.
    Secara kontekstual, jurnalis senior tersebut menanyakan berbagai pertanyaan kritis mengenai isu sosial, politik, ekonomi, hingga isu-isu lain yang bersifat aktual-negatif.
    Satu hal yang perlu digarisbawahi, Prabowo menunjukkan bahwa dirinya tidak takut bertemu pers dan menjawab berbagai pertanyaan kritis dari para jurnalis senior.
    Hal ini mencerminkan demokratisasi ide yang dimanifestasikan dalam eksistensi pers di Indonesia dengan membuka kesempatan untuk bertanya apa saja.
    Dalam buku “Media and Democracy” oleh James Curran (2011) menjelaskan bahwa demokratisasi pers tidak hanya memberikan kesempatan bagi media untuk menjalankan fungsionalitasnya dalam konteks praksis—seperti menulis, memberitakan informasi, dan investigasi.
    Demokratisasi pers juga membuka kesempatan adanya informasi berbeda kepada suatu objek pemberitaan.
    Demokratisasi pers menolak adanya homogenisasi informasi yang memiliki tendensi untuk melakukan ”positive framing” terhadap objek pemberitaan tertentu.
    Kembali pada konteks wawancara eksklusif, terdapat beberapa permasalahan substansial dalam komunikasi publik Prabowo ketika menjawab pertanyaan dari para jurnalis senior.
    Misalnya, ketika ditanya mengenai demonstrasi dari masyarakat sipil terhadap isu keputusan Mahkamah Konstitusi dan RUU TNI.
    Jawaban dari Prabowo cenderung menyudutkan masyarakat sipil dengan berdalih demonstrasi tersebut dibayar pihak tertentu. Kemudian, Prabowo mengaku menghormati demonstrasi yang damai dan tidak rusuh.
    ”Kalau ada abusive, ya, kita harus investigasi, proses secara hukum kalau abusive. Tapi coba perhatikan secara objektif dan jujur. Apakah demo-demo itu murni atau ada yang bayar. Harus objektif, dong,” jawab Prabowo.
    Secara substansial, Prabowo mencoba untuk keluar dari substansi pertanyaan dan memberikan respons tendensius.
    Bahkan, Prabowo beranggapan bahwa gerakan sosial dari masyarakat sipil bukan murni karena keresahan kolektif, tapi bersifat transaksional dan penuh intensi politik.
    Gaya komunikasi publik dari Prabowo yang ”blak-blakan” cenderung memperkeruh substansi dan tidak menjawab secara komprehensif terhadap pertanyaan yang diajukan oleh para jurnalis.
    Oleh karena itu, selama tiga jam wawancara, Prabowo terlihat kesulitan untuk mengimbangi pertanyaan kritis dari jurnalis.
    Video wawancara eksklusif bersama Prabowo telah diunggah di Youtube dan ditonton lebih dari satu juta orang.
    Berbagai reaksi dari warganet memenuhi kolom komentar di Youtube yang melahirkan diskursus dalam ruang digital lain, seperti Instagram, X (Twitter), dan TikTok.
    Media sosial menjadi platform yang strategis untuk masyarakat digital (
    digital society
    ) berkomentar, memberikan argumentasi, mendistribusikan gagasan, hingga mendiskusikan suatu isu-isu tertentu.
    Dalam hal ini, gaya komunikasi publik dari Prabowo menjadi sorotan di berbagai media sosial.
    Tidak hanya menyoroti jawaban Prabowo ketika wawancara bersama jurnalis, tapi juga gaya komunikasi publik di beberapa kegiatan pemerintah lain.
    Misalnya, ketika Prabowo membahas kebijakan bersama petani di Majalengka (7/4), di mana Prabowo menyampaikan bahwa terkadang orang terlalu pintar tidak menjadi apa-apa.
    Menurutnya, Indonesia membutuhkan orang-orang tulus dan membuat kebijakan yang rasional, bukan kebijakan yang perlu terlalu orang pintar.
    Secara implisit, Prabowo memperlihatkan tendensius terhadap orang pintar di Indonesia.
    “Saya menerima mandat Oktober 20, mungkin sekarang baru masuk bulan keenam. Tapi, dengan niat yang baik dari semua pihak, yang diberi amanat terhadap rakyat, dengan kebijakan yang masuk akal, bukan kebijakan yang perlu orang terlalu pintar,” tutur Prabowo.
    Gaya komunikasi publik dari Prabowo yang terkadang ”ceplas-ceplos” membuatnya sangat rentan melakukan blunder dan menghasilkan miskomunikasi kepada publik.
    Dari hal ini, terlihat bahwa pemerintah seperti antiorang pintar dan menjauhi sistem meritokrasi yang mengakomodasi jabatan sesuai kemampuannya.
    Prabowo bersama pemerintah harus melakukan evaluasi terukur terhadap gaya komunikasi publik yang lebih efektif, strategis, dan proporsional terhadap suatu isu.
    Optimalisasi peran terhadap PCO (
    Presidential Communication Office
    ) menjadi penting untuk memitigasi miskomunikasi dari pemerintah terhadap isu-isu strategis.
    Dengan melakukan evaluasi, maka pemerintah dapat lebih efektif mendiseminasikan informasi kepada publik secara proporsional. Sebab, acap kali kegaduhan di publik dimulai dari kesalahan ucap atau komunikasi publik dari pemerintah terhadap isu sensitif.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Aksi Menginap di DPR Dibubarkan Satpol PP, Tak Ada Lagi Tenda Demonstran di Senayan – Halaman all

