Event: Rezim Orde Baru

  • Menerka Arah Revisi Sejarah Indonesia Versi Pemerintahan Prabowo

    Menerka Arah Revisi Sejarah Indonesia Versi Pemerintahan Prabowo

    Bisnis.com, JAKARTA — Publik membutuhkan penjelasan dari Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, tentang proses perubahan dalam narasi sejarah ‘resmi’ yang tengah disusun oleh pemerintah. Narasi ‘resmi’ sejarah sudah sepatutnya tidak mengulang versi Orde Baru, yang cenderung hanya untuk melegitimasi kepentingan penguasa. Sejarah harus mewakili semua elemen anak bangsa, baik dan buruknya.

    Adapun, perdebatan tentang penulisan sejarah resmi itu semakin sering muncul ke publik. Pada Senin kemarin, misalnya, Menteri Kebudayaan Fadli Zon mendapat rentetan pertanyaan dari anggota Komisi X DPR, Bonnie Triyana. Dia mengkritisi diksi ‘Indonesiasentris’ yang dipakai Fadli Zon dalam penulisan sejarah kali ini. Selain itu, Bonnie juga menyoroti tentang kebaruan kajian dalam buku yang digadang-gadang akan menjadi babon atau rujukan utama dalam memahami sejarah Indonesia.

    “Apa yang baru dari buku ini, dari buku ini. Apabila, buku ini hanya kompilasi sumber sekunder, maka saya pikir ya mubazir. Bagaimanapun proyek ini adalah menggunakan uang rakyat,” ujar Bonnie.

    Sekadar catatan, proyek sejarah ‘resmi’ era Presiden Prabowo Subianto menelan anggaran senilai Rp9 miliar. Proyek ini melibatkan sejumlah guru besar dan tim ahli dari kalangan sejarah maupun disiplin ilmu lainnya. Sejumlah akademisi maupun sejarawan yang terlibat antara lain, Susanto Zuhdi dari Universitas Indonesia (UI), Singgih Tri Sulistoyono dari Universitas Diponegoro, hingga Jajat Burhanuddin dari UIN Syarif Hidayatullah.

    Kalau merujuk kepada penjelasan pemerintah di DPR, revisi sejarah atau penulisan ulang sejarah resmi versi pemerintahan Prabowo membuat sejumlah substansi. Pertama, menghapus bias kolinial dan menegaskan perspektif Indonesiasentris. Kedua, menjawab tantangan kekinian dan globalisasi. Ketiga, membentuk identitas nasional yang kuat. Keempat, menegaskan otonomi sejarah. Kelima, relevansi untuk generasi muda. Keenam, reinventing Indonesian Identity.

    Terkait hal itu, Bonnie mengemukakan bahwa poin pertama tentang Indonesiasentris, sejatinya bukan suatu yang baru. “Itu bahkan sejak Seminar Sejarah pertama tahun 1957, memang sudah Indonesiasentris. Itu kan sudah pernah,” jelasnya.

    Sementara itu, di kalangan publik, belakangan ini muncul kekhawatiran mengenai berbagai macam substansi di dalam proses penyusunan narasi sejarah resmi tersebut. Para aktivis perempuan, misalnya, mengkritisi ‘hilangnya’ sejumlah poin tentang perempuan di dalam sejarah. Sementara itu, Marzuki Darusman beserta sejumlah sejarawan maupun aktivis lainnya, khawatir ada proses naturalisasi sejarah dan pembelokan sejarah untuk melegitimasi kekuasaan tertentu.

    Adapun, Marzuki Cs menuding bahwa proses revisi sejarah yang sedang berlangsung bertujuan untuk merekayasa masa lalu bangsa Indonesia dengan tafsir tunggal. Pemerintah, kata dia, juga ingin menegakkan suatu rekonstruksi sejarah tertentu, sehingga melahirkan ilusi bahwa pemerintah seolah mendapat mandat bangsa untuk menegakkan sejarah yang dirancangnya.

    “Tindakan itu merupakan cara halus pemerintah untuk mengontrol pemikiran rakyat dan memonopoli kebenaran atas sejarah bangsa,” beber Marzuki.

    Apa Jawaban Fadli Zon?

