Event: Rezim Orde Baru

  • Bahlil klarifikasi izin tambang Raja Ampat terbit sebelum era Jokowi

    Bahlil klarifikasi izin tambang Raja Ampat terbit sebelum era Jokowi

    PT GAG Nikel, yang kini masih beroperasi, bukanlah perusahaan baru dan telah memiliki kontrak karya sejak 1972.

    Jakarta (ANTARA) – Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menepis isu yang mengaitkan mantan Presiden RI Joko Widodo maupun Iriana Joko Widodo dengan penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya.

    Seusai menghadiri konferensi pers terkait pencabutan empat IUP di Raja Ampat, di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa, Bahlil menegaskan bahwa seluruh izin yang menjadi polemik saat ini telah terbit jauh sebelum pemerintahan presiden ke-7 RI Jokowi.

    “Oh, itu enggak ada. Itu ‘kan izin-izinnya itu ‘kan keluar jauh sebelum pemerintahan Pak Jokowi,” ujar Bahlil.

    Bahlil menjelaskan bahwa empat IUP yang resmi dicabut pemerintah diterbitkan pada periode 2004–2006, saat kewenangan pemberian izin masih berada di tingkat pemerintah daerah sesuai dengan peraturan yang berlaku saat itu.

    Ia juga menambahkan bahwa PT GAG Nikel, yang kini masih mendapat izin beroperasi, bukanlah perusahaan baru dan telah memiliki kontrak karya sejak 1972.

    “Kalau PT GAG ‘kan sejak 1972 kontrak karya. Sejak 1998 kontrak karyanya. Masih pada zaman Orde Baru. Jadi, enggak ada sama sekali (keterkaitan dengan Jokowi maupun Iriana-red),” tegas Bahlil.

    Diberitakan sebelumnya, Pemerintah resmi mencabut IUP empat perusahaan tambang di kawasan Raja Ampat karena terbukti melanggar ketentuan lingkungan serta berdomisili di kawasan geopark.

    Empat perusahaan tersebut adalah PT Anugerah Surya Pratama yang berdomisili di Pulau Manuran seluas 1.173 hektare,PT Nurham di Yesner Waigeo seluas 3.000 hektare, PT Mulia Raymond Perkasa di Pulau Batang Pele dan Pulau Mayaifun seluas 2.193 hektare, dan PT Kawei Sejahtera Mining di Pulau Kawe seluas 5.922 hektare.

    Pernyataan Bahlil itu untuk meluruskan isu-isu liar yang berkembang di tengah publik dan media sosial, yang menyebutkan keterlibatan sejumlah tokoh nasional dalam proyek tambang kontroversial di kawasan konservasi Raja Ampat.

    Salah satunya, beredar kabar di media sosial X, mayoritas muatan ore atau bijih nikel diangkut dengan kapal bernama JKW Mahakam dan Dewi Iriana. Ada yang berspekulasi mengaitkan dengan nama armada kapal tersebut dengan nama Joko Widodo dan istrinya, Iriana, karena kemiripan nama.

    Pewarta: Andi Firdaus
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Bahlil Bantah Isu Keterlibatan Jokowi di Tambang Nikel Raja Ampat

    Bahlil Bantah Isu Keterlibatan Jokowi di Tambang Nikel Raja Ampat

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia membantah keras tudingan yang mengaitkan Presiden Ke-7 RI Joko Widodo dengan dugaan pelanggaran lingkungan dalam aktivitas pertambangan di Raja Ampat, termasuk isu liar yang menyeret nama kapal pengangkut nikel “JKW–Dewi Iriana”. 

    Menurut Bahlil, perizinan terhadap perusahaan-perusahaan tambang yang saat ini menjadi sorotan sudah diterbitkan jauh sebelum masa pemerintahan Presiden Jokowi dimulai. 

    “Itu enggak ada itu, gimana itu. Itu izin-izinnya keluar jauh sebelum pemerintahan Pak Jokowi,” tegasnya kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (10/6/2025). 

    Bahlil menjelaskan, empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah dicabut oleh pemerintah semuanya diterbitkan pada periode 2004 dan 2006, saat kewenangan pemberian izin tambang masih berada di tangan pemerintah daerah.

    “Yang empat IUP kita cabut itu kan, IUP-nya keluar tahun 2004, 2006, masih rezim undang-undang yang izinnya dari daerah,” katanya.

    Tak hanya itu, dia  juga menyoroti PT GAG Nikel yang saat ini masih diperbolehkan beroperasi karena memiliki kontrak karya yang legal dan sesuai AMDAL. Kontrak perusahaan tersebut telah ada sejak masa Orde Baru dan bukan bagian dari kebijakan tambang era Jokowi.

    “Sementara kalau PT GAG, sejak 1972 [eksplorasi] kontrak karya sejak tahun 1998 di zaman Orde Baru. Jadi nggak ada sama sekali [kaitannya dengan Pak Jokowi],” tandas Bahlil. 

    Sebelumnya, operasi pengangkutan bijih nikel dari kawasan Raja Ampat kembali memicu sorotan. Salah satu yang menyita perhatian publik adalah keberadaan kapal-kapal bernama JKW Mahakam dan Dewi Iriana, yang diduga digunakan dalam distribusi nikel dari Pulau Gag, Papua Barat Daya. 

    Nama-nama kapal tersebut memunculkan spekulasi publik di media sosial, karena mirip dengan inisial Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dan istrinya, Iriana. Namun, data resmi menunjukkan bahwa kedua armada tersebut tidak terkait langsung dengan keluarga mantan presiden.

    Direktur The National Maritime Institute Siswanto Rusdi menyampaikan bahwa penggunaan nama-nama tersebut pasti memiliki tujuan tertentu. 