    Aksi Menginap di DPR Dibubarkan Satpol PP, Tak Ada Lagi Tenda Demonstran di Senayan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tidak ada lagi aksi massa menginap di depan Gerbang Pancasila Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Kamis (10/4/2025).

    Hal ini seiring kabar dibubarkannya aksi masyarakat sipil menolak pengesahan Undang-undang (UU) TNI oleh Satpol PP, satu hari sebelumnya.

    Pantauan Tribunnews.com di depan Gerbang Pancasila atau tepatnya Jalan Gelora, Senayan, Jakarta Pusat sekira pukul 11.40 WIB, tak ada lagi tenda-tenda demonstran di trotoar jalan yang berada di sisi luar Lapangan Tembak Senayan.

    Lokasi aksi itu kini telah kosong.

    Adapun sejumlah petugas keamanan Gedung Parlemen tampak berjaga di depan Gerbang Pancasila.

    Penjagaan yang demikian biasa dilakukan. Para petugas keamanan melakukan pemeriksaan terhadap mobil-mobil yang hendak masuk ke Gedung Parlemen.

    Perwakilan masyarakat sipil, Al, mengatakan pada Rabu, 9 April 2025 sekitar pukul 17.00 WIB, aksi tersebut dibubarkan sejumlah anggota Satpol PP DKI Jakarta.

    “Aksi piknik dan kemah damai yang sedang berjalan di hari ketiga dibubarkan secara paksa oleh sekitar 30 orang anggota Satuan Polisi Pamong Praja DKI Jakarta sehingga harus dihentikan sementara,” kata Al, dalam keterangan tertulis, Rabu.

    Ia kemudian menjelaskan, sempat ada negosiasi antara demonstran dan anggota Satpol PP.

    “Kepala operasi (Satpol PP) berpegang teguh bahwa peserta aksi telah melanggar peraturan dengan menggunakan trotoar sebagai tempat aksi dan mengaku melakukan tindakan karena ada aduan dari masyarajat bahwa peserta aksi mengganggu pejalan kaki,” jelasnya.

    Al juga menyebut, dalam proses pembubaran aksi, anggota Satpol PP menggunakan pengeras suara.