    Fadli Zon telah memberikan jawaban terkait berbagai macam kritikan publik terkait rencana penulisan sejarah versi pemerintahan Prabowo Subianto. Soal perempuan misalnya, Fadli menegaskan tidak ada penghapusan peristiwa Kongres Perempuan Indonesia 1928 dalam rencana penulisan sejarah Indonesia.

    Menurutnya, informasi soal penghapusan tersebut di media sosial adalah berita palsu atau hoaks yang dapat menyesatkan publik. “Misalnya tadi yang disampaikan ada upaya untuk menghilangkan kongres perempuan. Padahal justru kita ingin memperkuat adanya keterlibatan perempuan di dalam sejarah itu,” tegasnya saat rapat dengan Komisi X DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (26/5/2025).

    Lebih lanjut, Fadli Zon menekankan yang pihaknya ingin susun saat ini adalah sejarah versi Indonesia alias melalui perspektif Indonesia.

    Mantan Wakil Ketua DPR ini berpandangan sejarah bukan hanya sekadar caratan masa lalu, tetapi sejarah telah menjadi jembatan yang menghubungkan identitas nasional, kebijakan politik, dan perjuangan kolektif.

    “Lalu masih ada narasi sejarah yang kita pelajari belum sepenuhnya membebaskan diri dari perspektif kolonial, kurang menjawab tantangan kekinian dan globalisasi, sehingga sering dipandang kurang relevan dengan kebutuhan masyarakat modern terutama generasi muda,” ujar Fadli Zon.

    Politikus Gerindra ini menyoroti saat ini banyak generasi muda yang mungkin belum memahami sejarah Indonesia. Bahkan ada beberapa dari mereka yang tidak tahu bahwa Presiden ke-1 RI Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta adalah dua orang yang berbeda.

    “Itu sebagai contoh saja bagaimana di era globalisasi yang informasi ini sangat masif, kalau kita tidak menuliskan sejarah ini, mungkin akan kesulitan,” tuturnya.

    Meski demikian, dia turut menyebut bahwa sejarah yang pihaknya kini susun dengan memiliki 11 jilid hanyalah bersifat garis besarnya saja.  “Tentu saja sejarah yang ditulis ini adalah sejarah yang sifatnya highlight, garis besar. Tidak menulis secara terlalu detail. Karena kalau terlalu detail mugkin kita memerlukam lebih dari 100 jilid, tidak selesai,” tutupnya.

  • Sindir Ratna Sarumpaet, Netizen: Penyebar Hoaks Oplas Itu Kini Ingin Menulis Ulang Sejarah Indonesia

    Sindir Ratna Sarumpaet, Netizen: Penyebar Hoaks Oplas Itu Kini Ingin Menulis Ulang Sejarah Indonesia

    “Kalau kita lihat istilah orde lama sendiri, pemerintah orde lama tidak pernah menyebut dirinya orde lama. Kalau orde baru itu memang menyebut itu adalah orde baru,” ujar Fadli dalam videonya yang beredar (27/5/2025).

    Dikatakan Fadli, penting untuk menulis sejarah dengan pendekatan yang lebih positif terhadap seluruh pemimpin bangsa.

    Ia menekankan bahwa setiap pemerintahan, mulai dari era Soekarno, Soeharto, hingga Jokowi, tentu memiliki kekurangan, tetapi juga mencatat banyak pencapaian yang patut diapresiasi.

    “Apakah dari zaman Bung Karno, pak Harto, sampai pak Jokowi kalau mau dicari kesalahannya pasti ada. Gak ada yang sempurna,” tegasnya.

    Fadli mengajak agar penulisan sejarah lebih berfokus pada kontribusi dan keberhasilan para pemimpin dalam membangun bangsa.

    “Yang mau kita tonjolkan penulisan sejarah ini lebih banyak juga kepentingannya untuk nasional kita. Nasional interest, integritas kita sebagai negara, tentu lebih banyak pencapaian, apa yang dicanangkan, mungkin catatan dari apa yang belum tercapai,” tambahnya.

    Ia menegaskan bahwa bangsa ini tidak sedang menyusun sejarah untuk memperbesar kekurangan, melainkan mencatat warisan kontribusi dari para pemimpin bangsa.

    “Kita bukan mau menonjolkan sejarah kekurangan, tapi sejarah apa yang telah dilakukan. Dari Bung Karno, pak Harto, sampai pada pak Jokowi,” kuncinya.