    “Kalau dalam ranah hukum, ada yang namanya mens rea. Dari banyaknya nama yang ada, kenapa mereka [pemilik kapal] menggunakan nama-nama itu?” ujarnya kepada Bisnis, Senin (6/9/2025).

    Siswanto menyampaikan bahwa di industri pelayaran, penggunaan nama kapal – dalam hal ini JKW Mahakam dan Dewi Iriana – pasti memiliki tujuan tertentu misalnya perlindungan agar tidak ‘diganggu’ oleh pihak lainnnya. 

    Adapun, mengacu informasi dari Direktorat Perkapalan dan Kepelautan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pada Senin (9/6/2025), sedikitnya terdapat delapan unit kapal yang menggunakan nama JKW Mahakam.

    Dari jumlah tersebut, empat unit kapal, yakni JKW Mahakam 1, 3, 6, dan 10 dimiliki oleh PT Pelita Samudera Sreeya (PSS), anak usaha emiten pelayaran PT IMC Pelita Logistik Tbk. (PSSI).

    Adapun, PT IMC Pelita Logistik Tbk. (PSSI) tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan bergerak di sektor logistik laut untuk angkutan komoditas tambang seperti nikel dan batu bara.

    Per akhir Maret 2025, PT Indoprima Marine tercatat sebagai pemegang saham mayoritas PSSI sebesar 43,83%. Indoprima Marine dikendalikan oleh PT Himpunan Primajaya, dengan dua nama yang tercatat sebagai pemilik akhir adalah Constant Marino Ponggawa dan Al Hakim Hanafiah.

    Aset dan Kinerja IMC Pelita Logistik

    Menilik laporan keuangan di laman resmi BEI per 31 Maret 2025, total aset IMC Pelita Logistik (PSSI) tercatat sebesar US$187,62 juta atau Rp3,09 triliun (asumsi kurs Rp16.500 per dolar AS). Nilai aset itu susut dibandingkan US$189,56 juta per akhir Desember 2024.

    Adapun, total liabilitas perseroan tercatat sebesar US$29,82 juta, sedangkan ekuitasnya senilai US$157,79 juta.Secara terperinci, PSSI memiliki 31 kapal tunda, 26 tongkang, 5 kapal curah besar, 2 tongkang derek apung dan 2 fasilitas muatan apung.

    Ditinjau kinerja keuangannya, PSSI membukukan pendapatan dari kontrak dengan pelanggan sebesar US$15,02 juta per kuartal I/2025. Angka turun 27,32% secara year-on-year (YoY) dibandingkan periode sama 2024 sebesar US$20,67 juta.

    Kemudian, beban pokok PSSI tercatat sebanyak US$12,93 juta per akhir Maret 2025, atau susut dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$13,96 juta. 

    Alhasil, setelah dikurangi beban dan biaya-biaya lainnya, PSSI justru membukukan kerugian sebesar US$464.503 pada tiga bulan pertama 2025, dibandingkan periode sama pada 2024 yang mencatatkan laba bersih US$5,17 juta.

  • Demokrasi Pancasila sebagai katalis kesejahteraan ekonomi bangsa

    Demokrasi Pancasila sebagai katalis kesejahteraan ekonomi bangsa

    Jakarta (ANTARA) – Rakyat Indonesia sudah memiliki pengalaman panjang dalam pelaksanaan demokrasi. Bangsa ini memilih demokrasi Pancasila, bukan karena kebetulan, melainkan karena berbasiskan sejarah yang panjang.

    Pada dasawarsa 1950-an, Indonesia pernah memakai sistem demokrasi parlementer, yang cenderung liberal, namun sebagaimana diketahui dari catatan sejarah, sistem itu gagal memberikan dampak kesejahteraan bagi warga.

    Salah satu sebabnya adalah karena sistem demokrasi yang dianut saat itu tidak menghasilkan pemerintahan efektif, yang pada gilirannya tidak ada pula kebijakan negara yang efektif.

    Kemudian masuk periode Orde Baru (1966-1998), sebuah rezim yang relatif berusia cukup panjang, karena dianggap bisa memberi peningkatan kualitas kesejahteraan rakyat. Harus diakui ada perbaikan kesejahteraan. Ada perbaikan indeks pembangunan manusia.

    Namun masyarakat juga ingin keadilan dan kebebasan kebebasan untuk turut serta menentukan nasib bangsa. Munculnya aspirasi akan keadilan dan kebebasan ini tak terpenuhi. Walhasil, Orde Baru pun runtuh karena ada krisis yang memicunya.

    Negara kesejahteraan merupakan cita cita dan komitmen pendiri negara. Cita-cita mulia pada pendiri bangsa, tentu saja memiliki alasan yang kuat, dimana keberadaan negara sangat dibutuhkan untuk membantu rakyat, dari keterpurukan pascaperang melawan berbagai penjajahan di pelosok negeri.

    Sebagai bangsa yang baru merdeka tentu tidaklah serta merta dapat berdiri dan mandiri tanpa kekuatan negara.

    Negara dianggap sebagai solusi untuk menjawab tantangan, pilihan negara kesejahteraan (welfare state) adalah sesuai kebutuhan rakyat.

    Masyarakat sejahtera

    Indonesia sebagai negara kesejahteraan menjadi bagian dari komitmen negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

    Negara dan peta politik pemerintahan, idealnya memiliki orientasi terhadap kesejahteraan sosial, terlebih di negara yang memiliki ideologi berkarakter keadilan sosial (sila kelima Pancasila) dan memiliki komitmen sebagai negara kesejahteraan (welfare state) yang menitikberatkan pada kepentingan kesejahteraan rakyatnya.

    Penerapan demokrasi Pancasila diharapkan dapat menyentuh kehidupan dan kesejahteraan (sosial) dimaksud, utamanya mampu memperkecil kesenjangan antara masyarakat kaya dan masyarakat miskin, bukan hanya sebagai kiasan belaka dan menjadi mitos demokrasi.