    Peristiwa tersebut sempat diwarnai aksi tarik-menarik tenda dan logistik milik para peserta aksi yang diangkut oleh anggota Satpol PP.

    “Kami mengecam aksi sepihak yang tidak mengindahkan hak-hak warga negara untuk menggunakan fasilitas publik untuk menyampaikan aspirasi sebagaimana dijamin oleh UUD 1945 yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja DKI Jakarta,” kata Al.

    “Dan menuntut Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung untuk mengambil tindakan terhadap perilaku anti-demokrasi dan kekerasan yang dilakukan bawahannya,” imbuhnya.

    Untuk diketahui, aksi menginap ini dilakukan oleh masyarakat sipil yang menolak pengesahan UU TNI, yang sudah disahkan DPR beberapa waktu lalu.

    Mereka mendirikan tenda di depan Gerbang Pancasila Gedung Parlemen, Jalan Gelora, Senayan, Jakarta Pusat, sejak Senin (7/4/2025) pagi.

    Tenda-tenda yang sebelumnya didirikan tepat di depan Gerbang Pancasila, kata Al, dipindahkan secara paksa oleh petugas keamanan DPR ke trotoar yang berada di sisi luar Lapangan Tembak Senayan.

    Al menyebut, aksi ini akan terus berlangsung hingga pengesahan UU TNI berhasil dibatalkan.

    Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR) resmi mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI), sebagai undang-undang. 

    Keputusan itu ditetapkan dalam pengambilan keputusan tingkat II saat Rapat Paripurna ke-15, Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/3/2025).

    Adapun sidang pengambilan keputusan ini dipimpin oleh Ketua DPR RI Puan Maharani yang didampingi oleh Wakil Ketua DPR RI seperti Saan Mustopa, Sufmi Dasco Ahmad dan Adies Kadir.

    “Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” ujar Ketua DPR RI Puan Maharani meminta persetujuan.

    “Setuju,” jawab seluruh anggota dewan yang hadir. 

    Pengesahan UU TNI ini tidak mendapat penolakan dari delapan fraksi di DPR RI. 

    Diketahui, beleid tersebut hingga kini masih mendapatkan penolakan dari bebagai kalangan karena dinilai akan mengaktifkan kembali Dwifungsi ABRI seperti masa orde baru (orba).

    Merespons hal tersebut, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Laksono menyatakan, sejatinya respons pro dan kontra terhadap sebuah aturan UU merupakan hal yang lumrah.

    Terpenting kata dia, hingga kini seluruh kekhawatiran publik soal hidupnya kembali Dwifungsi ABRI, sudah terbantahkan.

    “Kalau polemik pro kontra sih itu hal yang lumrah, akan tetapi sebenarnya semuanya sudah terbantahkan, kenapa? Karena hal-hal yang berkaitan tentang kembalinya dwifungsi di TNI atau ABRI itu tidak akan mungkin terjadi,” kata Dave kepada awak media di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/3/2025).

    Tak hanya itu, DPR RI bersama pemerintah kata dia, melalui Revisi UU TNI ini tetap meninggikan supremasi sipil.

    “Karena hal-hal yang katakan pemberangusan supremasi sipil itu tidak ada,” ucap legislator dari Fraksi Partai Golkar tersebut.

    Dirinya juga menyinggung soal perluasan jabatan TNI di kementerian dan lembaga yang menurutnya sudah sesuai.

    Kata Dave, beberapa kementerian atau lembaga yang bisa ditempati oleh prajurit TNI aktif dalam UU TNI yang baru nantinya memang sejak UU nomor 34 tahun 2004 sebelumnya sudah diatur.

    “Apalagi dengan dipertegas jabatan di kementerian yang boleh dijabat oleh TNI itu memang diperluas, akan tetapi kenapa, karena itu memang sekarang ini TNI sudah mengisi diposisi kementerian tersebut, di lembaga tersebut seperti BSSN, Bakamla, BNPB, terus di Dewan Pertahanan Nasional, itu semua kan TNI sudah mengisi semua posisinya,” beber dia.