    (Muhsin/fajar)

  • PWI Jember Gelar Konferensi di Tengah Krisis Dunia Pers

    PWI Jember Gelar Konferensi di Tengah Krisis Dunia Pers

    Jember (beritajatim.com) – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Jember, Jawa Timur, menggelar konferensi cabang di Hotel Java Lotus, Rabu (28/5/2025), untuk memilih ketua periode 2025-2028.

    Konferensi ini dipimpin langsung oleh Pelaksana Tugas Ketua PWI Jawa Timur Machmud Suhermono. Dalam sambutannya, Machmud mengatakan, konferensi tersebut diselenggarakan ketika dunia pers di Indonesia mengalami krisis.

    “Banyak tenaga kerja pers, terutama di Jakarta dan Surabaya, mengalami pemutusan hubungan kerja. Dewan Pers mencatat kurang lebih 1.400 orang. Di luar itu pasti jauh lebih banyak,” kata Machmud dalam sambutannya.

    Machmud membandingkan industri pers pada masa Orde Baru dan saat ini. “Dulu sesuai undang-undang tahun 1982, membuat media massa susah. Saat itu di Jember pada 1990-an, paling banyak ada tujuh sampai delapan orang wartawan,” katanya.

    Setelah Reformasi 1998, angin keterbukaan berembus. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 terbit dan orang bebas mendirikan perusahaan media massa. Media massa berbagai platform bermuncul, mulai dari cetak, elektronik, dan daring.

    “Akibatnya jumlah media meledak, wartawan banyak. Sementara kuenya tetap atau bahkan menurun, sehingga gesekan dan persaingan terjadi. Media massa pun harus menyesuaikan diri dengan era digital,” kata Machmud.

    Di tengah tantangan yang dihadapi industri pers, Machmud memuji kedisplinan PWI Jember dalam melaksanakan reformasi kepengurusan. “Tepat waktu. Dulu Mei, sekarang juga Mei,” katanya.

    Kali ini kontestasi kursi ketua PWI Jember diikuti Sugeng Prayitno yang menjabat ketua periode 2022-2025 dan Sutrisno yang menjabat penasihan periode 2022-2025. “Siapapun yang terpilih hendaknya bisa tetap menjaga soliditas organisasi,” kata Machmud. [wir]

  • Jokowi Diusulkan Jadi Ketum PPP, Dianggap Punya Kedekatan Batin
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        28 Mei 2025

    Jokowi Diusulkan Jadi Ketum PPP, Dianggap Punya Kedekatan Batin Nasional 28 Mei 2025