    Demokrasi dianggap sebagai alat untuk menuju kepada pencapaian pertumbuhan, kemudahan akses pendidikan tinggi, mengentaskan kemiskinan, mengurai konflik sosial, menghilangkan gap antara pemerintah dan yang diperintah dan lain sebagainya.

    Implementasi demokrasi Pancasila merupakan jalan menuju ke arah keadilan dan kesetaraan. Demokrasi justru akan lebih mempermudah arah menuju tujuan, karena banyaknya akses yang akan terbuka untuk menuju pencapaian itu, dan hanya bisa dilalui melalui jalan demokrasi yang baik.

    Jika banyak ketimpangan sosial, keadilan sosial dan kesejahteraan sosial tidak mencapai wujudnya, itu sebagai dampak tindakan politik pemerintahan yang tidak membuka akses terhadap demokrasi.

    Untuk mencapai keadilan sosial dan kesejahteraan sosial maka jawabannya adalah demokrasi, dan dalam konteks Indonesia adalah demokrasi Pancasila.

    Harus dipastikan pilihan demokrasi Pancasila adalah tepat untuk menuju negara kesejahteraan yang dicita-citakan dan relevan untuk dapat dipadukan melalui ideologi negara dan peta politik pemerintahan menuju cita-cita tersebut.

    Oleh karena itu, ideologi negara dan peta politik pemerintahan idealnya, haruslah memiliki orientasi terhadap kesejahteraan sosial.
    Indonesia sejak mencapai kemerdekaan, sudah menjatuhkan pilihannya pada negara demokrasi, serta mengamanatkan kepada pemerintahannya agar benar-benar negara bekerja untuk kesejahteraan sosial rakyatnya.

    Reformasi menjadi awal kebangkitan kembali untuk memperjuangkan demokrasi Pancasila.
    Demokrasi adalah sebuah langkah perjuangan, dengan berbagai strategi yang harus dibuat, duduk bersama-sama memadukan visi membangun komitmen, agar demokrasi mendapatkan formula yang benar, agar bangsa yang besar ini tak salah langkah.

    Demokrasi bukanlah perjalan pintas atau instan, akan tetapi perjalanan yang panjang yang harus dilalui dengan berbagai dinamika, kesabaran dan saling sinergi. Untuk itu dibutuhkan komitmen kuat dan serius oleh semua pihak.

    Pemikiran Bung Hatta

    Paham kerakyatan yang dulu diperjuangkan oleh Pahlawan Proklamator Bung Hatta dapat dimengerti sebagai sebuah filosofi yang menempatkan rakyat sebagai subjek utama dalam proses pembangunan ekonomi dan politik.

    Bagi Bung Hatta, demokrasi bukan hanya soal kebebasan politik, tetapi juga melibatkan keadilan sosial dan ekonomi. Paham kerakyatan menekankan pada tiga prinsip utama mencakup kemandirian ekonomi, keadilan sosial, dan demokrasi ekonomi.

    Salah satu inti dari paham kerakyatan Bung Hatta adalah kemandirian ekonomi. Ia percaya bahwa negara yang merdeka harus memiliki ekonomi yang mandiri, tidak tergantung pada kekuatan asing.

    Kemandirian ini diwujudkan melalui pengelolaan sumber daya alam oleh negara untuk kepentingan rakyat banyak. Dalam berbagai kesempatan, Bung Hatta menekankan pentingnya koperasi sebagai instrumen untuk mencapai kemandirian ekonomi.

    Koperasi, menurut Bung Hatta, adalah bentuk ekonomi yang sesuai dengan budaya gotong royong Indonesia, di mana kesejahteraan bersama menjadi tujuan utama, bukan keuntungan pribadi.

    Prinsip keadilan sosial dalam paham kerakyatan Bung Hatta mengacu pada distribusi sumber daya dan kekayaan yang adil di antara seluruh rakyat.

    Bung Hatta menolak sistem ekonomi yang hanya menguntungkan segelintir orang atau kelompok tertentu, sementara sebagian besar rakyat tetap miskin.

    Ia berpendapat bahwa pembangunan ekonomi harus diarahkan untuk meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, terutama yang miskin dan tertindas.

    Oleh karena itu, Bung Hatta sangat mendukung reformasi agraria dan redistribusi tanah sebagai langkah untuk mencapai keadilan sosial.

    Demokrasi ekonomi adalah konsep dimana rakyat memiliki kontrol atas sumber daya ekonomi dan ikut serta dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan ekonomi mereka.

    Dalam pandangan Bung Hatta, demokrasi politik tidak akan berarti tanpa demokrasi ekonomi. Ini berarti rakyat tidak hanya memiliki hak untuk memilih pemimpin, tetapi juga memiliki hak untuk menentukan arah pembangunan ekonomi, termasuk pengelolaan sumber daya alam dan distribusi kekayaan. Koperasi, lagi-lagi, menjadi sarana untuk mewujudkan demokrasi ekonomi ini.

    Berdasarkan refleksi atas gagasan Bung Hatta dan praktik demokrasi Pancasila selama ini, setidaknya ada tiga sebab menurunnya kualitas demokrasi yang harus dihindari sekuat tenaga.

    Pertama adalah korupsi dalam arti luas, bukan sekadar mengambil uang. Ini adalah penyalahgunaan kewenangan publik untuk tujuan privat. Jika pemegang kepentingan publik mempunyai kepentingan privat, pribadi dan kelompoknya yang saling berkelindan. Kalau ini terjadi, kita akan mengarah pada penurunan kualitas demokrasi.