    Dengan begitu, Dave justru memastikan kalau melalui Revisi UU TNI ini akan ada batasan-batasan bagi TNI untuk menduduki jabatan sipil.

    Tak hanya itu, dia juga meyakini kalau melalui Revisi UU ini melimitasi keluarnya TNI dari tugas dan fungsi utamanya.

    “Jadi sebenarnya tidak ada lagi perdebatan justru dengan adanya UU ini, ini melimitasi keluarnya TNI dari fungsi utamanya dan juga memastikan supremasi sipil ini supremasi hukum itu tetap akan berjalan,” tandas dia.

    Sebagai informasi, dalam draft final RUU TNI pasal 47, terdapat 14 kementerian dan lembaga yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif:

    1. Kementerian/lembaga yang membidangi koordinator politik dan keamanan negara 

    2. Pertahanan Negara termasuk Dewan Pertahanan Nasional

    3. Sekretariat Negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan sekretariat militer presiden

    4. Badan Intelijen Negara

    5. Badan Siber dan Sandi Negara

    6. Lembaga Ketahanan Nasional

    7. Badan SAR Nasional

    8. Badan Narkotika Nasional

    9. Badan Pengelola Perbatasan

    10. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme

    11. Badan Keamanan Laut

    12. Badan Nasional Penanggulangan Bencana

    13. Kejaksaan Agung

    14. Mahkamah Agung.

  • Pertunjukan Jalanan di Kota Solo Bawakan Lagu Genjer-genjer dalam Irama Hip Hop

    Pertunjukan Jalanan di Kota Solo Bawakan Lagu Genjer-genjer dalam Irama Hip Hop

    GELORA.CO – Lagu Genjer-Genjer dimainkan dalam pertunjukan jalanan, di Kota Solo. Pertunjukan musik ini menyita perhatian publik.

    Menurut X AgusWidodo @arwidodo, lagu tersebut dimainkan pada malam hari, 5 April 2025. 

    “Lagu Genjer-Genjer dinyanyikan di salah satu sudut pusat Kota Solo di tengah keramaian, pada malam hari tanggal 5 April 2025,” katanya, dikutip Harian Massa, Rabu (9/4/2025). 

    Lebih lanjut, akun ini mengaitkan lagu tersebut dengan neo PKI. 

    “Awas bahaya laten neo PKI. Apakah ini hanya dipandang sebagai kebebasan dan ekspresi lagu yang tidak punya makna,” katanya. 

    Lagu “Genjer-Genjer” dinyanyikan di salah satu sudut pusat Kota Solo di tengah keramaian pada malam hari tgl 5 April 2025

    Awas Bahaya Laten Neo PKI

    APAKAH INI HANYA DIPANDANG SEBAGAI KEBEBASAN DAN EKPRESI SEBUAH LAGU YG TIDAK PUNYA MAKNA..!?!?!
    KEMANA BIN !? pic.twitter.com/AyQiNNiB8U

    — AgusWidodo (@arwidodo) April 7, 2025

    Unggahan ini pun mendapat kecaman netizen. Tidak sedikit yang mengkritik akun tersebut miskin literasi. 

    Untuk diketahui, lagu Genjer-genjer diciptakan seniman rakyat Muhammad Arief dan dipopulerkan oleh Lekra.

    Sejumlah seniman non komunis juga turut mempopulerkan lagu ini, seperti Bing Slamet dan Lilis Suryani. 

    Lagu Genjer-genjer membawa romantisme zaman revolusi dan menggambarkan penderitaan rakyat, pada masa penjajahan Jepang.

    Sejak dikenalkan pada tahun 1954, lagu Genjer-genjer mencapai puncak popularitasnya, pada tahun 1962. 