    Jokowi Diusulkan Jadi Ketum PPP, Dianggap Punya Kedekatan Batin
    Tim Redaksi

    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Ketua Mahkamah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Ade Irfan Pulungan menilai mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan sosok yang cocok untuk memimpin PPP.
    Hal ini disampaikan Irfan merespons figur yang paling cocok memimpin partai berlambang Ka’bah dari sejumlah nama eksternal yang digadang-gadang bakal menjadi ketua umum.
    “Saya pernah bertemu sama beliau (Jokowi), ya, saya pernah berdialog sama beliau dan saya merasakan ada suasana kebatinan dia terhadap partai PPP ini, atensinya ada itu,” kata Irfan saat berbincang dengan Kompas.com, Selasa (28/5/2025).
    Irfan menilai Jokowi memahami sejarah dan perkembangan PPP sebagai partai yang sudah lama berdiri.
    Oleh sebab itu, dia menyebut figur seperti Jokowi memiliki kapasitas memimpin partai karena latar belakang pengalaman politik dan pemerintahan yang panjang.
    “Karena bisa saja dia melihat partai PPP ini adalah partai yang tua, ya. Dulu di era Orde Baru, PPP adalah salah satu dari tiga partai, ya, di era Orde Baru. Tentu beliau juga sudah mencermati dan sudah juga mengetahui bagaimana perkembangan PPP,” kata Irfan.
    “Tentu sosok-sosok yang seperti itu saya pikir cukup
    capable
    jika PPP itu dipimpin oleh orang yang sudah memiliki pengalaman politik yang cukup panjang, ya, dan cukup lama pengalaman dari pemerintahannya untuk bisa memimpin sebuah partai,” ucapnya.
    Eks Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) ini berpandangan, cara Jokowi memimpin identik dengan nilai-nilai PPP.
    Dia pun meyakini, figur Jokowilah yang cocok untuk membenahi kondisi PPP.
    “Saya pikir figur Pak Jokowi yang cocok untuk memimpin PPP supaya ada pembenahan, ya, ada semacam pembaruan, ya, transformasi yang dilakukan oleh Pak Jokowi dengan
    skill
    -nya, dengan
    style
    -nya untuk bisa membesarkan PPP gitu walaupun tidak mengubah tradisi kultur yang ada,” kata Irfan.
    Ketua Mahkamah PPP ini juga menyoroti kemampuan komunikasi Jokowi dengan kalangan ulama dan tokoh umat.
    Ia menilai, keberpihakan Jokowi terhadap isu-isu keumatan sudah terlihat sejak periode pemerintahannya.
    “Saya pikir komunikasi yang dibangun Pak Jokowi dengan para ulama, tokoh-tokoh umat itu luar biasa dan kita mengakui itu, ya. Di mana beliau kemarin misalnya menjadikan wakil presiden itu sosok ulama, Kyai Ma’ruf Amin, itu tokoh PPP, loh, dan kita ketahui Pak Jokowi sampai hari ini masih selalu melakukan komunikasi-komunikasi ke para ulama dan membuka diri untuk berdiskusi tentang pengembangan-pengembangan masalah keumatan,” kata Irfan.
    “Terbukti misalnya, Undang-Undang untuk Pesantren di masa dia lah disahkannya, iya kan. Jadi keberpihakan dan atensi dia tetap keumatan, saya pikir dia responsif. Nah, kenapa PPP tidak memberikan peluang agar dipimpin oleh Pak Jokowi begitu,” imbuhnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Adnan Berbagi Ilmu Kepemimpinan Pada Peserta LK II HMI Sulselbar

    Adnan Berbagi Ilmu Kepemimpinan Pada Peserta LK II HMI Sulselbar

    FAJAR.CO.ID, MAKASSAR – Bupati Gowa pada periode 2016-202 dan 2021-2025, Adnan Purichta Ichsan, mengajak Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) untuk ikut mempersiapkan pemimpin masa depan bangsa. Sebagai organisasi yang berfokus pada kaderisasi, HMI dianggap memiliki peran yang begitu besar sebagai inkubator kepemimpinan nasional.

    Hal itu diungkapkan Adnan saat menjadi pemateri dalam Forum Advance Training LK III HMI Badko Sulselbar, di Sultan Alauddin Hotel and Convention, Selasa, 27 Mei. “Indonesia kini mempersiapkan diri untuk menyambut Indonesia Emas 2045. Hal itu berkaitan dengan bonus demografi yang dialami negara kita saat ini,” kata Adnan.

    Jika fenomena ini, kata Adnan, tidak dimanfaatkan dengan baik, maka negara ini akan melewatkan momentum yang akan sulit untuk kembali terulang. “Jika bonus demografi ini bisa dikelola dengan baik, maka dampak positifnya sangat banyak. Seperti pertumbuhan ekonomi, pengurangan rasio ketergantungan dan keuntungan lainnya,” kata Adnan.

    Meski demikian, lanjut Adnan, memang tidak akan mudah mewujudkan itu jika tidak didukung oleh semua pihak, utamanya generasi muda saat ini. Tantangan yang harus dilalui untuk mewujudkan itu semua kata Adnan juga cukup banyak karena harus diiringi dengan pendidikan dan pelatihan yang baik, penciptaan lapangan kerja yang cukup, kesehatan dan produktivitas penduduk usia kerja harus dijaga serta tantangan lainnya.

    Di forum itu, Adnan juga banyak berbagi pengalaman memimpin baik sebagai anggota DPRD Sulsel maupun saat menjadi Bupati Gowa dua periode. Adnan berharap melalui HMI akan lahir banyak pemimpin muda yang akan menorehkan catatan dalam sejarah kepemimpinan muda Indonesia. “Sejarah sudah mencatat kontribusi generasi muda dari masa ke masa. Mulai dari pra kemerdekaan, era proklamasi, orde lama, orde baru dan reformasi,” ujarnya.