    Sebab kedua yang tak kalah berbahaya adalah politik uang (money politics). Praktik buruk ini menggerogoti proses demokrasi langsung pada akarnya.

    Seharusnya, penyampaian aspirasi rakyat berupa proses penjaringan agar suara rakyat itu tercermin dalam kebijakan publik. Jika ada politik uang, unsur kesejatian suara rakyat akan hilang.

    Sedangkan persoalan ketiga yang harus kita waspadai adalah, politisasi birokrasi. Pusat proses kebijakan negara dan pelaksanaannya adalah birokrasi. Jika birokrat turut bermain politik, seluruh bangsa akan berada dalam kesulitan.

    Jika ada tarik menarik antara kepentingan politik dan birokrasi, kita akan sangat repot. Ini sebabnya reformasi birokrasi adalah pekerjaan besar yang sangat penting dan harus berhasil.

    Dalam pasang surut implementasi demokrasi Pancasila, kiranya paham kerakyatan Bung Hatta tetap relevan dalam konteks Indonesia modern, terutama dalam menghadapi isu ketimpangan sosial dan ekonomi.

    Ketimpangan ini masih menjadi masalah serius yang menghambat upaya pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Paham kerakyatan Bung Hatta, dengan penekanannya pada keadilan sosial dan demokrasi ekonomi, dapat menjadi inspirasi dalam mencari solusi terhadap masalah ini.

    Nilai-nilai yang terkandung dalam paham kerakyatan Bung Hatta tetap relevan hingga saat ini. Kemandirian ekonomi, keadilan sosial, dan demokrasi ekonomi adalah prinsip-prinsip yang harus terus diperjuangkan dalam menghadapi tantangan globalisasi dan ketimpangan sosial yang semakin kompleks.

    Dalam era modern ini, di tengah arus globalisasi dan kapitalisme yang sering kali mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan, paham kerakyatan Bung Hatta adalah pengingat bahwa pembangunan ekonomi sejati adalah pembangunan yang berpihak kepada rakyat dan kesejahteraan bersama.

    *) Penulis adalah Dosen UCIC, Cirebon.

    Copyright © ANTARA 2025

  • Jimly Asshiddiqie Kenang 5 Legasi Taufiq Kiemas dalam Haul ke-12

    Jimly Asshiddiqie Kenang 5 Legasi Taufiq Kiemas dalam Haul ke-12

    Jakarta Beritasatu.com – Dalam peringatan 12 tahun wafatnya Muhammad Taufiq Kiemas, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie mengenang lima legasi besar yang diwariskan tokoh nasional sekaligus mantan Ketua MPR RI tersebut.

    Jimly mengungkapkan bahwa Taufiq Kiemas merupakan sosok yang sangat peduli terhadap kaum intelektual. Ia mencontohkan saat dirinya ingin mundur dari jabatan asisten wakil presiden seusai Megawati Soekarnoputri terpilih menggantikan BJ Habibie. Namun, pengunduran dirinya ditolak oleh Taufiq Kiemas.

    “Pak Taufiq bilang, orang cerdas harus tetap berada di sekitar Bu Mega. Itu bentuk perhatian beliau kepada para akademisi,” ujar Jimly di Jakarta, Senin (9/6/2025).

    Legasi kedua, menurut Jimly, adalah kemurahan hati Taufiq Kiemas terhadap banyak orang. Ia kerap memberikan santunan kepada istri tokoh-tokoh nasional agar tetap sejahtera setelah ditinggal suami mereka.

    Legasi ketiga, Taufiq dinilai sebagai tokoh yang berperan aktif dalam penguatan ideologi bangsa. Ia mendirikan sayap partai Baitul Muslimin Indonesia, menggagas program sosialisasi Empat Pilar MPR, serta membangun Masjid At-Taufiq sebagai pusat dakwah.

    Legasi keempat adalah warisan ilmu dan keteladanan. Jimly menilai Taufiq tak hanya berbicara, tetapi memberi contoh nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

    Terakhir, Jimly mengenang perjuangan Taufiq dalam memperjuangkan pengakuan resmi negara terhadap Soekarno sebagai pahlawan nasional. Saat itu, UU peninggalan Orde Baru hanya mengatur gelar pahlawan proklamasi, sehingga nama Soekarno selalu harus disandingkan dengan Mohammad Hatta.

    “Pak Taufiq terus berpikir keras agar Bung Karno bisa diakui secara resmi sebagai pahlawan nasional. Karena kalau tidak, tidak akan pernah ada Jalan Soekarno secara tunggal,” tutur Jimly.

    Lima legasi ini, lanjut Jimly, menjadi bukti nyata dedikasi Taufiq Kiemas bagi bangsa, baik dalam pemikiran, tindakan, maupun warisan sejarah yang dikenang hingga kini.

  • Selesai Agustus, Penulisan Ulang Sejarah Butuh Waktu 2 Bulan

    Selesai Agustus, Penulisan Ulang Sejarah Butuh Waktu 2 Bulan

    Denpasar, Beritasatu.com – Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon menyatakan waktu 2 bulan cukup untuk menyelesaikan penulisan ulang sejarah Indonesia. Dengan demikian, penulisan ulang sejarah ditargetkan rampung pada Agustus 2025.

    “Selesainya nanti bulan Agustus, tetapi kita akan ada uji publik,” ungkap Fadli di Denpasar, Bali, Sabtu (7/6/2025), dilansir dari Antara.

    Meski belum mengetahui secara pasti sejauh mana progres kerja tim penulis, Fadli mengaku mempercayakan prosesnya kepada sejarawan dari berbagai perguruan tinggi. Ia menyebut penulisan ulang ini tidak dilakukan dari nol.