    Awalnya, lagu Genjer-genjer diiringi dengan alat musik sederhana, yakni angklung. Namun, enak juga dibawakan dengan irama hip hop.

    Muhidin M. Dahlan, dalam bukunya Lekra Tak Membakar Buku mengatakan, lagu Genjer-genjer bukan sekadar nyanyian. 

    “Tetapi membangkitkan semangat, serta menjadi seni rakyat: sebuah komposisi progresif dan revolusioner,” tandasnya.

    Pada masa kepopulerannya, lagu Genjer-genjer dinyanyikan oleh semua golongan, tidak hanya Lekra dan PKI. 

    Namun, Orde Baru menjadikan lagu Genjer-genjer sebagai musik pengiring film propaganda anti-komunis. 

    Lagu Genjer-genjer pun akhirnya dilarang dan distigma PKI. Hingga kini, stigma itu masih terus melekat. 

  • Prabowo: Yang Kembalikan TNI ke Barak Siapa? Pemimpin TNI Termasuk Saya

    Prabowo: Yang Kembalikan TNI ke Barak Siapa? Pemimpin TNI Termasuk Saya

    Prabowo: Yang Kembalikan TNI ke Barak Siapa? Pemimpin TNI Termasuk Saya
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Presiden
    Prabowo Subianto
    mengeklaim bahwa ia ikut mendorong agar TNI kembali fokus pada urusan pertahanan sesuai Orde Baru runtuh.
    Prabowo menyebutkan, ada sejumlah perwira tinggi TNI yang mendorong agar
    TNI kembali ke barak
    pada masa transisi Orde Baru ke Reformasi, salah satu perwira tinggi itu adalah dirinya.
    “Yang bawa kembali ke TNI (barak) itu siapa? Pemimpin-pemimpin TNI sendiri. Ya, kita sadar waktu itu. Pak Wiranto, Pak Yudhoyono, Pak Agus Wirahadikusumah, termasuk saya,” kata Prabowo dalam wawancara dengan para pemimpin redaksi, dikutip dari
    YouTube
    Harian Kompas, Senin (7/4/2025).
    Prabowo juga mengeklaim, ia adalah orang pertama di tubuh TNI yang menyatakan akan tunduk pada
    supremasi sipil
    .
    Menurut dia, hal itu telah terbukti ketika ia rela diberhentikan dari TNI oleh Presiden BJ Habibie, meski ia mempunyai banyak pasukan.
    “Saya yang dorong. Saya pertama dalam TNI yang mengatakan
    civilian supremacy
    . Saya tunduk dan saya buktikan bahwa saya tunduk kepada pemimpin sipil. Saya diberhentikan oleh Pak Habibie. Siap, padahal saya pegang pasukan terbanyak,” kata dia.
    Oleh karena itu, Prabowo menekankan bahwa tidak ada niat untuk mengembalikan militerisme lewat revisi Undang-Undang TNI yang telah disahkan oleh DPR.
    Ia pun mengajak publik untuk bersikap obyektif karena TNI merupakan lembaga yang paling dipercaya publik berkat peran-perannya selama ini.
    “Jadi jangan salah. Kita obyektif, rakyat itu masih percaya sama TNI. Karena apa? Tidak hanya itu, kalau ada bencana alam, siapa yang pertama kali? Kalau ada ribuan orang mayat waktu di Aceh, siapa yang angkat?” ujar Prabowo.
    Namun, mantan Menteri Pertahanan ini juga mengakui bahwa TNI perlu berbenah karena setiap lembaga punya kekurangannya masing-masing.
    “Meskipun ada kekurangan, ada unsur-unsur ya, semua lembaga kita ada hal yang tidak baik. Ini tanggung jawab kita bersama. Mari kita perbaiki,” ujar Prabowo.
    “Saya tegas terus di TNI Polri, beresin bersihkan diri kalian sebelum nanti saya ambil tindakan atas nama pemegang mandatoris rakyat,” imbuh dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.