  • Istilah Orde Lama Ingin Dihapus, Puan: Sejarah Tetap Sejarah
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        27 Mei 2025

    Istilah Orde Lama Ingin Dihapus, Puan: Sejarah Tetap Sejarah Nasional 27 Mei 2025

    Istilah Orde Lama Ingin Dihapus, Puan: Sejarah Tetap Sejarah
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua DPR
    Puan Maharani
    menyorot rencana Menteri Kebudayaan (Menbud)
    Fadli Zon
    yang ingin menghapus istilah “Orde Lama” dalam penulisan ulang
    sejarah nasional Indonesia
    .
    Ia meminta tidak adanya penghapusan sejarah dalam penulisan ulang yang tengah dilakukan
    Kementerian Kebudayaan
    (Kemenbud).
    “Apa pun kalimatnya, apa pun kejadiannya, jangan sampai ada yang tersakiti, jangan sampai ada yang dihilangkan, karena sejarah tetap sejarah. Jadi harus dikaji dengan baik dan dilakukan dengan hati-hati,” ujar Puan saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (27/5/2025).
    Ia pun meminta agar Kemenbud yang dipimpin Fadli Zon tidak terburu-buru dalam menulis ulang
    sejarah nasional
    Indonesia.
    Menurutnya, kehati-hatian tetap diperlukan dan Kemenbud perlu mendengarkan masukan dari semua pihak.
    “Kalau memang ingin diperbaiki, silakan. Namun, namanya sejarah, apakah itu pahit ataukah baik, ya kalau memang harus diulang, ya diulang dengan sebaik-baiknya,” ujar Puan.
    “Yang pasti kita minta dulu masukan dari semua pihak, dari seluruh elemen masyarakat. Jangan sampai terburu-buru namun nanti melanggar aturan dan mekanisme,” sambungnya.
    Diketahui, Menbud Fadli Zon menjelaskan bahwa tidak ada istilah “Orde Lama” dalam
    penulisan ulang sejarah Indonesia
    .
    “Jadi sebenarnya itu para sejarawan yang membuat, ya. Kalau kita lihat istilah ‘Orde Lama’, pemerintahan Orde Lama tidak pernah menyebut dirinya Orde Lama. Kalau Orde Baru memang menyebut itu adalah Orde Baru,” ujar Fadli di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (26/5/2025).
    Fadli juga berpandangan, tidak adanya penyebutan era Orde Lama dalam
    penulisan ulang sejarah
    ini adalah suatu hal yang lebih baik.
    “Jadi sebenarnya itu juga perspektif yang kita ingin membuat lebih inklusif, lebih netral,” ujar politikus Partai Gerindra itu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sejarah Nilai Rupiah, dari Jaminan Emas hingga Redenominasi

    Sejarah Nilai Rupiah, dari Jaminan Emas hingga Redenominasi

    Memasuki era Orde Baru, kebijakan moneter mengalami perubahan. Pemerintah meluncurkan pecahan uang kertas baru bernilai 50.000 rupiah yang menampilkan gambar Presiden Soeharto. Akan tetapi, stabilitas moneter ini tidak bertahan lama.

    Krisis moneter Asia tahun 1998 berdampak besar pada perekonomian Indonesia, menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS merosot hingga 80%, dari Rp2.300 per dolar AS pada tahun 1997 menjadi Rp16.000 per dolar AS pada Juni 1998. Dampak krisis ini begitu signifikan sehingga pada tahun 1999, pemerintah menerbitkan pecahan 100.000 rupiah yang hingga kini tetap menjadi nominal tertinggi dalam sejarah mata uang Indonesia.

    Pada tahun 2013, Bank Indonesia (BI) mengajukan wacana redenominasi dengan rencana menghilangkan tiga angka nol pada nominal mata uang (misalnya Rp1.000 menjadi Rp1). Akan tetapi, rencana ini akhirnya ditunda karena berbagai pertimbangan, termasuk kekhawatiran akan kebingungan di kalangan masyarakat.

    Penulis: Ade Yofi Faidzun

  • Polemik Revisi Sejarah, Fadli Zon: Yang Diperdebatkan Pepesan Kosong

    Polemik Revisi Sejarah, Fadli Zon: Yang Diperdebatkan Pepesan Kosong

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Kebudayaan (Menbud) RI Fadli Zon menyinggung perdebatan yang ada di media sosial tentang penulisan ulang sejarah Indonesia merupakan ‘pepesan kosong’ alias sesuatu yang diperdebatkan sebenarnya tidak sesuai dengan kenyataan.