    “Kita tidak menulis sejarah dari nol, tentu saja dari apa yang sudah pernah ditulis sebelumnya, dan kita sudah lama tidak menulis sejarah paling tidak dari yang diterbitkan oleh pemerintah itu terakhir pada era pemerintahan Pak Habibie, sudah 26 tahun yang lalu,” jelasnya.

    Fadli menegaskan bahwa penulisan sejarah kali ini tidak bertujuan mengungkit kesalahan masa lalu, melainkan menyoroti pencapaian bangsa dari sudut pandang nasional.

    “Jadi, Indonesia sentris ya bukan perspektif kolonial sehingga yang menulis sejarah adalah profesional ya sejarawan bukan aktivis, bukan politisi,” tegas mantan Wakil Ketua DPR RI itu.

    Fadli juga mengungkapkan bahwa ia menerima masukan dari Presiden Kelima RI, Megawati Soekarnoputri, saat menghadiri pameran foto Guntur Soekarnoputra di Jakarta pada sore hari yang sama.

    Megawati menyampaikan kekhawatirannya bahwa narasi sejarah sering kali terputus dan lebih banyak berpusat pada era Orde Baru. Ia pun menyarankan agar perbedaan pandangan dalam sejarah diterima dan berencana mengumpulkan sejarawan untuk mendiskusikannya.

    Menanggapi hal tersebut, Fadli menyambut baik pandangan Megawati.

    “Tidak ada masalah, memang kita harus mempunyai perspektif, kalau saya kecenderungan apalagi 80 tahun Indonesia merdeka, perspektif Indonesia itu sangat penting jadi bukan perspektif kolonialis dan bukan perspektif golongan, bukan perspektif tertentu,” ujarnya.
     

  • Memangnya Polisi Warga Terhormat di Republik Ini? Tidak!

    Memangnya Polisi Warga Terhormat di Republik Ini? Tidak!

    GELORA.CO –  Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri menegaskan bahwa setiap orang memiliki hak yang sama di mata hukum. Ia pun heran melihat keadaan hukum di Indonesia yang tidak adil.

    Hal tersebut diungkapkan Megawati saat acara pembukaan pameran foto Guntur Soekarnoputra di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat, Sabtu, 7 Juni 2025.

    “Saya lihat keadaan hukum kita sekarang begini. Tidak dapat dibayangkan oleh saya, padahal di dalam konstitusinya berbunyi adalah, setiap warga negara mempunyai hak yang sama di mata hukum,” kata Megawati.

    Namun, Megawati menilai banyak penguasa yang buta terhadap kedudukan hukum di Indonesia. Ia mencontohkan ketika seseorang menjadi penguasa, maka orang tersebut tidak mengakui yang lainnya sebagai warga negara Indonesia.

    “Tapi sekarang, orang sepertinya membutakan diri, bahwa hanya satu golongan kalau sedang berkuasa, dialah orang Indonesia, yang lain belum tentu,” kata dia.

    Ia pun meminta kepada para peserta yang hadir untuk tidak takut menghadapi persoalan hukum. Megawati menyoroti tiap seseorang yang bersuara mengkritik Indonesia, langsung dipanggil oleh polisi.

    “Tidak perlu takut. Ini yang buat saya bilang hukum ini sekarang begini. Saya omongannya sih, ceplas-ceplos, lebih ceplas-ceplos dari kakak saya. Karena apa? Inilah yang namanya realita Republik kita. Orang saya lain kalau tanya, kenapa kamu diam saja sih, punya mulut? Lah sekarang kan gampang banget dipanggil polisi,” kata dia.

    Lantas, Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) itu menilai polisi juga orang biasa seperti warga lainnya. Polisi, kata dia, bukan warga terhormat di Indonesia.

    “Emangnya polisi itu siapa? Memangnya warga terhormat di Republik ini? Tidak. Karena apa? Saya lho yang memisahkan polisi sebagai presiden kelima pada waktu itu,” kata Megawati.

    “Republik ini dibangun dengan susah payah, penderitaan air mata dan lain sebagainya. Sampai pendirinya diperlakukan seperti itu. Tetapi karena begitu kuatnya, pada waktu itu namanya orde baru, orang dibuat tutup mulut, tidak berani bicara,” imbuhnya.

  • Di Depan Fadli Zon, Megawati ‘Sentil’ Rencana Penulisan Ulang Sejarah

    Di Depan Fadli Zon, Megawati ‘Sentil’ Rencana Penulisan Ulang Sejarah

    GELORA.CO – Rencana pemerintah menulis ulang sejarah jadi sorotan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri. Di hadapan, Menteri Kebudayaan Fadli Zon, Ketum PDIP ini sedikit menyentil soal rencana ini.

    Mulanya, Megawati membahas soal TAP MPRS Nomor 33 Tahun 1967 yang menjatuhkan ayahnya, sang Presiden Pertama Indonesia Soekarno. Dia juga heran, keberadaan TAP MPRS ini jarang sekali jadi pertanyaan orang, seolah mereka lupa akan sejarah.

    Megawati mengatakan tidak gampang menjadi Indonesia. Menurutnya, sejarah seolah dipotong dan hanya diingat ketika zaman Orde Baru.

    “Menjadi Indonesia itu bukannya gampang, tapi sekarang sepertinya sejarah itu hanya dipotong, cap, diturunkan TAP ini, lalu yang namanya sejarah itu hanya ketika zaman Orde Baru,” kata Megawati dalam acara pembukaan pameran foto Guntur Soekarnoputra di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat, Sabtu (7/6/2025).

    “Saya bisa menerangkan bahwa ini adalah aliran sejarah yang namanya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang seharusnya sebagai insan republik ini, tahu apa dan bagaimana sejarah kita,” imbuhnya.

    Megawati lalu menyapa Fadli Zon yang juga hadir dalam acara ini. Ia berkata kepada Fadli bahwa berbeda itu diperbolehkan, seperti konsep Bhinneka Tunggal Ika.

    “Ini kebetulan ada Pak Menteri Kebudayaan, kita boleh berbeda, Bung Karno juga bilang begitu, malah dibuat namanya Bhinneka Tunggal Ika, bermacam-macam, tapi satu jua, tapi jangan, jangan sepertinya, terus ada bagian dari manusia Indonesia, sepertinya dibedakan,” ujarnya.

    Dia mengatakan semangat pancasilais harus digaungkan dengan lantang dengan ucapan dan tindakan. Dia menyoroti apakah semangat pancasilais hanya dilakukan secara lisan.

    “Jadi padahal kita katanya, katanya, kalau saya pasti pancasilais, yang hadir saya tidak tahu, apakah hanya verbal Pancasila, atau memang pancasilais,” ujarnya.

    Sebelumnya, Menteri Fadli Zon memastikan penulisan ulang sejarah dengan mengambil hal-hal positif, bukan sebuah pelanggaran selama tidak mencari-cari kesalahan-kesalahan di masa lalu.

    Pernyataan itu dilontarkan setelah usulan Kementerian Kebudayaan yang ingin menulis ulang sejarah Indonesia menuai kritik dari sejumlah pihak, yang khawatir ada politisasi.  

    “Saya kira tidak ada masalah selama itu tonenya positif, di mana kami tidak mencari-cari kesalahan. Masa-masa sejarah perjuangan Indonesia itu pasti ada kelebihan, ada kekurangannya. Kami ingin menonjolkan pencapaian, prestasi-prestasi, prioritas-prioritas dan juga peristiwa-peristiwa pada zaman itu,” tutur Fadli Zon ditemui di kawasan Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Jumat (6/6/2025).

    Menurut Fadli fungsi sejarah adalah mempersatukan kebenaran bangsa demi menghindari terjadinya pecah belah. Dia pun meyakinkan masyarakat tak perlu khawatir dengan proses penulisan ulang sejarah yang hendak dilakukan Kementerian Kebudayaan karena ditulis oleh sejarawan, bukan aktivis apalagi politikus.

    “Jadi kita tidak perlu khawatir, pasti punya kompetensi di dalam menulis sejarah itu. Justru yang kami khawatir kalau sejarah itu ditulis oleh para aktivis yang punya perspektif masing-masing. Sejarah tidak bisa ditulis oleh politikus, tapi kalau orang mau menulis sejarahnya sendiri-sendiri juga bebas karena ini negara demokrasi,” ujar dia.

  • Megawati Colek Fadli Zon soal Sejarah dan Kebudayaan: Kita Boleh Berbeda…
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        7 Juni 2025

    Megawati Colek Fadli Zon soal Sejarah dan Kebudayaan: Kita Boleh Berbeda… Nasional 7 Juni 2025

    Megawati Colek Fadli Zon soal Sejarah dan Kebudayaan: Kita Boleh Berbeda…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden ke-5 RI
    Megawati
    Soekarnoputri beberapa kali mencolek Menteri
    Kebudayaan

    Fadli Zon
    dalam sambutannya di acara pameran foto milik sang kakak, Guntur Soekarnoputra yang bertajuk ‘Pameran Foto Gelegar Foto Nusantara 2025: Potret
    Sejarah
    dan Kehidupan di Galeri Nasional (Galnas) Indonesia, Jakarta Pusat, Sabtu (7/6/2025).
    Diketahui, Fadli Zon turut hadir dalam acara pembukaan pameran foto karya Guruh Soekarnoputra tersebut.
    Megawati menyapa Menteri Kebudayaan saat berbicara mengenai
    sejarah
    yang dipotong karena adanya TAP MPRS Nomor 33 Tahun 1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah Negara dari Presiden Soekarno.
    Menurut dia, turunnya TAP MPRS itu membuat sejarah dimulai hanya saat zaman Orde Baru. Meskipun, aturan itu akhirnya sudah dicabut pada 2024.
    Untuk itu, Megawati menyebut, tengah mengumpulkan ahli sejarah guna mengetahui sejarah lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
    “Saya sedang mengumpulkan ahli-ahli sejarah, ini kebetulan sudah Pak Menteri Kebudayaan,” kata Megawati.
    “Kita boleh berbeda, Bung Karno juga bilang begitu, malah dibuat namanya Bhineka Tunggal Ika, bermacam-macam, tapi satu jua. Tapi jangan, jangan sepertinya, terus ada bagian dari manusia Indonesia, sepertinya dibedakan,” ujarnya melanjutkan.
    Kemudian, Megawati kembali mencolek Fadli Zon saat sedang bicara mengenai sejarah penjajahan oleh Belanda dan bagaimana Wakil Presiden pertama RI Bung Hatta mengenyam pendidikan di Belanda.
    “Setelah itu, Bung Karno, dengan teman-temannya, Bung Hatta dari Belanda, dia merasa meskipun sekolah di sana, dia punya nurani. Enggak bisa, biar saya sekolah di Belanda dengan teman-temannya, pulang dia,” katanya.
    “Mana ada tahu sejarah seperti ini? Ayo, Pak Menteri Kebudayaan, jangan asal berbicara soal
    kebudayaan
    saja. Kebudayaan Indonesia begitu tingginya, mari kita pelajari, kalau mau kita disebut namanya orang Indonesia,” ujar Megawati lagi.
    Terakhir, putri Presiden Pertama RI Soekarno ini kembali mencolek Fadli Zon saat mengungkapkan kekagumannya terhadap Amerika dan China dengan ideologi yang tinggi.
    “Saya melihat Amerika, saya melihat China, saya betul-betul iri mereka bisa menanamkan terus menerus, terserap ideologinya tapi terus menerus regenerasi
    for the future
    dengan sebuah visioner ke depan, tidak seperti sekarang ini, terpotong-potong, itu bapak budaya (Menteri Kebudayaan),” kata Megawati.
    Megawati menegaskan bahwa budaya dan sejarah tidak boleh terpotong-potong. Dia mengibaratkan dengan tarian yang disebutnya selalu ada roh dari setiap tarian.
    Diketahui, pemerintah tengah mengerjakan proyek
    penulisan ulang sejarah nasional
    Indonesia.
    Menteri Kebudayaan, Fadli Zon sebelumnya mengatakan, penulisan ulang sejarah bakal menekankan tone atau nuansa positif agar sejarah menjadi instrumen pemersatu bangsa, bukan pemicu konflik atau perpecahan.
    “Jadi, kita tentu tone-nya itu adalah dalam sejarah untuk mempersatukan kebenaran bangsa. Untuk apa kita menulis sejarah untuk memecah-belah bangsa,” kata Fadli Zon di Masjid Istiqlal, Jakarta pada Jumat, 6 Juni 2025.
    Namun, Fadli Zon menyebut bahwa yang paling utama dari penulisan ulang sejarah adalah menonjolkan pencapaian dan prestasi di masa lampau.
    Dengan kata lain, menurut dia, penulisan sejarah tidak mencari-cari kesalahan masa lalu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Megawati Colek Fadli Zon soal Sejarah dan Kebudayaan: Kita Boleh Berbeda…
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        7 Juni 2025