    Dia menyebut, seharusnya ditunggu dulu saja progress penulisan ulang sejarah itu. Jangan hanya memperdebatkan draf atau kerangka yang beredar.

    “Banyak yang diperdebatkan itu ‘pepesan kosong’ gitu loh, yang diperdebatkan ‘pepesan kosong’ yang tidak ada ya. Tunggu dulu bukunya atau sampai progress saya sampaikan tadi mungkin 70 persen, 80 persen,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (26/5/2025).

    Sementara itu, lanjutnya, saat ini proses penulisan ulang sejarah yang sedang berlangsung di Kementerian Kebudayaan sudah mencapai di atas 50 persen. Nantinya, pihaknya juga berencana membuka diskusi dialog.

    “Di situ kita berdebat, yang merasa ahli sejarah yang merasa mengerti, ayo kita berdebat kita berdiskusi,” tegasnya.

    Mantan Wakil Ketua DPR RI ini berharap buku sejarah yang sedang pihaknya susun ini dapat rampung pada HUT RI ke-80 nanti atau tepatnya pada 17 Agustus 2025.

    “Saya katakan ini kan kita ingin 80 tahun Indonesia merdeka, masa kita tidak mempunyai buku. Jadi kita harapkan begitu, ini kan sudah dimulai dari Januari penulisannya juga sudah,” ucap dia.

    Lebih jauh, dia pun berharap buku sejarah yang pihaknya susun itu dapat bisa masuk dalam pembelajaran nasional di sekolah. Pihaknya akan berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga lain terkait.

    “Kita berharap juga ada lagi mata pelajaran sejarah itu wajib. Di Amerika saja seluruh jenjang itu ada US History ya, kalau warga Amerika tidak lolos US History ya ini tidak akan lolos di jenjangnya itu, di SD-nya, di SMP-nya, di SMA-nya gitu,” beber Fadli Zon.

    Sebagai informasi, dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR RI, Fadli Zon membeberkan ada 11 jilid dalam buku penulisan sejarah. Berikut list-nya:

    Sejarah Awal Nusantara
    Nusantara dalam Jaringan Global: India dan Cina
    Nusantara dalam Jaringan Global: Timur Tengah
    Interaksi dengan Barat: Kompetisi dan Aliansi
    Respons terhadap Penjajahan
    Pergerakan Kebangsaan
    Perang Kemerdekaan Indonesia
    Masa Bergejolak dan Ancaman Integrasi
    Orde Baru (1967-1998)
    Era Reformasi (1999-2024)
    Faktaneka dan Indeks

  • Fadli Zon: Penulisan Ulang Sejarah Indonesia Telan Biaya Rp9 Miliar

    Fadli Zon: Penulisan Ulang Sejarah Indonesia Telan Biaya Rp9 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Kebudayaan (Menbud) RI Fadli Zon membeberkan anggaran yang dibutuhkan untuk menggarap penulisan ulang sejarah Indonesia mencapai Rp9 miliar.

    Fadli Zon pun menyebut bahwa penulisan ini sudah pihaknya lakukan sejak Januari 2025 dan kini progresnya sudah mencapai lebih dari 50%. 

    “Ada [anggarannya], saya lupa anggarannya berapa, enggak banyak sih. Kalau tidak salah catatannya Rp9 miliar,” tuturnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (26/5/2025).

    Menurutnya, Kementerian Kebudayaan berharap bahwa buku sejarah yang memuat penulisan ulang tersebut dapat menjadi pembelajaran nasional di sekolah-sekolah.

    Sebab itu, pihaknya akan berkoordinasi lebih lanjut dengan kementerian dan lembaga lain yang terkait. Dia ingin di sekolah ada mata pelajaran sejarah lagi dan itu wajib.

    Bahkan, dia mencontohkan di Amerika saja seluruh jenjang pendidikan memiliki mata pelajaran US History. Bila anak sekolah tidak lolos mata pelajaran itu, maka tidak akan lolos juga jenjang pendidikannya (SD, SMP, dan SMA).

    “Nanti kita akan berkoordinasi supaya masyarakat kita, rakyat kita itu mengerti sejarah dan tidak melupakan atau meninggalkan sejarah kita,” ujar Fadli Zon.