    Singgung soal Sejarah Dipotong, Megawati: Sejarah Hanya Ketika Zaman Orde Baru Nasional 7 Juni 2025

    Singgung soal Sejarah Dipotong, Megawati: Sejarah Hanya Ketika Zaman Orde Baru
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden ke-5 RI
    Megawati
    Soekarnoputri menyinggung soal
    sejarah
    yang dipotong sehingga yang menjadi bagiannya hanyalah semenjak era
    Orde Baru
    (
    Orba
    ).
    Padahal, ada masa di mana Presiden Pertama RI,
    Soekarno
    memperjuangan Kemerdekaan Indonesia dan menyatukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
    Hal itu disampaikannya saat memberi sambutan di acara pameran foto milik sang kakak, Guntur Soekarnoputra yang bertajuk ‘Pameran Foto Gelegar Foto Nusantara 2025: Potret
    Sejarah
    dan Kehidupan di Galeri Nasional (Galnas) Indonesia, Jakarta Pusat, Sabtu (7/6/2025).
    “Menjadi Indonesia itu bukannya gampang, tapi sekarang sepertinya sejarah itu hanya dipotong, diturunkan TAP (TAP MPRS Nomor 33 Tahun 1967) ini, lalu yang namanya sejarah itu hanya ketika zaman order baru,” kata Megawati.
    Menurut Megawati,
    pemotongan sejarah
    tersebut terjadi saat turunnya TAP MPRS Nomor 33 Tahun 1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah Negara dari Presiden Soekarno.
    “Padahal, saya suka mengatakan, kalau memberi ceramah, saya ingin bilang, kalau ada yang tidak setuju angkat tangan, (sebut) nama, nomor telepon, nanti ketemuan sama saya,” ujar Megawati.
    “Saya bisa menerangkan bahwa ini adalah aliran sejarah yang namanya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang seharusnya sebagai insan Republik ini, tahu apa dan bagaimana sejarah kita,” katanya lagi.
    Untuk itu, Megawati mengungkapkan, tengah mengumpulkan para ahli sejarah agar sejarah yang ada tidak lagi mengalami pemotongan atau kekeliruan.
    “Kita boleh berbeda, Bung Karno juga bilang begitu, malah dibuat namanya Bhineka Tunggal Ika, bermacam-macam, tapi satu jua. Tapi jangan, jangan sepertinya, terus ada bagian dari manusia Indonesia, sepertinya dibedakan,” ujarnya.
    Untuk diketahui, TAP MPRS 33/1967 merupakan satu dari sederet ketetapan MPRS yang dikeluarkan berkaitan dengan kemelut peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965.
    Diberitakan
    Kompas.com
    sebelumnya, dalam TAP MPRS 33/1967 disebutkan bahwa pidato Nawaksara dan Pelengkap Nawaksara tidak memenuhi harapan rakyat pada umumnya, anggota-anggota MPRS pada khususnya.
    Pidato Nawaksara adalah pidato pertanggungjawaban Soekarno yang dikemukakan di depan Sidang Umum ke-IV MPRS pada 22 Juni 1966. Nawaksara artinya sembilan pokok masalah.
    Dalam Tap MPRS disebutkan bahwa pidato Nawaksara tidak memuat secara jelas pertanggungjawaban tentang kebijaksanaan Presiden mengenai pemberontakan kontra-revolusi, G30S/PKI beserta epilognya, kemunduran ekonomi, dan kemerosotan akhlak.
    Oleh karenanya, diputuskan pencabutan kekuasaan Pemerintah Negara dari Presiden Soekarno.
    Namun, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah resmi mencabut TAP MPRS Nomor 33 Tahun 1967 tersebut.
    Hal itu dilakukan dengan penyerahan surat resmi tentang tidak berlakunya TAP MPR tersebut oleh Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) kepada pihak keluarga Bung Karno pada 9 September 2024.
    “Menyatakan TAP MPRS Nomor 33/MPRS/1967 sudah tidak berlaku lagi,” ujar Ketua MPR RI saat itu, Bambang Soesatyo.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 26 tahun silam kali pertama Pemilu digelar di Era Reformasi diikuti 48 Partai

    26 tahun silam kali pertama Pemilu digelar di Era Reformasi diikuti 48 Partai

    07 Juni 1999: 26 tahun silam kali pertama Pemilu digelar di Era Reformasi diikuti 48 Partai

    07 Juni 1999: 26 tahun silam kali pertama Pemilu digelar di Era Reformasi diikuti 48 Partai
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Sabtu, 07 Juni 2025 – 06:19 WIB

    Elshinta.com – Tepat hari ini, 7 Juni 1999 atau 26 tahun silam, untuk pertama kalinya Pemilihan Umum atau Pemilu digelar di Era Reformasi. Hasil Pemilu 1997, yang dimenangkan Partai Golkar, dipandang tak memiliki legitimasi setelah Presiden Soeharto lengser. Oleh sebab itu, Pemilu berikutnya yang mestinya dilaksanakan pada 2002, kemudian dipercepat.