    Lebih jauh, politikus Gerindra ini memastikan pihaknya akan berusaha menulis ulang sejarah seusai 26 tahun lamanya Indonesia tidak pernah lagi menulis soal sejarah.

    “Jadi kalau kita ingin juga tone-nya lebih positif kepada seluruh pemimpin negara kita, kalau dicari kelemahan, kekurangan ya selalu ada. Kita bukan mau menonjolkan sejarah kekurangan, tapi sejarah apa yang telah dilakukan di masa Bung Karno, di masa Pak Harto sampai masa Pak Jokowi apa yang ditekankan,” tegasnya.

    Sebagai informasi, dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR RI, Fadli Zon membeberkan ada 11 jilid dalam buku penulisan sejarah. Berikut daftarnya: 

    Sejarah Awal Nusantara
    Nusantara dalam Jaringan Global: India dan Cina
    Nusantara dalam Jaringan Global: Timur Tengah
    Interaksi dengan Barat: Kompetisi dan Aliansi
    Respons terhadap Penjajahan
    Pergerakan Kebangsaan
    Perang Kemerdekaan Indonesia
    Masa Bergejolak dan Ancaman Integrasi
    Orde Baru (1967-1998)
    Era Reformasi (1999-2024)
    Faktaneka dan Indeks

  • PDIP Babak Belur di Pilkada 2024, Megawati: Kalian Lemah!

    PDIP Babak Belur di Pilkada 2024, Megawati: Kalian Lemah!

    JAKARTA – Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengakui partainya babak belur pada Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Ia juga kecewa kader andalannya kalah di daerah yang selama ini dikenal sebagai “kandang banteng”.

    Hal itu diungkapkan Megawati di hadapan ratusan kader PDIP dalam acara penganugerahan Trisakti Tourism Award atau Desa Wisata 2025 di Puri Agung Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta, Kamis 8 Mei.

    “Kemarin, Pemilu, saya enggak pernah ngomong, tetapi sekarang saya sentil lagi sedikit. Why? Setelah babak belur kayak begitu, babak belur apa enggak? Hah? Kan enggak ngaku toh. Babak belur apa tidak?” tanya Megawati kepada kadernya.

    “Babak belur!” jawab para kader PDIP.

    Selain becerita kondisi PDIP babak belur, Megawati juga mengungkapkan kekecewaannya karena sejumlah kader unggulan justru tak terpilih khususnya di daerah-daerah “kandang banteng” pada Pilkada 2024.

    Megawati mengatakan hasil tersebut adalah tanggung jawabnya. Di sisi lain, Megawati menyayangkan adanya sejumlah kader yang tidak bekerja maksimal di lapangan.

    “Enggak percaya? Saya panggil nanti orangnya. Kenapa yang harusnya jadi, enggak jadi. Saya bertanggung jawab bahwa saya kan tahu orang-orang ini. Benar rajin, benar tidak. Hanya mau jadi, saya kan bisa. Siapa suruh jadi ketua umum? Jadi saya bisa memberi nilai. Jadi saya udah yakin bahwa ini pasti akan jadi,” tegasnya.

    Megawati kemudian bicara pengalamannya terpilih menjadi anggota DPR tiga periode berturut-turut di era Orde Baru. Menurutnya, pencapaian ini tak lepas dari kedekatannya dengan rakyat.

    Ia lantas menyinggung sejumlah kadernya yang tak maksimal dan seharusnya turun ke akar rumput untuk melihat masalah secara langsung.

    Meski beberapa kader tak maksimal, PDIP pada akhirnya tetap memenangkan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024, dan membuat partai yang indentik dengan warna merah itu menang tiga kali beruntun di Pileg.

    Namun, Megawati menekankan kemenangan PDIP di Pileg 2024 bukan semata hasil kerja internal, melainkan karena dukungan tulus dari rakyat.

    Putri Presiden Soekarno itu pun mengingatkan kader untuk tetap solid dan tidak ragu dalam mengikuti arah perjuangan partai di bawah kewenangannya sebagai ketua umum.

    “Kalau kalian lemah, ya, enggak menang. Kenapa? Buktinya, saya lihat, gila deh, tempat yang seharusnya kita mendulang suara, itu dipecah-pecah. Enggak usah diomongkan, saya kan ketum, tahu saya,” tutur Megawati.