    Pemilu 1999 merupakan Pemilu yang diselenggarakan secara serentak untuk memilih 462 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota se-Indonesia untuk periode 1999-2004. Selain tercacat sebagai Pemilu kali pertama setelah runtuhnya Orde Baru, Pemilu 7 Juni 1999 juga merupakan terakhir kalinya diikuti oleh Timor Timur.

    Adapun Pemilu 7 Juni 1999 digelar dengan sistem perwakilan berimbang dengan stelsel daftar. Sistem yang dipakai didasarkan pada sistem proporsional tertutup di tingkat provinsi. Di tiap-tiap provinsi, partai-partai diberikan kursi sebanding dengan porsi suara mereka. Jawa Timur memiliki jumlah kursi terbanyak, yaitu 82 kursi. Sementara yang terendah yaitu Bengkulu dan Timor Timur dengan masing-masing empat kursi.

    Jumlah peserta Pemilu 7 Juni 1999 lumayan membeludak setelah pemerintah menerbitkan Undang-undang atau UU Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, UU Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilu, dan UU Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Dengan adanya aturan baru ini, aturan Pemilu sebelumnya terkait pembatasan partai oleh Orde Baru dihapuskan.

    Akibatnya, muncullah partai-partai baru yang tumbuh bak cendawan di musim hujan. Sedikitnya ada 171 partai baru yang terbentuk dari berbagai macam asas. Dari jumlah tersebut, terdaftar sebanyak 141 partai. Sedangkan yang lolos untuk mengikuti Pemilu 7 Juni 1999 total mencapai 48 partai.

    Berikut daftar 48 partai yang mengikuti Pemilu 7 Juni 1999:

    1. Partai Indonesia Baru

    2. Partai Kristen Nasional Indonesia

    3. Partai Nasional Indonesia

    4. Partai Aliansi Demokrat Indonesia

    5. Partai Kebangkitan Muslim Indonesia

    6. Partai Ummat Islam

    7. Partai Kebangkitan Ummat

    8. Partai Masyumi Baru

    9. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)

    10. Partai Syarikat Islam Indonesia

    11. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)

    12. Partai Abul Yatama

    13. Partai Kebangsaan Merdeka

    14. Partai Demokrasi Kasih Bangsa

    15. Partai Amanat Nasional (PAN)

    16. Partai Rakyat Demokratik

    17. Partai Syarikat Islam Indonesia 1905

    18. Partai Katolik Demokrat

    19. Partai Pilihan Rakyat

    20. Partai Rakyat Indonesia

    21. Partai Politik Islam Indonesia Masyumi

    22. Partai Bulan Bintang

    23. Partai Solidaritas Pekerja

    24. Partai Keadilan

    25. Partai Nahdlatul Ummat

    26. Partai Nasional Indonesia – Front Marhaenis

    27. Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia

    28. Partai Republik

    29. Partai Islam Demokrat

    30. Partai Nasional Indonesia – Massa Marhaen

    31. Partai Musyawarah Rakyat Banyak

    32. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)

    33. Partai Golongan Karya (Golkar)

    34. Partai Persatuan

    35. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)

    36. Partai Uni Demokrasi Indonesia

    37. Partai Buruh Nasional

    38. Partai Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong

    39. Partai Daulat Rakyat

    40. Partai Cinta Damai

    41. Partai Keadilan dan Persatuan

    42. Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia

    43. Partai Nasional Bangsa Indonesia

    44. Partai Bhinneka Tunggal Ika Indonesia

    45. Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia

    46. Partai Nasional Demokrat

    47. Partai Ummat Muslimin Indonesia

    48. Partai Pekerja Indonesia

    Untuk menghindari campur tangan pemerintah, kemudian dibentuklah Komisi Pemilihan Umum atau KPU. Pembentukan KPU juga diharapkan dapat menjaga objektivitas pelaksanaan Pemilu 1999 tersebut. KPU 1999 diketuai oleh Jend (Purn) Rudini didampingi Wakil Ketua Harun Al Rasyid. Lembaga anyar ini beranggotakan 52 orang yang mewakili 48 partai yang berpartisipasi dalam Pemilu 1999, dan empat wakil dari pemerintah.

    Pemilu 7 Juni 1999 yang menghabiskan dana Rp 1,3 triliun dimenangkan oleh PDIP. Partainya Megawati Soekarnoputri itu mendapat total suara 35.689.073 atau 33.74 persen dengan peraihan sebanyak 154 kursi. Golkar menyusul di posisi kedua dengan jumlah suara 23.741.749 atau 22.44 persen dengan perolehan kursi sebanyak 120.

    Kemudian posisi ketiga dalam Pemilu pertama era reformasi ini diraih PPP dengan total suara 11.329.905, dengan 59 kursi. PKB berada di posisi keempat meski mendapat suara lebih banyak ketimbang PPP yakni 13.336.98 2 suara. Hal ini lantaran PKB kalah banyak mendapatkan kursi, yakni 51 kursi. Posisi kelima dimenangkan oleh PAN dengan jumlah suara 7.528.956 dan 35 kursi.

    Sumber : Elshinta.Com